TEORI TEORI
MANAJEMEN MSDM
TEORI HRD
Demand/Need Supply
Perubahan
Lingkungan
(internal &
eksternal
REKRUTMEN ADALAH USAHA MENCARI DAN MEMPENGARUHI TENAGA KERJA AGAR MAU
MELAMAR LOWONGAN PEKERJAAN YANG ADA DALAM SUATU PERUSAHAAN
( HASIBUAN, 2000 )
Rekrutmen adalah proses mendptkn sejumlah calon TK yg kualifaid untuk jabatan
/pekerjaan utama dilingkungan organisasi
(Nawawi, 2000:167)
Info/
Info Verifikasi
Pendaftaran Pengumuman
Rekrutmen Berkas
n
Tdk Valid
Gambar : Alur Proses Rekrutmen
SUMBER :
1. Internal
2. Eksternal
DASAR :
1. Analisa Jabatan METODE :
2. Supply & Demand REKRUTMEN 1. Tertutup
3. Regulasi 2. Terbuka
KENDALA :
1. Internal
2. Eksternal
2008/2009 25
a. Dasar Rekrutmen SDM
1. Analisa jabatan
2. Supply & Demand SDM
3. Regulasi
b. Sumber TK
1. Internal Institusi : org2 yg telah mengabdi pd institusi baik tenaga sukarela ato honor.
2. Eksternal Institusi :kantor penempatan tk, lembaga pendidikan, referensi karyawan, serikat buruh, pencangkokan, Asosiasi Profesi (KADIN, HIPMI, IAI)
dan pasar tenaga kerja
c. Metode Rekrutmen
1. Tertutup : Rekrutmen dilakukan hanya untuk internal institusi seperti pengakatan tenaga honor, promosi
2. Terbuka : Proses rekrutmen terbuka untuk umum
d. Tantangan Rekrutmen (Utomo & Sugiarto, 2007)
1. Internal : Struktural, SDM, daya saing
1. Keunggulan kompetitif organisasi (competitif Advantage) :
diperlukan motivasi pegawai untuk menciptakan produktivitas
2. Fleksibilitas TK. Ada kecenderungan skr sistem sistem rekrutmen TK
mengurangi pekerja reguler (TK tetap) dan lebih cenderung
merekrut TK temporer (tdk tetap) ato TK Outsourcing.
3. Pengurangan TK. Manajemen SDM suatu institusi sering dihadapkan pd
keharusan mengurangi TK secara besar-besaran shg dibutuhkan kembali
proses Restrukturisasi/desain organisasi.
4. Kompetensi SDM. Balance kompetensi SDM yg tidak merata disetiap unit kerja
shg dibutuhkan proses promosi dan mutasi atopun pensiun dini, PHK
5. Kemampuan daya saing. Hal ini dpt disebabkan kr faktor kepemimpinan, SDM, motivasi,
Fasilitas dan informasi
2. Eksternal:
1. Perubahan lingkungan : penyesuaian Renstra, program dan sarana pendukung
2. Diversity TK : Keragaman TK kerja dpt berwujud jenis kelamin, usia, kompetensi, etnis dll
3. Globalisasi : Globalisasi menurut Drucker tdk bisa di hindari tetapi hrs menyesuaikan.
4. Peraturan Pemerintah : UU, PP. Perda
5. Kekurangan TK yg terampil : saat ini kuantitas TK kerja terampil sangat dibutuhkan u melaksanakan pekerjaan teknis shg pemerintah
mulai mengembangkan SMK, lembaga pendidikan profesi, diploma
Media TV, Radio, Internet
Akuisisi dan Merger
Open House
Konsultan Perekrutan
Publisitas
Event (Seminar, Workshop, perlombaan)
Teman
Tahapan ketiga adalah seleksi yang
bertujuan untuk menyesuaikan
kompetensi individu dengan kebutuhan
organisasi.
