Etika Dan Profesionalisme Yandri
Etika Dan Profesionalisme Yandri
PROFESIONALISME
Dr. Yandri Naldi, M.H
Etika Kedokteran
Universitas Swadaya Gunung Jati
Cirebon 2016
Pendahuluan
POLA HUBUNGAN DOKTER/NAKES DENGAN PASIEN
Beneficence / Kemanfaatan
Non maleficence / Tidak mencederai
Autonomy / Menghormati otonomi orang
Justice / Bertindak adil
Beneficence
Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia, dokter
tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan. Dalam
suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien.
Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien
mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk.
Ciri-ciri prinsip ini, yaitu;
Mengutamakan Alturisme (perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa
memperhatikan diri sendirI)
Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya menguntungkan
seorang dokter
Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan suatu
keburukannya
Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang orang lain
inginkan
Memberi suatu resep
Non-malficence
Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien sendiri.
Pernyataan kuno Fist, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.
Non-malficence mempunyai ciri-ciri:
Menolong pasien emergensi
Mengobati pasien yang luka
Tidak membunuh pasien
Tidak memandang pasien sebagai objek
Melindungi pasien dari serangan
Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
Justice
Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata dan adil
terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut.
Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial,
kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya.
Justice mempunyai ciri-ciri :
Memberlakukan segala sesuatu secara universal
Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
Menghargai hak sehat pasien
Menghargai hak hukum pasien
Autonomy
Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia.
Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri
sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri.
Autonomy bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan
pasien demi dirinya sendiri.
Autonomy mempunyai ciri-ciri:
Menghargai hak menentukan nasib sendiri
Berterus terang menghargai privasi
Menjaga rahasia pasien
Melaksanakan Informed Consent
Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia
(KODEKI) :
”Seorang dokter harus senantiasa
melakukan profesinya menurut ukuran
yang tertinggi”.
sesuai dengan :
ilmu pengetahuan mutakhir
etika umum
etika kedokteran
hukum
agama.
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1: Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
dan atau janji dokter.
Pasal 2 : Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional
secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran yang
tertinggi.
Pasal 3 : Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian
profesi.
Pasal 4 : Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji
diri .
Pasal 5 : Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan
psikis maupun sik, wajib memperoleh persetujuan pasien/keluarganya dan hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.
Pasal 6 : Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau
menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7 : Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 8 : Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan
secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih
sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9 : Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien
dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan
penipuan atau penggelapan.
Pasal 10 : Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya, dan
tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11 : Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi hidup
makhluk insani.
Pasal 12 : Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan
keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif ),
baik sik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi sejati masyarakat.
Pasal 13 : Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di
bidang kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling menghormati.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 14 : Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh
keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/
keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian
untuk itu.
Pasal 15 : Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa
dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat
dan atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.
Pasal 16 : Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17 : Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud
tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 18 : Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan.
Pasal 19 : Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat,
kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.
DEKLARASI GENEVA:
KESEHATAN PASIEN AKAN SAYA UTAMAKAN
DISIPLIN
ATURAN
ATURAN
HUKUM
PENERAPAN
KEDOKTERAN
ETIKA
ETIKA HUKUM
KEDOKTERAN
(KODEKI)
PROFESI KEDOKTERAN
PERATURAN- 2
MORAL DAN ETIK UNDANG-UNDANG
ADMINISTRASI
TIDAK MEMENUHI:
- STANDARD OF CARE, CLINICAL STANDARD
- STANDARD OF COMPETENCE
- STANDARD OF PROFESSIONAL ATTITUDE
- DAN ATURAN/ KETENTUAN TERKAIT
PELANGGARAN & CARA PENANGANAN
ETIKA
MKEK
DR DISIPLIN
DRG
MKDKI
SENGKETA HUKUM PERADILAN PIDANA
PERADILAN PERDATA
PERADILAN TUN
SENGKETA
NON HUKUM
LEMBAGA MEDIASI
MACAM KEPUTUSAN
TIDAK BERSALAH
BERSALAH DENGAN SANKSI:
- PERINGATAN TERTULIS
- REKOMENDASI PENCABUTAN SIP,
SEMENTARA / SELAMANYA
- DAN ATAU KEWAJIBAN MENGIKUTI
PENDIDIKAN/ PELATIHAN ULANG
SANGSI PELANGGARAN ETIK KEDOKTERAN
PROFESI
Istilah profesi berasal dari : Bahasa Latin “professio”, yang berarti pernyataan
atau janji. Bahasa Inggris “to profess”, yang berarti mengaku atau menyatakan.
PROFESIONAL
Orang yang dengan kebebasannya telah mengucapkan suatu janji kepada publik
untuk melayani masyarakat yang menginginkan suatu kebaikan tertentu.
Pengucapan janji tersebut dimaksudkan untuk memperoleh suatu kepercayaan
(trust) dari masyarakat.
Kriteria profesi
Institusionalisasi
Monopoli
Jurisdiksi
Organisasi profesi
Kode etik (autonomi)
Kedudukan sosial yang unik
Okupasi terminal
Profesionalisme kedokteran
Pasal 51 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban :
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi
Hak Pasien
Pasal 75 ayat (3) : Sanksi pidana bagi setiap dokter/dokter gigi WNA
yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki
STR bersyarat. Pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda
paling banyak 100 juta rupiah.
Delik yang dilanggar adalah pasal 32 ayat (1) : STR bersyarat
diberikan kepada peserta program pendidikan dokter spesialis atau
dokter gigi spesialis WNA yang mengikuti pendidikan dan pelatihan
di Indonesia.
Yang dimaksud STR bersyarat adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh KKI kepada peserta didik WNA (dokter/dokter gigi spesialis)
untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran/kedokteran
gigi di Indonesia
Pasal 66 UU 29/2004
Pasal 79 : Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling
banyak 50 juta rupiah bagi setiap dokter/dokter gigi yang : a. dengan sengaja tidak
memasang papan nama, b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis, c. tidak
memberikan pelayanan medis, tidak merujuk pasien ke dokter lain yang lebih baik,
tidak merahasiakan segala sesuatu tentang pasien, tidak melakukan pertolongan
darurat atas dasar perikemanusiaan dan tidak menambah ilmu pengetahuan dan tidak
mengikuti perkembangan ilmu kedokteran/gigi.
Delik yang dilanggar pasal 79 huruf a adalah : pasal 41 (1) : Setiap dokter/dokter gigi
yang telah memiliki SIP dan menyelenggarakan praktik kedokteran wajib memasang
papan nama praktik kedokteran.
Ketentuan Pidana
Pasal 80 ayat (1) : Sanksi pidana diberikan bagi setiap orang yang dengan
sengaja mempekerjakan dokter/dokter gigi yang tidak memiliki SIP. Pidana
penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak 300 juta rupiah.
Delik yang dilanggar adalah pasal 42 : Pimpinan sarana pelayanan kesehatan
dilarang mengijinkan dokter/dokter gigi yang tidak memiliki SIP untuk
melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan.
Dalam hal tindak pidana ini dilakukan oleh korporasi maka pidana yang
dijatuhkan adalah pidana denda 300 juta rupiah ditambah sepertiga. Dan
pidana tambahan bagi korporasi adalah berupa pencabutan ijin korporasinya
(ijin RS).
PRINSIP-PRINSIP ETIKA RUMAH SAKIT
• over utilization,
• under treatment,
• tidak menerima pasien dalam keadaan terminal,
• abortus,
• penghentian alat bantu napas,
• bayi tabung
MASALAH ETIK DI RS