Anda di halaman 1dari 56

SEMINAR KASUS

 Ni Wayan Gari S. (1904074)


 Paskalis Surianto (1904077)
 Priska Anggelina F. (1904078)
 Rani Chrisna Dewi (1904080)
 Viky Septiani (1904094)
BAB I
 LATAR BELAKANG
 Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit dan jaringan lainnya akibat
adanyapenimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda
penting dari penyakit hati atau kelainan fungsi hati. Saluran empedu dan
penyakit darah disebut hiperbilirubin apabiladidapatkan kadar bilirubin
dalam serum >13mg/dl (Dwienda, 2014)
 Kejadian ikterus neonatorum menjadi penyebab palin banyak terjadi pada
kelahiran neonatal. 30%-50% bayi baru lahir mengalami ikterus
neonatorum. Ikterus neonatorum terjadi 3-5 hari setelah kelahiran. Ikterus
pada bayi saat lahir terjadi 25%-50% neonatus yang sudah cukup bulan dan
sangat meninggi lagi untuk neonatus belum cukup bulan ( Vivian, 2010)
 Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati
bilirubin (kern ikterik). Enselopati bilirubin adalah komplikasi ikterus
neonatorum yang palin berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi,
juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi,
paralisis dan displasia dental yang sangat berpengaruh terhadap kualitas
hidup (Fraser, 2009)
Tujuan

1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan kepada bayi dengan ikterus neonatorum.

2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu:
a. Melakukan pengkajian data subyektif dan obyektif
b. Melakukan Analisa data untuk menentukan diagnosis aktual dan diagnosis
potensial pada bayi dengan ikterus neonatorum
c. Membuat rencana asuhan keperawatan pada bayi dengan ikterus neonatorum
d. Melakukan intervensi keperawatan pada bayi dengan ikterus neonatorum
e. Melakukan evaluasi terhadap intervensi keperawatan pada bayi dengan ikterus
neonatorum
f. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan pada bayi dengan ikterus
neonatorum
BAB II
Pengertian

Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang


ditandai dengan pewarnaan icterus pada kulit dan sclera
akibat akumulasi bilirubin yang berlebihan. Icterus secara
klinis akan mulai Nampak pada bayi baru lahir bila kadar
bilirubin darah 5-7 mg/dl (Kosim, 2012).

Ikterus neonatorum adalah warna kuning yang sering


terdapat pada bayi baru lahir dalam batas normal pada hari
kedua sampai hari ketiga dan menghilang pada hari
kesepuluh (Grace & Borley, 2011).
Etiologi

Menurut Marmi dan Rahardjo (2012), etiologi icterus pada bayi baru lahir
disebabkan oleh bebrapa faktor :
a. Produksi yang berlebihan
b. Golongan darah ibu- bayi tidak sesuai, enzim G6PD.
c. Gangguan konjungasi hepar
d. Enzim glukoronil tranferasi belum adekuat (premature)
e. Gangguan transportasi
f. Albumin rendah, ikatan kompetitif dengan albumin.
g. Gangguan ekresi
h. Obstruksi saluran empedu, obstruksi usus, obstruksi pre epatic
Anatomi Fisiologi

1. Anatomi Darah

a. Eritrosit (sel darah merah)


Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh untuk
dikeluarkan dari paru-paru. Eritrosit dibuat dalam sumsum tulang, limpa,
dan hati, yang kemudian beredar ke seluruh tubuh selama 14-15 hari,
setelah itu akan mati. Eritrosit mengandung suatu zat yang disebut
hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein yang terdapat pada sel
darah merah, berfungsi sebagai pengangkut O2 dari paru-paru dan dalam
peredran darah untuk dibawa ke jarigan dan membawa karbondioksida

b. Leukosit (sel darah putih)


Sel darah yang bentuknya beruah-ubah dan dapat dibedakan berdasarkan
inti sel. Leukosit berfungsi membunuh kuman dan memakan bibit
penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES (retikulo
endoel sistem
c. Plasma darah
Terdiri dari :
1) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah
2) Garam mineral (kalsium, kalium, natrium, dll yang berguna
dalam metabolisme)
3) Protein darah (albumin dan globulin meningkatkan viskositas
darah dan jufa menimbulkan tekanan osmotik untuk
memelihara keseimbangan cairan tubuh
4) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral dan vitamin)
5) Hormon (suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh)

2. Fisiologi darah
a. Sebagai alat pengangkut yaitu O2, Co2 dan zat makanan
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh (Sodikin, 2016)
3. Mekanisme Bilirubin

Metabolisme bilirubin ada 3 bagian :


a. Pra Hepatik
Akibat penghancuran eritrosit oleh sel retikuloendatelial (limpa, hati dan
sumsum tulang). Dari proses penghancuran eritrosit mengakibatkan
hemoglobin dipecah menjadi Hem dan Globin. Proses pertama dari
katabolisme hem dilakukan oleh kompleks enzim hem oksigenase. Hem
oksigenase diiduksi oleh substrat. Dengan penambahan oksigen terbentuk
karbon moksida dan bileverdin.

b. Intra Hepatik
1) Metabolisme Bilirubin di Hati
Terbagi 3 bagian :
Pengambilan (uptake) bilirubin oleh sel hati
Bilirubin hanya sedikit larut didalam plasma dan terikat dengan protein,
terutama albumin. Didalam hati, billirubin dilepaskan dari albumin dan
diambil pada permukaan sinusoid (pembuluh darah) dari hati melalui
suatu sistem transpor berfasilitas (carrier mediated saturable system).
b) Konjugasi bilirubin
Billirubin menjadi bentuk yang lebih polar sehingga mudah diekskresi
kedalam empedu dengan penambahan 2 molekul asam glukoronat. Proses ini
dikatalisis oleh ensim diglukoronil tranferase dan menghasilkan bilirubin
diglukoronida.

c) Sekresi bilirubin kedalam empedu


Billirubin yang sudah terkonjugasi akan disekresi kedalam empedu melalui
mekanisme pengangkutan yang aktif dan mungkin bertindak sebagai rate
limiting enzyme metabolisme billirubin. Sekresi billirubin dapat diinduksi
dengan obat-obatan yang dapat menginduksi konjugasi billirubin.
2) Metabolisme Billirubin di Usus

Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar billirubin terkonjugasi akan
dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-glukoronidase)dengan
bantuan flora usus billirubin selanjutnya diruba menjadi uribilinogen tidak berwarna,
sebagian kecil diabsorpsi dan dieksresikan kembali lewat hati. Bakteri usus
mereduksi billirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa yang disebut
strekobilin atau urobilnogen. Zat ini menyebabkan feses berwarna coklat sedangkan
sejumlah kecil diekskresi dalam urine.
PATHWAY
Klasifikasi

1. Ikterus Fisiologi
Ikteruas fisiologis adalah suatu proses normal yang terlihat pada sekitar 40-
50% bayi aterm/cukup bulan dan sampai dengan 80% bayi premature dalam
minggu pertama kehidupan.
Icterus fisiologis adalah perubahan transisional yang memicu pembentukan
bilirubin secara berlebihan di dalam darah yang menyebabkan bayi berwarna
icterus atau kuning (Kosim, 2012).
Menurt Ridha (2014) icterus fisiologis memiliki tanda-tanda, antara lain:
a. Warna kuning akan timbul pada hari kedua atau ketiga setelah bayi lahir dan
tampak jelas pada hari kelima sampai keenam dan menghilang pada hari
kesepuluh.
b. Kadar bilirubin indrek > 10 ,g/dl pada neonates < bulan dan 12,5 mg/dl paa
neonates cukup bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak > dari 5 mg/dl / hari
d. Kadar bilirubin direk > dari 1 mg/dl
e. Tidak memiliki hubungan dengan keadaan patologis yang berpotensi
menjadi kern icterus(ensefalopati biliarisadalah suatu kerusakan otak akibat
pelengketan bilirubin indirek pada otak)
2. Icterus patologis

Icterus patologis adalah icterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
billirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hoperbillirubinemia (Saifuddin,
2009).
Menurut Kosim (2012) icterus patologis tidak mudah dibedakan dari icterus
fisiologis. Icterus patologis memiliki tanda-tanda, antara lain :
a. Icterus terjadi seblum umur 24 jam
b. Setiap peninhkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
c. Kosentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg/dl pada neonates kurang bulan dan
12,5 mg/dl pada neonates cukup bulan
d. Peningkatan bilirubin total serum >0,5 mg/dl/jam
e. Adanya tandda-tanda penyakit yang mendasari pada berat yang cepat, apne,
takikardi atau suhu yang tak stabil
f. Icterus bertahan seyelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setalah 14 hari
pada bayi kurang bulan
g. Ikterus yang disertai keadaan antara lain : BBLR, masa gestasi kurang daro
36 minggu, asfiksia, infeksi dan hipoglikoma
Tanda dan gejala icterus

1. Tanda
a. Latargi
b. Kejang
c. Tidak mau menghisap
d. Pembesaran hati
e. Tampak icterus : sclera, kuku, kulit dan membrane mukosa
f. Muntah, anorreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap
2. Gejala
a. Gejala akut
Gejala yang dianggap sebagai fase pertama kern icterus pada neonates
adalah latergi, tidak mau minum dan hipotoni.
a. Gejala kronik
Tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa
paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran, paralysis
sebagian otot mata dan dysplasia dentalis).
Penilaian

Penilaian icterus secara klinis denan menggunakan rumus KRAMER (Sri Agung
Lestari, 2009):

Luas Ikterus Kadar


Billirubin (mg%)
Kepala dan leher 5

Daerah 1 dan bagian atas 9

Daerah 1,2 bagian bawah serta 11


tungkai
Daerah 1,2,3 lengkap kaki bawah 12
lutut
Daerah 1,2,3,4 dan kaki serta 16
tangan
Pemeriksaan Penunjang

1. Tes Coomb pada talis pusat bayi lahir. Hasil positif tes Coomb indirek
menandakan adanya antibody Rh-positif, anti-A atau anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan adanya sentisasi (Rh-positif, anti-
A, anti-B) sel darah merah dari neonates.
2. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas AB)
3. Bilirubin total : kadar direk (terkonjungasi) nermakna jika melebihi 1,0-1,5
mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak
terkonjugasi) tidak boleh melebihi pengkatan 5 mg/dl dalam 24 jam.
Komplikasi

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat


perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum,
thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar
ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tiak jelas, dapat berupa mata berputar,
letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher
kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus,
kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada
nada tinggi, gangguan bicara, dan retardasi mental (Asuhan Neonatal, Bayi, &
Balita, 2011).
Pelaksanaan

1. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital


2. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya pemberian albumin untuk peningkatan bilirubin.
3. Melakukan dekompensasi bilirubin dengan fototerapi
Terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10
mg%. terapi sinar menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu
senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol
yang mudah larut dalam air dan dikeluarkan melalui urin, tinja.
Sehingga kadar bilirubin menurun. Selain itu pada terapi sinar
ditemukan peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan
empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan
empedu kedalam usus sehingga peristaltic usus meningkat dan bilirubin
akan keluar bersama feses.
BAB III
PENGELOLAAN KASUS
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
IDENTITAS
A. Pasien
Nama : By. Ny. A
Tempat/tgl lahir (umur) : Yogyakarta, 25 Nov 2019 (7 hari)
Agama : Islam
Nama bapak/ibu : Ny. A
Pendidikan bapak/ibu : SMA
Pekerjaan bapak/ibu : IRT
Alamat : Sleman
No. RM : 0208XXXX
Diagnosis medis : Ikterik Neonaturum
Tgl masuk RS : 25 Nov 2019
B. Keluhan Pasien
1. Keluhan utama saat dikaji
Ny. A mengatakan setelah lahir bayi tampak kuning.
2. Keluhan tambahan saat dikaji
Tidak ada keluhan tambahan.
3. Alasan utama masuk rumah sakit
Ny. A mengatakan melahirkan secara section cecaria di RS.S
pukul 08.00 karena letak bayi lintang. Ny. A mengatakan
kehamilan ini karena kegagalan KB yang digunakan yaitu
IUD. Saat lahir bayi mengalami asfiksia lalu dirujuk ke
IGD RS Bethesda. Saat dikaji bayi bayi sudah tidak
asifiksia, tidak terpasang CPAP, nasal kanul (-),
namun bayi tampak kuning.
4. Riwayat penyakit sekarang
Tanggal 25 November Ny. Membawa anaknya ke RS untuk diperiksa.
Saat setelah diperiksa, bilirubin 18, kemudian dokter
menyarankan untuk di opname di ruang PICU/NICU untuk
dilakukan foto terapi. Kemudian anak Ny. A dibawa ke
ruangan NICU untuk dirawat.
C. Riwayat Kelahiran
1. Antenatal
Tidak terdapat kelainan selama hamil

Ket:
: Kali-laki
: Perempuan
: Tinggal serumah
: Pasien
2. Intranatal
Umur kehamilan 37 + 2 minggu
Letak sungsang
Ketuban jernih
3. Post natal
BBL : 1730 gram
PB : 47 Cm
D. Kondisi Saat Ini
1. Nutrisi
Saat dikaji, pasien memperoleh ASI melalui OGT
2. Cairan
Pasien terpasang infus dan Syring pump
3. Aktivitas
By. Ny. A tidak menangis, pergerakan tangan dan kaki bebas, pasien tampak tenang
4. Kebersihan
By. Ny. A bersih
E. Pemeriksaan Fisik
1. Antropometri
Berat badan: 2.730 gram
Interpretasi : menurut Z-score BB/TB pada By. A (2,30-3,30) dikategorikan normal (-
2SD s/d <2SD)
Panjang badan : 47 Cm
Interpretasikan : menurut Z-score PB/U pada By. A (46,10-53,69) dikategorikan normal (-2
SD s/d <2SD)
Lingkar kepala : 31 Cm
Lingkar dada : 31 Cm
Lingkar lengan atas: 10 Cm
2. Tanda-tanda Vital
Heart rate : 155 X/menit
Respirasi rate : 44 X/menit
Tekanan darah :-
3. Urutan pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bentuk : normo cepal
Sutura : tepat
Fontanel anterior : besar
Kelainan bawaan : tidak ada
b. Mata
Konjungtiva : merah muda
Bentuk : simetris antara kanan dan kiri
Sklera : putih
Pulil : simetris antara kanan dan kiri
Stabismus: tidak ada
c. Telinga
Bersih, simetris antara telinga kanan dan kiri
d. Hidung
Septum ditengah, kondisi hidung bersih
e. Mulut
Lembab, refleks menghisap kuat, refleks menelan kuat
f. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
g. Dada
Simetris kanan dan kiri, tidak terdapat kelainan bentuk
h. Perut
Bentuk : tidak terjadi distensi
Tali pusat : sudah lepas
i. Anus
paten
j. Ekstremitas
Atas : tangan kanan dan kiri sama panjang, tidak terdapat
polidaktili, tidak ada oedema, tidak terdapat sianosis, pergerakan
bebas
Bawah : kaki kanan dan kiri sama panjang, tidak terdapat sianosis,
pergerakan kuat, kaki terpasang infus
k. Sistem pernapasan
Usaha napas : tidak dengan bantuan, RR= 44X/menit
Tipe ternapasan : dada
Inspeksi : retraksi dinding dada
Palpasi : simetris
Perkusi :-
Auskultasi :
l. Sistem kardiovaskuler
Bunyi jantung :
Nadi : 155 X/menit
Suhu : 37,3 0C, akral hangat
m. Sistem neurologis
Kesadaran : composmentis, bergerak bebas
Refleks : sucking (positif), kuat
Kejang : tidak ada
Pergerakan : kaki dan tangan bergerak bebas
n. Sistem gastrointestinal
Pasien sudah bisa BAB, konsistensi lembek
o. Sistem perkemihan
Frekuensi BAK tidak terkaji (pasien terpasang popok)
p. Sistem integumen
Warna : kekuningan
Turgor : elastis
Lesi/luka : tidak terdapat lesi
q. Nutrisi
BBL : 2730 gram
Intake enteral : ASI diberikan setiap 2 jam atau ketika
anak lapar
r. Psikososial
Respon orang tua baik, Ny. A selalu mengunjungi bayinya
ketika jam besuk dan memberikan ASI
s. Orientasi
Orang tua sudah mendapatkan edukasi dari dokter dan
perawat terkait kondisi banyinya
Orang tua sudah mengatahui jam kunjung
F. Data Penunjang
1. Laboratorium
Bilirubin 18
2. Radiologi
-
G. Rencana Pemulangan
Berikan ASI eksklusif selama enam bulan
H. Program Terapi
1. Bactesyn 2 X 140 mg
2. Sibital 2 X 2,5 mg
3. Gentamicin 1 X 15 mg
Analisa obat
No Nama obat indikasi Kontra indikasi Efek samping Implikasi keperawatan
1 Bactesyn Antibiotik Penggunaan antibiotik Kemerahan, diare Memantau adanya
bactesyn harus dan ruam pada kulit kemerahan pada kulit,
dihindari pada pasien memantau ada diare dan
dengan riwayat alergi ruam
pada bactesyn
(sultamicillin) dan
antibiotika
penisillinum lainnya
2 Sibital Antikonculsan (anti Tidak boleh diberikan Kelemahan, vertigo, Memantau pasien
kejang) pada penderita ngantuk, gelisah, mengalami vertigo, gelisah
penyakit hati dan alergi pada kulit dan alergi pada kulit
ginjal; psikoneurotik;
hipoksia
3 Gentamicin Antibiotik Tidak boleh diberikan Mual muntah, sakit Mematau klien jika terjadi
pada pasien dengan perut, tidak nafsu muntah, sakit perut dan
riwayat makan tidak nafsu makan
hipersensitivitas
terhadap gentamicin
Analisa Data

N
Data Masalah Penyebab
o
DS :-
DO : Usia kurang dari 7
1. Ikterik neonatus
-By. Ny. A tampak kuning hari
- bilirubin : 18 mg/dL
DS :-
DO :
- suhu incubator : 310C
Resiko cedera fototerapi
. - bilirubin : 18 mg/dL
-pasien mendapatkan fototerapi selama
12 jam

DS :-
DO :
- suhu : 37,30C Ketidakadekuatan
-terpasang OGT 6 Fr Resiko infeksi pertahanan tubuh sekunder
.
- terpasang infus dikaki kanan (imunosupresi)
- bilirubin : 18 mg/dL
Daftar Diagnosa Keperawatan

N Daftar Diagnosa Tan


o da Tangan
Ikterik neonatus berhubungan dengan usia kurang dari 7 hari ditandai dengan
. DS :-
DO :
-By. Ny. A tampak kuning
- bilirubin : 18 mg/dL
Resiko cedera dengan faktor resiko fisioterapi ditandai dengan
. DS :-
DO :
- suhu inkubator : 31,00C
- bilirubin : 18 mg/dL
Resiko infeksi dengan faktor resiko Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
. (imunosupresi), ditandai dengan :
DS:
DO:
- suhu : 37,30C
-terpasang OGT
- terpasang infus dikaki kanan
- bilirubin : 18 mg/dL
Rencana Keperawatan

Rencana Keperawatan

Diagnosa Rasional
Tujuan dan Intervensi
kriteria Hasil
Ikterik neonatus Setelah 1. Monitor tanda ikterik 1. Hiperbilirubinemia (indirect) yang tak
berhubungan dengan dilakukan tindakan pada sklera dan kulit. terkonjugasi terjadi sebagai hasil dari
usia kurang dari 7 hari keperawatan selama 2. Berikan ASI sesering pembentukan bilirubin yang berlebihan
3x24 jam diharapkan mungkin. karena hati neonatus belum dapat
masalah ikterik dapat 3. Anjurkan ibu menyusi membersihkan bilirubin cukup cepat dalam
berkurang dengan bayi setiap 2 jam darah, bilirubin yang larut dalam lemak bila
kriteria hasil : 4. Kolaborasikan menembus sawar darah otak akan terikat oleh
1. Pigmentasi abnormal pemberian fototerapi sel otak yang terdiri terutama dari lemak. Sel
menurun. otak dapat menjadi rusak, bayi kejang,
2. Elastisitas kulit membaik menderita kenikterus, bahkan menyebabkan
kematian.
2. Protein pada susu akan melapisi mukosa usus
dan menurunkan penyerapan kembali
bilirubin yang tak terkonjugas.
3. mencegah bayi kelaparan.
4. Agar fototerapi efektif, kulit bayi harus
terpajan penuh terhadap sumber cahaya
dengan jumlah yang adekuat atau dapat
menempatkan bayi langsung di bawah sinar
dan kulit bayi yang terpejan sinar.
Resiko Setelah 1. Monitor 1. Perubahan tanda vital sign dan
cedera dengan dilakukan temperatur. peningkatan temperatur
faktor resiko tindakan 2. Lindungi mata mengindikasikan bayi mengalami
fisioterapi, keperawatan bayi dengan hipertermi
ditandai dengan selama 3x24 jam penutup mata 2. Pelindung mata dapat melindungi bayi
DS :- diharapkan resiko khusus dari resiko kerusakan retina mata
DO : cedera tidak 3. Letakkan bayi 3. Agar fototerapi efektif, kulit bayi
- suhu terjadi dengan telanjang dibawah harus terpajan penuh terhadap
incubator : kriteria hasil : lampu dengan sumber cahaya dengan jumlah yang
31,00C 1. Klien terbebas dari perlindungan mata adekuat atau dapat menempatkan bayi
- bilirubin resiko cedera dan kemaluan langsung di bawah sinar dan kulit bayi
: 18mg/dL 4. Pastikan intake yang terpajan lebih luas
cairan adekuat 4. Intake cairan yang adekuat
dibutuhkan bayi dalam memenuhi
kebutuhaan nutrisinya dan mencegah
terjadinya dehidrasi pada bayi
Resiko setelah 1. monitor 1. tanda-tanda vitak untuk melihat
infeksi dengan dilakukan asuhan Tanda-Tanda vital tingkat fungsi fisik .
faktor resiko keperawatan 2. cuci tangan 2. meminimalkan terjadinya
Ketidakadekuatan selama 3X24 jam, sebelum dan sesudah penularan penyakit melalui tangan.
pertahanan tubuh diharapkan tidak dengan kontak 3. pemberian ASI dapat
sekunder terjadi resiko dengan pasien dan meningkatkan asupan nutrisi bayi.
(imunosupresi), infeksi dengan lingkungan pasien Protein pada susu akan melapisi mukosa
ditandai dengan kriteria hasil : 3. anjurkan ibu usus dan menurunkan penyerapan
suhu : 1. elastisitas untuk pemberian ASI kembali bilirubin yang tak terkonjugas.
37,30C meningkat 4. kolaborasi 4. bekerja membunuh bakteri
-terpasang OGT 2. suhu dengan dokter menginhibisi sistesis dinding sel bakteri.
- terpasang infus kulit membaik pemberian antibiotik
dikaki kanan 3.kerusak
- bilirubin : jaringan menurun
18 mg/dL 4.
kerusakan lapisan
kulit menurun
Catatan Perkembangan
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Dalam pengelolaan kasus kelompok yang telah dilaksanakan pada tanggal 2 –
3 Desember 2019 di ruang PICU NICU Rumah Sakit Bethesda Yakkum
Yogyakarta, kami mendapat kasus klien dengan ikterik neonatorum. Cara
mendapatkan data pada klien By. Ny. A dengan metode wawancara dengan
keluarga klien, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Data yang
kami dapat berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan selama 2 hari pada
By. Ny. A yaitu:
1. By. Ny. A tampak berwarna kuning, kadar bilirubin : 18 mg/dL. Terjadinya
ikterik pada bayi disebabkan oleh adanya penimbunan bilirubin dalam
tubuh bayi, hiperbilirubinemia yang tak terkonjugasi terjadi sebagai hasil
dari pembentukan bilirubin yang berlebihan karena hati neonatus belum
dapat membersihkan bilirubin cukup cepat dalam darah. disebut
hiperbilirubinemia apabila didapatkan kadar bilirubin dalam serum
>13mg/dL (Dwienda, 2014)
2. Pasien menggunakan inkubator dengan suhu 31,00C, kadar bilirubin 18
mg/dL. Mekanisme ikterus melalui peningkatan produksi bilirubin karena
jumlah sel darah yang lebih tinggi, umur sel darah merah lebih singkat
sehingga pemecahan sel lebih cepat. Bayi dengan hiperbilirubin
membutuhkan fototerapi untuk menurunkan kadar bilirubin, fototerapi
mengonversi bilirubin menjadi photoisomers kuning dan produk oksidasi
tidak berwarna yang kurang lipofilik dari bilirubin sehingga tidak
memerlukan konjugasi hepar untuk ekskresi (Dewi, Kardana, Suarta,
2016). Dalam pelaksanaan fototerapi, bayi harus telanjang kecuali popok
dan mata harus ditutup untuk mengurangi resiko kerusakan retina, selain
itu efek samping dari fototerapi yaitu ruam kulit, hipertermi, dehidrasi dll
(Marmi & Rahardjo, 2016)
3. Pasien terpasang OGT no.6, terpasang infus di kaki kanan, suhu 37,30C.
Infus atau iv line merupakan salah satu cara atau bagian dari pengobatan
untuk memasukkan obat atau vitamin kedalam tubuh klien, begitu juga
pada neonatus atau bayi yang baru dilahirkan, dalam usaha mengobati atau
memulihkan kesehatannya, pada bayi juga akan dilakukan pemasangan iv
line baik infus maupun instoppen. Kondisi bayi yang masih demikian
rentan, bila dilakukan pemasangan infus yang merupakan tindakan invasif
tentunya selain dapat membantu kesembuhan juga menimbulkan efek
samping diantaranya meningkatnya resiko infeksi akibat kondisi
pertahanan tubuh yang belum optimal (Widayati, Sufyanti, Pradanie,
2019)
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah yang muncul pada klien kelolaan yaitu :
1. Ikterik neonatus berhubungan dengan usia kurang dari 7 hari ditandai dengan
DS :-
DO :
By. Ny. A tampak kuning
bilirubin : 18 mg/dL

2. Resiko cedera dengan faktor resiko fisioterapi ditandai dengan


DS :-
DO :
suhu inkubator : 31,00C
bilirubin : 18 mg/dL

3. Resiko infeksi dengan faktor resiko Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (imunosupresi),
ditandai dengan :
DS: -
DO:
suhu : 37,30C
terpasang OGT
terpasang infus dikaki kanan
bilirubin : 18 mg/dL
Masalah yang tidak muncul dalam klien kelolaan yaitu :
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek fototerapi
Alasan :
Adapun batasan karakteristik dalam menegakkan diagnosa kerusakan
integritas kulit adalah nyeri akut, gangguan integritas kulit, perdarahan,
benda asing menusuk permukaan kulit, kemerahan, hematoma (NANDA
Internasional, 2018), pada By. Ny. A sendiri tidak ditemukan data yang
sama dengan batasan karateristik tersebut
2. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan atau mencerna
Alasan :
Adapun faktor resiko dalam menegakkan diagnosa resiko defisit nutrisi
adalah ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna
makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien, peningkatan kebutuhan
metabolisme, faktor psikologis (mis ; stress) (SDKI, 2017). Sedangkan
pada By. Ny. A sendiri tidak ditemukan faktor resiko seperti yang
disebutkan tersebut
3. Resiko ketidakefektifan termoregulasi berhubungan
pemajanan panas yang lama sekunder fototerapi
Alasan :
Adapun faktor resiko dalam menegakkan diagnosa resiko
ketidakefektifan termoregulasi adalah dehidrasi, aktivitas berat,
pakaian tidak tepat untuk suhu lingkungan, peningkatan kebutuhan
oksigen, fluktuasi suhu lingkungan, inaktivitas (NANDA
Internasional, 2018). Sedangkan pada By. Ny. A sendiri tidak
ditemukan faktor resiko seperti yang disebutkan tersebut
4. Kecemasan berhubungan dengan terapi yang diberikan pada
bayi
Alasan :
Adapun beberapa batasan karakteristik dalam menegakkan diagnosa
ansietas adalah merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi, tampak gelisah, tampak tegang (SDKI, 2016). pada
orangtua By. Ny. A sendiri tidak ditemukan data yang sama dengan
batasan karateristik tersebut
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan masalah yang
sedang dialami oleh pasien. Intervensi yang dilakukan untuk
masalah yang bersifat aktual. Intervensi dilakukan berdasarkan atas
masalah yang muncul pada pasien dengan rasionalisasi tindakan
yang tepat. Dalam menyusun intervensi keperawatan atau nursing
care plan (NCP) dari masing-masing diagnosa keperawatan sesuai
dengan teori tetapi tetap dengan mempertimbangkan keadaan pasien.
Menyusun tujuan dan kriteria hasil terdiri atas 5 hal yaitu SMART
yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Spesifik: tujuan dan kriteria hasil harus spesifik dan tidak
menimbulkan arti ganda
2. Measurable: dapat di ukur terutama perilaku pasien dan data
lain
3. Achievable : dapat di capai
4. Reasonable : dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah
5. Time : terdapat batasan waktu
Pada bagian tindakan keperawatan harus terdiri dari 4 hal yaitu ONEC yang
dijelaskan sebagai berikut :
1. Observation : adalah rencana tindakan yang mengkaji atau observasi
terhadap kemajuan pasien dengan pemantauan secara langsung yang
dilakukan secara continue.
2. Nursing : bertujuan mengurangi, memperbaiki, mencegah perluasan
masalah. Berupa intervensi mandiri perawat yang bersumber pada ilmu,
kiat dan seni keperawatan
3. Education : adalah rencana tindakan yang ditetapkan bertujuan untuk
meningkatkan perawatan diri pasien dengan penekanan pada partisipasi
pasien untuk bertanggung jawab terhadap perawatan diri terutama untuk
perawatan dirumah.
4. Colaboration : konsultasi tambahan yang diperlukan baik di dalam atau
diluar bidang keperawatan. Rencana tindakan kolaboratif harus ditulis
dengan jelas supaya tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaanya.
Selain itu dalam penyusunan intervensi juga sudah disertakan dengan rasional
sebagai bukti bahwa intervensi yang direncanakan memiliki evidence based
atau pembuktian bahwa interversi disusun sesuai dengan keadaan klien dan
kebutuhan klien.
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Implementasi dilakukan berdasarkan prioritas masalah yang sudah
ditegakkan sebelumnya. Dalam proses pelaksanaannya, tidak semua
intervensi di dalam teori dapat dilakukan sehubungan dengan
keterbatasan penyusun. Implementasi dilakukan berdasarkan
perencanaan keperawatan dan selanjutnya dilakukan evaluasi atas
tindakan yang sudah dilakukan. Implementasi dilakukan selama 2
hari yang sesuai dengan rencana keperawatan. Semua intervensi
yang direncanakan sudah dilakukan dalam implementasi selama 2
hari. Klien dirawat selama 2 hari dari tanggal 2 dan 3 Desember
2019.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian masalah dapat disimpulakan bahwa ikterik
neonatus disebabkan karena tingginya nilai bilirubin dalam darah.
Bilirubin sendiri dihasilkan dari penguraian sel darah merah yang
diolah di hati dan disimpan dalam empedu. Kemudian munculah
diagnosa keperawatan utama ikterik neonatus berhubungan dengan
usia kurang dari 7 hari yang intervensinya yaitu tindakan kolaborasi
dilakukannya fototerapi pada bayi Ny. A

B. Saran
Bagi STIKES Bethesda
Dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran mengenai asuhan
keperawatan pada bayi dengan ikterik.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Ketut Surya P., Kardana., Suarta. (2016). Efektivitas fototerapi terhadap penurunan kadar bilirubin total pada hiperbilirubinemia
neonatal di RSUP Sanglah. Sari Pediatri Vol. 18, No. 2

Dwinda, O. (2014). Buku Ajar Kebidanan Neonatus, Bayi / Balita dan Anak Prasekolah untuk Para Bidan. Yogyakarta : Deepublish

Fraser, Diane M dan Cooper, Margaret. Buku Ajar Bidan Myles. Edisi 14. Jakarta: EGC. 2009

NANDA International. (2018). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. Aplikasi NANDA dan NIC-NOC: Jilid II. Yogyakarta: Media Action, 2013

Marmi, Rahardjo. (2016). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

PPNI. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, definisi dan indikator diagnostik. Jakarta : dewan
Pengurus Pusat PPNI, 2016

PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurut Pusat
PPNI, 2018

PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI, 2018

Widayati, Fitri., Sufyanti., Pradanie. (2019). Peningkatan patensi pemasangan iv line pada neonatus dengan penggunaan elastic
bandage. Pediomaternal Nursing Journal 2(2) e-journal.unair.ac.id
Yayan A. Israr. (2010). Metabolisme Billirubin pdf. Diakses tanggal 5 Desember 2019
GRAZIE

Anda mungkin juga menyukai