Rekrutmen Seleksi
1. Tes pengetahuan
1. Wawancara
dasar Tertulis Wawancara Terstruktur
2. Tes kemampuan bhs
3. Tes psikologi 2. Wawancara tdk
4. Tes pengetahuan terstruktur
pekerjaan 3. Kombinasi
(kompetensi) Pengumuman & 4. Pemecahan masalah
5. Graphic Response Penempatan
Test (Poligraph)
Baru Lama
TNA
TNA
HRD/PSDM
PENDIDIKAN PELATIHAN
Penilaian
Berbasis Kinerja
Ekonomi Diklat
Pembangunan suatu negara memerlukan adanya
SDA, SDM dan IPTEK. Peran SDM sangat vital
dalam pembangunan suatu negara karena SDM
yg dpt mengendalikan sumber daya yg lainnya.
Knp Jepang, Singapura dan korea bisa maju dan
menguasai perekonomian pd hal negara tsb tidak
memiliki SDA yang memadai ternyata karena
negara tsb terus mengembangkan SDM
masyarakatnya.
Eksistensi SDM dpt dilihat dari 2 aspek, yaitu
kuantitas (jml penduduk) dan kualitas penduduk.
Shg kuantitas tanpa di sertai kualitas yg baik
akan menjadi beban pembangunan.
Kualitas SDM suatu negara dpt dilihat dari 3
aspek, kompetensi (pendidikan & pelatihan),
kesehatan & ekonomi.
Peningkatan kualitas penduduk dpt dilakukan
melalui:
1. Pengembangan kualitas fisik melalui
program kesehatan dan gizi
2. Pengembangan kualitas non-fisik melalui
proses pendidikan, pelatihan dan
pengembangan karier dan ekonomi
Secara Makro indikator kualitas sdm dan kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh 3 faktor utama :
1.Tingkat pendidikan masyarakat dgn Indikator :
a. Angka Melek Huruf, adalah besarnya presentase penduduk yg
mampu membaca & menulis (melek huruf) atau sebaliknya (buta
huruf). Melek huruf 91,91% shg msh ada 8,09% buta huruf (profil kesehatan, 2015-
2016)
b. Angka Partisipasi Sekolah, adalah besarnya persentase penduduk indonesia usia
sekolah (7-18 thn) (profil kesehatan, 2015- 2016). Data menunjukkan untuk:
Umur 7-12 thn = 97,14 % sisa 2,86%
Umur 13-15 thn = 84,02% sisa 15,98%
Umur 16 – 18 thn = 53,86% sisa 46,14%
c. Lama sekolah rata2 6,7 tahun
2. Tingkat Kesehatan Masyarakat
Indikator : a. Angka kematian bayi, b. Angka kematian ibu,
c. Angka kematian kasar, d. Umur harapan hidup.
3. Tingkat pendapatan masyarakat (aspek Ekonomi)
Indikator : income per capita
4. Tingkat IPM Masyarakat
Indikator : Pendidikan, kesehatan dan ekonomi (IPM >79 =
Tinggi, IPM 50-79= Sedang, IPM >50 = Rendah)
Physical Capital Financial Capital Human Capital Structure Capital Reational Capital
Performance
Key Word Konsep HRD dalam konteks Mikro ditandai diakuinya intellectual
capital the human capital sebagai Asset organisasi (PSAK 19 Revisi 2010)
Tahun Spesifik Kajian Output Kajian
1990 Ukuran kinerja tangible Assets
organisasi (Organisasi profit
motif)
1. Physical Capital
2. Financial Capital
2000 Ukuran kinerja Intangible Assets
organisasi (Organisasi No-profit
motif/publik).
