Anda di halaman 1dari 144

PERAWATAN / PENANGGULANGAN

TRAUMA SECARA UMUM


PERAWATAN/ PENANGGULANGAN
TRAUMA SECARA UMUM
• Kondisi Saluran
Pernapasan
• Sumbatan Jalur Nafas
• Perdarahan
• Antibiotik
• Kontrol Nyeri
• Perawatan Pendukung
 Kondisi Saluran Pernapasan
• Mempertahankan jalan napas
– Kontrol perdarahan dari mulut/hidung
– Membersihkan orofaring
• Kontrol lidah
– menahan lidah untuk tetap pada posisi anterior
– penjahitan menggunakan benang silk tebal pada
ujung lidah
 Sumbatan Jalan Napas

• Pembengkakan atau edema lidah atau faring


• Penatalaksanaan :
– Pemasangan alat bantu pernapasan
– Intubasi endotracheal
– Tracheostomi pada kasus tertentu
 Perdarahan
• Lakukan penekanan untuk menghentikan
perdarahan rongga mulut
• Jika diperlukan, gunakan klem atau pengikatan
pembuluh darah yang terlibat
• Periksa golongan darah untuk keperluan
transfusi
 Antibiotik
• Terapi antibiotik profilaksis diberikan
berdasarkan pada kondisi individu
• Diperuntukkan bagi :
– Pasien dengan resiko tinggi (fraktur terbuka)
– Pasien yang terkontaminasi
– Pasien dengan perawatan definitive yang harus
ditunda
 Kontrol Nyeri

• Terapi untuk menghilangkan rasa sakit diberikan


seminimal mungkin
• Analgesik cenderung menimbulkan edema
serebral dan menyulitkan penentuan tingkat
kesadaran, pemberiannya ditunda sampai pasien
jelas mengalami cedera kranioserebral
• Awal : pemberian obat-obatan intravena atau
intramuscular
• Aplikasi dingin pada bagian yang mengalami
cedera dapat mengurangi ketidaknyamanan dan
mengontrol edema.
 Perawatan Pendukung

• Di rumah sakit : pemberian cairan intravena


• Di rumah : pemberian cairan melalui mulut
• Pasien trauma orofasial harus berpuasa
selama menunggu pembedahan
PERAWATAN SEGERA
• Pemeriksaan awal
– ada tidaknya pergeseran segmen
– adanya dikontinuitas lengkung rahang dan terjadi
hambatan oklusi
– cedera pada jaringan lunak di atasnya misalnya
luka-luka atau hematom
 Penatalaksanaan

• Menenangkan pasien dan memberi sedatif


yang sesuai
• Berikan anestesi lokal
• Gerakan segmen dengan jari dan periksa
hubungan oklusalnya (reduksi)
• Imobilisasi segmen degan arch bar atau splint
• Lakukan fiksasi maksilomandibular apabila
melibatkan segmen luas
• Teliti hubungan oklusi
• Resepkan obat untuk menghilangkan rasa
sakit, kadang-kadang diperlukan antibiotik
• Intruksikan pengaplikasian es pada bagian
yang fraktur, pemberian makanan lunak dan
cair, serta edukasi oral hygiene
• Jangan mencabut gigi pada segmen kecuali
bila ada kemungkinan terjadi avulsi atau
aspirasi
• Jangan melakukan prosedur membuka flap
dan mengangkat periosteum
FRAKTUR DENTOALVEOLAR
DEFINISI TRAUMATIC INJURY

Traumatic • injury yang bersifat fisik atau


emosional yang dihasilkan oleh
injury luka fisik, mental, atau shock

Traumatic • merupakan injury yang terjadi


dental pada mulut, termasuk gigi, bibir,
gusi, lidah, dan tulang rahang
injury
FRAKTUR DENTOALVEOLAR

• adalah fraktur pada tulang alveolar


Fraktur dengan gigi yang berhubungan
dentoalveolar • umum terjadi pada anak-anak,
remaja, dan dewasa

Etiologi dan • Tergantung dengan usia, jenis


insidensi kelamin, dan demografi
ETIOLOGI DAN INSIDENSI

Anak-anak
• Etiologi utama  terjatuh
• Child abuse
• Puncak insidensi  usia 2- 4 tahun dan 8-10 tahun
• Presentase pada anak-anak dengan primary
dentition = 11 – 30%,
• Pada anak-anak dengan permanent atau mixed
dentition = 5 – 20%.
• Laki-laki : perempuan = 2 : 1
ETIOLOGI DAN INSIDENSI

Remaja
• Penyebab umumnya  olahraga

Dewasa
• Penyebab  kecelakaan kendaraan bermotor,
olahraga, perkelahian, kecelakaan industrial,
dan kesalahan pengobatan medis atau dental
ETIOLOGI DAN INSIDENSI
• Gigi yang paling sering terkena trauma  gigi
insisif rahang atas  dihubungkan dengan
klasifikasi maloklusi Kelas II Divisi 1

• Trauma pada gigi sulung  menyebabkan


luksasi (~75%)

