DEMAM TIFOID
Suhu tubuh manusia normalnya berada pada titik 37°C, jika suhu
tubuh melebihi dari angka tersebut menunjukkan adanya demam
yang disebabkan oleh infeksi. Salah satu penyakit infeksi sistemik
akut yang banyak dijumpai di berbagai negara dunia saat ini
adalah demam tifoid yang disebabkan oleh infeksi dari bakteri
gram negatif Salmonella typhi
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi dan
Salmonella paratyphi yang masuk ke dalam tubuh manusia. Demam tifoid merupakan penyakit yang
mudah menular dan menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah atau epidemi.
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat
pada saluran cerna dengan ditandai gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran
cerna, dan penurunan kesadaran
Epidemiologi
Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16-21 juta kasus per tahun dan 128 ribu hingga 161
ribu berakhir kematian. Sekitar 70% dari seluruh kasus kematian itu menimpa penderita
demam tifoid di Asia
Negara Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun. Etiologi utama di
Indonesia adalah Salmonella subspesies paratyphi A dan enterika serovar typhi. CDC
Indonesia melaporkan insidensi demam tifoid mencapai 358-810 per 100 ribu populasi
pada tahun 2007 dengan 64% ditemukan pada usia 3-19 tahun dan angka mortalitas
antara 3,1-10,4% pada pasien rawatatan.
Demam adalah gejala khas tifoid. Pada awal sakit, demamnya kebanyakan
samar-samar saja. Selanjutnya suhu tubuh sering turun naik. Pagi lebih rendah atau
normal, sore dan malam lebih tinggi (demam intermitten). Dari hari ke hari intensitas
demam makin tinggi yang disertai banyak gejala lain seperti sakit kepala yang sering
dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia, mual dan
muntah.
Pada minggu ke-2 intensitas demam makin tinggi, kadang-kadang terus
menerus (demam kontinyu). Bila pasien membaik, maka pada minggu ke-3 suhu badan
berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke-3. Perlu diperhatikan
terhadap laporan, bahwa demam yang khas tifoid tidak selalu ada. Tipe demam
menjadi tidak beraturan.
Gangguan saluran pencernaan
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam
yang lama. Bibir kering yang kadang-kadang pecah-pecah. Lidah
kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih. Ujung dari tepi lidah
kemerahan dan tremor (coated tongue dan selaput putih) dan pada
penderita anak jarang ditemukan. Pada umumnya penderita sering
mengeluh nyeri perut, terutama region epigastrik ,disertai nausea, mual
dan muntah. Pada awal sakit sering meteorismus dan konstipasi, pada
minggu selanjutnya kadang-kadang timbul diare10.
Gangguan kesadaran
Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan kesadaran
ringan. Sering didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran berkabut. Bila klinis berat, tidak jarang
penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis10.
Hepatosplenomegali
Hati dan limpa ditemukan sering membesar.Hati terasa membesar dan nyeri tekan.
Bardikardi relative dan gejala lain
Bradikardi relative adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan
frekuensi nadi.
Gejala-gejala lain yang sering ditemukan adalah rose spot yang biasanya ditemukan di region
abdomen atas, serta gejala–gejala lain yang berhubungan dengan komplikasi. Pada anak sangat
jarang ditemukan malahan lebih sering epistaksis.
Diagnosis
Diagnosis didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis pasien biasanya
mengeluhkan demam yang naik secara bertahap kemudian menetap pada minggu ke-2. Demam
terutama sore dan malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual dan muntah, obstipasi atau
diare. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala
menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus daripada S. Typhi. Menggigil tidak biasa
didapatkan pada demam tifoid, tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis malaria,
menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria. Namun demikian tifoid dan malaria dapat terjadi
bersamaan pada penderita.
Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, disisi
lain S. Typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Nyeri perut
kdang sulit dibedakan dengan appendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis
akibat perforasi usus.
Pada pemeriksaan fisik, biasanya didapatkan febris, kesadaran berkabut, bradikardi relativ,
lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, dan nyeri abdomen.
Diagnosis Banding
Pneumonia
Gastroenteritis
Tuberkolosis
Leptospirosis
Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi
Pada penderita demam tifoid didapatkan gambaran anemia
normositik normokrom yang terjadi akibat perdarahan usus atau supresi
sumsum tulang. Terdapat gambaran leukopeni (<2000 sel per
mikroliter), tetapi bisa juga normal atau meningkat. Kadang-kadang
didapatkan trombositopeni dan pada hitung jenis didapatkan
aneosinofilia dan limfositosis relatif. Leukopeni polimorfonuklear dengan
limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam, menunjukkan
arah diagnosis demam tifoid menjadi jelas.
Uji serologis widal
Metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O).
Pemeriksaan yang positif adalah bila terjadi reaksi aglutinasi.
Untuk membuat diagnosis yang dibutuhkan adalah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang
bernilai > 1/200 dan atau menunjukkan kenaikan 4 kali, maka diagnosis demam tifoid dapat
ditegakkan. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita.
Uji serologis ini mempunyai berbagai kelemahan baik sensitivitas maupun spesifisitasnya yang
rendah dan intepretasi yang sulit dilakukan. Namun, hasil uji widal yang positif akan memperkuat
dugaan pada penderita demam tifoid.
Antibodi (aglutinin) yang spesifik terhadap Salmonella akan positif dalam serum pada :
Pasien demam tifoid.
Orang yang pernah tertular Salmonella.
Orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid.
Akibat infeksi oleh Salmonella typhi, maka di dalam tubuh pasien membuat antibodi (aglutinin),
yaitu :
Aglutinin O.
antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen O yang berasal dari tubuh kuman.
