Anda di halaman 1dari 51

Aspek Medikolegal

Pelayanan Medis,
Praktik Kedokteran, &
Malpraktik
Dr. Hj. Nila Nirmalasari, MSc, Sp.F
• Tiap profesi memiliki kode moral, suatu kode etik
tersendiri. Kode etik profesi dalam hal ini terdiri
atas aturan kesopanan dan aturan kelakuan dan
sikap antarpara anggota profesi sendiri.
• Etik berasal dari kata Yunani ethos yang berarti
“yang baik, yang layak” . Ini merupakan norma-
norma nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok
profesi tertentu dalam memberikan pelayanan
jasa kepada masyarakat.
• Etik profesi yang tertua adalah etik kedokteran.
Etik kedokteran yang dewasa ini merupakan
suatu kode, dilandaskan pada lafal sumpah
Hippocrates.
TENAGA KESEHATAN
Kini tenaga kesehatan sudah diatur dalam PP No.
32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, yang
mencakup 7 (tujuh) kategori, yaitu
• (a) tenaga medis (dokter dan dokter gigi);
• (b) tenaga keperawatan;
• (c) tenaga kefarmasian;
• (d) tenaga kesehatan masyarakat;
• (e) tenaga gizi;
• (f) tenaga keterapian fisik;
• (g) tenaga keteknisan medis. (pasal 2 ayat 1).
KODE ETIK
Kep.MenKes RI 23 Oktober 1969 dan Kep.MenKes
RI No. 434/Menkes/SK/X/1983 tentang Kode Etik
Kedokteran Indonesia, kode etik adalah pedoman
perilaku yang berisi garis-garis besar.

Kode etik adalah pemandu sikap dan perilaku.


Dalam hal etik kedokteran kode etik menyangkut 2
(dua) hal yang harus diperhatikan yaitu :
• Etik jabatan kedokteran (medical ethis) dan
• Etik asuhan kedokteran (ethics of medical care).
ETIK JABATAN & ETIK ASUHAN
• Etik jabatan kedokteran menyangkut
permasalahan yang berkaitan dengan sikap
dokter terhadap teman sejawat, para
pembantunya serta terhadap masyarakat dan
pemerintahan.
• Etik asuhan kedokteran merupakan etik
kedokteran untuk kehidupan sehari-hari, yaitu
mengenai sikap dan tindakan seorang dokter
terhadap penderita yang menjadi
tanggungjawabnya
KODEKI
• Kode Etik Kedokteran Menteri Kesehatan RI No.
434 (Menkes/SK/X/1983) dan disusun dengan
mempertimbangkan International Code of
Medical Ethics dengan landasan idiil Pancasila
dan landasan struktural UUD 1945.
• KODEKI ini mengatur hubungan antar manusia
yang mencakup kewajiban umum seorang dokter,
hubungan dokter terhadap pasiennya, kewajiban
dokter terhadap sejawatnya, dan kewajiban
dokter terhadap diri sendiri.
• Hubungan antar dokter dengan pasien
adalah hubungan antar manusia-manusia.
Dalam hubungannya dengan malapraktik,
unsur hubungan dokter/pasien ini menjadi
sangat penting (kode etik pasal 10, 11, 12,
13, 14) hubungan dokter/pasien yang baik
hanya dapat dicapai apabila masing-masing
pihak benar-benar menyadari hak dan
kewajibannya, serta memahami peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
• Dalam usaha memberikan penjelasan kepada
penderita diperlukan adanya hubungan yang baik
antara dokter dan pasien, suatu hubungan yang
harmonis dan seimbang dikatakan, “It is often
said that a good physician patient relationship is
the best prophylactic againts physician patient
relationship is the best prophylactic againts
malpractice suit” (Taylor).
• Hubungan dokter/pasien yang sempurna akan
terbentuk dengan kesadaran bahwa hak akan
pelayanan kesehatan merupakan hasil kontrak
antara kedokteran dan masyarakat serta antara
dokter/pasien. Setiap orang berhak mendapat
kesempatan akan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan.
Pola hubungan dokter pasien
• Activity-Passivity: Pola hubungan klasik, disini dokter “seolah-
olah” dapat melaksanakan ilmunya tanpa campur tangan
pasiennya, dengan motivasi altruistis. Dalam keadan: pasien
tidak sadar atau gawat darurat atau gangguan mental berat
• Guidance-Cooperation: Membimbing dan kerjasama.
Walaupun dokter mengetahui banyak, ia tidak semata-mata
menjalankan kekuasaan, namun mengaharapkan kerjasama
pasien yang diwujudkan dengan menuruti anjuran dan nasihat
dokter. Dalam keadaan penyakit pasien yang tidak terlalu
berat dan penyakit baru.
• Mutual Participation: Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran
bahwa setiap manusia memiliki martabat dan hak yang sama.
Pasien berperan secara aktif dalam pengobatan dirinya. Dalam
keadaan pasien cukup intelek, penyakit kronis atau ingin
memelihara kesehatannya.
Hubungan Dokter dengan Teman
Sejawat
Etik kedokteran mengharuskan kepada setiap dokter untuk
memelihara hubungan baik dengan teman sejawat sesuai
dengan makna suatu kalimat dalam Kode Etik Kedokteran
Indonesia
pasal 15:
“Saya akan memperlakukan teman sejawat saya, sebagaimana
saya sendiri ingin diperlakukan”.
pasal 16:
“Setiap dokter tidak boleh mengambil alih penderita dari
teman sejawatnya tanpa persetujuannya”.
Terjadinya hubungan baik antara teman sejawat membawa
manfaat pasien. Rasa persaudaraan sebenarnya harus dibina
sejak mahasiswa
Kewajiban Dokter terhadap Diri
Sendiri
1. Setiap dokter berkewajiban memelihara
kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik
(pasal 17 KODEKI).
2. Pasal lain yang hendaklah senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan”. Sangatlah
penting disini adalah mengikuti pendidikan
dokter berkelanjutan (Continuing Medical
Education). Pada pembicaraan mengenai
malpraktik jelas keterkaitannya dengan pasal ini.
Prima Facie
• Dalam menjalankan profesi kedokteran harus berdasarkan
pada Principles-Based Ethics  Prima Facie yang
dikemukakan oleh T.Beauchamp & Childress (1994) &
Veatch (1989).

• Prima Facie terdiri atas:


1. Beneficence: prinsip ‘berbuat baik’
2. Non-malfeasance: prinsip tidak merugikan
3. Autonomy: prinsip menghormati otonomi untuk
melakukan atau memutuskan apa yang dikehendaki
terhadap dirinya sendiri
4. Justice: prinsip keadilan
• Tindakan medik adalah tindakan profesional dokter
terhadap pasien dengan tujuan memelihara, meningkatkan,
memulihkan kesehatan atau menghilangkan/mengurangi
penderitaan.
• Dokter dan pasien adalah dua subyek hukum yang terkait
dalam hukum kedokteran. Keduanya membentuk
hubungan medik dan hubungan hukum.
• Dalam melaksanakan hubungan antara dokter dan pasien,
pelaksanaan hubungan antara keduanya selalu diatur
dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi
harmonisasi dalam pelaksanaannya.
• Masalah Pidana: melukai orang lain
• Masalah Perdata: melakukan perjanjian
• Masalah Administratif: harus memiliki ijin praktek yang sah
Secara materil, suatu tindakan medik tidak
bertentangan dengan hukum bila:
• Mempunyai indikasi medis guna mencapai
suatu tujuan yang konkrit
• Sesuai dengan standar yang berlaku dalam
ilmu kedokteran
• Terlebih dahulu mendapat persetujuan dari
pasien
Perikatan Dokter-Pasien
• Perikatan dokter-pasien bisa terjadi baik karena undang-
undang maupun karena perjanjian. Tindakan dokter
memberikan pertolongan kepada si pasien dilakukan atas
perintah undang-undang bukan karena permintaan si
pasien.
• Dalam situasi normal perikatan antara dokter dengan
pasien bersumber pada perjanjian
• Kedatangan pasien ke tempat praktik dokter atau ke RS
menunjukkan adanya kehendak si pasien untuk
mengadakan perikatan.
• Penerimaan oleh pihak dokter/RS menunjukkan adanya
kesediaan untuk mengadakan perikatan
• Tindakan medis yang kemudian dilakukan menunjukkan
bahwa perikatan benar-benar telah terjadi.
Jenis Perikatan Dokter dengan Pasien
• Resultaat verbintenis adalah perikatan yang didasarkan pada hasil
kerja (outcome) tertentu. Dalam perikatan semacam ini, dokter
dianggap telah memenuhi perikatan apabila hasil kerja (outcome)
yang dijanjikan kepada si pasien telah dipenuhi. Misalnya dalam
tindakan pencabutan gigi, dokter dianggap telah memenuhi
perikatan secara sempurna bila gigi yang dimaksudkan telah dicabut
secara sempurna.

• Inspanning verbintenis adalah perikatan yang didasarkan pada


usaha yang sungguh-sungguh. Dalam perikatan semacam ini, dokter
dianggap telah memenuhi perikatan apabila ia telah berupaya
dengan sungguh-sungguh untuk mengobati si pasien. Obyek
perikatan adalah berupa ‘usaha sungguh-sungguh untuk
kesembuhan pasien’ dan bukan kesembuhan itu sendiri. Hubungan
perikatan semacam ini sering dinamakan pula dengan istilah
transaksi terapeutik.
PRESTASI
• Memenuhi perikatan sama dengan memenuhi
kewajiban dalam perikatan
• Obyek perikatan dalam ilmu hukum disebut
dengan istilah prestasi. Seseorang yang telah
memenuhi kewajibannya dengan sempurna di
dalam suatu perikatan dikatakan telah
memberikan prestasi atau telah berprestasi
• Prestasi dapat berupa memberikan sesuatu,
melakukan sesuatu, atau tidak melakukan
sesuatu.
WANPRESTASI
• Kegagalan dalam memenuhi perikatan atau dalam
memenuhi kewajiban disebut dengan istilah wan-
prestasi.
• Dalam suatu perikatan yang lahir karena perjanjian,
wan-prestasi sama maknanya dengan ingkar janji.
• Seseorang dikatakan telah melakukan wan-prestasi
apabila ia:
1. tidak berprestasi sama sekali
2. berprestasi tetapi tidak sesuai
3. berprestasi tetapi terlambat
Praktik kedokteran
Praktik kedokteran bukanlah suatu
pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa
saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh
kelompok profesional kedokteran tertentu
yang memiliki kompetensi yang memenuhi
standar tertentu, diberi kewenangan oleh
institusi yang berwenang di bidang itu dan
bekerja sesuai dengan standar dan
profesionalisme yang ditetapkan oleh
organisasi profesinya.
Secara teoritis-konseptual, antara
masyarakat profesi dengan masyarakat
umum terjadi suatu kontrak (mengacu
kepada doktrin social-contract), yang
memberi masyarakat profesi hak untuk
melakukan self-regulating (otonomi
profesi) dengan kewajiban memberikan
jaminan bahwa profesional yang
berpraktek hanyalah profesional yang
kompeten dan yang melaksanakan
praktek profesinya sesuai dengan standar.
Sikap Profesionalisme
Sikap profesionalisme adalah sikap yang
bertanggungjawab, dalam arti sikap dan
perilaku yang akuntabel kepada masyarakat,
baik masyarakat profesi maupun masyarakat
luas (termasuk klien).
Beberapa ciri profesionalisme tersebut
merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti
kompetensi dan kewenangan yang selalu
"sesuai dengan tempat dan waktu", sikap yang
etis sesuai dengan etika profesinya, bekerja
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
profesinya, dan khusus untuk profesi kesehatan
ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban).
Undang-Undang tentang Praktik
Kedokteran diundangkan untuk mengatur
praktik kedokteran dengan tujuan agar
dapat memberikan perlindungan kepada
pasien, mempertahankan dan
meningkatkan mutu pelayanan medis dan
memberikan kepastian hukum kepada
masyarakat, dokter dan dokter gigi.
Pada bagian ini Undang-Undang juga
mengatur tentang hak dan kewajiban dokter
dan pasien. Salah satu hak dokter yang
penting adalah memperoleh perlindungan
hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional, sedangkan hak
pasien yang terpenting adalah hak
memperoleh penjelasan tentang penyakit,
tindakan medis, manfaat, risiko, komplikasi
dan prognosisnya dan serta hak untuk
menyetujui atau menolak tindakan medis.
Pemahaman dari Segi Kedokteran
dan Hukum
Kedokteran tidak menjanjikan hasil
layanannya, melainkan hanya menjanjikan
upayanya (inspanningsverbintennis).
Layanan kedokteran dikenal sebagai suatu
sistem yang kompleks dengan sifat
hubungan antar komponen yang ketat
(complex and tightly coupled) , khususnya
di ruang gawat darurat, ruang bedah dan
ruang rawat intensif.
Sistem yang kompleks umumnya ditandai
dengan spesialisasi dan interdependensi.
Dalam suatu sistem yang kompleks, satu
komponen dapat berinteraksi dengan
banyak komponen lain, kadang dengan
cara yang tak terduga atau tak terlihat.

Semakin kompleks dan ketat suatu sistem


akan semakin mudah terjadi kecelakaan
(prone to accident), oleh karena itu praktik
kedokteran haruslah dilakukan dengan
tingkat kehati-hatian yang tinggi.
Setiap tindakan medis mengandung risiko
buruk, sehingga harus dilakukan tindakan
pencegahan ataupun tindakan mereduksi
risiko. Namun demikian sebagian besar
diantaranya tetap dapat dilakukan oleh
karena risiko tersebut dapat diterima
(acceptable) sesuai dengan "state-of-the-art"
ilmu dan teknologi kedokteran.
Risiko yang dapat diterima adalah
risiko-risiko sebagai berikut:

1) Risiko yang derajat probabilitas dan


keparahannya cukup kecil, dapat
diantisipasi, diperhitungkan atau dapat
dikendalikan, misalnya efek samping
obat, perdarahan dan infeksi pada
pembedahan, dll.
2) Risiko yang derajat probabilitas dan
keparahannya besar pada keadaan tertentu,
yaitu apabila tindakan medis yang berrisiko
tersebut harus dilakukan karena merupakan
satu-satunya cara yang harus ditempuh (the
only way), terutama dalam keadaan gawat
darurat.

Kedua jenis risiko di atas apabila terjadi bukan


menjadi tanggung-jawab dokter sepanjang telah
diinformasikan kepada pasien dan telah
disetujui (volenti non fit injuria). Pada situasi
seperti inilah manfaat pelaksanaan informed
consent.
Suatu risiko / peristiwa buruk yang tidak
dapat diduga atau diperhitungkan
sebelumnya (unforeseeable,
unpredictable) yang terjadi saat dilakukan
tindakan medis yang sesuai standar tidak
dapat dipertanggungjawabkan kepada
dokter atau pemberi layanan medis
(misalnya reaksi hipersensitivitas, emboli
air ketuban).
Setiap cedera yang lebih disebabkan
karena manajemen kedokteran daripada
akibat penyakitnya disebut sebagai
adverse events.
Sebagian dari adverse event ternyata
disebabkan oleh error sehingga dianggap
sebagai preventable adverse events.
Error sendiri diartikan sebagai
kegagalan melaksanakan suatu rencana
tindakan (error of execution; lapses
dan slips) atau penggunaan rencana
tindakan yang salah dalam mencapai
tujuan tertentu (error of planning;
mistakes).
Di dalam kedokteran, semua error
dianggap serius karena dapat
membahayakan pasien.
Suatu hasil yang tidak diharapkan di bidang medik
sebenarnya dapat disebabkan oleh beberapa
kemungkinan, yaitu :

1. Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak


berhubungan dengan tindakan medis yang dilakukan
dokter.
2. Hasil dari suatu risiko yang tak dapat dihindari, yaitu
risiko yang tak dapat diketahui sebelumnya
(unforeseeable); atau risiko yang meskipun telah
diketahui sebelumnya (foreseeable) tetapi dianggap
acceptable, sebagaimana telah diuraikan di atas.
3. Hasil dari suatu kelalaian medik.
4. Hasil dari suatu kesengajaan.
Guna menilai bagaimana kontribusi
manusia dalam suatu error dan
dampaknya, perlu dipahami perbedaan
antara active errors dan latent errors.

Active errors terjadi pada tingkat


operator garis depan dan dampaknya
segera dirasakan, sedangkan latent errors
cenderung berada di luar kendali operator
garis depan, seperti desain buruk, instalasi
yang tidak tepat, pemeliharaan yang
buruk, kesalahan keputusan manajemen,
dan struktur organisasi yang buruk
Latent error merupakan ancaman besar
bagi keselamatan (safety) dalam suatu
sistem yang kompleks, oleh karena sering
tidak terdeteksi dan dapat mengakibatkan
berbagai jenis active errors.
Sebagai contoh adalah sistem pendidikan
dokter spesialis yang mahal, pembolehan
dokter bekerja pada "banyak" rumah sakit,
tidak adanya sistem yang menjaga
akuntabilitas adalah latent errors yang tidak
terasa sebagai error, namun sebenarnya
merupakan akar dari kesalahan manajemen
yang telah banyak menimbulkan unsafe
conditions dalam praktek kedokteran di
lapangan.
.

Bila satu saat unsafe conditions ini bertemu


dengan suatu unsafe act (active error),
maka terjadilah accident.
Dalam hal ini perlu kita pahami bahwa
penyebab suatu accident bukanlah single
factor melainkan multiple factors.
Pendapat yang mengatakan bahwa
kecelakaan dapat dicegah dengan desain
organisasi dan manajemen yang baik
akhir-akhir ini sangat dipercaya
kebenarannya. Konsep safety (dalam hal
ini patient safety), yang pada mulanya
diberlakukan di dalam dunia
penerbangan, akhir-akhir ini diterapkan
oleh Institute of Medicine di Amerika
(dan institusi serupa di negara-negara
lain).
Keselamatan pasien diartikan sebagai
penghindaran, pencegahan dan
perbaikan terjadinya adverse events
atau freedom from accidental injury.

Keselamatan tidak terdapat pada diri


individu, peralatan ataupun bagian
(departemen, unit), melainkan muncul
dari interaksi komponen-komponen
dalam sistem.
Tuntutan hukum yang diajukan oleh
pasien atau keluarganya kepada pihak
rumah sakit dan atau dokternya dari
waktu ke waktu semakin meningkat
kekerapannya.
Tuntutan hukum tersebut dapat berupa
tuntutan pidana maupun perdata,
dengan hampir selalu mendasarkan
kepada teori hukum kelalaian.
DEFINISI MALPRAKTIK

Pengertian malpraktik tadi bukanlah monopoli bagi


profesi medis, melainkan juga berlaku bagi profesi
hukum (misalnya mafia peradilan), akuntan,
perbankan (misalnya kasus BLBI), dan lain-lain.
Dari segi hukum, dapat ditarik pemahaman
bahwa :

malpraktik dapat terjadi karena :


1. tindakan yang disengaja (intentional)
seperti pada misconduct / perbuatan buruk
tertentu,
2. tindakan kelalaian (negligence), ataupun
3. suatu kekurang-mahiran / ketidak-
kompetenan yang tidak beralasan.
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk,
yaitu malfeasance, misfeasance dan
nonfeasance
1. Malfeasance berarti melakukan tindakan yang
melanggar hukum atau tidak tepat/layak (unlawful
atau improper), misalnya melakukan tindakan
medis tanpa indikasi yang memadai (pilihan
tindakan medis tersebut sudah improper).

2. Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan


medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak
tepat (improper performance), yaitu misalnya
melakukan tindakan medis dengan menyalahi
prosedur.
3. Nonfeasance adalah tidak melakukan
tindakan medis yang merupakan kewajiban
baginya.

• Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan


bentuk-bentuk error (mistakes, slips and
lapses) yang telah diuraikan sebelumnya
• Namun pada kelalaian harus memenuhi ke-
empat unsur kelalaian dalam hukum -
khususnya adanya kerugian, sedangkan error
tidak selalu mengakibatkan kerugian.
Demikian pula adanya latent error yang tidak
secara langsung menimbulkan dampak buruk .
• Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari
malpraktik medis, sekaligus merupakan bentuk
malpraktik medis yang paling sering terjadi.

• Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang


dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu (komisi)
yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak
melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan
oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama
pada suatu keadaan dan situasi yang sama.

• Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang


dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan
perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila
dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan
sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan telah
mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain.
Suatu perbuatan atau sikap tenaga medis dianggap lalai
apabila memenuhi empat unsur di bawah ini, yaitu :

• Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan


sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu
tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi
dan kondisi yang tertentu.
• Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban
tersebut.
• Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang
dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan
kesehatan / kedokteran yang diberikan oleh pemberi
layanan.
• Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat
yang nyata. Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab-
akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian
yang setidaknya merupakan "proximate cause".
Selanjutnya, oleh karena teori kelalaian adalah
dasar penuntutan yang tersering digunakan,
baik pada tuntutan pidana maupun pada
gugatan perdata, maka upaya meminimalisasi
tuntutan di rumah sakit harus ditujukan kepada
upaya menurunkan kemungkinan terjadinya
kelalaian medis, atau bahkan mengurangi
kemungkinan terjadinya preventable adverse
events yang disebabkan oleh medical errors.
Suatu tuntutan hukum perdata, dalam hal
ini sengketa antara pihak dokter dan
rumah sakit berhadapan dengan pasien
dan keluarga atau kuasanya, dapat
diselesaikan melalui dua cara, yaitu cara
litigasi (melalui proses peradilan) dan cara
non litigasi (di luar proses peradilan).
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai