Anda di halaman 1dari 17

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

MAGDALENA AGU YOSALI, S.ST, M.K.M


Latar belakang
• Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dengan memberdayakan dan
mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk
upaya kesehatan.

• Masih tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi


dan prevalensi gizi kurang pada balita menjadi masalah di
Kecamatan ABCD, yang tidak dapat ditangani sendiri oleh
sektor kesehatan, melainkan perlu ditangani bersama
dengan sektor di luar kesehatan dan masyarakat.
• Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan sangat penting
sebagaimana dijelaskan dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga
sebagai berikut
• 1) Dari hasil kajian ternyata 70% sumber daya pembangunan nasional berasal
kontribusi/partisipasi masyarakat;
• 2) Pemberdayaan masyarakat/partisipasi masyarakat berazaskan gotong royong,
merupakan budaya masyarakat Indonesia yang perlu dilestarikan;
• 3) Perilaku masyarakat merupakan faktor penyebab utama, terjadinya
permasalahan kesehatan, oleh sebab itu masyarakat sendirilah yang dapat
menyelesaikan masalah tersebut dengan pendampingan/bimbingan pemerintah;
4) Pemerintah mempunyai keterbatasan sumber daya dalam mengatasi
permasalahan kesehatan yang semakin kompleks di masyarakat, sedangkan
masyarakat mempunyai potensi yang cukup besar untuk dapat dimobilisasi dalam
upaya pencegahan di wilayahnya;
• 5) Potensi yang dimiliki masyarakat diantaranya meliputi community leadership,
community organization, community financing, community material, community
knowledge, community technology, community decision making process, dalam
upaya peningkatan kesehatan, potensi tersebut perlu dioptimalkan;
• 6) Upaya pencegahan lebih efektif dan efisien dibanding upaya pengobatan, dan
masyarakat juga mempunyai kemampuan untuk melakukan upaya pencegahan
apabila dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat terutama untuk ber-perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS).
PENGERTIAN
• Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk
memberikan daya (empowerment) atau
penguatan (strengthening) kepada masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat juga diartikan sebagai
kemampuan individu yang bersenyawa dengan
masyarakat dalam membangun keberdayaan
masyarakat yang bersangkutan sehingga
bertujuan untuk menemukan alternatif-alternatif
baru dalam pembangunan masyarakat
(Mardikanto, 2014).
Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
• Menurut Mardikanto (2014:202), terdapat enam tujuan pemberdayaan masyarakat, yaitu:

• Perbaikan kelembagaan (better institution). Dengan perbaikan kegiatan/tindakan yang


dilakukan, diharapkan akan memperbaiki kelembagaan, termasuk pengembangan jejaring
kemitraan usaha.
• Perbaikan usaha (better business). Perbaikan pendidikan (semangat belajar), perbaikan
aksesibisnislitas, kegiatan dan perbaikan kelembagaan, diharapkan akan memperbaiki bisnis
yang dilakukan.
• Perbaikan pendapatan (better income). Dengan terjadinya perbaikan bisnis yang dilakukan,
diharapkan akan dapat memperbaiki pendapatan yang diperolehnya, termasuk pendapatan
keluarga dan masyarakatnya.
• Perbaikan lingkungan (better environment). Perbaikan pendapatan diharapkan dapat
memperbaiki lingkungan (fisik dan sosial), karena kerusakan lingkungan seringkali disebabkan
oleh kemiskinan atau pendapatan yang terbatas.
• Perbaikan kehidupan (better living). Tingkat pendapatan dan keadaan lingkungan yang
membaik, diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehidupan setiap keluarga dan
masyarakat.
• Perbaikan masyarakat (better community). Kehidupan yang lebih baik, yang didukung oleh
lingkungan (fisik dan sosial) yang lebih baik, diharapkan akan terwujud kehidupan masyarakat
yang lebih baik pula.
Prinsip-Prinsip Pemberdayaan
Masyarakat
• 1. Kesukarelaan, yaitu keterlibatan seseorang dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat tidak boleh berlangsung karena adanya
pemaksaan, melainkan harus dilandasi oleh kesadaran sendiri dan
motivasinya untuk memperbaiki dan memecahkan masalah kehidupan
yang dirasakan.
• 2. Otonom, yaitu kemampuannya untuk mandiri atau melepaskan diri
dari ketergantungan yang dimiliki oleh setiap individu, kelompok,
maupun kelembagaan yang lain.
• 3. Keswadayaan, yaitu kemampuannya untuk merumuskan
melaksanakan kegiatan dengan penuh tanggung jawab, tanpa menunggu
atau mengharapkan dukungan pihak luar.
• 4. Partisipatif, yaitu keikutsertaan semua pemangku kepentingan sejak
pengambilan keputusan, perencanan, pelaksanaan, pemantauan,
evaluasi, dan pemanfaatan hasil-hasil kegiatannya.
• 5. Egaliter, yang menempatkan semua pemangku kepentingan dalam
kedudukan yang setara, sejajar, tidak ada yang ditinggikan dan tidak ada
yang merasa direndahkan.
Prinsip-Prinsip Pemberdayaan
Masyarakat
• 6. Demokratis, yang memberikan hak kepada semua pihak untuk
mengemukakan pendapatnya, dan saling menghargai pendapat
maupun perbedaan di antara sesama pemangku kepentingan.
• 7. Keterbukaan, yang dilandasi kejujuran, saling percaya, dan saling
memperdulikan.
• 8. Kebersamaan, untuk saling berbagi rasa, saling membantu dan
mengembangkan sinergisme.
• 9. Akuntabilitas, yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka
untuk diawasi oleh siapapun.
• 10. Desentralisasi, yang memberi kewenangan kepada setiap
daerah otonom (kabupaten dan kota) untuk mengoptimalkan
sumber daya kesehatan bagi sebesar-besar kemakmuran
masyarakat dan kesinambungan pembangunan kesehatan.
Indikator Pemberdayaan

• Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator


pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau
indeks pemberdayaan (Girvan, 2004):

• Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau


wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop,
rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi
jika individu mampu pergi sendirian
• Kemampuan membeli komoditas ‘kecil’: kemampuan individu untuk
membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak
tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun
mandi, rokok, bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan
kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa
meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang
tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
• Kemampuan membeli komoditas ‘besar’: kemampuan
individu untuk membeli barang-barang sekunder atau
tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah,
pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin
tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat
keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya;
terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut
dengan menggunakan uangnya sendiri.
• Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputuan rumah
tangga: mampu membuat keputusan secara sendiri mapun
bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan
keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian
kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha.
• Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden
ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir
ada seseorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang
mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa
ijinnya; yang melarang mempunyai anak; atau
melarang bekerja di luar rumah.
• Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah
seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan; seorang
anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui
pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum
waris.
• Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang
dianggap ‘berdaya’ jika ia pernah terlibat dalam kampanye
atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya,
terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan
suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil;
penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan
kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah.

• Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga:
memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan.
Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki
aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari
pasangannya
Batasan pemberdayaan masy
• Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non
instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar
mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki,
merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi
setempat.

• Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah proses pemberian


informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus menerus
dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu
klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
pengetahuan atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap atau attitude),
dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek
tindakan atau practice).

• Pemberdayaan Masyarakat bidang kesehatan merupakan suatu proses aktif,


dimana sasaran/klien dan masyarakat yang diberdayakan harus berperan serta
aktif (berpartisipasi) dalam kegiatan dan program kesehatan.
• Proses pemberdayaan masyarakat terkait erat
dengan faktor internal dan eksternal yang
saling berkontribusi dan mempengaruhi
secara sinergis dan dinamis. Salah satu faktor
eksternal dalam proses pemberdayaan
masyarakat adalah pendampingan oleh
fasilitator pemberdayaan masyarakat.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai