Anda di halaman 1dari 12

Oleh;

Sudarto
 Agama lokal nusantara mengalami
diskriminasi sejak lahir hingga mati yang
dilakukan secara terstruktur, sitematis dan
masif.
 Diskriminasi terhadap agama lokal
melibatkan empat aktor utama. Yakni:
Negara via pemerintah melalui kebijakan,
agama-agama dominan, akademisi dan media
massa.
 Politik peminggiran terhadap agama lokal
(excusionary politic)
1. Pendefinisian atas aya yang disebut agama
dan kategorisasi agama yang sehat dan tidak,
benar dan tidak benar.
2. Mengkategorisaso sudah beragama dan belum
beragama.
3. Mengawasi/memonitor melalui lembaga
watchdog bernama BAKORPAKEM.
4. Membangun segregasi antara agama dan
kepercayaan (agama di Kemenag, Kepercayaan
di Kemendibud)
Produk kebijakan peminggiran agama lokal/ALN
 UU No. 1 tentang PNPS 1965
 Tap MPR No. IV/MPR/1978 diikuti dengan SE Mendagri No.
14/1978 dan Instruksi Menag No. 4/1978.
 UU No. 1/1974 tentang perkawinan diikuti dengan SE
Mendagri No. 477/74054/1978 dan tentang pengisian kolom
agama dan SK Mendagri No. 221a/1975 tentang pencatatan
perkawinan dan perceraian di KCS serta Surat Menag kepada
gubernur Jawa Timur 1978 tentang aliran kepercayaan.
 SK Menkokesra No. 336,B 310 / 1980 tentang penyempurnaan
formulir sensus penduduk.
 Surat Kemenag pada Kemendagri No. B.VI/5996/1980 prihal
perkawinan, KTP dan Kematian warga Penghayat Kepercayaan
 SK Jaksa Agung RI No. KEP. 108/J.A/5/1984 tentang
pembentukan Bakorpakem.
 UU. No. 23/2006 dan direvisi menjadi UU No. 24/2013
tentang Adminduk serta PP 37, yang masih menyisakan
persoalan diskriminatif
 Polemik bahkan saling tuding berorganisasi dan
tidak berorganisasi dengan rasionalnya masing-
masing.
 Berkeyakinan pada agama lokal namun ber-KTP
agama “interlokal” atau salah satu dari 6
agama.
 Perdebatan soal penyebutan istilah. Apakah
ALN, Penghayat Kepercayaan, Agama Leluhur,
palaku ritual leluhur dan sebagaihnya.
 Intinya sesama penganut ALN belum terbangun
kesepahaman.
 Secara teoritik keberagaman harus
dikelola berdasarkan pluralisme
kewarganegaraan dengan prinsip
kewarganegaraan yang serata, sekaligus
setiap unsur keberagaman itu diberi ruang
yang sama berpartisipasi sebagai bagian
masyarakat sipil (Hefner, 2006). Tetapi hal
itu tidak mudah, karena akan ada banyak
pekerjaan yang harus dilakukan baik
melalui kebijakan maupun kepahaman
internal komunitas ALN itu sendiri.
 Indonesia adalah negara satu-satunya di
dunia dimana agama/kepercayaan diurus
oleh 3 Kementerian dan 2 lembaga setingkat
menteri (Kemenag, Kemendikbud,
Kemedagri, Kejaksaan dan Kepolisian)
 Indonesia adalah sati-satunya negara di dunia
yang pernikahan warga negaranya dituliskan
atau diurusi oleh dua Kemenerian (Kemenag
Cq. KUA dan Kemendagri Cq. Catatan Sipil)
 Indonesia adalah satu-satunya negara yang
pendidikan diurus oleh dua kementerian
(Kemendibud dan Kemenag)
 Jadikan agama lokal yang banyak itu dalam
satu payung agama, misalnya jika kolom
agama masih di perlukan dalam KTP atau
Adminduk lainnya: Maka tulisan Agama dalam
KTP dibuat seragam misalnya :Kepercayaan
Kepada Tuhan YME atau istilah lainnya
dimana agama-agama suku yang banyak itu
sebagai bagiannya. Sebab jika masing-masing
agama harus ditulis dalam KTP akan ada
sedikitnya 250 Agama dalam administrasi
negara. Ini sangat tidak rasional justru.
 Penghapusan kolom agama, seperti halnya
SIM, STNK, Paspor dan sebagainya.
 Jikapilihan penghapusan kolom agama
sangat berat, karena ada banyak kepentingan
politik, termasuk politik demografi yang
menjadi realiras, maka pilihannya yang
pertama yakni menambah satu agama besar
gabungan. Sehingga di Indonesia akan ada
agama Islam, Protestan, Katolik, Hindu,
Budha, Konghucu, Yahudi, Baha’I, Sikh dan
Kepercayaan Kepada Tuhan YME.
 Konsekwen dari pilihan mencatat semua agama
dengan menggabung akan berdampak pada.
1. Agama-agama suku yang banyak harus bersedia
menyamakan penyebutan sebagai Kepercayaan
kepada Tuhan YME, sebuta agama suku lainnya
seperti Sapto Dharmo, Sunda Wiwitan, Marapu,
Kaharingan, Parmalian, Jinitiu dan lainnya
“dianggap” Sekte dari KPT-YME.
2. Pengelolaan satu atap terhadap agama di
lingkungan Kementerian Agama dengan asumsi
kementerian ini masih dibutuhkan.
Jika selama ini Kemenag menjadi terkapling-kapling
berdasarkan ke-Dirjenan. Dirjen Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Budha, Urusan Haji pendidikan Islam dll yang
selain mempertajam segregasi dan tidak adil itu, maka
kedepan ke-Dirjen-nan harus berdasarkan fungsi antara
lain:
 Dirjen Kerukunan Antar Umat Beragama & Kepercayaan
 Dirjen bantuan sosial agama dan kepercayaan
 Dirjen pencatatan pernikahan
 Dirjen Pedidikan Agama dan Kepercayaan (saya
mengusulkan pendidikan tidak diurus Kemenag)
 Dirjen kunjungan tanah suci, sehingga ke Mekah, ke
Yarussalem, ke Sungai Gangga India itu setara sucinya
dengan ke Candi Borobudur dan ke Candi Perambanan
(Ini hanya persoalan manajemen “Religion and Tourism”
Selamat Berdiskusi,

Anda mungkin juga menyukai