Anda di halaman 1dari 77

Curriculum Vitae

• Nama : Dr Fauzar, SpPD-KP


• Tempat/tgl lahir : Malalak, 4 Juli 1965
• Pendidikan:
o Dokter Umum/S1 : FK - Unanad th 1992
o Dokter Spesialis Penyakit Dalam : FK - Unand th 2005
o Konsultan Pulmonologi : FK - UI th 2014

• Jabatan sekarang:
• Ka Sub Bagian Paru, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUnand/RS M
Djamil
• Ketua sub komite kredensial komite medis RSUP M Djamil Padang
• Sekretaris program studi penyakit dalam
• Dokter spesialis penyakit dalam di RSUP. Dr. M Djamil Padang, RS Yos
Sudarso Padang, RS Semen Padang
Hubungan Timbal
Balik HIV dan DM
dengan TBC

Dr. Fauzar, SpPD-KP, FINASIM


MASIH MENJADI MASALAH
PENDAHULUAN GLOBAL DAN NASIONAL!

TUBERKULOSIS

Tahun 2016 : 10,4 juta pasien TB didunia


Saat ini 3 juta belum ditemukan
(>> dinegara miskin/berkembang)

INDONESIA
• Peringkat ke 2 di dunia
1. India, 2. Indonesia 3. Afrika Selatan, 4. Cina
Tahun 2015 :
Angka Prevalensi TB 647/100.000  1.6 juta penduduk menderita TB
Meningkatnya kasus TB MDR dan TB HIV
Hubungan Timbal Balik HIV dan
TBC
Hubungan Timbal Balik HIV dan TBC
• Beban ganda akibat peningkatan epidemi HIV
akan mempengaruhi peningkatan kasus TB .
• Pandemi HIV merupakan tantangan terbesar
dalam pengendalian TB Di Indonesia,
diperkirakan sekitar 3% pasien TB dengan
status HIV positif.
• TB merupakan tantangan bagi pengendalian
HIV/AIDS karena merupakan infeksi
oportunistik terbanyak (49%) pada orang
dengan dengan HIV/AIDS .
DOTS
Epidemi TB
Epidemi HIV
PERMASALAHAN
 Prevalensi infeksi HIV semakin meningkat  Prevalensi TB MDR / suspek
TB MDR pada HIV
 Prevalensi TB pada pasien HIV semakin meningkat
meningkat  Pasien dengan HIV/AIDS
 Perkembangan TB pada pasien HIV : mempunyai risiko tinggi
terinfeksi TB MDR
 20-37 kali dibandingkan populasi umum  Diagnosis TB dan TB MDR
 WHO: Prevalensi HIV di antara pasien TB pada pasien HIV tidak
di Indonesia sekitar 3% spesifik
 TB merupakan penyebab kematian utama TB ekstraparu : Pada pasien HIV
pada pasien HIV lebih tinggi dibandingkan populasi
umum
TB Laten : Pada pasien HIV lebih
cepat mjd TB aktif

 Dengan koinfeksi  TB HIV :


 Immunitas akan sangat menurun
 Pengobatan lebih sulit ( drug eruption, drug-drug interaction, alergi, IRIS)
 Mortalitas akan meningkat
Koinfeksi TB dan HIV

• HIV/AIDS
TB 60% TB
Laten• Non HIV Aktif
10%

10
Infeksi TB vs Penyakit TB (TB aktif)
 Infeksi TB – organisme ada, tetapi bersifat
dormant (tidur), tdk dpt menginfeksi orang lain
 Penyakit TB – orang tsb sakit dan dapat
menularkan penyakitnya ke orang lain
 10% orang dgn infeksi TB akan menjadi
penyakit TB
 Setiap orang dgn TB aktif dapat menginfeksi
10-15 orang/ tahun
Kapan infeksi TB menjadi penyakit?
 Kebanyakan terjadi dalam 2 tahun pertama
setelah infeksi
 Jika orang menjadi immunocompromised
 HIV
 Kanker
 Khemoterapi
 Diabetes yang tidak terkontrol
 Malnutrisi
Interaksi TB-HIV
• TB mempercepat perjalanan infeksi HIV
• Pasien dgn koinfeksi TB-HIV mempunyai viral
load sekitar 1 log lebih besar daripada pasien
tanpa TB
• Angka mortalitas pada ko-infeksi TB-HIV 4 x
lebih besar daripada pasien dengan hanya TB
sendiri
Potensi • 40% pasien HIV
mengalami TB
aktif : • 5% pasien non HIV

Risiko terjadinya • 2,5-15% pasien HIV


reaktivasi infeksi
TB adalah • <0,1% pasien non HIV

Tuberkulosis dapat mempercepat progresifitas


infeksi HIV ke AIDS

Nasronuddin, HIV dan AIDS Pendekatan biologi molekuler, klinis dan sosial, 2012, 181-88 16
Sebagian besar orang yang terinfeksi kuman
MTB tidak menjadi sakit TB  mempunyai
sistem imunitas yang baik  TB Laten

ODHA  Infeksi TB laten berkembang


menjadi TB aktif

Pada non-HIV  bila terinfeksi kuman TB


maka 10% akan menjadi TB aktif

Sedangkan pada ODHA, sekitar 60% yang


terinfeksi kuman TB  TB aktif

Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. 2012


17
Interaksi TB-HIV
Kerentanan
Presentasi

HIV TB

Progresi Penyakit
Mortalitas
viral load pasien TB-HIV, satu log lebih
besar dari pasien non-TB

Terjadinya peningkatan kepadatan viral load


ini akibat pengaruh MTB terhadap produksi
sitokin (IL-1, IL6, TNF)

Sitokin proinflamatori tersebut menginduksi-


aktivasi NKB sehingga terjadi aktivasi
provirus yang semula tenang pada fase laten
 percepatan replikasi HIV
19
HIV yang masuk
kedalam tubuh segera
berusaha mengintervensi
sel target : limfosit T

Peningkatan jumlah
Membuka peluang
limfosit T yang
terjadinya koinfeksi
diintervensi

Penurunan jumlah
limfosit T atau semakin
rendahnya jumlah CD4
20
Nasronudin, HIV dan AIDS Pendekatan biologi molekuler, klinis dan social, 2012, 181-88
Gambar : Hubungan infeksi Mikobakterium tuberkulosis dengan Infeksi HIV
Ansari AW, Kamarulzaman A, Schmidt RE. Multifaceted impact of host C–C chemokine CCL2 in the immuno-pathogenesis of HIV-1/M.
21
tuberculosis co-infection. Frontier in immunology. 2013 (4) 312 : 1-7
Infeksi baru
Reaktivasi yang progresif

Dua mekanisme
yang
menyebabkan
terjadinya TB
pada penderita
HIV
22
Aditama TY, Tuberkulosis diagnosis, terapi dan masalahnya.2011. 80-88
Reaktivasi
Dalam perjalanan penyakit HIV, maka nilai CD4 akan
turun, penurunan ini  reaktivasi dari kuman TB

Kenyataan ini diinterpretasikan sebagai terjadinya TB


akibat reaktivasi dari infeksi yang sudah lama terjadi

Dinegara-negara berkembang dimana annual risk of TB


infection cukup tinggi maka mekanisme reaktivasi diduga
punya peran penting dalam terjadinya TB pada HIV (+).
23
Aditama TY, Tuberkulosis diagnosis, terapi dan masalahnya.2011. 80-88
Infeksi baru yang progresif

• Diperkirakan sekitar 30-40%


mereka yang terpapar akan
segera menjadi TB, bahkan ada
yang menderita sakit hanya
sekitar 1 bulan setelah terinfeksi
• Ternyata risk of TB infection
pada penderita HIV (+) lebih
tinggi dari yang HIV (-)
Masalah

 Tuberkulosis – kedaruratan global


 Tuberkulosis di populasi dgn prevalensi
HIV yg tinggi penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di antara
ODHA
 Ke-2 penyakit menimbulkan stigma
 Ke-2 penyakit memerlukan perawatan
jangka panjang
DIAGNOSIS KASUS TB PADA PASIEN HIV
Penemuan dini kasus TB pada pasien HIV
• Diagnosis TB pada pasien HIV tidak mudah
• Gambaran klinis tidak sama dengan pasien pada umumnya
 Demam dan penurunan berat badan yg drastis merupakan gejala
yg sering ditemukan
 Batuk lama (>3mg) bukan merupakan gejala umum
• Gambaran sputum : sebagian besar negatif
 Perlu dilakukan pemeriksaan rapid test : Xpert MTB/RIF
• Pemeriksaan foto toraks tidak spesifik, terutama pada pasien
dg CD4 rendah

Rapid test :
Xpert MTB/RIF
Presentasi TB paru
tergantung stadium HIV
HIV awal HIV lanjut
(stad 1-2) (stad 3-4)

Klinis Haemoptysis High fever


Batuk kronis Sesak napas
Keringat malam BB ↓
BB ↓

Hapusan Sering positif Sering negatif


(80-90%)

X-ray Kavitas TB Primer:


Lobus atas Lobus bawah
infiltrat infiltrat
KGB intra-torakal >
Gambaran Foto Toraks TB Paru pada pasien HIV/AIDS
Early vs Advanced HIV

Foto Early HIV Advanced HIV


toraks (CD4 >200) (CD4 <200)

Pola “Khas” “Tidak khas”

Bagian bawah,
beberapa
Infiltrat Bagian atas CD4 : 375
tempat, atau
milier
Kaviti Umum Tidak umum
Adenopati Tidak umum Umum
Efusi Tidak umum Lebih umum CD4 : 50
PENGOBATAN TB PADA PASIEN HIV
PENATALAKSANAAN TB PADA PASIEN HIV/AIDS

• Tatalaksana pengobatan TB pada pasien dengan


infeksi HIV/AIDS sama seperti pasien TB tanpa
HIV/AIDS
• Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya
dengan pasien TB tanpa HIV/AIDS

 Namun kenyataan dilapangan:


Kejadian efek samping, alergi dan erupsi karena obat
lebih tinggi pada TB dengan HIV-AIDS yang mendapat
obat antiretroviral  Pengobatan menjadi lebih lama
PENATALAKSANAAN TB PADA PASIEN HIV/AIDS
• Semua pasien (termasuk mereka yg terinfeksi HIV) yg
belum pernah diobati harus diberi paduan obat lini
pertama :
Fase awal: 2 bulan INH, RIF, PZA, dan EMB
Fase lanjutan: 4 bulan INH dan RIF, atau

• Semua pasien TB pada pasien HIV seharusnya :


 Mendapat obat KDT setiap hari pada fase inisial, pemberian
secara intermitten ( 3 kali 1 minggu) tidak dianjurkan.
 Mendapat obat KDT setiap hari pada fase lanjutan atau 3 kali
seminggu .
ISTC – STANDAR 8
Catatan : Rekomendasi WHO tahun 2011 :
Pengobatan TB pada pasien HIV untuk fase lanjutan direkomendasi
pemberian OAT setiap hari
PADUAN OAT
TB baru diobati TB pernah diobati
Kategori 1  Kategori 2
2 RHZE 4 RH 2 RHZES 1 RHZE 5 RHE
2 RHZE 4 R3H3 2 RHZES 1 RHZE 5 R3H3E3

Pada pasien koinf TB-HIV :


OAT fase lanjutan dianjurkan setiap hari

Obat KDT sangat direkomendasi


 Semua pasien TB yang positif HIV seharusnya menerima
Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK) tanpa
peduli jumlah CD4, paling tidak selama dalam
pengobatan TB.
 Pada pasien HIV tanpa TB, PPK dianjurkan untuk pasien
dengan jumlah CD4 < 200 sel/mm3.
Kapan Memulai Antiretroviral
• Jika belum diobati dgn ART pada saat diagnosis TB
pemberian ART dilakukan setelah toleransi OAT baik,
tanpa melihat nilai CD4 ( 2-8 minggu OAT)

• Jika sudah dalam terapi ARV pada saat diagnosis TB


 OAT segera diberikan , dan ARV disesuaikan ( paduan
ARV dengan evafirenz lebih direkomendasikan
dibandingkan dengan Nevirapine, karena penurunan
efektifitas rifampisin akan lebih besar pada pemberian
Nevirapine)
Terapi ko-infeksi TB-HIV
Masalah terapi:
• Adherence / jumlah pil banyak
• Efek toksisitas yang tumpang tindih
– mual, muntah, ruam kulit, hepatitis, anemi
• Interaksi obat
– Rifampisin merupakan enzyme inducer yang kuat
• ‘Paradoxical worsening’ TB
– Reaksi Immune reconstitution
– Lebih sering jika ART dimulai lebih dini pada terapi TB
– Jika mungkin tunda ART sampai fase intensif selesai
Terapi Pencegahan Isoniazid
ISTC Standard 16

Pasien dengan infeksi HIV yang


setelah dievaluasi dengan
seksama, tidak menderita
tuberkulosis aktif seharusnya
diobati sebagai infeksi
tuberkulosis laten dengan
isoniazid selama 6-9 bulan.
Terapi profilaksis TB laten pada pasien HIV

World Health Organization (WHO) 2014


• telah merekomendasikan untuk dilakukan
skrining pada seluruh pasien HIV dengan empat
gejala, yaitu : batuk-batuk lama, demam,
penurunan berat badan dan keringat malam.
• Apabila keempat gejala ini tidak ditemui maka
terapi pencegahan dengan isoniazid / isoniazid
preventive theraphy (IPT) telah
direkomendasikan untuk diberikan pada pasien
HIV meskipun tes kulit tuberkulin negatif.

44
Simulasi Pengobatan pasien TB HIV

Obat2 untuk infeksi opportunistik

Source: Tuberculosis Care with TB-HIV Co-management, IMAI


Kalau kuman saja bisa bersatu, kenapa kita tidak bisa?
KESIMPULAN

 Beban ganda akibat peningkatan epidemi HIV akan


mempengaruhi peningkatan kasus TB .
 Pandemi HIV merupakan tantangan terbesar dalam
pengendalian TB Di Indonesia,
 TB adalah penyebab IO terbesar
 HIV merupakan faktor pencetus terbesar untuk
terjadinya TB aktif
 HIV mempercepat perkembangan TB, TB
mempercepat perkembangan HIV
 Angka mortalitas TB-HIV lebih tinggi
KESIMPULAN
• Program penanggulangan TB mempunyai tantangan yang cukup
besar sehubungan angka prevalensi HIV yang semakin meningkat.
• Kolaborasi TB-HIV sangat penting untuk meningkatkan
keberhasilan dalam penanggulangan TB-HIV.
• Diagnosis dini TB pada pasien HIV dan diagnosis dini HIV pada
pasien TB perlu ditingkatkan untuk mempercepat pemberian
terapi dan meningkatkan keberhasilan pengobatan.
• Pada pasien TB HIV , pemberian OAT harus disegerakan
• OAT pada pasien HIV sama dengan OAT pada pasien tanpa HIV
• Antiretroviral diberikan segera mungkin setelah toleransi OAT
baik (2-8 minggu, tanpa melihat nilai CD4)
• Pada pasien HIV yang terdiagnosis TB segera diberikan
Kotrimoksazol untuk mencegah infeksi lainnya
• Pencegahan TB pada pasien HIV dengan pemberian Isoniazide
(IPT) .
Hubungan Timbal Balik DM dan TBC
ISTC 3 Standar 17: Penilaian Komorbid

Semua penyelenggara kesehatan harus melakukan :

Penilaian yang menyeluruh terhadap kondisi komorbid yang


dapat mempengaruhi respons atau hasil pengobatan tuberkulosis .

Perlu diberikan perhatian khusus pada penyakit atau kondisi


(komorbid) yang diketahui dapat mempengaruhi hasil akhir
pengobatan seperti :
Layanan Diabetes mellitus, hepatitis B, Hepatitis C, dan layanan
pendukung psikososial lain, atau layanan-layanan seperti perawatan
selama masa kehamilan atau setelah melahirkan.
Gejala Klinis dan Diagnosis TB pada Pasien DM

• Penyakit tb pada pasien DM lebih berat.


– Pasien DM lebih sering hapusan +
– Kaviti di paru (lebih banyak dan lebih sering ditemukan di
bagian bawah paru dibanding pasien tanpa-DM)
– Lebih sering batuk darah
– Lebih sering demam

• Akibat keterlambatan diagnosis atau perkembangan


penyakit yang lebih cepat?
Pengaruh DM Terhadap Hasil Pengobatan TB

• Dooley et al., Am J Tropical Medicine, 2009


– Selama pengobatan, pasien TB dgn DM punya
kemungkinan meninggal 2x dibanding pasien tanpa
DM
– Pasien TB dgn DM cenderung konversi dahak lebih
lambat, gagal obat, walaupun tidak signifikan secara
statistik
Mengapa lebih susah mengobati pasien DM?
Hipotesa…

• Nijland, et al., CID 2006. Tingkat rifampisin


di pasien DM dgn TB sangat rendah
dibanding pasien TB tanpa DM.
– Mekanisme? glucose meningkatkan pH
gastrik -> mungkin menurunkan serapan
rifampisin
– Dosis fixed drug combination, berat badan
pasien DM dgn TB lebih tinggi dibanding
pasien TB tanpa DM
Mengapa lebih susah mengobati pasien DM?
Hipotesa…

• Ada interaksi antara rifampin dan obat2an


diabetes, membuat kontrol DM lebih susah
• Rifampin mempercepat metabolisme
 Sulfonilurea (contoh: glyburide)
 Tiazolidinedion (contoh: rosiglitazone)
• Pengobatan TB bisa menyusahkan kontrol gula
darah
HUBUNGAN TB - DM
• Pada pasien DM, tinggi kejadian TB disebabkan beberapa
hal diantaranya :
 Terjadi kerusakan pada proses imunologi,
 gangguan fisiologis paru yaitu hambatan dalam proses
pembersihan sehingga memudahkan penyebaran
infeksi .

• Orang dengan DM memiliki 2 - 3 kali lebih tinggi berisiko


sakit TB dibandingkan dengan orang tanpa DM

• Orang yang menderita TB dan DM berisiko 4 kali lebih


tinggi terjadi kematian selama pengobatan TB
HUBUNGANG TB - DM
• Konsentrasi OAT dalam plasma pasien TB dengan DM lebih
rendah dibandingkan dengan pasien TB tanpa DM. Hal ini
menyebabkan risiko gagal pengobatan atau resistensi OAT

• TB dapat memicu timbulnya diabetes, dan memperburuk


kontrol glikemik pada penderita diabetes dimana obat TB
dapat mengganggu pengobatan diabetes melalui interaksi
obat,

• Diabetes dapat mengganggu aktivitas tertentu bagi obat


anti-TB.
Pengobatan TB DM
• Paduan OAT yang diberikan pada prinsipnya sama dengan
paduan OAT bagi pasien TB tanpa DM dengan syarat kadar
gula darah terkontrol

• Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama


pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan

• Hati hati efek samping dengan penggunaan Etambutol


karena pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan
pada mata

BPN 2014
Pengobatan TB DM
• Perlu diperhatikan penggunaan Rifampisin karena akan
mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil
urea) sehingga dosisnya perlu ditingkatkan, atau gunakan
gol lain.

• Pemberian insulin sangat dianjurkan untuk keberhasilan


regulasi gula darah

• Target yang harus dicapai yaitu kadar gula darah puasa


<120 mg% dan HbA1c <7% (bila tersedia fasilitas).

BPN 2014
Rekomendasi Pengobatan
• DOTS
• Tatalaksana diabetes secara ketat
• Jika dahak tidak konversi sesudah dua bulan, uji
resitensi lagi
• Perpanjang pengobatan jika konversi lebih
lambat
• Hati-hati dengan etambutol pada
diabetes sering terjadi retinopati 
OAT akan memperberat.
Konsensus pengelolaan tuberculosis dan
Diabetes Melitus (TB-DM) di Indonesia
PENDAHULUAN
• Indonesia menempati peringkat keempat sebagai
negara terpadat di dunia (>250 juta penduduk).
• Jumlah penderita DM di seluruh dunia 285 juta orang,
di Indonesia sebanyak sekitar 9,1 juta orang.
• Kasus DM di Indonesia tahun 2030 diperkirakan akan
mencapai angka 21.3 juta orang.
• Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2013,
– Hanya 30% dari penderita DM yang terdiagnosis di
Indonesia,
– Hanya dua pertiga saja dari yang terdiagnosis yang
menjalani pengobatan.
– Dari yang menjalani pengobatan tersebut hanya
sepertiganya saja yang terkendali dengan baik.
PENDAHULUAN
• DM merupakan faktor risiko penting untuk
perkembangan TB aktif (3 kali lebih tinggi untuk
menderita TB aktif).
• Hasil pengobatan TB pada penderita TB -DM lebih
banyak mengalami kegagalan dibandingkan dengan
yang tidak DM.
• Upaya pengendalian TB di Indonesia dapat
terhambat akibat terus meningkatnya jumlah
penderita DM di Indonesia.
• WHO: pengelolaan TB-DM harus sesuai dengan
pedoman tatalaksana TB dan standar internasional.
• Kemenkes : konsensus TB-DM di Indonesia
KONSENSUS TB-DM
KONSENSUS PENGELOLAAN TB-DM PADA
PASIEN DEWASA
• PENAPISAN
• DIAGNOSIS
• PENGOBATAN
• RUJUK-RUJUK BALIK
PENAPISAN
• Penapisan TB untuk penyandang DM dan
penapisan DM untuk pasien TB di fasilitas
kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL)
dilakukan segera setelah ditegakkan diagnosis
salah satu penyakit tersebut.
Penapisan TB pada DM
Penapisan TB pada penyandang DM adalah dengan
melaksanakan kedua langkah berikut:

• Wawancara untuk mencari salah satu gejala/faktor risiko TB di


bawah ini:
• Batuk, terutama batuk berdahak ≥ 2 minggu
• Demam hilang timbul, tidak tinggi
• Keringat malam tanpa disertai aktivitas
• Penurunan berat badan
• Benjolan di leher atau bagian tubuh lain yang tidak diketahui
penyebabnya
• Sesak, nyeri saat menarik napas, atau rasa berat di satu sisi
dada
• Kontak erat dengan pasien TB
• Pemeriksaan foto toraks untuk mencari abnormalitas paru apapun.
Penapisan TB pada DM
• Jika salah satu langkah di atas memberikan hasil
positif, maka tatalaksana selanjutnya mengacu
pada buku pedoman penanggulangan TB nasional
dilakukan penegakan diagnosis.

• Jika hasil penapisan negatif, penapisan TB pada


penyandang DM dilakukan setiap kunjungan
berikutnya dengan menelusuri gejala/faktor risiko
diatas. Pemeriksaan foto toraks ulang ditentukan
oleh dokter atas indikasi medis.
Penapisan DM pada TB
Penapisan DM pada pasien TB adalah dengan pemeriksaan
kadar Gula darah puasa (GDP) dan/atau Gula Darah Sewaktu
(GDS) atau 2 jam setelah makan pada semua pasien TB
dengan spesimen darah kapiler atau vena.

Diagnosis DM ditegakkan bila :


a) Gula darah Puasa : ≥ 126mg/dl
b) GDS atau 2 jam setelah makan: ≥ 200 mg/dl.

Untuk menegakkan diagnosis dibutuhkan nilai yang berasal


dari dua pemeriksaan yang berbeda waktu.
DIAGNOSIS
Diagnosis TB pada DM
• Untuk semua kasus DM terduga TB hasil
penapisan, diagnosis dilakukan dengan
pemeriksaan dahak mikroskopis.
• Untuk semua kasus DM terduga TB hasil
penapisan dengan gejala dan tanda TB
ekstra paru maka pasien dirujuk ke FKRTL
untuk upaya diagnosis selanjutnya.
Diagnosis DM pada TB
• Untuk semua kasus TB terduga DM ,
penapisan sekaligus diagnosis dilakukan
dengan pemeriksaan Gula Darah Puasa (GDP)
dan/atau Gula Darah Sewaktu (GDS) atau 2
jam setelah makan spesimen darah kapiler
atau vena untuk menegakkan diagnosis
dibutuhkan nilai yang berasal dari dua
pemeriksaan yang berbeda waktu.
PENGOBATAN
Pengobatan
• Pasien yang telah didiagnosis TB dan DM pengobatan TB
sesuai PNPK Tatalaksana TB dan pengobatan DM sesuai PNPK
Tatalaksana DM.
• Pada pasien TB dan DM dengan kadar glukosa darah tidak
terkontrol, maka pengobatan TB dapat diperpanjang sampai 9
bulan dengan tetap mendasarkan pada mempertimbangkan
kondisi klinis pasien*)
• Pengobatan TB dan DM mengikuti strategi DOTS.
• Untuk kendali gula darah, pasien TB dengan DM di FKTP
mendapatkan pengobatan satu Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
yang tersedia di FKTP atau kombinasi 2 OHO. Jika pada
pemantauan di 3 bulan pertama kadar gula darah tidak
terkontrol maka pasien dirujuk ke FKRTL.
• Untuk kendali gula darah pada pasien TB dengan DM di FKRTL
merujuk pada PNPK DM dan PNPK TB yang sudah ada.
Rujukan dan rujukan balik
Rujukan dan rujukan balik
• Semua pasien yang telah didiagnosis TB dengan DM
tanpa penyulit di FKTP tanpa faktor risiko TB resisten
obat dan dengan kadar gula darah terkontrol,
mendapatkan tatalaksana TB dan tatalaksana DM di
FKTP.
• Semua pasien yang telah didiagnosis TB dengan DM di
FKTP, perlu dirujuk ke FKRTL untuk evaluasi lainnya.
• Pasien TB dengan DM yang didiagnosis di FKRTL atau
dirujuk dari FKTP dapat dirujuk balik ke FKTP sesuai
pertimbangan dokter di FKRTL.

Anda mungkin juga menyukai