Anda di halaman 1dari 43

Dr Yustiani Dikot Sp.

S(K)
Department of Neurology
FK UNJANI
Pendahuluan
Myastenia gravis (MG)
 penyakit neuromuskular yang mengenai
neuromuscular junction
 defisiensi reseptor asetilkolin (AChR).
AChR ditempati atau dirusak oleh suatu
antibodi.
MIASTENIA GRAVIS

• Miastenia gravis (MG)  penyakit otoimun, disebabkan


antibodi terhadap reseptor asetilkolin pascasinaps pada
neuromuscular junction. Ditandai kelemahan otot yang
berfluktuasi.

• Insidensi miastenia gravis :


Wanita : puncak kejadian  usia 20-30 tahun Pria :
puncak kejadian  usia 60-70 tahun.
Sintesis asetilkolin (ACh)

kolinasetiltransferase

Kolin+Asetil koenzim A Asetilkolin + Ko A


Patofisiologi

Mekanisme imunologis  80-90% pasien : Ig G (+)


terhadap reseptor asetilkolin otot rangka  blokade
mekanik / destruksi reseptor asetilkolin  konsentrasi
reseptor asetilkolin muscle end-plate   gangguan
konduksi saraf kolinergik otot rangka.

Gejala (+) bila reseptor asetilkolin  s.d 30% dari normal.


Gejala klinis

• Kelemahan fluktuatif : bertambah dengan aktivitas,


membaik dengan istirahat / antikolinesterase.
• Kelemahan otot ekstraokuler / ptosis  gejala awal pada
50% penderita, dijumpai pada 90% penderita.
• Otot-otot wajah dan otot bulber sering terkena (80%),
pada 5-10% kasus  otot yang pertama kali / satu-
satunya terkena.
Kelemahan otot palatal  sengau dan sulit menelan.
• Kasus lebih berat  seluruh otot lemah.
• Karakteristik : kelemahan pada otot
skeletal (voluntar)
• Tanda : kelemahan otot seiring dengan
meningkatnya aktivitas dan akan membaik
setelah istirahat.
SYMPTOMS AT ONSET(%)
INCIDENCE
Ptosis 25 - 67
Diplopia 25 - 48
Ocular 40 - 60
Bulbar 10 - 29
Oculo-bulbar 12
Upper limbs 10 -25
Lower limbs 8 - 13
Respiratory 0.7 - 13
Generalised 6 - 40
Derajat keparahan
Osserman’s original classification
membagi MG pada orang dewasa
menjadi 4 kelompok, yaitu :
• MG Okuler
• MG generalisata dengan derajat ringan
sampai sedang
• MG generalisata dengan derajat berat
• Krisis miastenia dengan kegagalan
pernafasan.
Pemeriksaan penunjang
Tes Anticholinesterase
• Tes Tensilon (endrofonium intravena)
• Tes Neostigmin
• Sulfat Atropin (0,8 mg s.c)  diberikan beberapa menit
sebelum penyuntikan Endrofonium / Neostigmin 
mencegah efek samping muskarinik.
Pemeriksaan Laboratorium

• Anti-AChR radioimmunoassay
• Antibodi anti-muscle specific kinase /
antibodi anti-MuSK
• Tes fungsi tiroid
Pemeriksaan Elektrofisiologis

• Repetitive Nerve Stimulation (RNS) :


 Hantaran elektrik 2 - 3 kali /detik pada saraf tertentu 
potensial aksi pada otot direkam.
 Normal : stimulasi tidak merubah amplitudo potensial
aksi otot. Penderita MG : penurunan cepat amplitudo
evoked response (decremental) lebih dari 10%.
 Tes lanjutan : dosis tunggal endrofonium  mencegah
atau mengurangi reaksi decremental
• Single-fiber Electromyography (SFEMG):
• Lebih sensitif daripada RNS
• Secara teknis lebih sulit.
• Sangat bermanfaat pada pasien tersangka MG
dengan tes transmisi neuromuskuler normal atau
antibodi reseptor asetilkolin yang negatif.

Pemeriksaan radiologis
• Foto toraks
• MRI kepala dan orbita  menyingkirkan penyebab defisit
saraf kranial lain (lesi intraorbital/ intrakranial).
Penatalaksanaan

Pendukung transmisi 2 Aspek imunosupresan


asetilkolin
Penatalaksanaan untuk MG tergantung :
1. Derajat dari penyakitnya
2. Usia penderita
3. Tipe dari MG nya
Modaliti yang sering digunakan untuk terapi
MG :

• Inhibitor Acetylcholinesterase
• Kortikosteroid
• Imunosupresan
• Plasmapharesis
• Imunoglobulin intravena (IVIg)
• Thymectomy
Penatalaksanaan MG dpt melalui 3 cara dibawah ini
yaitu :
• Terapi initial, biasanya menggunakan
Acetylcholinesterase inhibitors  memerlukan
terapi tambahan
• Terapi tambahan  immunterapi, yang dimulai
terlebih dulu dengan thymectomy atau
kortikosteroid dosis tinggi
• Terapi jangka panjang  steroid-sparing
medications.
Jangka pendek  imunoglobulin intravena atau
plasmapharesis lebih efektif pada tahap awal
sebelum thymectomy atau pada saat
eksaserbasi
Krisis Myasthenia (KM)
• ~ eksaserbasi myasthenia yg disertai kelumpuhan
otot-otot pernafasan  memerlukan intubasi untuk
respiratory support
• Umumnya timbul dalam 2-3 tahun setelah diagnosa
MG ditegakkan, dimana sekitar 12% - 16%
penderita MG dapat mengalami KM
• KM  merupakan suatu keadaan yang
membahayakan
• Beberapa pencetus KM adalah infeksi, stress
emosional dan fisik, steroid initial dengan dosis
tinggi atau terapi yang inadekuat.
• Krisis myasthenia ( KM )
• Komplikasi dari Myasthenia gravis
• Kelumpuhan mengenai otot pernafasan
sehingga perlu intubasi dan ventilator
• Dapat menyebabkan kematian.
Respiratory failure krisis myasthenia

• Lemahnya otot oropharynk dan leher


menutup jalan nafas
• Kelemahan otot abductor menyebabkan
obstruksi laring timbul stridor
• Batuk terus menerus kelemahan otot
diapragma sulit mengeluarkan secret
• Kelemahan otot diafragma, inter costal
dan abdominal menyebabkan gangguan
respirasi
Assessment atau penilaian terhadap
kondisi pasien dengan KM meliputi
1) konfirmasi diagnosis MG
2) mencari faktor pencetus yang secara
potensial dapat diobati
3) menentukan apakah pasien dengan KM
tersebut memerlukan intubasi atau
terdapat keterbatasan dalam menelan
Gejala yang utama :
1. denyut nadi yang cepat
2. hilangnya refleks batuk dan menelan
3. berespons positif terhadap tes Tensilon
• Faktor pencetus  infeksi (30% - 40%)
• Aspirasi pneumonia  10% pasien
• 30% - 40% krisis tidak ditemukan faktor
pencetusnya.
• Faktor-faktor pencetus nonspesifik adalah
aktivitas fisik, stres seperti keadaan
emosional yang tinggi, kehamilan dan
operasi dengan anestesi umum (terutama
yang menggunakan nondepolarizing
muscle relaxant).
Pasien dengan krisis myasthenia  harus
dirawat di intensive care unit.
terapi dan perawatan suporif
pengobatan underlying MG

Beberapa terapi yang dapat dipakai antara


lain inhibitor AChE, Plasma exchange atau
IVIg atau imunosupresif termasuk
kortikosteroid
Supportive care
intubasi nasotrakeal. Jika diperlukan maka dapat
dipakai respirator.
Nutrisi harus diperhatikan, jk perlu psg feeding
tube
Elektrolit perlu diperhatikan
Transfusi darah apabila hematokrit < 30%
Profilaksis terhadap deep vein thrombosis (DVT)
juga direkomendasikan seperti Na-heparin sc
atau menggunakan pneumatic compression
boots
Antibiotika
Parameter untuk menentukan
kapan pasen MG perlu ventilator

• Sulit karena kelemahan berfluktuasi


• Tanda air hunger : membutuhkan
ventilator
 Pasen gelisah
 Takhikardi

 Takhipnoe
Indikasi intubasi
• Kapasitas vital < 15 mL/kg
• Tidal volume < 5 ml/kg
• Negative inspiratory force < 20 cm H2O
• Positive expiratory force < 40 cm H2O

• Sarturasi oksigen dan analisa gas darah


kurang ideal menentukan intubasi pada
KM
• Rata-rata penderita KM akan dirawat slm1
bln
• Lamanya intubasi adalah suatu prediktor
yang penting dr keluaran fungsional setelah
keluar dari krisisnya.
• Dengan support ventilasi yang baik 
prognosis KM adalah baik dengan angka
kematian ± 5%.
Penatalaksanaan krisis miastenia
• Pada pasien dengan kelemahan bulbar, hipoksemia, penurunan tes fungsi paru,
dan tampak kelelahan disertai takikardi, dan takipneu harus dipertimbangkan
untuk intubasi. Penurunan kapasitas vital paru lebih dari 50% menunjukkan
bahwa pasien harus segera diintubasi dan dipasang ventilasi mekanik.
• Pemberian obat antikolinesterase pada keadaan krisis miastenia masih
diperdebatkan. Sebagian ahli menyarankan penghentian sementara saat krisis,
sebagian lagi masih melanjutkan pemberian pada pasien yang tidak
menunjukkan tanda-tanda hiperaktivitas otonom kolinergik.
• Trakeostomi dapat ditunda karena masih ada kemungkinan weaning dalam 2
minggu. Namun harus dipertimbangkan pada pasien yang masih mengalami
kelemahan bulber yang berat dan aspirasi berulang.
• Dilakukan plasmaferesis 5x dalam 2 hari diikuti 3x selang sehari
• Kortikosteroid dimulai dengan dosis tinggi (60 mg/hari) dan dilanjutkan paling
sedikit 4 minggu, lalu diturunkan bertahap 10 mg setiap 2 minggu atau diubah
selang sehari dahulu baru diikuti penurunan bertahap. Bila dengan pemberian
kortikosteroid terjadi perburukan lebih berat, plasmaferesis tambahan dapat
dipertimbangkan.
• Bila dengan plasmaferesis tidak adat perbaikan, dapat diberikan IVIg selama 5
hari.
• Pasien yang masih belum membaik dengan semua terapi di atas dapat diberikan
imunosupresan seperti Siklosporin mulai dosis 5 mg/kg atau Azatioprin 2 mg/kg
dikombinasi dengan kortikosteroid.
Beberapa obat yg dapat memperberat
MG :
– Golongan penghambat pelepasan asetilkolin :
Gentamycin, Neomycin, Streptomycin dan
Eritromycin.
– Golongan yang mendepresi sensitivitas post
sinaps : Colistin, Lincomycin, Neomycin,
Tetracyclin, Ampicyclin, Clyndamycin,
Polymyxin.
– Obat-obat lain :
tranquilizer, barbiturat, anestesi inhalasi
(halotan, eter,trikloretilen), Beta-adrenergik,
Chloroquine, Quinacrine
Prognosis MG
• MG yg tidak diterapi  mortalitas dlm 10 thn : 20-
30%.
• Dgn terapi yang adekuat  angka mortalitas : 0%
• Sebagian besar pasien dengan MG dapat hidup
normal walaupun harus menggunakan
imunosupresan seumur hidupnya
• MG yang berhubungan dengan tymoma, umumnya
pada usia tua memiliki prognosa yang lebih buruk.
• Dalam 7-8 tahun setelah terdiagnosis MG,
distribusi kurva utk bertahan hidup
berhubungan dgn derajat keparahan dari MG
MG derajat III : angka mortalitas tinggi pd 2-3
thn pertama.
Christensen et al (1998) : survival rate pasien
MG dengan thymoma  10 tahun : 66%
16 tahun : 33%
Kesimpulan

Myasthenia gravis merupakan penyakit yang


mengenai neuromuscular junction.

Perjalanan MG berfluktuasi dapat remisi dan


eksaserbasi.

Dengan terapi yang tepat dan dosis yang tepat, dapat


mengurangi gejala klinis MG dan dapat
menurunkan angka kematian pasien MG

Anda mungkin juga menyukai