Aglutinin H.
antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen H yang berasal dari flagela kuman.
Aglutinin Vi.
antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen Vi yang berasal dari simpai kuman.
Dari ketiga aglutinin di atas, hanya aglutinin O dan aglutinin H yang ditentukan titernya untuk
menegakkan diagnosis.
Interprestasi uji Widal, yaitu :
Makin tinggi titernya, maka makin besar kemungkinan pasien menderita demam tifoid.
Tidak ada konsensus mengenai tingginya titer uji Widal yang mempunyai nilai
diagnostik pasti untuk demam tifoid.
Uji Widal positif atau negatif dengan titer rendah tidak menyingkirkan diagnosis
demam tifoid.
Uji Widal positif dapat disebabkan oleh septikemia karena Salmonella lain.
Uji Widal bukan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan kesembuhan pasien,
karena pada seseorang yang telah sembuh dari demam tifoid, aglutinin akan tetap
berada dalam darah untuk waktu yang lama.
Uji Widal tidak dapat menentukan spesies Salmonella sebagai penyebab demam
tifoid, karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang
sama, sehingga dapat menimbulkan reaksi aglutinasi yang sama pula.
Isolasi Bakteri
Diagnosis pasti demam tifoid dilakukan dengan isolasi bakteri Salmonella Typhi.
Isolasi bakteri ini dapat dilakukan dengan melakukan biakan dari berbagai tempat
dalam tubuh. Diagnosis dapat ditegakkan melalui isolasi bakteri dari darah. Pada dua
minggu pertama sakit , kemungkinan mengisolasi kuman dari darah pasien lebih besar
dari pada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan feses kemungkinan
keberhasilan lebih kecil, karena positif setelah terjadi septikemia sekunder. Sedangkan
biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas
tertinggi, tetapi prosedur ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek
sehari-hari. Selain itu dapat pula dilakukan biakan spesimen empedu yang diambil
dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.
Tatalaksana
Penggunaan antibiotik merupakan terapi utama pada demam tifoid, karena pada dasarnya
patogenesis infeksi Salmonella Typhi berhubungan dengan keadaan bakterimia.
Pemberian terapi antibiotik demam tifoid akan mengurangi komplikasi dan angka kematian,
memperpendek perjalan penyakit serta memperbaiki gambaran klinis salah satunya terjadi penurunan
demam. Namun demikian pemberian antibiotik dapat menimbulkan drug induce fever, yaitu demam
yang timbul bersamaan dengan pemberian terapi antibiotik dengan catatan tidak ada penyebab
demam yang lain seperti adanya luka, rangsangan infeksi, trauma dan lainlain. Demam akan hilang
ketika terapi antibiotik yang digunakan tersebut dihentikan.
Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada terapi demam tifoid, hal ini dapat dibenarkan
apabila sensitivitas Salmonella Typhi masih tinggi terhadap obat tersebut. Tetapi penelitian-penelitian
yang dilakukan dewasa ini sudah menemukan strain Salmonella Typhi yang sensitivitasnya berkurang
terhadap kloramfenikol, untuk itu antibiotik lain seperti seftriakson, ampisilin, kotrimoksasol atau
sefotaksim dapat digunakan sebagai pilihan terapi demam tifoid.
Kloramfenikol
Dosis untuk terapi demam tifoid pada dewasa 4x500 mg (2 gr) selama 14 hari.
Dosis untuk anak 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Lama terapi 8-10 hari
Sedangkan dosis terapi untuk bayi 25-50 mg/kgBB
Seftriakson
Dosis terapi untuk dewasa 2-4 gr/hari, selama 3-5 hari. Dosis terapi intravena
untuk anak 50-100 mg/kg/jam dalam 2 dosis, sedangkan untuk bayi dosis tunggal 50
mg/kg/jam.
Ampisilin
Dosis untuk dewasa 3-4 gr/hari, selama 14 hari. Untuk anak dengan berat
badan 7 hari diberi 75 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis.
Kotrimoksazol
Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 2 x (160-800), selama 2 minggu.
Untuk anak ialah trimetoprim 8 mg/kgBB/hari dan sulfametoksasol 40 mg/kgBB/hari
diberikan dalam 2 dosis.
Sefotaksim
Dosis terapi intravena yang dianjurkan untuk anak ialah 50 – 200 mg/kg/h
dalam 4 – 6 dosis. Sedangkan untuk neonatus 100 mg/kg/h dalam 2 dosis.
Pada penelitian – penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, menyebutkan bahwa pasien
dengan demam tifoid menunjukkan respon klinis yang baik dengan pemberian seftriakson
sehari sekali. Lama demam turun berkisar 4 hari, hasil biakan menjadi negatif pada hari ke
– 4 dan tidak ditemukan kekambuhan. Pada kasus MDRST anak, seftriakson merupakan
antibiotik pilihan karena aman. Sedangkan pada penggunaan antibiotik kloramfenikol lama
demam turun berkisar 4,1 hari, efek sampingnya berupa mual dan muntah terjadi pada 5
% pasien. Kekambuhan timbul 9 - 12 hari setelah obat dihentikan pada 6 % dari kasus, hal
ini berhubungan dengan lama terapi yang < 14 hari.Antibiotik terpilih untuk MDRST adalah
siprofloksasin dan seftriakson.
Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami
syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan
sebanyak 5 ml/kgBB/jam.5
Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu
ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan
perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang
kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan
darah turun dan bahkan sampai syok.5
2. Komplikasi Ekstraintestinal
Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis,
trombosis dan tromboflebitis.
Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler