Anda di halaman 1dari 38

INDUSTRIALISASI DAN

PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI


A. Konsep dan Tujuan Industrialisasi
Konsep industrialisasi dalam sejarah pembangunan ekonomi berawal
dari proses revolusi industri dengan serangkaian penemuan-penemuan
baru yang inovativ. Industrialisasi merupakan proses interaksi antara
pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi, dan perdaganan
antarnegara yang pada gilirannya sejalan dengan peningkatan
pendapatan masyarakat yang mendorong perubahan struktur ekonomi.
Secara umum pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan
perkapita hanya dapat terjamin lewat industrialisasi kecuali negara-
negara yang sangat kaya akan SDA, seperti Kuwait dan Libya.
Riedel (1992) : Industrialisasi bukanlah tujuan tapi
strategi untuk mendukung proses pembangunan untuk
mencapai peningkatan perdapatan perkapita.
 Chenery (1992) : Industrialisasi merupakan tahapan
logis dari perubahan struktur industri yang diujudkan
melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur
dalam permintaan konsumen, produksi, ekspor, dan
kesempatan kerja.
B. Perkembangan Sektor Industri Manufaktur
Nasional

 Lihat tabel berikut


Sumber-sumber Utama Pertumbuhan PDB Menurut
Tiga Sektor Penting di Negara-negara Berkembang,
1970 – 1995 (dlm persen)
Laju Pertumbuhan Rata-rata Kontribusi pada Pertumbuhan
Sekto PDB
r
70-80 80-90 90-95 70-95 70-80 80-90 90-95 70-95

Perta 2,7 3,4 2,4 2,9 10,5 16,0 8,2 13,9


nian

Manu 6,8 4,6 6,9 5,9 21,3 26,0 32,1 22,9


faktu
r
Jasa 6,3 3,6 4,5 4,9 50,3 49,4 46,4 47,6

PDB 5,7 3,5 4,7 4,6 100,0 100,0 100,0 100,0


Sektor industri manufaktur di negara berkembang (LDCs)
berkembang pesat. Pertumbuhan output yang tinggi ini terutama
disebabkan oleh permintaan eksternal yang kuat dengan rata-rata
pertumbuhan ekspor sebesar 9,3% pertahun pada periode 1970-
1995.

Bahkan kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara dijuluki a miraculous


economy karena kinerja ekonominya yang sangat menakjubkan pada
periode 1970-1995, dengan pertumbuhan rata-rata PDB 7,4% (dunia
= 2,9%, LDCs = 4,6%). Industri manufaktur menjadi kontributor
utama pertumbuhan dengan rata-rata 9,4% pertahun. Pangsa
manufaktur dalam PDB naik dari 17,2% menjadi 26,9%.
Indonesia masih berada pada tahap awal industrialisasi
tapi dengan kecepatan yang sangat pesat. Sejak tahun
1983 hingga dekade 1990-an peran sektor-sektor
primer cenderung menurun, sementara sektor-sektor
sekunder (industri manufaktur, listrik, gas, dan air, serta
konstruksi) dan sektor-sektor tersier (perdagangan,
hotel dan restoran, transportasi dan komunikasi, bank
dan keuangan, dan kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya)
terus meningkat.
Distribusi PDB Menurut Sektor pada Harga Konstan,
1983-1998 (Rp Milyar)
Sektor 83*) Harga Konstan 1993
93 94 95 96 97 98
Primer 33,87 90,46 92,55 97,39 101,6 103,0 102,34
Tani 17,76 58,96 59,29 61,88 63,83 64,48 64,99
Tambang 16,10 16,10 31,50 33,26 35,50 37,74 38,54
Sekunder 14,81 99,36 112,21 125,13 140,06 148,46 121,46
Manufaktur 9,9 73,56 82,65 91,64 102,26 107,63 94,85
Lis,G,&air 3,14 3,29 3,7 4,29 4,88 5,48 5,58
Konstruksi 4,60 22,51 25,58 29,20 32,91 35,35 21,03
Tersier 28,94 139,96 149,88 161,28 172,17 181,78 152,25
Dgang H,R 11,42 55,30 59,50 64,23 69,47 73,52 60,25
Trans-kom 4,10 23,25 25,19 27,33 29,70 31,78 26,97
Bank-keu 2,36 14 15,94 18,11 18,89 19,96 13,17
Rental, RE 2,36 9,69 10,09 10,64 11,27 11,83 9,48
Jasa lain 8,71 37,71 39,15 40,97 42,84 44,67 42,37
PDB 77,62 329,78 354,64 383,79 413,78 433,25 376.05
Kontribusi Terhadap PDB

* Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014


** Angka Sangat Sementara
*** Angka Sangat sangat sementara
Pertumbuhan PDB Menurut Sektor pada harga
Konstan, 1995 – 1998 (dalam persen)
Harga Konstan 1993
Sektor
1995 1996 1997 1998*)
Pertanian 4,38 3,00 0,72 0,22
Pertambang 6,74 5,82 1,71 (4,16)
Ind Manuf 10,88 11,59 6,42 (12,88)
L,G, A 15,91 12,78 12,75 3,70
Konstruksi 12,92 12,76 6,43 (39,74)
Dgang, H,R 7,94 8,00 5,80 (18,95)
Trans-kom 8,50 8,68 8,31 (12,80)
Bank-Keu 11,04 9,00 6,45 (26,74)
Jasa-jasa 3,27 3,40 2,84 (4,71)
PDB 8,22 7,98 4,71 (13,68)
PDB tanpa migas 9,24 8,34 5,45 (14,78)
Kinerja Sektor Inustri Manufaktur, 1985 – 1997

Perubahan Struktural Pertumbuhan Rata-rata(% pertahun)


Kriteri
a
1985 1997 1999 Kriteri 85-88 89-93 94-99
a
%NTM
dalam 11 23 23 NTM 12 22 12
PDB
%Manu
faktur
dalam
14 47 47 EM 36 28 7
total
ekspor
E4 36 28 1
NTM = Nilai Tambah Manufaktur; ME = Ekspor Manufaktur, E4 =
ekspor empat produk unggulan: kayu lapis, tekstil, pakaian jadi,
dan alas kaki.

Dalam kelompok Asean, share output industri terhadap PDB


Indonesia masih relatif kecil meski pertumbuhan output rata-
ratanya tinggi. Ini menandakan bhw Indonesia belum memiliki
tingkat industrialisasi yang tinggi dibanding dengan misalnya
Malaysia dan Thailand.
Kontribusi Terhadap Perkembangan Ekspor
Nonmigas (Juta US$)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan

 Sektor pertanian merupakan komoditi ekspor yang akan


memperbesar devisa negara
 Negara-negara yang memiliki sumberdaya yang rendah akan
memenuhi kebutuhan (khususnya pangan) penduduknya melalui
kegiatan perdagangan (impor)
Berdasarkan nilai tambah sektor industri manufaktur
(NTSIM) per kapita peringkat Indonesia pada tahun
1965 paling bawah dibanding LDCs lain. Negara-
negara yang lebih awal memulai industrialisasinya
seperti Meksiko, Brasil dan Turki memiliki NTSIM 15-30
kali NTSIM Indonesia. Pada dekade 1980-an dan 1990-
an peringkat Indonesia naik hingga berada diatas Cina
dan India. Sedangkan perbandingan dengan negara-
negara Meksiko, Brasil, dan Turki tinggal menjadi 5-6
kali dibawahnya.
Pangsa ekspor manufaktur dari seluruh ekspor dipengaruhi oleh
tingkat kemajuan industri yang terdapat disuatu negara. Meski
ditahun 1980-an tumbuh cepat, tahun 1995 nilai pangsa ekspor
manufaktur terhadap seluruh ekspor menjadi hanya sekitar 4%
yang mana hampir sama dengan di Turki, Brasil, dan Malaysia.
Cina dan India memiliki angka 50% dan Korea 60%.
Ukuran lain adalah rasio NTSIM terhadap nilai tampah sektor
pertanian yang menunjukkan kecendrungan untuk terus
meningkat.
Pekerja
50.
Pertanian, Perkebunan,
Kehutanan, Perburuan dan
45. Perikanan
Pertambangan dan Penggalian

40.

Industri

35.

Listrik, Gas dan Air


30.

Konstruksi
25.

Perdagangan, Rumah Makan


20.
dan Jasa Akomodasi

15. Transportasi, Pergudangan dan


Komunikasi

10. Lembaga Keuangan, Real


Estate, Usaha Persewaan dan
Jasa Perusahaan
5.
Jasa Kemasyarakatan, Sosial
dan Perorangan

.
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tingkat pendalaman struktur industri juga dapat dilihat dari
pendalaman dalam beragam jenis atau kelompok barang
menurut sifat dan penggunaannya, misal antara barang
modal VS barang-barang konsumsi; atau antara barang-
barang konsumsi sederhana VS barang konsumsi yang
sophisticated atau durable; atau produk padat
modal/teknologi/knowledge yang tinggi VS produk-produk
padat karya. Menurut orientasi pasarnya, bisa berupa
barang-barang untuk pasar domestik (import substituted
goods) VS barang-barang berorientasi ekspor. Jadi industri
manufaktur terkait pada tiga hal : diversifikasi produk,
intensitas pemakaian faktor-faktor produksi (termasuk SDA),
dan orientasi pasar.
Jenis Industri Manufaktur Non Migas menurut Cabang

Harga konstan 2000

Sektor Industri Laju Pertumbuhan Kontibusi Thd


(ISIC 2-digit) 2004 PDB 2004
1. Makanan, Minuman dan Tembakau 1.66 6.90
2. Tesktil, Barang Kulit dan Alas Kaki 4.23 3.38
3. Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya -2.01 1.36
4. Kertas dan Barang Cetakan 7,73 1.30
5. Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 9.14 4.15
6. Semen dan Galian Non-Logam 9.56 1.04
7. Logam Dasar, Besi dan Baja -2.68 0.71
8. Alat Angkut, Mesin dan Peralatan 17.65 5.52
9. Barang lainnya 15.12 0.20
Total 7.65 24.52
ISIC: 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, dan 39

23
Sumber : Departemen Perindustrian (2006)
PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI MANUFAKTUR

Secara umum industri manufaktur di LDCs relatif masih terbelakang disebabkan


faktor-faktor keterbatasan teknologi, kualitas SDM, Dana pemerintah dan
swasta, intensitas kerja sama antar instittusi, dan lain-lain.

Indikator keterbatasan teknologi salah satunya adalah tingkat produktifitas baik


secara parsial ataupun keseluruhan yang disebut Total Faktor Productivity
(TFP). Misal dalam kurun waktu 1968-1988 TFP Indonesia turun dari 5%
menjadi 1%. Pada saat yang sama TFP Korea Selatan naik dari 3,4% menjadi
5%. Pada periode 1982-1988 TFP Indonesia hanya seperempat TFP Korsel.
Gejala deindustrialisasi terjadi
untuk industri padat karya
Setidaknya 467 perusahaan 

tekstil, pemintalan, pencelupan,


% Ekspor Industri Padat Karya dan garmen di Jawa-Bali
menutup usaha (API, 2006).
45.0
40.0
Ditutupnya perusahaan berarti
35.0
menambah panjang barisan
30.0
pengangguran Indonesia.
25.0  Masalah:
%

20.0  Kenaikan harga BBM dan UMK


15.0  Banjir impor dari China dll
10.0  Tak ada peremajaan mesin
5.0
 Selundupan
0.0
Textile Furniture Garment Footwear
Komoditi

1990 1993 1996 2000 2001 2003


Kelemahan-kelemahan Industri Manufaktur
Indonesia (Studi UNIDO, 2000)

 I. Kelemahan-kelemahan Struktural
 II. Kelemahan-kelemahan organisasi
I. Kelemahan-kelemahan Struktural
1. BASIS EKSPOR DAN PASAR YANG SEMPIT
 Tergantung 4 produk: kayu lapis, pakaian jadi, tekstil, dan
alas kaki dengan pangsa 50%. Sepuluh (10) produk
menguasai 80% total ekspor.
 Pasar terbatas kepada negara-negara yang menerapkan
kuota (the Multi-fibre Agreement, MFA) seperti USA, EC,
Kanada, Norway, dan Turkey. Tiga negara menyerap 50%
ekspor manufaktur, sementara 50% ekspor pakaian jadi dan
tekstil diserap USA.
 Ekspor unggulan padat karya menurun akibat persaingan
Cina dan Asia lainnya. Demand produk ekspor Indonesia di
negara-negara maju inelastis.
 Faktor eksternal berpengaruh signifikan dalam penurunan
daya saing ekspor.
2. KETERGANTUNGAN PADA IMPOR SANGAT TINGGI
 Karena terlalu besar bergantung pada PMA, industri-
industri berteknologi tinggi seperti farmasi, kimia,
elektronik, barang-barang konsumsi, alat-alat listrik, dan
otomotif, maka industri manufaktur indonesia tidak
sebenarnya tapi hanya merupakan penggabungan,
pengepakan, dan assembling.
3. Tidak adanya/kurangnya Industri berteknologi
mengengah

