Anda di halaman 1dari 65

ETIKA DAN

PROFESIONALISME
Dr. Yandri Naldi, M.H
Etika Kedokteran
Universitas Swadaya Gunung Jati
Cirebon 2016
Pendahuluan
POLA HUBUNGAN DOKTER/NAKES DENGAN PASIEN

 Hubungan paternalistik dengan prinsip father knows best


 Kedudukan pasien tdk sederajat dengan dokter/nakes
 Kedudukan dokter/nakes dianggap lebih tinggi oleh pasien, peranannya
lebih penting dalam upaya penyembuhan
 Pasien nasib sepenuhnya kepada dokter/nakes
 Horisontal kontraktual
 Dokter dan pasien sama-sama subjek hukum
mempunyai kedudukan yang sama
 Didasarkan pada sikap saling percaya
 Mempunyai hak dan kewajiban yang menimbulkan
tanggung jawab baik perdata atau pidana
LATAR BELAKANG
 Sistem Pelayanan Kesehatan harus dapat melindungi masyarakat
 UU no. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran  terpelihara-nya kualitas praktik
kedokteran, karena:
1. Meningkatnya tuntutan masyarakat
2. Berkurangnya kepercayaan masyarakat

* Dokter memiliki etik dan moral yang tinggi


* Kemampuan dokter terus-menerus ditingkatkan mutunya:
- Pendidikan/pelatihan berkelanjutan
- Sertifikasi
- Lisensi + Pembinaan
- Pengawasan dan pemantauan
Peraturan perundang-undangan tentang Kesehatan

1. UU No. 29 Thn 2004 tentang Praktik Kedokteran


2. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
3. UU No. 41 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
4. PP no. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
5. KepMenkes RI No. 434/Menkes/SK/X/1983 tentang Kode Etik
Kedokteran Indonesia
6. Permenkes RI No. 585/Menkes/PER/IX/1989 tentang Persetujuan
Tindakan Medik
7. dll.
DASAR PEMIKIRAN

Perkembangan sain dan teknologi


kedokteran melesat jauh
Perubahan Tata Nilai di tengah-tengah
masyarakat

Dibutuhkan sikap profesional dan etik


yang baik
DOCTOR FOR THE FUTURE (menurut WHO)

FIVE STAR DOCTOR


Care Provider
Decision Maker
Communicator
Community Leader
Manager
EMPAT PRINSIP ETIK PROFESI DOKTER

 Beneficence / Kemanfaatan
 Non maleficence / Tidak mencederai
 Autonomy / Menghormati otonomi orang
 Justice / Bertindak adil
Beneficence
Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia, dokter
tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan. Dalam
suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien.
Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien
mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk.
Ciri-ciri prinsip ini, yaitu;
 Mengutamakan Alturisme (perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa
memperhatikan diri sendirI)
 Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya menguntungkan
seorang dokter
 Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan suatu
keburukannya
 Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
 Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
 Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang orang lain
inginkan
 Memberi suatu resep
Non-malficence

Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien sendiri.
Pernyataan kuno Fist, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.
Non-malficence mempunyai ciri-ciri:
 Menolong pasien emergensi
 Mengobati pasien yang luka
 Tidak membunuh pasien
 Tidak memandang pasien sebagai objek
 Melindungi pasien dari serangan
 Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
 Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
Justice

Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata dan adil
terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut.
Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial,
kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya.
Justice mempunyai ciri-ciri :
 Memberlakukan segala sesuatu secara universal
 Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
 Menghargai hak sehat pasien
 Menghargai hak hukum pasien
Autonomy
Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia.
Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri
sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri.
Autonomy bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan
pasien demi dirinya sendiri.
Autonomy mempunyai ciri-ciri:
 Menghargai hak menentukan nasib sendiri
 Berterus terang menghargai privasi
 Menjaga rahasia pasien
 Melaksanakan Informed Consent
Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia
(KODEKI) :
”Seorang dokter harus senantiasa
melakukan profesinya menurut ukuran
yang tertinggi”.
sesuai dengan :
ilmu pengetahuan mutakhir
etika umum
etika kedokteran
hukum
agama.
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1: Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
dan atau janji dokter.
Pasal 2 : Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional
secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran yang
tertinggi.
Pasal 3 : Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian
profesi.
Pasal 4 : Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji
diri .
Pasal 5 : Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan
psikis maupun sik, wajib memperoleh persetujuan pasien/keluarganya dan hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.
Pasal 6 : Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau
menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7 : Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 8 : Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan
secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih
sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9 : Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien
dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan
penipuan atau penggelapan.
Pasal 10 : Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya, dan
tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11 : Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi hidup
makhluk insani.
Pasal 12 : Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan
keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif ),
baik sik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi sejati masyarakat.
Pasal 13 : Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di
bidang kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling menghormati.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 14 : Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh
keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/
keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian
untuk itu.
Pasal 15 : Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa
dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat
dan atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.
Pasal 16 : Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17 : Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud
tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 18 : Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan.
Pasal 19 : Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat,
kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI


Pasal 20 : Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat
bekerja dengan baik.
Pasal 21 : Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan.
ETIKA PROFESI KEDOKTERAN

 KAMUS KEDOKTERAN (RAMALI DAN PAMUNCAK, 1987):


ETIKA ADALAH PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU YANG BENAR
DALAM SATU PROFESI

 MERUPAKAN KESADARAN DAN PEDOMAN YANG MENGATUR PRINSIP-


PRINSIP MORAL DAN ETIK DALAM MELAKSANAKAN KEGIATAN
PROFESI KEDOKTERAN, SEHINGGA MUTU DAN KUALITAS PROFESI
KEDOKTERAN TETAP TERJAGA DENGAN CARA YANG TERHORMAT

 MERUPAKAN SEPERANGKAT PERILAKU DOKTER DALAM


HUBUNGANNYA DENGAN PASIEN, KELUARGA, MASYARAKAT, TEMAN
SEJAWAT DAN MITRA KERJA

 RUMUSAN PERILAKU DOKTER DISUSUN OLEH PROFESI DAN


PEMERINTAH KODEKI
NORMA ETIK KEDOKTERAN

 NORMA ETIK KEDOKTERAN: MENGGARISKAN KELAKUAN


ORANG YANG MENGOBATI TERHADAP ORANG YANG
DIOBATI
 NORMA TERTUA: SUMPAH DOKTER HINDU (1500 S.M):
JANGAN MERUGIKAN PENDERITA YANG SEDANG DIOBATI
 2500 S.M  SUMPAH HYPOCRATES: PER PRIMUM NON
NOCERE
 UNITED NATIONS DECLARATION OF HUMAN RIGHTS
1948:SETIAP MANUSIA BARHAK UNTUK DIHARGAI, DIAKUI,
DIHORMATI SEBAGAI MANUSIA DAN DIPERLAKUKAN
SECARA MANUSIAWI, SESUAI DENGANHARKAT DAN
MARTABATNYA SEBAGAI MAKHLUK TUHAN
 FALSAFAH R.I : KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
 DEKLARASI HELSINKI:
TUGAS SEORANG DOKTER ADALAH UNTUK
MENJAGA KESEHATAN RAKYAT. KEAHLIAN DAN
HATI NURANINYA DIDEDIKASIKAN UNTUK TUGAS
INI

 DEKLARASI GENEVA:
KESEHATAN PASIEN AKAN SAYA UTAMAKAN

 KODE ETIK KEDOKTERAN INTERNASIONAL:


SEORANG DOKTER HANYA BERTINDAK DEMI
KEPENTINGAN PASIENNYA, KHUSUSNYA PADA
WAKTU MEMBERI PERAWATAN MEDIS YANG DAPAT
MELEMAHKAN FISIK DAN MENTAL PASIEN

ISU-ISU PELAYANAN DAN PENELITIAN


DISIPLIN KEDOKTERAN
 KEPATUHAN MENERAPKAN ATURAN – ATURAN/
KETENTUAN PENERAPAN KEILMUAN DLM PELAKSANAAN
PELAYANAN.
 LEBIH KHUSUS: KEPATUHAN MENERAPKAN KAIDAH-
KAIDAH PENATALAKSANAAN KLINIS (ASUHAN MEDIS)
YANG MENCAKUP:
~ PENEGAKAN DIAGNOSIS
~ TINDAKAN PENGOBATAN (TREATMENT)
~ MENETAPKAN PROGNOSIS
DENGAN STANDAR/ INDIKATOR:
- STANDAR KOMPETENSI, STD PERILAKU
ETIS, STD ASUHAN MEDIS DAN STD KLINIS.
NORMA
DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN
ATURAN
PENERAPAN
KEILMUAN
KEDOKTERAN

DISIPLIN

ATURAN
ATURAN
HUKUM
PENERAPAN
KEDOKTERAN
ETIKA
ETIKA HUKUM
KEDOKTERAN
(KODEKI)
PROFESI KEDOKTERAN

NORMA ETIK NORMA DISIPLIN NORMA HUKUM

PERATURAN- 2
MORAL DAN ETIK UNDANG-UNDANG
ADMINISTRASI

MKEK MKDKI HUKUM


PELANGGARAN DISIPLIN
(SERIOUS PROFESSIONAL MISCONDUCT)
KEPUTUSAN KKI No. 17/KKI/KEP/VIII/2006

 KEGAGALAN PENATALAKSANAAN PASIEN OK :


- KETIDAKCAKAPAN (INCOMPETENCE)
- KELALAIAN (GROSS NEGLIGENCE)
 PERILAKU TERCELA (MENURUT UKURAN PROFESI)
 KETIDAKLAIKAN FISIK & MENTAL (UNFIT TO PRACTICE)

ATAU DENGAN KATA LAIN

 TIDAK MEMENUHI:
- STANDARD OF CARE, CLINICAL STANDARD
- STANDARD OF COMPETENCE
- STANDARD OF PROFESSIONAL ATTITUDE
- DAN ATURAN/ KETENTUAN TERKAIT
PELANGGARAN & CARA PENANGANAN

ETIKA
MKEK
DR DISIPLIN
DRG
MKDKI
SENGKETA HUKUM PERADILAN PIDANA
PERADILAN PERDATA
PERADILAN TUN
SENGKETA
NON HUKUM
LEMBAGA MEDIASI
MACAM KEPUTUSAN
 TIDAK BERSALAH
 BERSALAH DENGAN SANKSI:
- PERINGATAN TERTULIS
- REKOMENDASI PENCABUTAN SIP,
SEMENTARA / SELAMANYA
- DAN ATAU KEWAJIBAN MENGIKUTI
PENDIDIKAN/ PELATIHAN ULANG
SANGSI PELANGGARAN ETIK KEDOKTERAN

 PELANGGARAN ETIK DISELESAIKAN OLEH MAJELIS


KEHORMATAN ETIKA KEDOKTERAN (MKEK), YANG DIBENTUK
OLEH IDI
 PENYELESAIAN PELANGGARAN ETIK KEDOKTERAN TIDAK
SELALU DISERTAI BUKTI FISIK
 SANGSI TERHADAP PELANGGARAN ETIK : PEMBINAAN
BENTUK PELANGGARAN
DISIPLIN KEDOKTERAN

1. TIDAK KOMPETEN/ CAKAP


2. TIDAK MERUJUK
3. PENDELEGASIAN KPD NAKES YG TDK KOMPETEN
4. DR/ DRG PENGGANTI TDK BERITAHU KE PASIEN,
TDK PUNYA SIP
5. TDK LAIK PRAKTIK (KESEHATAN FISIK & MENTAL)
6. KELALAIAN DLM PENATALAKSANAAN PASIEN
7. PEMERIKSAAN DAN PENGOBATAN BERLEBIHAN
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN

8. TDK BERIKAN INFORMASI YG JUJUR


9. TDK ADA INFORMED CONSENT
10. TDK BUAT/ SIMPAN REKAM MEDIK
11. PENGHENTIAN KEHAMILAN TANPA INDIKASI MEDIS
12. EUTHANASIA
13. PENERAPAN PELAYANAN YG BLM DITERIMA KEDOKTERAN
14. PENELITIAN KLINIS TANPA PERSETUJUAN ETIS
15. TDK MEMBERI PERTOLONGAN DARURAT
16. MENOLAK/ MENGHENTIKAN PENGOBATAN TANPA ALASAN
YG SAH
17. MEMBUKA RAHASIA MEDIS TANPA IZIN
18. BUAT KETERANGAN MEDIS TDK BENAR
19. IKUT SERTA TINDAKAN PENYIKSAAN
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN

20. PERESEPAN OBAT PSIKOTROPIK/NARKOTIK TANPA


INDIKASI
21. PELECEHAN SEKSUAL, INTIMIDASI, KEKERASAN
22. PENGGUNAAN GELAR AKADEMIK/ SEBUTAN
PROFESI, PALSU
23. MENERIMA KOMISI THD RUJUKAN/ PERESEPAN
24. PENGIKLANAN DIRI YG MENYESATKAN
25. KETERGANTUNGAN NAPZA
26. STR, SIP, SERTIFIKAT KOMPETENSI TDK SAH
27. IMBAL JASA TDK SESUAI TINDAKAN
28. TDK BERIKAN DATA/ INFORMASI ATAS
PERMINTAAN MKDKI
Profesi dan Profesional

PROFESI
Istilah profesi berasal dari : Bahasa Latin “professio”, yang berarti pernyataan
atau janji. Bahasa Inggris “to profess”, yang berarti mengaku atau menyatakan.

PROFESIONAL
Orang yang dengan kebebasannya telah mengucapkan suatu janji kepada publik
untuk melayani masyarakat yang menginginkan suatu kebaikan tertentu.
Pengucapan janji tersebut dimaksudkan untuk memperoleh suatu kepercayaan
(trust) dari masyarakat.
Kriteria profesi

1. Meliputi jenis bidang tertentu (spesialisasi).


2. Berdasarkan keahlian atau ketrampilan khusus.
3. Bersifat tetap dan terus menerus
4. Lebih mendahulukan pelayanan daripada imbalan.
5. Bertanggung jawab terhadap dirisendiri dan
masyarakat.
6. Terkelompok dalam suatu organisasi.
PROFESI KEDOKTERAN

 SUATU PEKERJAAN KEDOKTERAN YANG DILAKSANAKAN


BERDASARKAN SUATU KEILMUAN, KOMPETENSI YANG
DIPEROLEH MELALUI PENDIDIKAN BERJENJANG DAN KODE
ETIK YANG BERSIFAT MELAYANI MASYARAKAT (UU PS 1 BUTIR 11
NO 29 TH 2004)
 HAKIKAT PROFESIKEDOKTERAN ADALAH BISIKAN NURANI DAN
PANGGILAN JIWA UNTUK MENGABDIKAN DIRI PADA MANUSIA
BERLANDASKAN MORALITAS YASNG KENTAL, PRINSIP
KEJUJURAN, KEADILAN, EMPATI, KEIKHLASAN, KEPEDULIAN
SESAMA MANUSIA
 SEORANG DOKTER HARUS MEMILIKI IQ, EQ DAN SQ YANG
TINGGI DAN SEIMBANG
ETIKA PROFESI KEDOKTERAN

 KAMUS KEDOKTERAN (RAMALI DAN PAMUNCAK, 1987):


ETIKA ADALAH PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU YANG BENAR
DALAM SATU PROFESI

 MERUPAKAN KESADARAN DAN PEDOMAN YANG MENGATUR


PRINSIP-PRINSIP MORAL DAN ETIK DALAM MELAKSANAKAN
KEGIATAN PROFESI KEDOKTERAN, SEHINGGA MUTU DAN
KUALITAS PROFESI KEDOKTERAN TETAP TERJAGA DENGAN CARA
YANG TERHORMAT

 MERUPAKAN SEPERANGKAT PERILAKU DOKTER DALAM


HUBUNGANNYA DENGAN PASIEN, KELUARGA, MASYARAKAT,
TEMAN SEJAWAT DAN MITRA KERJA

 RUMUSAN PERILAKU DOKTER DISUSUN OLEH PROFESI DAN


PEMERINTAH KODEKI
Langkah ilmu kedokteran untuk menjadi
suatu profesional

 Institusionalisasi
 Monopoli
 Jurisdiksi
 Organisasi profesi
 Kode etik (autonomi)
 Kedudukan sosial yang unik
 Okupasi terminal
Profesionalisme kedokteran

 Profesionalisme kedokteran  unik


 Tidak hanya menyangkut masalah seorang
dokter yang pintar, tetapi merupakan refleksi
nilai dan perilaku dokter dalam menjalankan
praktik sehari-hari, termasuk interaksi dengan
pasien, keluarga, teman sejawat dan
masyarakat luas
Tantangan Profesi Kedokteran
 Pelayanan kedokteran  komoditas dagang 
Dokter menjadi objek sentral dari perusahaan
farmasi dan perusahaan profit untuk tujuan
komersial, mempromosikan obat, difasilitasi
untuk mengikuti seminar, sokongan dana dan
beberapa keuntungan lain  mengancam etika
profesi apabila kompromi tersebut tidak untuk
kepentingan pasien
Tantangan Profesi Kedokteran

 Penyedia layanan kesehatan  industri kesehatan yang


melibatkan banyak pihak
 Perkembangan ini akibat kemajuan ilmu dan teknologi
kedokteran dan meningkatnya kebutuhan masyarakat
akan layanan kesehatan
 jika profesi dokter menelan mentah2 nilai industri
seperti efisiensi dan minimalisasi pengeluaran dengan
mengabaikan kepentingan pasien  erosi
profesionalisme
UU Praktek Kedokteran (no 29 tahun 2004)
Hak Dokter atau dokter gigi
Pasal 50 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa.
Kewajiban Dokter atau dokter gigi

Pasal 51 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban :
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi
Hak Pasien

Pasal 52 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai


hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
Kewajiban Pasien
Pasal 53 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
kewajiban :
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Ketentuan Pidana

 Pasal 75 ayat (3) : Sanksi pidana bagi setiap dokter/dokter gigi WNA
yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki
STR bersyarat. Pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda
paling banyak 100 juta rupiah.
 Delik yang dilanggar adalah pasal 32 ayat (1) : STR bersyarat
diberikan kepada peserta program pendidikan dokter spesialis atau
dokter gigi spesialis WNA yang mengikuti pendidikan dan pelatihan
di Indonesia.
 Yang dimaksud STR bersyarat adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh KKI kepada peserta didik WNA (dokter/dokter gigi spesialis)
untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran/kedokteran
gigi di Indonesia
Pasal 66 UU 29/2004

 Pasal 66 UU 29/2004 mengatur bahwa setiap orang yang mengetahui


atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter/dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis
kepada ketua MKDKI. Tetapi kalau ia tidak mampu membuat secara
tertulis maka dapat diadukan secara lisan ke MKDKI.
 Setiap orang yang dimaksud baik individu maupun korporasi yang
dirugikan kepentingannya.
 Pengaduan dibuat dengan memuat : identitas pengadu, nama dan
alamat praktik dokter/dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan dan
alasan pengaduan.
Ketentuan Pidana