1. HC
2. SC
3. RC
2014 Kinerja SDM Human capital
1. Pengertian Intelecctual Capital
Taksonomi intellectual assets, intellectual capital, and intangible
assets seringkali digunakan secara bergantian dalam diskursus
akademik (Ali et al., 2010). Demikian pula, istilah knowledge assets
sering digunakan oleh para ahli ekonomi, para ahli manajemen
menyebutnya intellectual capital (Brooking, 1997; Stewart, 1997),
sementara para akuntansi lebih sering menggunakan kata intangible
assets (Kavida dan Sivakoumar, 2008). Istilah lain yang sering
digunakan invisible assets (Itami, 1991), immaterial values (Sveiby,
2001), dan Intangibles (Lev, 2001).
Stewart (1997), menyatakan bahwa intellectual capital adalah
material intelektual berupa pengetahuan, keterampilan, perilaku
kerja, informasi, hak intelektual, dan pengalaman yang digunakan
untuk menciptakan kekayaan. Sehingga Intellectual capital
menekankan pada kombinasi antara intelektualitas dan modal untuk
menunjukkan pentingnya pengetahuan (Serenko dan Bontis, 2013)
Edi Jusriadi, (2017) intellectual capital sinonim
dengan istilah kompetensi (Spencer and Spencer ).
Sutrisno (2011:203), mengatakan bahwa
kompetensi merupakan kemampuan yang
dilandasi oleh Knowledge and Skill yang
didukung oleh perilaku kerja serta penerapanya
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di
tempat kerja yang mengacu pada persyaratan
kerja yang ditetapkan. Lebih lanjut Spencer and
Spencer : bahwa kompetensi bukan hanya
knowledge and skill, melainkan juga
menunjukkan karakteristik seseorang dalam
bekerja (sumber Motivasi).
Motives
Knowledge
Kompetensi
& Traits
Individu
SKill
self-
Kinerja = Kompetensi + concept
Motivasi
(KSAs)
knowledge, skills dan abilities
Motif (motives), yaitu sesuatu yang secara
konsisten dipikirkan yang menyebabkan
tindakan. Contoh apa motif bpk/ibu kuliah?
Watak/sifat (traits), yaitu karakteristik fisik
dan respon yang konsisten terhadap situasi
dan informasi.
konsep diri (self-concept), yaitu sikap, nilai-
nilai atau citra diri seseorang. Percaya diri
merupakan kenyakinan orang bahwa mereka
dapat efektif dalam setiap situasi.
Pengetahuan dan keterampilan adalah
kemampuan individu dlm melaksanakan
tugas
Kompetensi dalam bentuk pengetahuan dan
keterampilan, cenderung lebih nyata (visible) dan
relatif berada dipermukaan (surface) sebagai
salah satu karakteristik yang dimiliki manusia
yang relatif lebih mudah untuk dikembangkan
melalui pendidikan dan pelatihan yang biasa
diistilahkan dengan hard competencies.
sedangkan kompetensi dalam bentuk
motif,watak dan konsep diri cenderung lebih
tersembunyi (hidden) dalam (deeper) dan berada
pada titik sentral (central) kepribadiaan
seseorang sehingga cukup sulit untuk dinilai dan
dikembangkan yang biasa diistilakan soft
competencies.
Teori Medan Kurt Lewin (Hall, 2000: 275). Teori
medan itu sendiri berangkat dari teori psikologi
Gestalt yang dipelopori tiga psikolog Jerman,
yakni Max Wertheimer, Kohler, dan Kofka, di
mana dalam teori mereka disebutkan bahwa
kemampuan seseorang ditentukan oleh medan
psikofisis yang terorganisasi yang hampir sama
dengan medan gravitasi (Hall, 2000: 275-276).
Kurt Lewin mengembangkan teori ini dengan
memosisikan seseorang akan memperoleh
kompetensi karena medan gravitasi di sekitarnya
yang turut membentuk potensi seseorang secara
individu. Artinya, kompetensi individu
dipengaruhi dan dibentuk oleh lingkungannya
sbg sumber belajar (pembelajaran Andragogy)
Teori konvergensi yang dipelopori oleh William
Stern. Menurut teori ini, perkembangan pribadi
dan kompetensi seseorang merupakan hasil dari
proses kerja sama antara heriditas (pembawaan)
dan environment (lingkungan). Tiap individu
merupakan perpaduan atau konvergensi dari
faktor internal (potensi-potensi dalam diri)
dengan faktor eksternal (lingkungan termasuk
pendidikan) (Uno, 2004: 156). Bagaimanapun
baiknya hereditas, apabila lingkungan tidak
menunjang dan mengembangkannya maka
hereditas yang sudah baik akan menjadi laten
(tetap tidur). Begitu juga sebaliknya, hereditas
yang kurang baik pun, bila lingkungan
memungkinkan dan menunjang maka
kompetensi ideal akan tercapai.
Teori sistem Boulding (1956) dan Bertalanffy
(1962) menjelaskan bahwa untuk
menghasilkan SDM yg kompoten maka perlu
diawali dengan proses input dan
pengembangan yang baik pula sehingga
dapat memberikan benefit (Outcome) yang
memiliki added value baik kpd organisasi dan
individu.
2. Upaya Pengembangan intellectual capital/kompetensi the Human Capital SDM)
The Intangible Perspective Theory, (Andriessen, 2004) dan
Swanson and Holton III, (2009:18) pelatihan & Pengembangan : pembelajaran
Human Capital
Intellectual Capital
IQ
Key Word Konsep HRD dalam konteks Kinerja bahwa untuk dpt
meningkatkan kinerja maka perlu integrasi antara hard competence & soft
competence dengan dukungan motivasi kerja & lingkungan kerja
(Edi Jusriadi, 2017)
Kompetensi intelektual atau biasa disebut kecerdasan
intelektual merupakan bagian dari kecerdasan manusia
yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli
Psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20, kemudian
Lewis Ternman dari University Stanford berusaha
membakukan test IQ tersebut yang kemudian dikenal
sebagai test Stanford-Binet. Kecerdasan intelektual pada
awal abad ke-20 sampai menjelang akhir abad ke-20
dianggap sebagai determinan kecerdasan tunggal dari
setiap individu yang bertautan dengan aspek kognitif yang
kemudian di formalkan dalam bentuk pendidikan formal
atau pendidikan bergelar.
Sehingga perusahaan-perusahaan Internasional, Nasional
bahkan Lokal menjadikan kecerdasan intelektual sebagai
ukuran kesuksesan individu dalam bekerja.
Carruso, (1999) dalam penelitiannya menemukan
bahwa pada kenyataannya kemampuan
intelektual yang diukur dengan tingkat
kecerdasan intelektual masih merupakan hal
yang penting dalam kesuksesan kerja.
Riggio, (2000:43), yang mengatakan bahwa
kecerdasan saja tidak terlalu memadai, karena
kecerdasan hanya suatu alat. Demikian pula
pendapat Mudali (2002:3), mengatakan bahwa
untuk menjadi pintar tidak hanya dinyatakan
memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi,
tetapi untuk menjadi sungguh-sungguh pintar
seseorang haruslah memiliki kecerdasan
emosional dan kecerdasan spritual yang
memadai.
Perdebatan terkait kecerdasan yang dibutuhkan individu agar
dapat sukses dalam karier dan pekerjaan kemudian dijawab
Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul “Emotional
Intelligence : Why It Can Matter More Than IQ” pada tahun 1995.
Daniel Goleman menyatakan bahwa setiap manusia memiliki dua
potensi pikiran, yaitu: pikiran rasional dan pikiran emosional,
dimana pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual,
sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh kecerdasan emosi,
sehingga kedua kecerdasan ini harus menjadi determinan bagi
prestasi yang dicapai individu. Istilah kecerdasan emosional
pertama kali dipopulerkan Peter Salovery dari Harvard University
and John Mayer dari University of New Hampsire pada tahun
1990.
Goleman (1995), yang menemukan bahwa kesuksesan hidup
seseorang hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan intelektual,
sedangkan 80% lainnya ditentukan oleh faktor lain diantaranya
adalah kecerdasan emosional. Demikian pula penelitian yang
dilakukan oleh Kamidin (2010), menemukan bahwa keterampilan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja
Mudali, (2002); Zohar & Marshall, (2000),
mengatakan bahwa kunci untuk mencapai
karier dan kesuksesan dalam bekerja adalah
ketika terintegrasinya tiga kecerdasan pada
diri individu, yaitu: 1) kecerdasan intelektual,
2) kecerdasan emosional dan 3) kecerdasan
spritual.
Pengembangan (development) diartikan sebagai
penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab
yang berbeda atau lebih tinggi di dalam organisasi
Kognitif
Psikomotor
Afektif
Biaya sendiri
Beasiswa
atau sponsor
Pengembagan sumber daya manusia melalui pendidikan formal
bukan hanya dilakukan oleh negara-negara berkembang tetapi
negara-negara maju pun melakukan itu. Sebagai contoh:
Di Amerika Serikat ada suatu Asosiasi Jasa Asuransi yang
melayani para anggota militer AS dan keluarganya, Asosiasi ini
mengeluarkan dana sebesar 2,6 juta dolar AS setiap tahun untuk
investasi pendidikan karyawannya. Ternyata Deputi CEO Asosiasi
Jasa Asuransi ini memiliki pemahaman bahwa apabila
perusahaan loyal atau memperhatikan karyawannya maka
karyawan akan menggunakan segala kemampuanya untuk
memberikan pelayanan terbaik untuk pelanggan (Lovelock dan
Wright, 2006).
Hal serupa dilakukan oleh perusahaan mobil Toyota Jepang, para
pemimpin Toyota yakin bahwa hal yang dapat menciptakan
keunggulan kompetitif berkelanjutan hanyalah orang-orang
yang luar biasa yang mereka kembangkan. Sehingga dalam
lingkungan Toyota sering kita mendengar pernyataan bahwa
“kami tidak hanya membangun mobil tetapi juga
memgembangkan SDM”, (Liker dan Meier, 2008).
PELATIHAN
1. Pengertian Pelatihan
Pelatihan adalah suatu proses untuk meningkatkan keterampilan dan
perilaku individu agar dapat melakukan pekerjaan secara efektif dan
efisen (Kaswan, 2015:35).
Simanjuntak (2005), mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari
investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan
dan keterampilan kerja.
Model dan pola pelatihan hrs didasarkan pada visi, misi, tujuan,
strategi dan program organisasi sesuai kebutuhan organisasi, tugas,
dan Individu
2. TUJUAN PELATIHAN
c. Motivasi.
Karyawan
1. Tahap training needs Assesment (TNA) :
Tahap penilaian ini bermanfaat sebagai Road Map atau sumber informasi dan data yang dpt
digunakan bagian Human Resource Development (HRD) dalam menentukan jenis pelatihan,
materi, metode, peserta dan instruktur (Stoner, 2005).
Menurut Monday (2008), Ishak, Arep (2003:116) dan Siagian (2004:183), menyatakan bahwa
kebutuhan pelatihan dapat diklasifikasi dalam 3 (tiga) level/tingkatan analisis, yaitu:
a. Analisis level Organisasi
Kebutuhan pelatihan tingkat organisasi berkaitan dengan pelatihan standar seperti adanya
peraturan, kebijakan, dan program baru yang perlu diketahui karyawan. Untuk mengetahui
kuantitas & kualitas SDM dlm suatu organisasi shg dpt dibuat klasifikasi database SDM yg
memerlukan terapi diklat. Sistem penjaringan informasi dpt dilakukan melalui angket,
wawancara atau observasi.
b. Analisis level pekerjaan/jabatan
Kebutuhan Pelatihan tingkat jabatan dilakukan untuk meningkatkan kompetensi karyawan
yang dibutuhkan untuk jabatan tertentu. Analisis pekerjaan berkaitan info jenis pelatihan dan
kompetensi apa yang dibutuhkan untuk setiap jabatan/pekerjaan tertentu. Sistem penjaringan
informasi dpt dilakukan melalui tes2 personil, wawancara, rekomendasi dan evaluasi teman
sejawat.
c. Analisis level individu
Pelatihan tingkat individu merupakan model identifikasi Training Needs Assesment (TNA) yang
didasarkan pada uraian pekerjaan, analisis tugas, dan staff appraisal masing-masing pegawai
Analisis individu berkaitan siapa yang membutuhkan pelatihan dan jenis pelatihan apa yg
bersifat mendesak/insidental dibutuhkan. Sistem penjaringan informasi dpt dilakukan melalui
achievement tes, observasi, wawancara.
Analisis kebutuhan adalah penentuan kebutuhan
pelatihan dan pengembangan yang akan
dilakukan. Kegiatan ini sangat rumit dan sulit,
karena perlu mendiagnosis kompetensi
organisasi saat ini dan kompetensi yang
dibutuhkan sesuai dengan perubahan
lingkungan dan masa yang akan datang.
Analisis kebutuhan dilakukan melalui langkah-
langkah :
a. Analisis kebutuhan organisasi.
b. Analisis kebutuhan tugas.
c. Analisis kebutuhan pegawai.
Analisis kebutuhan organisasi yaitu
mengidentifikasi strategi organisasi,
lingkungan organisasi pada saat ini dan masa
yang akan datang untuk mencapai tujuan.
Tantangan lingkungan menghendaki kompetensi
pegawai, ditandai dengan :
a. Lingkungan persaingan yang semakin ketat
sebagai akibat globalisasi.
b. Kecendeungan peningkatan outsourcing.
c. Perubahan-perubahan teknologi.
d. Keanekaragaman pegawai.
Kompetensi dan perilaku sumber daya manusia agar
dapat bersaing, harus memiliki :
1. Inisiatif, mampu bekerja sama.
2. Kemampuan bekerja dalam kelompok.
3. Kemampuan evaluasi kinerja.
4. Kemampuan berkomunikasi dan mendengarkan.
5. Kemampuan menganalisis masalah.
6. Kemampuan mengambil keputusan.
7. Kemampuan mendapatkan dan memahami
informasi.
8. Kemampuan untuk melakukan rencana.
9. Kemampuan multikultural
Analisis tugas yaitu menganalisis tugas-tugas
yang harus dilakukan dalam setiap jabatan,
yang dapat dipelajari dari perilaku peran
tersebut, dan informasi analisis jabatan yaitu
uraian tugas, persyaratan tugas dan standar
unjuk kerja yang terhimpun dalam informasi
sumber daya manusia organisasi.
Analisis kebutuhan pegawai adalah
menganalisis mengenai apakah ada pegawai
yang kurang dalam kesiapan tugas-tugas
atau kurangnya kemampuan, keterampilan
dan pengetahuan yang dapat diketahui dari
penilaian kinerja, observasi ke lapangan,
kuesioner.
Pendekatan Training Needs Assesment (TNA):
a. Pendekatan TNA makro, diterapkan pada
tingkat organisasi, artinya informasi sistem
program pelatihan bersifat by design dan
bersifat Top Down. Sehingga program pelatihan
lebih bersifat apa yang di inginkan organisasi.
b. Pendekatan TNA mikro, diterapkan pada tingkat
jabatan dan individu. Artinya bahwa informasi
sistem program pelatihan bersifat natural dan
bersifat Bottom Up. Sehingga program
pelatihan lebih bersifat apa yang di butuhkn
karyawn.
Proses TNA
Setiap organisasi atau perusahaan pada saat melaksanakan pelatihan akan
dihadapkan pada pertanyaan – pertanyaan sebagai berikut :
1. Pelatihan apa yang
dibutuhkan?
5. Bagaimana cara
2. Siapa yang harus
mengetahui
dilatih?
efektivitas pelatihan?