 Kontribusi industri-industri berteknologi


menengah seperti industri karet dan plastik,
semen, logam dasar, dan barang-barang
sederhana dari logam terus menurun.. Kontribusi
produk-produk padat modal seperti material
plastik, pupuk, bubuk kertas dan kertas, besi dan
baja turun. Kecendrungan ini berbeda dengan
negara-negara lain dengan derajat industrialisasi
yang relatif sama.
4. KONSENTRASI REGIONAL
Ketimpangan
Pengembangan yang Tidak optimal
PERMASALAHAN STRUKTURAL INDUSTRI INDONESIA
Industri Indonesia terkonsentrasi secara geografis ke Kabarin (Kawasan Barat Indonesia),
yaitu Jawa, Bali dan Sumatra. Ini terlihat dari aktivitas industri manufaktur, pajak-pajak pusat,
dana & kredit perbankan

Penyerapan
Figure Tenaga Kerja
1.1. LME Industri Manufaktur
Employment Menurut
by Main Island Pulau: 1976-2001
1976-2001 (%) (%)

100
80
60
40
20
0
Other
Sumatera Jawa Bali Kalimantan Sulawesi
Sumber: Diolah dari BPS Eastern

1976 6.7 89.1 0.9 1.8 0.9 0.7


1985 12.1 78.6 1.0 5.6 1.7 0.9
1995 10.8 82.2 0.7 3.9 1.4 1

2001 11.1 82.0 0.6 3.7 1.4 1.1


II. Kelemahan-kelemahan organisasi
1. Industri Kecil dan Menengah masih
Underdeveloped
2. Konsentrasi Pasar. Pangsa output (concentration
ratio/CR4) oleh 4 perusahaan besar mencapai
75%
3. Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan
mengembangkan teknologi. Memusatkan lobi
dibanding teknologi/daya saing untuk
membangun relasi dagang.
4. Lemahnya Sumber Daya Manusia
STRATEGI PEMBANGUAN SEKTOR INDUSTRI
 STRATEGI SUBSTITUSI IMPOR (SI) –
INWARD LOOKING STRATEGY
 STRATEGI PROMOSI EKSPOR – OUTWARD
LOOKING STRATEGI
Argumen bagi STRATEGI
SUBSTRITUSI IMPOR
 SUMER DAYA ALAM DAN FAKTOR LAIN
 PERMINTAAN PASAR DALAM NEGERI
 GROWTH POLE INDUSTRI DLM NEGERI
 KESEMPATAN KERJA
 MENGHEMAT DEVISA DAN
KETERGANTUNGAN DARI LUAR NEGERI
TAHAPAN STRATEGI SUBT. IMPOR
 MEMBANGUN INDUSTRI BARANG-BARANG
KONSUMSI
 MENGEMBANGKAN INDUSTRI HULU
(UPSTREAM INDUSTRIES)
STRATEGI PROMOSI EKSPOR
ADA SIGNAL
HARGA YANG PROTEKSI IMPOR
JELAS DI PASAR RENDAH

SYARAT NILAI TUKAR MATA UANG


EFEKTIF YANG REALISTIS

INSENTIF YANG
MANTAP DALAM
PENINGKATAN
EKSPOR
PENERAPAN STRATEGI
SUBTSTITUSI IMPOR DI INDONESIA
 BENTUK JOINT VENTURE
 SKALA BESAR DAN PADAT MODAL
 INFANT INDUSTRY ARGUMENT- PROTEKSI
BERLEBIHAN DAN DALAM JANGKA WAKTU LAMA
 HIGH COST ECONOMY-INEFFICIENT
 TIDAK PROFESIONAL, DAYA SAING RENDAH
TERGANTUNG IMPORTED CONTENTS
 NERACA PEMBAYARAN TERANCAM
PENYEBAB KEGAGALAN
(menurut Hasibuan, 1993)
 Ketidak siapan bahan baku dan tenaga kerja
 Kompetisi pasar kecil atau tidak ada
 Ketergantungan pada impor tinggi
 Pilihan teknologi produksi yang salah
 Nilai tambah yang terus menurun
 Proteksi yang tidak mendidik

Anda mungkin juga menyukai