 Pasal 76 : Sanksi pidana bagi dokter/dokter gigi yang dengan


sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa surat ijin praktik.
Pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak
100 juta rupiah.
 Delik yang dilanggar adalah pasal 36 : Setiap dokter /dokter
gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat ijin praktik (SIP).
 SIP dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di
kabupaten/kota tempat praktik kedokteran/gigi dilaksanakan.
Ketentuan Pidana

 Pasal 77 : Sanksi pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja


menggunakan identitas berupa gelar, atau bentuk lain yang
menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah ybs adalah
dokter/dokter gigi yang telah memiliki STRD/atau SIP. Pidana penjara
paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 150 juta rupiah.
 Delik yang dilanggar adalah pasal 73 ayat (1) : setiap orang dilarang
menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang
menimbulkan kesan seolah-olah ybs adalah dokter/dokter gigi yang
telah memiliki STRD dan atau SIP.
Ketentuan Pidana

 Pasal 78 : Sanksi pidana bagi setiap orang dengan sengaja


menggunakan alat, metode, atau cara lain dalam memberikan
pelayanan bagi masyarakat seolah-olah ybs adalah dokter/dokter gigi
yang telah memiliki STRD atau SIP. Pidana penjara paling lama 5 tahun
atau denda paling banyak 150 juta rupiah.

 Delik yang dilanggar pasal 73 (2) : Setiap orang dilarang menggunakan


alat, metode, atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan
adalah dokter/dokter gigi yang telah memiliki STRD dan atau memiliki
SIP.
Ketentuan Pidana

 Pasal 79 : Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling
banyak 50 juta rupiah bagi setiap dokter/dokter gigi yang : a. dengan sengaja tidak
memasang papan nama, b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis, c. tidak
memberikan pelayanan medis, tidak merujuk pasien ke dokter lain yang lebih baik,
tidak merahasiakan segala sesuatu tentang pasien, tidak melakukan pertolongan
darurat atas dasar perikemanusiaan dan tidak menambah ilmu pengetahuan dan tidak
mengikuti perkembangan ilmu kedokteran/gigi.
 Delik yang dilanggar pasal 79 huruf a adalah : pasal 41 (1) : Setiap dokter/dokter gigi
yang telah memiliki SIP dan menyelenggarakan praktik kedokteran wajib memasang
papan nama praktik kedokteran.
Ketentuan Pidana

 Pasal 80 ayat (1) : Sanksi pidana diberikan bagi setiap orang yang dengan
sengaja mempekerjakan dokter/dokter gigi yang tidak memiliki SIP. Pidana
penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak 300 juta rupiah.
 Delik yang dilanggar adalah pasal 42 : Pimpinan sarana pelayanan kesehatan
dilarang mengijinkan dokter/dokter gigi yang tidak memiliki SIP untuk
melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan.
 Dalam hal tindak pidana ini dilakukan oleh korporasi maka pidana yang
dijatuhkan adalah pidana denda 300 juta rupiah ditambah sepertiga. Dan
pidana tambahan bagi korporasi adalah berupa pencabutan ijin korporasinya
(ijin RS).
PRINSIP-PRINSIP ETIKA RUMAH SAKIT

• Etika rumah sakit adalah etika terapan


(applied ethics) atau etika praktis (practical
ethics), yaitu moralitas atau etika umum yang
diterapkan pada isu-isu praktis,
• Misalnya diskriminasi, pelestarian lingkungan
hidup, aborsi, eutanasia, promosi rumah
sakit, dan sebagainya.
• Jadi, etika rumah sakit adalah etika umum
yang diterapkan pada (pengoperasian)
rumah sakit. PERSI, 2004
ASAS-ASAS ETIKA YANG
DITERAPKAN PADA ETIKA RS
• Rumah sakit berbuat kebaikan
(benifecence) dan tidak menimbulkan
cidera (nonmalifecence) pada
pasien,staf dan karyawan,masyarakat
umum,serta lingkungan hidup
• Asas menghormati manusia (respect for
persons) berarti menghormati pasien,staf
dan karyawan,serta masyarakat dalam
hal hidup dan kesehatan mereka 
otonomi, hak-hak pasien
• Asas keadilan (justice)
KODE ETIK dan ETIKA PROFESI
di RS

• RS di Indonesia terikat pada Kode Etik Rumah


Sakit Indonesia (KODERSI)
• Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan
bersama dan pedoman untuk diterapkan dan
dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang
dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan
pelayanan profesi itu. Dikenal Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI), Kode Etik
Perawat dsb.
KODE ETIK RUMAH SAKIT
(KODERSI)

• Rumahsakit di Indonesia yang tergabung dalam


Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PERSI) telah menyusun Kode Etik Rumah Sakit
Indonesia (KODERSI), yang memuat rangkuman
nilai-nilai dan norma-norma perumahsakitan
guna dijadikan pedoman bagi semua pihak yang
terlibat dan berkepentingan dalam
penyelenggaraan dan pengelolaan
perumahsakitan di Indonesia
KODE ETIK RUMAH SAKIT INDONESIA
(KODERSI)

BAB I Kewajiban Umum Rumah Sakit


Pasal 1 : Rumah Sakit harus mentaati Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI)
Pasal 2 : Rumah sakit harus dapat mengawasi serta bertanggung jawab terhadap
semua kejadian di rumah sakit.
Pasal 3 : Rumah sakit harus mengutamakan pelayanan yang baik dan bermutu
secara berkesinambungan serta tidak mendahulukan urusan biaya.
Pasal 4 : Rumah sakit harus memelihara semua catatan/arsip baik medik maupun
non medik secara baik.
Pasal 5 : Rumah sakit harus mengikuti perkembangan dunia perumahsakitan.
BAB II Kewajiban Rumah Sakit Terhadap Masyarakat dan Lingkungan
Pasal 6 : Rumah sakit harus jujur dan terbuka, peka terhadap saran dan kritik
masyarakat dan berusaha agar pelayanannya menjangkau di luar rumah sakit.
Pasal 7 : Rumah sakit harus senantiasa menyesuaikan kebijakan pelayanannya pada
harapan dan kebutuhan masyarakat setempat.
Pasal 8 : Rumah Sakit dalam menjalankan operasionalnya bertanggung jawab
terhadap lingkungan agar tidak terjadi pencemaran yang merugikan masyarakat
BAB III Kewajiban Rumah Sakit Terhadap Pasien
Pasal 9 : Rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien.
Pasal 10 : Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien, dan
tindakan apa yang hendak dilakukan.
Pasal 11 : Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien (informed consent)
sebelum melakukan tindakan medik.
Pasal 12 : Rumah sakit berkewaijiban melindungi pasien dari penyalahgunaan
teknologi kedokteran.
BAB IV Kewajiban Rumah Sakit Terhadap Pimpinan, Staf, dan Karyawan
Pasal 13 : Rumah sakit harus menjamin agar pimpinan, staf, dan karyawannya
senantiasa mematuhi etika profesi masing-masing.
Pasal 14 : Rumah sakit harus mengadakan seleksi tenaga staf dokter, perawat, dan
tenaga lainnya berdasarkan nilai, norma, dan standar ketenagaan.
Pasal 15 : Rumah sakit harus menjamin agar koordinasi serta hubungan yang baik
antara seluruh tenaga di rumah sakit dapat terpelihara.
Pasal 16 : Rumah sakit harus memberi kesempatan kepada seluruh tenaga rumah
sakit untuk meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan serta keterampilannya.
Pasal 17 : Rumah sakit harus mengawasi agar penyelenggaraan pelayanan dilakukan
berdasarkan standar profesi yang berlaku.
PasaI18 : Rumah sakit berkewajiban memberi kesejahteraan kepada karyawan dan
menjaga keselamatan kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BAB V Hubungan Rumah Sakit Dengan Lembaga Terkait
Pasal 19 : Rumah sakit harus memelihara hubungan yang baik dengan pemilik
berdasarkan nilai-nilai, dan etika yang berlaku di masyarakat Indonesia.
Pasal 20 : Rumah sakit harus memelihara hubungan yang baik antar rumah sakit dan
menghindarkan persaingan yang tidak sehat.
Pasal 21 : Rumah sakit harus menggalang kerjasama yang baik dengan instansi atau
badan lain yang bergerak di bidang kesehatan.
Pasal 22 : Rumah sakit harus berusaha membantu kegiatan pendidikan tenaga
kesehatan dan penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
dan kesehatan.
Problem Etika di RS

• Isu etika administratif: privacy, informed


consent, uang muka, aspek bisnis, promosi
RS
• Isu etika biomedis: rekayasa genetik, teknologi
reproduksi,eksperimen medis, donasi dan
transpalasi organ, penggantian kelamin,
eutanasia, isu-isu pada akhir hidup, kloning,
sewa rahim dsb.
Beberapa contoh bidang etik yang
menjadi kasus hukum:

• over utilization,
• under treatment,
• tidak menerima pasien dalam keadaan terminal,
• abortus,
• penghentian alat bantu napas,
• bayi tabung
MASALAH ETIK DI RS

 Hubungan dengan industri farmasi,


 Pemberian referral fee,
 Pemasangan iklan,
 Penundaan pemulangan pasien karena belum melunasi biaya perawatan,
 Over utilization alat canggih
 Under treatment untuk pasien tak mampu
 Menolak pasien dalam keadaan ”terminal” untuk menurunkan ”mortality
rate”
 Penghentian ventilator pada pasien gagal nafas
Komite/Panitia Etika Rumah Sakit

• Di rumah sakit besar di Indonesia umumnya


telah ada Komite/Panitia Etik RS yang di luar
negeri disebut Hospital Ethical Commitee
dimana anggotanya terdiri dari staf medis,
perawatan, administratif dan pihak lain yang
berkaitan dengan tugas rumah sakit.
• Dewasa ini Komite Etik RS dilengkapi menjadi
Komite Etik dan Hukum RS
DASAR HUKUM

•SK MenKes RI No. 983/MENKES/SK/XI/1992


Tentang Pedoman Organisasi RSU
•Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor: HK.00.06.2.3.730 Tanggal
14 Juli 1995 Tentang Pembentukan dan Tata Kerja Komite Medik di Rumah Sakit
•Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor: HK.00.06.3.5.3018 Tanggal
5 Juli 1999 Tentang Pedoman Pengorganisasian Staf Medis Fungsional dan
Komite Medis di Rumah Sakit Swasta
•Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 640/Menkes/SK/X/1991
Tanggal 19 Oktober 1991 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan
Medis
•SK Menkes No. 1333/Menkes/SK/XII/1999 Tentang Standar Pelayanan Rumah
Sakit
•SK Menkes No. 631/Menkes/SK/VI/2005 Tentang Pedoman Peraturan Internal Staf
Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit beserta lampirannya
(Pengorganisasian Staf Medis dan Komite Medis)
KOMITE ETIK &
HUKUM

• Dapat berupa Panitia Etik yang berada di bawah


Komite Medik (khusus etik dokter)
• Idealnya ada Komite Etik RS, bahkan sebagai
Komite Etiko-legal atau Komite Etik dan Hukum,
memantau pelaksanaan etik seluruh karyawan RS
TERIMA KASIH
DAN
SELAMAT BELAJAR

Anda mungkin juga menyukai