• Trauma pada gigi permanen  terjadi fraktur


mahkota atau mahkota-akar (39%)
KLASIFIKASI FRAKTUR DENTOALVEOLAR

Klasifikasi Klasifikasi
WHO Ellis
Klasifikasi WHO
• Klasifikasi ini dapat digunakan pada gigi
permanen dan gigi sulung

• Termasuk :
– kerusakan pada gigi
– struktur pendukungnya
– gusi dan mukosa oral
Klasifikasi WHO

Kerusakan pada Kerusakan pada Kerusakan pada


Kerusakan pada
jaringan keras gigi jaringan gusi atau mukosa
tulang pendukung
dan pulpa periodontal oral
• Infraksi mahkota ( • Concussion • Pecahnya soket • Laserasi
Enamel Fractures) • Subluxation alveolar • Kontusio
• Uncomplicated • Luxation • Fraktur pada satu • Abrasi
crown fractures • Intrusive Luxation dinding dari soket
• Complicated alveolar
• Extrusive
crown fractures Luxation • Fraktur pada
• Uncomplicated prosesus alveolar
• Lateral Luxation
crown root • Fraktur yang
• Exarticulation
fractures melibatkan
atau avulsi
• Complicated mandibula atau
crown-root maksila
fractures
• Fraktur akar
 Kerusakan pada jaringan keras gigi
dan pulpa
1) Infraksi mahkota ( Enamel
Fractures)
– Merupakan suatu fraktur
atau retakan yang terbatas
pada enamel, tanpa
hilangnya struktur gigi

Sumber : Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial


Surgery 2nd Ed, 2004
 Kerusakan pada jaringan keras gigi
dan pulpa
2) Fraktur mahkota yang
tidak kompleks
(uncomplicated crown
fractures)
– Merupakan fraktur yang
mengenai enamel, atau
enamel dan dentin tanpa
melibatkan pulpa
Sumber : Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial
Surgery 2nd Ed, 2004
 Kerusakan pada jaringan keras gigi
dan pulpa
3) Fraktur mahkota yang
kompleks (complicated
crown fractures)
– Merupakan fraktur
mahkota yang melibatkan
enamel, dentin dan pulpa

Sumber : Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial


Surgery 2nd Ed, 2004
 Kerusakan pada jaringan keras gigi
dan pulpa
4) Fraktur mahkota-akar
yang tidak kompleks
(Uncomplicated crown
root fractures)
– Merupakan fraktur yang
mengenai enamel,
dentin, dan cementum
tanpa mengenai pulpa
Sumber : Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial
Surgery 2nd Ed, 2004
 Kerusakan pada jaringan keras gigi
dan pulpa
5) Fraktur mahkota-akar
yang kompleks
(Complicated crown-root
fractures)
– Merupakan fraktur yang
mengenai enamel, dentin
dan sementum dengan
melibatkan jaringan pulpa
Sumber : Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial
Surgery 2nd Ed, 2004
 Kerusakan pada jaringan keras gigi
dan pulpa
6) Fraktur akar (Root
Fractures)
– Merupakan fraktur pada akar
saja yang mengenai dentin
dan cementum dan
melibatkan jaringan pulpa

Sumber : Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial


Surgery 2nd Ed, 2004
 Kerusakan pada jaringan
periodontal
1) Concussion
– Merupakan kerusakan pada
periodontium yang
menyebabkan sensitivitas
pada perkusi tanpa
kegoyangan atau perubahan
posisi dari gigi

Sumber : Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial


Surgery 2nd Ed, 2004
 Kerusakan
Kerusakan pada
pada jaringan
jaringan periodontal
periodontal
2) Subluxation
– Merupakan kegoyangan
gigi tanpa disertai
perubahan posisi gigi
akibat trauma pada
jaringan pendukung gigi

Sumber : Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial


Surgery 2nd Ed, 2004
 Kerusakan pada jaringan
periodontal
3) Luxation
– Merupakan dislokasi atau partial avulse, dimana
gigi berpindah tempat
– Luksasi ini terdiri atas intrusi, ekstrusi, dan lateral
luksasi
 Kerusakan pada jaringan
periodontal
• Intrusive Luxation
– Merupakan pergerakan gigi
ke dalam tulang alveolar
yang dapat menyebabkan
fraktur atau kerusakan pada
soket alveolar

Sumber :
http://www.andersonendo.com/traumatic-
dental-injuries
 Kerusakan pada jaringan
periodontal
• Extrusive Luxation
– Merupakan pergerakan parsial gigi yang keluar
dari soketnya ke arah koronal atau insisal

Sumber : http://kravitzorthodontics
 Kerusakan pada jaringan
periodontal
• Lateral Luxation
– Merupakan perpindahan gigi ke banyak arah
(paling sering ke arah lingual)
– Luksasi ini biasanya melibatkan soket tulang
alveolar

Sumber : http://kravitzorthodontics
 Kerusakan pada jaringan
periodontal
4) Exarticulation atau avulsi
– Merupakan pergerakan
seluruh gigi ke luar soket

Sumber : Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial


Surgery 2nd Ed, 2004
 Kerusakan pada tulang pendukung
1) Pecahnya soket alveolar, biasanya terjadi
bersamaan dengan intrusive luxation atau
lateral luxation
2) Fraktur pada satu dinding dari soket alveolar

Sumber : Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial


Surgery 2nd Ed, 2004
Kerusakan pada
 Kerusakan padatulang
tulangpendukung
pendukung
3) Fraktur pada prosesus alveolar

Sumber : Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial


Surgery 2nd Ed, 2004

4) Fraktur yang melibatkan mandibula atau maksila


 Kerusakan pada gusi atau mukosa
oral
1) Laserasi
– Laserasi merupakan
suatu luka terbuka pada
jaringan lunak yang
disebabkan oleh benda
tajam seperti pisau atau
pecahan luka
 Kerusakan
Kerusakan pada
pada gusigusi
atauatau mukosa
mukosa oral
oral
2) Kontusio
– Kontusio yaitu luka memar
yang biasanya disebabkan
oleh pukulan benda tumpul
dan menyebabkan terjadinya
perdarahan pada daerah
submukosa tanpa disertai
sobeknya daerah mukosa
 Kerusakan pada gusi atau mukosa
Kerusakan pada gusi atau mukosa oral
oral
3) Abrasi
– Luka abrasi, yaitu luka
pada daerah superfisial
yang disebabkan karena
gesekan atau goresan
suatu benda, sehingga
terdapat permukaan yang
berdarah atau lecet
Klasifikasi
KlasifikasiEllis
Ellis
• Klas I : Fraktur mahkota sederhana yang hanya
melibatkan jaringan email.
• Klas II : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah
melibatkan jaringan dentin tetapi belum melibatkan
pulpa.
• Klas III : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan
dentin dan pulpa.
• Klas IV : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi
menjadi non vital dengan atau tanpa kehilangan
struktur mahkota.
• Klas V : Trauma pada gigi yang menyebabkan
kehilangan gigi atau avulsi.
Klasifikasi
KlasifikasiEllis
Ellis
• Klas VI : Fraktur akar dengan atau tanpa hilangnya
struktur mahkota
• Klas VII : Perubahan posisi atau displacement gigi.
• Klas VIII : Kerusakan gigi akibat trauma pada gigi
yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar
tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar tidak
mengalami perubahan
• Klas IX : Kerusakan gigi akibat trauma atau
benturan pada gigi sulung
Tanda – tanda klinis

• Adanya kegoyangan dan pergeseran beberapa gigi


dalam satu segmen
• Laserasi pada gingiva dan vermilion bibir
• Adanya pembengkakan atau luka pada dagu
• Adanya luka pada gingiva dan hematom di atasnya
• Adanya nyeri tekan pada daerah garis fraktur.

Untuk menegakkan diagnosa diperlukan pemeriksaan


klinis yang teliti dan pemeriksaan Radiografi .
PERAWATAN FRAKTUR MAHKOTA
DAN AKAR
PERAWATAN FRAKTUR MAHKOTA

• Fraktur Email
• Fraktur Makhota dengan Pulpa Masih
Tertutup
• Fraktur Mahkota dengan Pulpa Terbuka
• Fraktur Mahkota dengan pulpa nekrotik dan
terbuka
 Fraktur Enamel
• Haluskan bagian enamel yang kasar akibat
fraktur
• Memperbaiki struktur gigi
• Kontrol sensitivitas
 Fraktur Makhota dengan Pulpa Masih
Tertutup

• Gunakan komposit untuk mengembalikan


struktur gigi
• Tempelkan kembali fragmen fraktur pada
jaringan gigi yang telah dilakukan etsa asam
dengan bonding agent
 Fraktur Mahkota dengan Pulpa Terbuka

• Gigi dengan apeks yang masih terbuka


– Pulpotomi dangkal dengan formokresol
– Pulp capping
• Gigi dengan apeks yang sudah menutup
sempurna
– Pulpektomi
– Perawatan saluran akar
 Fraktur Mahkota dengan pulpa nekrotik dan
terbuka

• Perawatan seperti abses alveolar akut


• Jika terjadi drainease maka biarkan terbuka dan
pasien diminta datang 5-7 hari kemudian
• pada kunjungan berikutnya, dilakukan
pembersihan saluran akar
• Kemudian dikeringkan dengan kertas isap steril
• Pasta campuran CaOH dan CMCP diletakkan di
saluran akar
• Penutupan kavitas dengan semen ZnOe dan Zn
oksifosfat.
• Pasien diminta datang 6 bulan kemudian untuk
pemeriksaan klinis dan radiografik.
FRAKTUR AKAR
Fraktur 1/3 servk • Anestesi lokal
• Lepaskan segmen korona
dg pulpa • Ginggivektomi dan alveoplasti
nekrotik • Perawatan saluran akar -> mahkota pasak

Fraktur 1/3 • Stabilisasi fragmen fraktur


tengah • Implan endosseous

• Stabilisasi kedua fragmen


Fraktur 1/3
• Preparasi fragmen corona, isi gutap,
apeks fragmen apek biarkan ->vital
FRAKTUR MAHKOTA-AKAR
Perawatan darurat
* Stabilisasi fragmen corona dgn etsa/resin splin

1. Removal fragmen coronal dan lakukan


restorasi supraginggival
2. Surgical exposure pada permukaan fraktur
3. Ekstrusi dengan alat ortodonti
AVULSI GIGI DAN
PERAWATANNYA/REPLANTASI
Avulsi
• Gigi yang terlepas dari soketnya
• Biasanya terjadi pada anak usia 8-12 thn
• Penyebab umum : kecelakaan bersepeda,
bermain skateboard dan olahraga lain
• Prinsip: tindakan mengembalikan gigi ke
dalam soket semula
• Replantasi: Tindakan mengembalikan gigi yang
lepas dari soket, baik karena sengaja atau
kecelakaan
Tahap Pertolongan Awal pada Avulsi

Pegang mahkota gigi,


meletakkan kapas pada jangan akar nya karena Cuci gigi dengan air bersih
luka, mulut pasien dapat merusak sel-sel yg mengalir tetapi jangan
ditutup untuk menempelkan gigi di gosok.
ke tulang

Masukan gigi pada mulut


Hubungi dokter gigi
antara pipi dan gusi agar
terdekat untuk dilakukan
tetap lembab atau
penanaman kembali
bungkus dengan kasa
(replanted) dan splinting
bersih, masukan ke dalam
(fiksasi gigi).
wadah berisi susu.
Replantasi
• Golden period pengembalian gigi pd tempatnya tdk
lebih dari 2 jam sesudah cedera

• Bila lebih dari 2 jam, dpt terjadi resorbsi akar, gigi jadi
non-vital sehingga perlu dilakukan perawatan
endodontik setelah difiksasi

• Bila tdk segera dirawat, dpt menimbulkan dampak


negatif  gangguan fungsi, estetis, dan psikologi
Replantasi
• Selama gigi terlepas, gigi harus selalu berada
dalam keadaan yang lembab
• Sebaiknya gigi diletakkan pada suatu media untuk
menyimpan gigi dan dibawa ke tempat praktek
drg
• Media yang dapat digunakan :
– Hank’s Balanced Salt Solution (HBSS) atau biasa
disebut “save a tooth”
– Saliva
– Susu
– Air
Syarat Replantasi

Replantasi hrs
Gigi harus dalam Tidak terdapat
secepat mungkin
keadaan bersih karies yang luas
setelah cedera

Tulang alveolar tdk


Ligamen
hancur agar dpt
periodontal tidak
menopang gigi yg
tergores
akan direplantasi
Splinting
• Prosedur penting yang dilakukan setelah
tahap replantasi untuk stabilisasi

• Suatu alat yg digunakan untuk mendukung,


melindungi & menstabilisasi gigi serta
memberikan perlekatan pd saat proses
regenerasi serat-serat ligamen periodontal
Syarat Splinting
• Pasif, tidak menyebabkan
trauma • Nyaman dan mudah

• Fleksibel dibersihkan, sehingga oral

• Memungkinkan higiene tetap terjaga


pemeriksaan tes vitalitas •Dpt dilakukan sesegera mungkin
dan akses endodontik pd •Tidak boleh menyebabkan
gigi yang avulsi pergeseran terhadap gingival
• Mudah digunakan dan • Memperhatikan nilai estetik
dilepaskan
• Harus adekuat
Gigi insisif Cara Pemasangan
sentral kiri atas mengembalikan splint pada gigi
mengalami gigi ke dalam yang sudah
avulsi soket, dengan direplantasi
perlahan
ALAT RESTORASI SEMI PERMANEN
• Harus protektif, rapat, dan baik secara estetik
serta fungsinya.
• Prinsip dan konsep :
– Mempertahankan struktur gigi
– Retensi
– Proteksi sisa struktur gigi
Fraktur Enamel
• Tidak memerlukan perawatan segera
• Haluskan sisa-sisa fraktur yang tajam dengan
bahan restorasi dengan tujuan estetik seperti
komposit resin
• Pada kasus nekrosis pulpa, dibutuhkan terapi
endodontik
Fraktur Enamel

Menghaluskan permukaan kasar pada sisa-sisa fraktur dengan mata


bor merupakan salah satu tindakan yang cukup untuk menangani
fraktur enamel. Untuk penanganan lebih lanjut, dapat digunakan
komposit resin dan veneer porselen.
Fraktur pada Dentin
• Penutupan dentin yang terbuka dengan GIC.
• Pelekatan kembali fragmen yang lepas dengan
material bonding.
• Manipulasi struktur anatomis awal dengan
komposit atau restorasi porselen
Pulp Exposure

Pulp Partial pulp


capping amputation

Pulp
extirpation
 Pulp Capping
• Tujuan melindungi pulpa.
• Kalsium hidroksida diaplikasikan pertama kali
untuk melindungi jaringan pulpa yang
terekspos kemudian baru dapat diaplikasikan
material tambalan yang sesuai.
 Pulp Capping

Kiri: Penutupan dengan Kalsium hidroksida


Kanan : Perlekatan kembali fragmen mahkota yang mengalami
fraktur.
 Partial Pulp Amputation/Pulpotomy
• Pulpa yang terekspos diperluas dengan
menggunakan mata bor bundar yang tajam
sampai ke kedalaman 2-3 mm.
• Kemudian ditutup dengan kalsium hidroksida
pd kanal akar, kemudian dgn bahan tambal
yang sesuai.
 Partial Pulp Amputation/Pulpotomy
 Pulp Extirpation
• Mengangkat semua jaringan
pulpa yg nekrotik.

• Aplikasi desinfektan pd saluran


akar penting sbg upaya
preventif sblm diaplikasikannya
bhn tambalan saluran akar &
restorasi gigi.
PENANGGULANGAN GIGI SULUNG
YANG TERKENA TRAUMA
Trauma Pertolongan Pertama Perawatan pada Praktek
Dokter Gigi
Avulsi Gigi ditempatkan pada Replantasi dan fiksasi
media yg dianjurkan
Tooth displacement  Menempatkan kain yang  Ekstraksi, mencegah
(luxation, lateral basah dan dingin pada kerusakan saat
displacement, extrusion) mulut. pertumbuhan gigi
 Mengurangi rasa sakit  permanen
diberikan Tymol  Splint  mengembalikan
gigi pada posisi normal
menggunakan GIC
modifikasi resin.
Fraktur Gigi (infraction, • Berkumur dengan air direct pulp capping,
Ellis Klas I, Klas II atau III) hangat untuk cervical-depth pulpotomy,
mengurangi sensitivitas pulpectomy, atau
gigi extraction.
• Kompres gusi sekitar
gigi dengan kain yang
dingin atau es
Trauma Pertolongan Pertama Perawatan pada Praktek

Dokter Gigi
Tooth pushed up (dental Berkumur dengan air  Tidak terjadi kecelakaan
intrusion) dingin dan kompres dingin pada benih gigi
di bawah bibir dan mulut permanennya Biarkan
untuk mengurangi bengkak gigi sulung tersebut erupsi
(2-3 bulan)
 Ektraksi  gigi
mengalami intrusi terlalu
dalam hingga mengenai
gigi permanen

Tooth was hit =  Pemeriksaan radiografi


(subluxation, dental  Pasien diinstruksikan
concussion) makan makanan yang
lembut
Trauma Pertolongan Pertama Perawatan pada Praktek
Dokter Gigi
Root fracture (apical, mid- Berkumur dengan air  Sembuh sendiri jika tidak
root, cervical) dingin dan kompres ada abses
dengan es di bawah bibir  Ekstraksi jika ada abses
dan mulut dan mobilitas gigi tinggi
Dental bone fracture =  Anti inflamasi (mortri),
(alveolar process fracture) analgetik(Tylenol 3), dan
antibiotik (Penicillin)
Splint
MACAM-MACAM ALAT STABILISASI
UNTUK FRAKTUR DENTOALVEOLAR
• Splinting  menstabilkan satu gigi atau lebih dengan
menyelipkan kawat, band, atau splint logam atau
plastik ke gigi sebelah yang masih kuat

• Tujuan : melindungi perlekatan agar memungkinkan


adanya perbaikan atau regenerasi serat periodontal
Rigiditas dari Splint

Flexible dan • Untuk pulpa dan periodontal healing


semi-rigid • Lebih lentur, mudah termodifikasi

• Cervical root fracture dan replantasi gigi


Rigid • Imobilisasi kuat
Tipe Splinting
a. Suture splint

b. Arch bar

c. Orthodontic appliance

d. Composite

e. Wire-composite

f. Resin

g. Metal splint
 Suture splint
• Fiksasi sementara, hanya beberapa hari.

• Jahitan dilewatkan dari jaringan labial ke jaringan


lingual dengan benang melintasi tepi insisal, sehingga
dapat mencegah gigi bergerak dari soketnya
 Arch Bar/Cap Splint
• Rigid splint
• Dapat menyebabkan kerusakan pada gigi
dikarenakan reposisi tidak akurat
• Resiko invasi bakteri
 Orthodontic Appliance
• Dapat mengakibatkan iritasi pada mukosa
oral, gangguan pada oral hygiene dan
ketidaknyamanan
 Composite
• Untuk fraktur pada daerah interdental
• Fragile dan bersifat rigid
• Dianjurkan untuk splint pada gigi luxasi
dengan hanya satu gigi yang berdekatan.
 Wire-composite Splint
• bersifat fleksible
• mudah dimodifikasi menjadi splint yang kaku
• Tidak menimbulkan iritasi pd mukosa oral
 Resin
• Penempatan splint resin saja pada
permukaan gigi
• Secara estetik dan hygiene dapat diterima
 Metal Splint
• Terbuat dari titanium
• Adaptasi baik
• Mempertahankan mobilitas fisiologis gigi
FRAKTUR MAKSILA
FRAKTUR MAKSILA
Fraktur Maksila
• Rusaknya kontinuitas
tulang maxillaris yang
dapat disebabkan oleh
trauma baik secara
langsung atau tidak
langsung.
• Fraktur maksila dapat
menyebabkan robekan
pada sinus maxilaris
Tanda - Tanda Klinis
• Anterior open bite
• Racoon eyes
• Diplopia
• Kadang2 CSF rhinorhea/ootrhea
 Anterior open bite

• Pada le fort I, apabila oklusi terganggu


biasanya terjadi kontak prematur pada
daerah posterior yang mengakibatkan
gigitan terbuka pada daerah anterior.
 Racoon eyes
• Sering disebut mata panda atau ecchymosis
periorbital
• Ditandai dengan adanya fraktur pada tulang
basal periorbital
• Darah merembes dari patahan tulang ke
dalam jaringan lunak disekitar mata
• Biasanya muncul 2-3 hari setelah cedera
 Racoon eyes
 Diplopia
• Disebut juga penglihatan ganda
• suatu gangguan penglihatan yang mana
obyek terlihat dobel atau ganda
 Diplopia

Diplopia Diplopia
Binokular penglihatan ganda Monokular
terjadi apabila si
pasien melihat dengan diplopia yang hanya
kedua mata dan terjadi pada satu mata
menghilang bila salah
satu mata ditutup

pasien
Penyebab : gangguan
dengan astigmatisme,
otot mata, kerusakan
gangguan lengkung
saraf mata, cedera
kornea, pterigium,
kepala, tumor otak dan
katarak, dislokasi lensa
infeksi otak
mata
 CSF rhinorhea/ootrhea
• Robeknya meningea (selaput otak) akan
mengakibatkan kebocoran cairan
serebrospinal (CSS) dan hilangnya barier
meningeal terhadap infeksi
• paling sering terjadi pada fraktur os.
Ethmoidalr /os. Temporale
• Akumulasi CSS pada sinus ethmoidale, sinus
frontalis, dan sinus maksilaris dapat terjadi
 CSF rhinorhea/ootrhea
Klasifikasi Le Fort

Le Fort I Le Fort II

Le Fort III
Gambar : Klasifikasi Le Fort
Sumber : Peterseon’s Principal of Oral and Maxillofacial Surgery 2Ed 2004
Le Fort I
• Fraktur maksila pada Le Fort tipe I melintasi
dinding lateral dari antral, dinding lateral
nasal, dan sepertiga bagian bawah septum,
dan terbagi pada lempeng pterygoid.

• Segmen yang termobilisasi terdiri atas tulang


alveolar maksila, tulang palatine, sepertiga
bawah dari septum nasal, dan sepertiga
bawah dari lempeng pterygoid
Gambar : Fraktur Le Fort I
Sumber : https://www2.aofoundation.org
Le Fort II
• Fraktur Le Front II  fraktur piramidal, dimana
puncak dari piramidnya adalah sutura
nasofrontal

• Fraktur maksila pada Le Fort tipe II melibatkan


sebagian besar tulang nasal, tulang maksila,
tulang palatine, dua-per-tiga bawah dari
septum nasal, dentoalveolus, dan lempeng
pterygoid.
Le Fort II
• Fraktur ini memanjang dari bawah sutura
nasofrontal melalui tulang nasal sepanjang
maksila ke sutura zygomaticomaksilaris dan
termasuk sepertiga medial inferior dari orbit.

• Fraktur ini kemudian berlanjut hingga sutura


zygomaticomaksilaris dan melalui lempeng
pterygoid.
Gambar : fraktur Le Fort II
Sumber : https://www2.aofoundation.org
Le Fort III
• Fraktur pada Le Fort III meliputi tulang nasal,
tulang zygomatic, tulang maksila, tulang
palatine, dan lempeng pterygoid.

• Fraktur ini secara esensial membagi wajah


sepanjang dasar tengkorak
Le Fort III
• Garis fraktur memanjang dari sutura
nasofrontal sepanjang dinding medial dari
orbit melalui superior orbital fissure dan
kemudian memanjang sepanjang inferior
orbital fissure dan dinding lateral orbital
menuju sutura zygomaticofrontal
Le Fort III
• Sutura zygomaticotemporal juga terpisah

• Fraktur kemudian memanjang melalui


tulang sphenoid, memisahkan lempeng
pterigoid.
Gambar : Fraktur Le Fort III
Sumber : https://www2.aofoundation.org
PERAWATAN
PRINSIP PERAWATAN
• Perbaikan oklusi dan mengembalikan
komunitas pilar-pilar wajah pada posisi
semula dan melakukan fiksasi pada struktur-
struktur tulang yang telah direposisi.

Reduksi Fiksasi Imobilisasi


(Reposisi)
Tang pengungkit
Reduksi Rowe/Hayton
Williams

Transosesus
Wiring
Oesteosintesis
Langsung
Miniplate dan
skrup

Metode
Fiksasi Frontal bone
Internal susp.

Piriform rim
susp.
Fiksasi Kawat Suspensi
(Suspension
Wire)
Infraorbital
Susp.
Imobilisasi Fiksasi Halo Frame
Eksternal
Circumzygomat
icum susp.
Fiksasi Internal : Suspensions Wire
• RB dihubungkan ke skeleton facial diatas garis
fraktur dengan kawat stainless steel Ø 0,5 mm 
mengapit bagian fraktur dan bagian yang tidak
fraktur pada facial skeleton.
• Fiksasi Internal :
– Piriform rim wiring (hanya untuk fraktur Le Fort 1)
– Circumzygomaticum wiring
• Fiksasi Internal : Suspensions Wires
Infraorbital

Penempatan kawat suspensi


supraorbital dan infraorbital pada
immobilisasi fraktur maksila.
• Fiksasi Internal : Direct Osteosynthesis
– Mini plate and Screw
Fiksasi Eksternal
• Craniomandibular Fiksasi
– mandibuladifiksasi ke kranial vault dan bagian fraktur pada sepertiga
tengah diapit diantaranya
– Box frame

• Craniomaxillary Fixation
– Oklusi terbentuk  maksila ditempelkan ke cranial vault.
– fraktur dapat direduksi sehingga dapat tetap terimpaksi, sehingga
terjadi displacement yang minimal.
Pin Fixation
• fiksasi pin dikembangkan sebagai alternatif dari plaster of Paris head
cap
• disebabkan oleh munculnya kecocokkan skrup pin secara biologis.
• Fiksasi pin umum digunakan untuk imobilisasi bagian sepertiga
tengah fraktur.

Haloframe
• untuk fraktur supraorbital dimana dibutuhkan fiksasi dengan poin
yang lebih tinggi terhadap kranium

Plaster of Paris Head Cap


• Alat ini berguna apabila ditemukan adanya perluasan fraktur pada
bagian cranial vault yang tidak dapat ditangani oleh haloframe atau
pin.
• Konstruksi dari head cap ini harus akurat dan nyaman dipakai.
Perawatan Fraktur Maksila Le Fort I

• Reduksi
– Indikasi : fraktur le fort 1 yang mengalami
impaksi.
– Penggunaan tang pengungkit Rowe atau Hayton
Williams.
Perawatan Fraktur Maksila Le Fort II
• Reduksi tertutup  tang pengungkit Rowe.

• Fiksasi intermaksilla  untuk fraktur posisi


anteroposterior. Diperlukan untuk
memberikan stabilitas yang cukup dan
penyembuhan yang baik. Periode  4
minggu.
• Alternatif reduksi terbuka

• Dibutuhkan 3-4 titik fiksasi rigid  membebaskan


jahitan zygomaticomaxilla di tepi inferior / intraoral

• Jahitan nasofrontal juga digunakan  kombinasinya


tergantung kebutuhan sampai keadaan dasar orbita,
penyusunan kembali tepi inferior, dan penyusunan
kembali nasofrontal.
• Insisi Subsiliar atau blepharoplasty di buat dengan
menginsisi 2 – 3 mm dari inferior sampai ke garis abu-
abu di lipatan mata bawah.
• Insisi Midlower lid ditunjukkan 3-4 mm di bawah garis
abu-abu  u/ membebaskan daerah di tepi inferior,
tepi bawah medial, lantai orbital, bagian superior
dinding anterior lateral, dan badan dari zygoma. Hasil
pembedahan lebih estetik.
• Insisi transconjunctival  dari conjuctival paralel -
inferior garis abu-abu  plat tarsal (secara lateral /
medial ke septum)  lalu ke tepi. Hasil kosmetik yang
diinsisi sangat baik, meskipun susah untuk dilakukan.
• Apabila dilakukan fiksasi rigid, MMF/IMF dapat
dilepaskan pada akhir prosedur
• Apabila semua prosedur selesai dilakukan, oklusi
perlu dicek kembali
Perawatan Fraktur Le Fort III

Arch bar at Pengawatan Fiksasi


langsung bilateral maksilomandibular

suspensi
pemasangan pelat pada
kraniomandibular pada
sutura
prossesus zygomaticus
zygomaticofrontalis
oss frontalis
• Persyaratan yang penting untuk keberhasilan perawatan
adalah gaya ke arah superior yang mengenai mandibula
pada waktu memasang kawat fiksasi
• Jangka waktu untuk imobilisasi fraktur le fort bervariasi 4-8
minggu, kondisi pasien.
• Rontgen patergantung sifat fraktur dan sca-reduksi dan
pasca-imobilisasi diperlukan untuk semua fraktur wajah
bagian tengah.
Komplikasi Fraktur Maksila
1. Komplikasi Awal
- Pendarahan
- Infeksi
- Sumbatan Jalan Nafas
2. Komplikasi Lambat:
– Malunion
– Obstruksi nasal
– Kronik sinusitis
– Maloklusi
– Deformitas
– Gangguan fungsi kelenjar lakrimal
– Hilangnya fungsi penciuaman
Klasifikasi Fraktur Mandibula
FRAKTUR MANDIBULA
Menurut regio pada mandibula (R.Dingman dan
P.Natvig)1969 :

1. Prosesus alveolaris
2. Midline
3. Simphisis
4. Parasimphisis
5. Body
6. Angle
7. Ramus
8. Prosesus Kondilaris
9. Prosesus Koronoid
Fekuensi fraktur di masing-masing
regio tersebut
Berdasarkan ada tidaknya gigi (Menurut Kazanjian dan
Converse)

• Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur


• Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu
fraktur
• Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi
fraktur
Berdasarkan tipe/derajat keparahan
fraktur mandibula
• Tidak ada hubungan dg lingkungan luar
Fraktur • Kulit tidak terkoyak
Tertutup/Simple • Tidak ada pergeseran fragmen

Fraktur • 1 garis fraktur


Tunggal/Terbuka
• Diskontinuitas tidak lengkap
• Patah tidak utuh
• Biasanya terjadi pada anak – anak
Greenstick • Komponen tulangnya berbeda, masih banyak terdapat
fibroblast dan kondroblas nya dibanding osteoblast
• Tulangnya masih elastis

• fragmen – fragmen kecil dapat berbentuk simple atau


Comminuted compound
• Pergeseran tulang besar
• Fragmen tulang tembus keluar
Compound • Kulit sobek dan terkoyak
• Trauma berat

• akibat kelainan. Contohnya,


Pathologi osteomyelitis rahang
Kompleks • dari beberapa garis fraktur

• mengenai titik tengah dagu, yang


Multiple mengakibatkan fraktur pada simpisis
dan kedua kondilus

• ujung fraktur tertekan ke dalam atau


Impacted keluar
Menurut Cara Perawatannya

Fraktur • Tunggal, dijumpai pada satu sisi


mandibula
Unilateral • Perpindahan fragmen

• akibat mekanisme yang menyangkut


Fraktur angulus dan bagian leher kondilar
yang berlawanan atau daerah gigi
Bilateral kanius dan angulus yang berlawanan.
• karena trauma tepat mengenai titik
Fraktur tengah dagu yang mengakibatkan
Multiple fraktur pada simpisis dan kedua
kondilus.

Fraktur • kecelakaan langsung yang cukup


Berkeping- keras
keping • sering terjadi pada simfisis dan
(Comminuted) parasimfisis
TANDA-TANDA KLINIS FRAKTUR
MANDIBULA
Perubahan oklusi
Daerah yang diduga mengalami
Kelainan Oklusi
fraktur
Kontak prematur gigi post. Kondilus atau sudut mandibula
Openbite anterior (bilateral)
Prosesus alveolar anterior atau daerah
Openbite posterior
parasymphyseal
Kondilus dan midline symphyseal
Posterior crossbite dengan miringnya segmen posterior
dari mandibula
Retrognatik Kondilus dan sudut mandibula
Unilateral openbite Sudut ipsilateral dan parasymphyseal
Prognatik Efusi TMJ
Anestesia, Parestesia atau Disestesia Bibir Bawah

• Gangguan pada nervus alveolar inferior dimana


nervus ini melewati foramen mandibula
• Jika bibir bawah mati rasa, mungkin saja terjadi
fraktur pada daerah distal foramen mandibula.
Pergerakan Mandibula yang Abnormal

Kelainan Pergerakan Daerah yang Kemungkinan


Mandibula Mengalami Fraktur

Ketidakmampuan membuka Prosesus koroniod, ramus dan


rahang lengkung zigomatikum

Ketidak mampuan menutup Prosesus alveolaris, ramus,


rahang sudut atau symphysis

Kondilus (bilateral), ramus


Pergerakan lateral
dengan displacement tulang
Perubahan Kontur Wajah dan Lengkung
Mandibula

Daerah yang Kemungkinan


Perubahan pada wajah
Mengalami Fraktur
Bagian lateral yang lebih
Korpus, ramus, sudut mandibula
datar
Retruded chin Parasymphyseal (bilateral)

Subkondilar (bilateral), sudut,


Pemanjangan wajah korpus  menyebabkan posisi
mandibula lebih ke bawah
Laserasi, Hematoma, dan Echymosis

• bantuan pemeriksaan radiografik


• Ekimosis menandakan adanya trauma pada
korpus mandibula dan symphyseal
Hilangnya Gigi dan Krepitasi atau Palpasi

• Palpasi pada tepi-tepi mandibula mungkin bisa


menunjukkan deformitas seperti tangga (step
deformity)
• Pemeriksaan ini sering menunjukkan terpisahnya
gigi satu dengan yang lain dan terputusnya
kontinuitas dataran oklusal yang mengalami
fraktur.
• Dolor, Tumor, Rubor, dan Color
• Kesulitan atau ketidakmampuan untuk mengunyah
• Teknik radiografi yang digunakan : panoramik,
lateral oblique, posteroanterior, occlusal view,
periapikal view, reverse towne’s dan CT scan.

Anda mungkin juga menyukai