Anda di halaman 1dari 21

Adiksi Opiate

Alfina Meidina Rizka Cahyatika


I Gede Agus Brahmantya Narwadi
Audy Swari Prahasti
Natalia Angelica Situmeang
Lucky Fitria Sandi
Opium
• Berasal dari kata opos yang merupakan kata dari Bahasa Yunani yang
berarti cairan atau sekresi
• Opiate merupakan obat yang berasal dari cairan opium poppy,
Papaver somniferum
Opiate
Klasifikasi opiate berdasarkan proses sintetis

Alami Semi-sintetis Sintetis


Morphine Diamorphine (heroin) Pethidine
Codeine Dihydromorphine Fentanyl
Thebaine Buprenorphine Methadone
Papaverine Oxycodone Alfentanil
Remifentanil
Tapentadol
Faktor Risiko
• Genetik
 Adanya anggota keluarga yang merupakan pecandu
• Lingkungan
 Keberadaan opiate
 Stressor psikososial
 Kesadaran terhadap risiko penggunaan opiate
• Farmakokinetik dan farmakodinamik opiate
Penyebab
• Bereksperimen
• Meniru teman-temannya yang menggunakan
• Peer-pressure
• Pernah diberi resep obat opioid oleh dokter
Terapi Jangka Lama
• Methadone
• Buprenorphine
• Naltrexone
Methadone
• Mu full agonist
• Diberikan per oral
• Diabsorbsi dengan cepat
• Bioavailability: 70-80%
• Peak plasma level: 2-4 jam
• Elimination half-life: 28 jam
• Dapat menyebabkan supresi respirasi yang letal
• Dapat meningkatkan interval QTc
• Dapat mengurangi euphoria
• Dosis stabilisasi: 60 - 120 mg
Buprenorphine
• Mu opioid partial agonist
• Diberikan secara sublingual
• Bioavailability: 50%
• Peak plasma level: 1-3 jam
• Elimination half-life: 37 jam
• Dapat menyebabkan supresi respirasi
• Dosis stabilisasi: 12-16 mg/hari
Naltrexone
• Semi-synthetic mu and kappa opioid receptor antagonist
• Diberikan per oral atau intramuscular
• Diabsorbsi dengan cepat
• Bioavailability: <50%
• Peak plasma level: 4 jam
• Elimination half-life: 9 jam
• Dosis tinggi dapat menyebabkan hepatotoksisitas
• Dapat menyebabkan withdrawal
Opioid-Related Disorders
Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Opioida (F11)
DEFINISI

Ketergantungan opioid merupakan


sekumpulan gejala fisiologis, perilaku, dan
kognitif, yang bersama-sama
mengindikasikan penggunaan opioid
berulang dan terus-menerus, meski
terdapat gangguan berarti terkait
penggunaan zat tersebut.
PENYALAHGUNAAN OPIOID
• Penyalahgunaan opioid merupakan penggunaan maladaptif dari
opioid yang menyebabkan gangguan yang berarti secara klinis, dan
muncul dalam kurun waktu 12 bulan, namun gejala yang ada tidak
memenuhi kriteria untuk ketergantungan opioid.
• Gangguan terkait opioid:
- Gangguan penggunaan opioid
- Intoksikasi opioid
- Keadaan putus zat akibat opioid
- Gangguan tidur akibat opioid
- Delirium akibat intoksikasi opioid
MEKANISME AKSI OPIOID
• Terdapat opioid endogen pada otak salah satunya
adalah endorfin yang disekresikan pada kondisi
cedera akut (supresi nyeri). Endorfin berinteraksi
dengan neurotransmiter noradrenergik dan
dopaminergik.
• Efek adiktif dan reward opioid di otak dimediasi
oleh aktivasi neuron dopaminergik pada area
ventral tegmentum yang diproyeksikan ke korteks
cerebri dan sistem limbik.
• Penggunaan morfin berulang merubah fungsi
neuron locus coeruleus. Eksitabilitas intrinsik dari
neuron LC meningkat melalui peningkatan
aktivitas jaras cAMP dan arus Na⁺ dependent
sehingga muncul toleransi, ketergantungan dan
withdrawal oleh neuron-neuron tersebut.
RESEPTOR OPIOID DAN EFEKNYA
Pada saat endorfin dilepaskan pada sinaps maka reseptor opioid
teraktivasi dan menghasilkan efek sebegai berikut:
• u- opioid reseptor: regulasi dan mediasi analgesia, depresi respirasi,
konstipasi dan ketergantungan obat
• K-opioid reseptor: analgesia, diuresis, sedasi
• Δ-opioid reseptor: analgesia
Ketika opioid eksogen memasuki sawar otak maka opioid tersebut akan
mengaktivasi reseptor-reseptor yang tersebut.
MEKANISME ADIKSI
• Reseptor utama opioid adalah reseptor u-opioid (ROM) yang tersebar
pada SSP, terutama di striatum, talamus, nukleus trakturs solitarius,
lokus seruleus, area ventral tegmental, substansi nigra pars compakta
dan tulang belakang
• ROM memodulasi pelepasan norepinefrin presinaptik dan dopamin
yang berperan pada jalur kenikmatan di otak dan perilaku yang
menimbulkan gairah (Thompson, 2013).
• ROM memiliki 2 tipe reseptor. Reseptor u-1 berperan dalam analgesia
dan reseptor u-2 berperan dalam depresi pernapasan dan dependensi
fisik. Aktivasi ROM semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah
opioid yang dimasukkan ke dalam tubuh.
OPIOID WITHDRAWAL
• Morfin dan heroin: sindrom putus
zat dimulai 6-8 jam setelah dosis
terakhir, mereda dalam 7-10 hari
• Meperidine: memuncak pada 8-12
jam dan mereda dalam 4-5 hari
• Methadone: dimulai 1-3 hari setelah
dosis terakhir dan mereda dalam
10-14 hari
OPIOID WITHDRAWAL
• Gejala putus zat opioid yaitu keram
otot, nyeri tulang, lakrimasi,
piloereksi, menguap, demam,
dilatasi pupil, hipertensi, takikardia,
dan disregulasi suhu (hipertemia
dan hipotermia).
• Gejala residual seperti insomnia,
bradikardia, disregulasi suhu, dan
craving opioid dapat menetap
berbulan-bulan setelah putus zat.
TOLERANSI DAN DEPENDENSI
• Penggunaan opioid jangka panjang merubah jumlah dan sensitivitas
dari reseptor opioid  toleransi dan putus zat
• Sensitivitas neuron dopapinergik, kolinergik dan serotonergik
meningkat, namun putus zat lebih banyak dimediasi reseptor
noradrenergik.
• Penggunaan jangka pendek akan menurunkan aktivitas neuron
noradrenergik pada locus ceruleus, sedangkan penggunaan jangka
panjang akan memacu reaksi kompensasi homeostasis pada neuron,
sehingga putus zat opioid merupakan akibat rebound hiperactivity.
• Gejala putus zat dapat diatasi dengan clonidine (Catapres), α-2
reseptor agonis yang dapat mengurangi sekresi norepinefrin

Anda mungkin juga menyukai