Anda di halaman 1dari 24

KETERBUKAAN INFORMASI

PUBLIK (UU NOMOR 14 TAHUN


2008)
HAKIKAT KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

• Informasi adalah keterangan, pernyataan,


gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai,
makna, dan pesan, baik data, fakta maupun
penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan
dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan
dan format sesuai dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi secara
elektronik ataupun non elektronik.
• Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan,
disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh
suatu badan publik yang berkaitan dengan
penyelenggara dan penyelenggaraan negara
dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan
badan publik lainnya yang sesuai dengan undang-
undang ini serta informasi lain yang berkaitan
dengan kepentingan publik.
KEWAJIBAN PENGGUNA INFORMASI PUBLIK:

• Pengguna informasi publik wajib menggunakan informasi


publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
• Pengguna informasi publik wajib mencantumkan sumber dari
mana ia memperoleh informasi publik, baik yang digunakan
untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan publikasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
HAK BADAN PUBLIK

• Badan publik berhak menolak memberikan informasi yang


dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
• Badan publik berhak menolak memberikan informasi publik
apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
• Informasi publik yang tidak dapat diberikan oleh badan
publik.
SETIAP BADAN PUBLIK WAJIB MEMBUKA AKSES BAGI SETIAP PEMOHON
INFORMASI PUBLIK UNTUK MENDAPATKAN INFORMASI PUBLIK KECUALI:

• Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon


informasi publik.
• Informasi yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik
yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang.
• Informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon
informasi publik dapat mengungkap rahasia pribadi.
• Informasi memorandum atau surat-surat antar badan publik atau intra
badan publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan
komisi informasi atau pengadilan.
• Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang- undang.
PENANGANAN KONFLIK SOSIAL
(UU NOMOR 7 TAHUN
2012)
PENANGANAN KONFLIK

• adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


secara sistematis dan terencana dalam situasi dan
peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun
sesudah terjadi Konflik yang mencakup
pencegahan konflik, penghentian konflik, dan
pemulihan pascakonflik.
ASAS PENANGANAN KONFLIK

• adalah kemanusiaan, hak asasi manusia,


kebangsaan, kekeluargaan, kebineka tunggal-
ikaan, keadilan, kesetaraan gender, ketertiban dan
kepastian hukum, keberlanjutan, kearifan local,
tanggung jawab negara, partisifasi, tidak
memihak, tidak membeda-bedakan.
TUJUAN PENANGANAN KONFLIK

• Menciptakan kehidupan yang aman.


• Memelihara kondisi damai.
• Meningatkan tenggang rasa dan tolernasi.
• Memelihara keberlangsungan pemerintah.
• Melindungi jiwa, harta benda, sarana umum.
RUANG LINGKUP PENANGANAN KONFLIK

• Pencegahan konflik.
• Penghentian konflik.
• Pemulihan pascakonflik.
SUMBER KONFLIK

• antara lain politik, ekonomi, sosial budaya, antar umat


beragama, suku, etnis, masyarakat dengan pelaku usaha,
distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang.
PENCEGAHAN KONFLIK DILAKUKAN DILAKUKAN OLEH
PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH, DAN
MASYARAKAT
DENGAN UPAYA :
• Memelihara kondisi damai dalam masyarakat
• Mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara
damai:
• Meredam potensi konflik
• Membangun sistem peringatan dini
PENGHENTIAN KONFLIK

• Dilakukan melalui penghentian kekerasan fisik, penetapan


status keadaan konflik, tindakan darurat penyelamatan dan
pelindungan korban, serta Bantuan dan Pengerahan TNI.
• Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban
melakukan upaya pemulihan pascakonflik secara
terencana, terpadu, berkelanjutan, dan terukur, yang
meliputi Rekonsiliasi, Rekohabilitasi, dan Rekonsturksi.
• Kelembagaan penyelesaian konflik terdiri atas Pemerintah,
Pemerintah daerah, Pranata adat dan/atau pranata social, Satuan
tugas penyelesaian konflik sosial.
• Masyarakat dapat berperan serta dalam penanganan konflik,
berupa pembiayaan, bantuan teknis, penyediaan kebutuhan
dasar minimal bagi korban konflik dan/atau bantuan tenaga dan
pikiran.
• Pendanaan konflik digunakan untuk mencegah konflik,
penghentian konflik dan pemulihan pascakonflik. Pendanaan
menjadi tanggung jawab Pemda dialokasikan pada APBN/APBD
melalui kementerian/lembaga sesuai tugas dan fungsinya dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan kerengka acuan kegiatan
rehabilitasi serta RAB (Rencana Anggaran Biaya).
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
(UU NOMOR 11 TAHUN 2008)
DAN
SERTA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN
PENODAAN AGAMA (UU NOMOR 1 TAHUN
1965)
INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK
• Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada
tulisan,suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic
data Interchange (EDI), surat elektronik (Electronic Mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah
yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang
mampu memahaminya.
ASAS PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI
DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
• adalah Kepastian hukum, Manfaat, Kehati-hatian, Iktikad baik, Kebebasan memilih teknologiatau
netral teknologi.

• Tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik:


• Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia.
• Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
• Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik.
• Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan
di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab.
• Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi
informasi.
UJARAN KEBENCIAN

• adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu


individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan,
ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain
dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis,
gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama
dan lain-lain.
• Setiap penyelenggara sistem elektronik harus
menyelenggarakan sistem elektronik secara andal dan aman serta
bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik
sebagaimana mestinya.
• Penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan sistem elektroniknya, hal tersebut tidak berlaku
dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa,
kesalahan, ataukelalaian pihak pengguna sistem elektronik.
PERBUATAN DAN KETENTUAN PIDANA INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK

•Pasal 45
•Setiap Orang tua yang memenuhi unsur sebagaiman dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).
•Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (1) atau ayat (2) dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau
denda paling banyak imaksud Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
•Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29
dipadana dengan pidana paling lama 2 (dua belas) tahun atau denda paling
banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
• Pasal 45a
• Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
• Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan
rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,
agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
• Pasal 45b
• Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN ATAU PENODAAN AGAMA
(UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1965)

• Pengertian Penodaan Agama.


• Setiap orang yang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan
dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau
melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari
agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok agama itu.
• Ketentuan Larangan Penodaan Agama.
• Ketentuan Tentang Larangan Penodaan Agama diatur dalam Pasal 156a KUHP. Adapun Unsur-unsur
tindak pidana pasal 156a KUHP sebagai berikut:
• “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan segaja di muka
umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
• a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang
dianut di Indonesia.
• b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
LARANGAN PENODAAN AGAMA DAN ANCAMAN PIDANA.
• Pasal 156a KUHP dalam penerapannya mensyaratkan dipenuhinya UU Nomor 1/PnPs/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
Atau Penodaan Agama, dimana substansi UU tersebut berbunyi:
• Pasal 1
• Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk
melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang
menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu. penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran
agama itu.
• Pasal 2
• Barang siapa melanggar diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu Surat Keputusan
Bersama (SKB) Menteri Agama, menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Megeri.
• Apabila pelanggaran dilakukan oleh organisasi atau Suatu Aliran kepercayaan, maka Presiden RI dapat membubarkan Organisasi itu
dan menyatakan sebagai Organisasi/Aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama,
Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
• Pasal 3
• Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Meteri Agama bersama-sama Meteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau oleh
Presiden RI menurut ketentuan dalam pasal 2 terhadap orang, Organisasi atau Aliran Kepercayaan,mereka masih terus melanggar
ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota ataupengurus Organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun.

Anda mungkin juga menyukai