Anda di halaman 1dari 22

KEADAAN LINGKUNGAN

DAN KEJADIAN
LEPTOSPIROSIS
NAMA KELOMPOK

1. I Putu Arya Sagita Darastama 15700086


2. Putu Desita Devi Saraswati 15700088
3. Novita Dwi Wijayanti 13700014
4. Fihrotul Dwi Ameliya 13700106
5. Arif Bagus Adianto 13700204
6. Dwi Arumaniya 15700042
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
• Leptospirosis merupakan penyakit yang di sebabkan oleh bakteri
berbentuk spiral dari genus Leptospira yang menyerang hewan dan
manusia. Ciri-ciri umum penyakit Leptospirosis adalah demam dengan
serangan tiba-tiba, sakit kepala, menggigil, mialgia berat (betis dan
kaki), dan merah pada conjungtiva. Jika Leptospirosis tidak ditangani
dengan cepat, maka akan menyebakan kematian pada penderitanya karena
bakteri Leptospira akan menyerang hati, ginjal dan otak. (Ana Erviana, 2014)
• Leptospirosis termasuk salah satu Neglected Tropical Diaseases (NTDs)
yang mendapatkan perhatian serius oleh WHO karena memiliki
dampak kesehatan yang cukup signifikan di negara-negara tropis seperti
di wilayah Amerika dan Asia. (Ana Erviana, 2014)
1. Rumusan Masalah
• Bagaimana penanggulangan penyakit leptospirosis Kecamatan B ?
• Bagaimana pencegahan penyakit leptospirosis Kecamatan B ?

2. Tujuan Umum
• Melakukan upaya penanggulangan dan pencegahan penyakit leptospirosis

3. Tujuan Khusus
• Penyuluhan kesehatan masyarakat tentang penyakit leptospirosis
• Perbaikan dan penyediaan sarana sanitasi khususnya penanganan sampah dan air limbah
• Upaya pemberantasan tikus
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
SKENARIO
• Leptospirosis adalah salah satu emerging infection disease di Indonesia, di beberapa daerah belum mendapat
prioritas dalam penanganannya. Penyakit ini termasuk zoonosis dan sering terjadi di daerah yang mengalami
banjir dengan permukiman yang kurang sehat. Angka kematian di Indonesia cukup tinggi, antara 2,5 – 16,45%.
Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56% (Anies et al, 2009). Di Rumah Sakit Umum Kabupaten A
tercatat penderita leptospirosis sebanyak 62 pasien termasuk rujukan dari Puskesmas. Penyakit tersebut
terdistribusi di 9 Kecamatan. Wilayah Puskesmas B merupakan wilayah dengan kejadian tertinggi di Kabupaten
tersebut yaitu 12 kasus. Kecamatan B, termasuk daerah yang sering dilanda luapan air sungai yang mengalir
membelah wilayah tersebut sehingga menggenangi permukiman. Pembuangan air limbah masih sebatas
mengalirkannya ke selokan. Area yang tidak terkena luapan banjir sungai juga terkena luapan air selokan pada
waktu musim hujan karena penataan pembuangan air kotor yang belum baik. Masih banyak dijumpai tempat
penyimpanan sampah yang tidak tertutup dan tidak terawat, bahkan masih banyak dijumpai keluarga yang
belum memiliki bak sampah. Tikus pun dijumpai berkeliaran terutama di malam hari. Lebih dari separuh
penduduk masih berpendidikan SMP ke bawah, sementara yang mengenyam pendidikan tinggi hanya sekitar 4-
5%. Kebiasaan mandi dan cuci di sungai merupakan hal yang sering dijumpai sehari-hari. Sebagian besar
penduduk (61%) bekerja sebagai petani atau buruh tani, yang bekerja biasa tanpa alat pelindung diri terutama
dalam kontak dengan air.
• Puskesmas sebagai ujung tombak upaya kesehatan masyarakat berupaya menanggulangi penyakit
tersebut. Bagaimana penyelenggaraannya?
Learning Objective
1. Mampu menjelaskan mengenai penyakit Leptospirosis
2. Dapat mengetahui bagaimana mata rantai penularan penyakit Leptospirosis
3. Dapat mengetahui bagaimana cara penularan penyakit Leptospirosis
4. Mampu menjelaskan bagaimana cara mencegah penularan Lepstospirosis
5. Mampu menjelaskan hubungan antara sanitasi dasar dengan Lepstospirosis
6. Dapat mengetahui faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian Lepstospirosis
7. Mampu menjelaskan upaya-upaya pemberantasan Lepstospirosis
8. Mampu menyusun perencanaan program untuk penanggulangan dan pencegahan Lepstospirosis
INVENTARIS MASALAH
DEFINISI
• Menurut Depkes RI (2013), Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi
bakteri yang berbentuk spiral dari genus Leptospira yang pathogen, menyerang hewan dan
manusia. Sedangkan zoonosis adalah penyakit yang secara alami dapat di pindahkan dari hewan
vertebrata ke manusia atau sebaliknya.(Ana Erviana, 2014)
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
• Leptospira dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontak langsung ataupun tidak langsung
antara kulit yang terluka atau mukosa tubuh seperti mukosa konjungtiva ataupun mukosa oral dengan
binatang ataupun ekskreta binatang yang terinfeksi Leptospira. Leptospira dapat berproliferasi dan
menyebar dalam aliran darah ke seluruh tubuh kemudian berproliferasi dalam organ-organ. Masa
inkubasi bervariasi antara dua hingga tiga puluh hari dengan rata-rata lima hingga empat belas hari.
Setelah antibodi terhadap Leptospira terbentuk, Leptopspira mulai menghilang dari darah namun
tetap bertahan hidup pada berbagai organ seperti otak, hati, paru-paru, jantung, dan ginjal. Siklus
hidup Leptospira telah lengkap ketika Leptospira mempenetrasi membran basalis dari tubulus ginjal
proksimal dan berikatan dengan sel-sel tubulus dan kemudian diekskresikan bersama dengan urin.
GEJALA KLINIS
• Sharifah Shakinah, 2015, menyebutkan bahwa gambaran klinis infeksi Leptospira bervariasi dari
gejala klinis ringan yang menyerupai penyakit lain seperti influenza, hingga bentuk klinis yang parah
yakni penyakit Weil’s. Pada fase leptospiremia, organisme Leptospira dapat dikultur dari darah dan
memberikan gejala sistemik seperti demam, sakit kepala, mialgia. Pada pemeriksaan fisis dapat
ditemukan adanya injeksi konjungtiva (dilatasi pembuluh darah konjungtiva tanpa adanya sekret),
eritema faring, nyeri otot terutama nyeri pada otot gastrocnemius, ditemukannya rhonchi atau pekak
pada pemeriksaan toraks apabila terjadi perdarahan pada paru-paru, jaundice, maupun hiporefleksia
terutama pada kaki.
DIAGNOSA
• Setiap pasien demam akut mempunyai riwayat, setidaknya 2 hari, tinggal di daerah banjir atau
memiliki risiko tinggi terpapar (berjalan kaki di banjir atau air yang terkontaminasi, kontak
dengan cairan dari hewan, berenang di air banjir atau menelan air yang terkontaminasi dengan
atau tanpa luka) dan menunjukkan setidaknya dua dari gejala berikut: mialgia, nyeri tekan betis,
injeksi konjungtiva, menggigil, nyeri perut, sakit kepala, ikterus, atau oliguria. Pasien dengan
gejala tersebut hendaknya dipertimbangkan sebagai tersangka kasus leptospirosis. (Lukman Zulkifli
Amin, 2016)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mendukung penegakan diagnosis dan tingkat keterlibatan organ pada infeksi
leptospirosis, diantaranya adalah:
1. Pemeriksaan darah lengkap
• Pada pemeriksaan DL dapat ditemukan leukositosis dengan shift to the left serta peningkatan laju endap darah (LED). Adanya perdarahan pada paru atau
organ lain dapat memberikan gambaran anemia. Trombositopenia adalah satu pemeriksaan yang umum ditemukan pada infeksi trombosit, walaupun
adanya trombositopenia tidak berarti terjadi koagulasi intravaskular diseminata. Pada pasien dengan penyakit Weil’s dengan keterlibatan ginjal
dapat ditemukan peningkatan kadar ureum serta kreatinin darah. Kadar bilirubin juga dapat meningkat sebagai akibat obstruksi pada level intrahepatik.
Kadar alkalin fosfatase juga dapat meningkat hingga 10 kali lipat.
2. Urinalisis
• Pada urinalisa dapat ditemukan proteinuria. Pada pemeriksaan mikroskopis dapat ditemukan leukosit, eritrosit, serta sedimen hyaline maupun sedimen
granular.
3. Pemeriksaan Radiologis
• Foto thoraks dilakukan untuk melihat keterlibatan paru pada penyakit Weil’s. Ultrasonografi (USG) abdomen juga dapat dilakukan untuk melihat adanya
kolesistitis.
4. Pemeriksaan Serologis
• Antibodi antileptospira dapat dideteksi dengan menggunakan tes aglutinasi mikroskopik (MAT) meskipun ketersediaannya saat ini masih terbatas.
Selain MAT, pemeriksaan serologis lain seperti ELISA IgM atau SAT juga dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis.
5. Mikroskop Lapang Gelap
• Ditemukannya spiroketa dengan mikroskop lapang gelap dapat membantu penegakan diagnosa leptospirosis.
Meskipun pemeriksaan penunjang dapat membantu penegakan diagnosis leptospirosis, diagnosis definitif leptospirosis dilakukan dengan
penemuan organisme dalam isolasi kultur dalam medium semisolid (misal; medium EMJH Fletcher) ataupun dengan pemeriksaan lapang gelap, tes
serologis, dan deteksi DNA spesifik dengan PCR. (Sharifah Shakinah, 2015)
PENGOBATAN
Depkes RI (2013) menyebutkan bahwa pengobatan
terhadap penderita Leptospirosis dapat dilakukan
dengan memberikan antibiotik seperti Penicilin,
Streptomycin, Tetracyclin, atau Erithromycin. Dari
bermacam-macam antibiotik yang tersebut di atas,
pemberian penicilin atau Tetracyclin dosis tinggi
dapat memberikan hasil yang sangat baik. (Ana
Erviana, 2014).
PENCEGAHAN
• Tidak terdapat vaksin yang tersedia untuk mencegah infeksi leptospirosis. Salah satu
langkah pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan antibiotik profilaksis dengan
doksisiklin 200 mg per oral seminggu sekali. (Sharifah Shakinah, 2015)
• Pencegahan infeksi menggunakan doksisiklin 200 mg 1 kali seminggu dapat bermanfaat pada orang
berisiko tinggi untuk periode singkat, misalnya anggota militer dan pekerja agrikultur tertentu.
Antibiotik dimulai 1 sampai 2 hari sebelum paparan dan dilanjutkan selama periode paparan. Infeksi
leptospira hanya memberikan imunitas spesifik serovar, sehingga dapat terjadi infeksi berikutnya
oleh serovar berbeda. Leptospirosis di daerah tropik sulit dicegah karena banyaknya hewan reservoir
yang tidak mungkin dieliminasi. Banyaknya serovar menyebabkan vaksin spesifik serovar kurang
bermanfaat. Pada kondisi ini, cara paling efektif adalah menyediakan sanitasi yang layak di
komunitas daerah kumuh perkotaan. (Lukman Zulkifli Amin, 2016)
DIAGRAM FISH
BONE
PEMBAHASAN
PROSES
Penataan pembuangan air kotor yang kurang baik merupakan salah satu faktor penyebab
mudahnya terjadi banjir saat musim hujan, yang dimana banjir ini akan menjadi tempat
penampungan bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan penyakit, salah satunya Leptospirosis.
Kurangnya tempat pembuangan sampah juga dapat menjadi faktor penyebab banjir apabila
orang-orang memilih untuk membuang sampah mereka ke selokan. Dan pada tempat sampah
yang tidak ditutup dengan baik dapat menjadi sarang bagi binatang yang tentunya dapat
menyebarkan penyakit, seperti Tikus.
Kurangnya kesadaran untuk memakai alat pelindung diri dapat mengakibatkan kita mudah
terpapar patogen dari berbagai macam penyakit.

MASUKAN
Pendidikan yang rendah menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang berbagai macam
penyakit dan sumbernya serta pentingnya kebersihan diri dan lingkungan yang membuat kita
jadi mudah terkena penyakit.
Kebiasaan mandi cuci tangan disungai menjadi salah satu jalan untuk bunuh diri karena
kurangnya pengetahuan tentang lingkungan.
Pekerjaan sebagai petani adalah pekerjaan yang mudah terpapar penyakit apabila tidak
menggunakan alat pelindung diri karena mulai dari tanah hingga pengairan di sawah dapat
menjadi media penyebaran sumber penyakit.

LINGKUNGAN
Banyak tikus pada malam hari merupakan tanda bahwa berbagai macam penyakit dapat
terjadi di wilayah tersebut karena tikus merupakan salah satu agen untuk penularan penyakit,
salah satunya melaluikencing tikus yang dapat menyebabkan Leptospirosis.
Sering dilanda banjir, selain karena curah hujan yang tinggi juga merupakan akibat dari
kurang baiknya penataan suatu wilayah. Apabila tidak ditanggulangi maka banjir dapat
menjadi sumber dari berbagai penyakit.
BAB III
RENCANA PROGRAM
TABEL SCORING UNTUK
MENENTUKAN URUTAN
PRIORITAS MASALAH
PARAMETER MASALAH
Penjelasan:
1. Prevalence: berapa prevelensi penyakit yang dapat di
turunkan diakibatkan memperioritaskan masalah ini. Kurangnya Penataan Banyaknya tikus
penyuluhan pembuangan air pada malam hari
2. Severity: Berapa besar keganasan penyakit sebagai kebersihan dan kotor yang kurang
dampak yang di timbulkan apabila penyakit akibat baik
memilih/memprioritaskan masalah ini. lingkungan

3. Rate % increase: seberapa % besar laju dampak yang


ditimbulkan bila memilih masalah ini.
4. Degree of unmeet need: seberapa besar kebutuhan yang 1. Prevalence 5 3 3
tak terduga timbul apabila memilih maslah ini. 2. Serverity 1 3 3
3. Rate % incarse 3 2 2
5. Social benefit: seberapa besar keuntungan masyarakat
4. Degree of unmeet need 4 3 3
apabila memilih masalah ini.
5. Social benefit 5 3 3
6. Public concern: seberapa besar dukungan masyarakat 6. Public concern 4 3 3
apabila memilih masalah ini. 7. Technical feasibility study 5 3 2
8. Resource Availlabilty 4 3 3
7. Technical feasibility study: seberapa besar secara teknik
kemungkinan untuk dapat dilaksanakan apabila memilih
masalah ini
JUMLAH 31 23 22
8. Resources Availlability: berapa besar keuntungan yang di
peroleh (oleh manajemen) apabila memilih masalah ini. RERATA (sesuai jumlah parameter) 3,875 2,875 2,75
TABEL SCORING UNTUK
MENENTUKAN
PRIORITAS
PENYELESAIAN
Penjelasan: MASALAH
• P : Prioritas jalan keluar
• M : Maknitude, besarnya masalah yang bisa diatasi
apabila solusi ini dilaksanakan (turunnya prevalensi dan Efektivitas Efisiensi Hasil
besarnya masalah ini) N
Alternatif Jalan Keluar
o
• I : Implementasi, kelanggengan selesainya masalah. M I V C

• V : Valiability, sensitifnya dalam mengatasi masalah


Penyuluhan tentang kebersihan
• C : Cost, biaya yang diperlukan dan penyakit akibat lingkingan
1 5 4 5 3 33,3

Penyuluhan tentang
2 4 3 4 3 16
Laptospirosis

Pembagian brosur yang berisi


3 4 3 3 4 9
info tentang Laptospirosis
TABEL PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN RENCANA
KEGIATAN PLAN OF ACTIVITY ( POA )
NO KEGIATAN SASARAN TARGET VOLUME RINCIAN KEGIATAN LOKASI KEGIATAN TENAGA PELAKSANA JADWAL KEBUTUHAN INDIKATOR
KEGIATAN PELAKSANAN
1. Rapat Seluruh tenaga Terbentuknya tim 1 kali 1. Menjelaskan tentang Ruang rapat Tenaga Kesehatan 1 hari setelah 1. Tenaga kesehatan Terbentuknya tim
kesehatan di penyuluhan perlunya penyuluhan kejadian 2. Ruang rapat
puskesmas tentang kebersihan dan
setempat penyakit akibat
lingkungan

2. Rapat Kepala puskesmas Menentukan waktu 1 kali 1. Permohonan perijinan Ruang Rapat Kepala pengawas 1 hari setelah rapat 1. Ruang rapat Ditentukannya
dan tenaga dan tempat dan dana untuk kesehatan puskesmas dan waktu dan tempat
kesehatan pelaksanaan melakukan kegiatan Tim kesehatan pelaksanaan
penyuluhan penyuluhan di Desa penyuluhan
tsb.
3. Penyuluhan Seluruh warga Masyarakat Rutin 3 bulan sekali 1. Menjelaskan tentang Kecamatan B Tim penyuluhan kesehatan 3 hari setelah rapat 1. Mic dan Sound Masyarakat dapat
puskesmas dan setempat kebersihan dan 2. Balai Desa mengaplikasikan
masyarakat memahami dan bisa penyakit akibat materi penyuluhan
setempat. mengaplikasikan lingkungan
hasil dari
penyuluhan 2. Memberikan informasi
mengenai kebersihan
dan penyakit akibat
lingkungan

4 Pemantauan Seluruh masyarakat Meninjau Rutin 1 bulan sekali 1. Melihat bagaiman kecamatan B Kepala pengawas 1 bulan Setelah 1. Tenaga kesehatan Terjadi penurunan
setempat pengaplikasian proses pengaplikasian kesehatan puskesmas dan Penyuluhan prevalensi
materi penyuluhan materi di penyuluhan Tim kesehatan Laptospirosis
di masyarakat lalu mengevaluasinya
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
• Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang berbentuk spiral dari
genus Leptospira yang pathogen, menyerang hewan dan manusia. Sedangkan zoonosis adalah penyakit yang
secara alami dapat di pindahkan dari hewan vertebrata ke manusia atau sebaliknya.
• Mendiagnosa Leptospirosis dapat dilakukan dengan melihat gejala, yaitu memiliki risiko tinggi terpapar (berjalan
kaki di banjir atau air yang terkontaminasi, kontak dengan cairan dari hewan, berenang di air banjir atau
menelan air yang terkontaminasi dengan atau tanpa luka) dan menunjukkan setidaknya dua dari gejala
berikut: mialgia, nyeri tekan betis, injeksi konjungtiva, menggigil, nyeri perut, sakit kepala, ikterus, atau
oliguria.
• Belum terdapat vaksin yang tersedia untuk mencegah infeksi leptospirosis. Karena banyaknya serovar
menyebabkan vaksin spesifik serovar kurang bermanfaat. Salah satu langkah pencegahan yang dapat dilakukan
adalah dengan memberikan antibiotik profilaksis dengan doksisiklin 200 mg per oral seminggu sekali.
• Pencegahan infeksi menggunakan doksisiklin 200mg 1 kali seminggu dapat bermanfaat pada orang berisiko tinggi
untuk periode singkat.
B. Saran
• Untuk meningkatkan dan memperkuat program pengendalian dalam mencegah dan menurunkan angka kesakitan
leptospirosis di indonesia, maka perlu dilakukan penyuluhan tentang penyakit leptospirosis dan kebersihan
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
• Lukman Zulkifli Amin, 2016, Leptospirosis, Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
• Sharifah Shakinah, 2015, Leptospira dan Penyakit Weil’s, Bandung : Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran
• Ana Erviana, 2014, Studi Epidemiologi Kejadian Leptospirosis Pada Saat Banjir Di
Kecamatan Cengkareng Periode Januari-Februari 2014, Jakarta : Fakultas Kedokteran Dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai