Anda di halaman 1dari 31

Tetanus

Penyaji : dr. Irma Yanti


Tinjauan pustaka
 Tetanus telah digambarkan pertama kali 25 abad yang lalu
oleh Hippocrates.
 Tetanus spasme otot tetanospasmin cl.tetani.
 Merupakan masalah kesehatan utama di negara
berkembang
 Diperkirakan membunuh 500.000 orang pertahun
(Thwaites & Farrar 2003).
 Cl. Tetani bakteri gram positif.
 Banyak ditemukan di dalam tanah, feses kuda, domba,
anjing, kucing, dan ayam.
Definisi
 Tetanus adalah penyakit pada susunan saraf yang ditandai
dengan spasme tonik persisten disertai dengan serangan
yang jelas dan keras (Sir William Gower 1988).
 Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher dan rahang
(trismus,lockjaw) dan melibatkan otot-otot batang tubuh.
 Kontraksi otot bersifat nyeri,bisa terjadi lokal maupun
general.
 Kuman biasanya langsung masuk ke dalam tubuh manusia
melalui luka trauma, jaringan nekrosis, dan jaringan
kurang vaskularisasi.
 Pada 20% kasus tetanus, tidak didapatkan adanya riwayat
luka.
Epidemiologi
 Kejadian diseluruh dunia sekitar 1 juta per tahunnya.
 Kasus tetanus terjadi setelah trauma akut pada kulit, baik luka
tusuk atau laserasi, pada orang yang belum mendapatkan
imunisasi atau imunisasi primer yang tidak lengkap.
 Angka kejadian tertinggi masih terjadi pada neonatus.
 Di AS kejadian tetanus tertinggi terutama pada usia< 20 tahun,
60 tahun dan pada pemakai obatsuntik.
 Semakin bertambah umur kadar antitoksin antibodi tetanus
semakin menurun, sehingga resiko lebih tinggi pada geriatri.
 Tahun 2004 terdapat 68 kasus yang dilaporkan dinas
kesehatan di Jawa Barat, angka kematian 45%.
 Masa inkubasi berkisar 2 hari hingga bulan tapi
kebanyakan kasus berkembang kurang dari 14 hari.
 Semakin pendek masa inkubasi, semakin besar
kemungkinan kematian.
 Dengan perawatan di RS angka kematian dapat ditekan.
 Penyebab kematian umumnya adalah kegagalan
pernafasan atau gagal jantung.
Patogenesis
Luka

spora
Kondisi
anaerob
Vegetatif

Tetanospasmin Sistem limfatik

Motorneuron/ NMJ Sirkulasi darah

Retrogard ke Batang otak dan


Intra aksonal
kordaspinalis diensefalon

Spasme otot
 Tetanospasmin dibawa melalui transpor aksonal retrogard
ke neuroaksis, dan dari situlah toksin bermigrasi secara
transinaptik ke neuron lainnya. Diantara neuron terdapat
sel penghambat presinaptik, toksin akan terikat pada
sinaps penghambat presinaptik di neuroaksis dan
mencegah pelepasan transmitter karena tidak ada
hambatan tersebut, neuron mototrik akan meningkatkan
tonus otot.
Diagnosis
 Klinis : kejang tetanik, trismus, risus sardonikus, epistotonus.
 Riwayat luka dalam memperkuat diagnosis.
 Tidak pastinya abnormalitas laboratorium yang ada, peningkatan SGOT
dan CPK serta di jumpai myoglobinuria.dan cairan serebrsospinal biasanya
normal.
 Elektromiografi selama spasme tetanik memperlihatkan continous
discharge dari normal motor unit potensial mirip dengan kuatnya kontrasi
otot volunter yang normal. Namun, periode diam yang terjadi pada 50
sampai 100 ms setelah kontraksi refleks biasanya hilang3.
 Pada kultur terdapat C.tetani, namun secara bakteriologi biasanya tidak
diharuskan oleh karena sukar sekali mengisolasi Clostridium tetani dari
luka penderita, yang kerap kali sangat kecil dan sulit dikenali.
 Penentuan derajat pada penyakit tetanus penting dilakukan untuk
menentukan prognosis dan menentukan seberapa agresif terapi yang
mesti kita lakukan. Grading dilakukan menggunakan kriteria Pattel
Joag, yaitu sebagai berikut:
 Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia dan kekakuan
otot tulang belakang
 Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya
 Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang
 Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang
 Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 100oF atau aksila 99oF
(=37,6oC)
 Dari kriteria di atas dibuat tingkatan derajat sebagai
berikut.
 Derajat 1 : kasus ringan minimal 1 kriteria K1 atau K2,
mortalitas 0%
 Derajat 2 : kasus sedang, minimal 2 kriteria (K1+K2),
biasanya inkubasi lebih dari 7 hari, onset lebih dari 2
hari, mortalitas 10%.
 Derajat 3 : kasus berat, adanya minimal 3 kriteria,
biasanya inkubasi kurang dari 7 hari, onset kurang dari 2
hari,mortalitas 32%
 Derajat 4 : kasus sangat berat, minimal 4 kriteria,
mortalitas 60%.
 Derajat 5 : bila terdapat 5 kriteria, termasuk tetanus
neonatorum dan tetanus puerpurium. Mortalitas 84%
 Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan bagi kuman
Cl. Tetani dari mulai terjadinya luka hingga menimbulkan
gejala klinis yang pertama berkisar antara 7-14 hari (1-2
hari sampai beberapa bulan).
 Periode onset adalah waktu yang dibutuhkan dari mulai
terjadinya gejala klinis yang pertama hingga timbulnya
spasme otot berkisar antara 1-7 hari. Pada tetanus yang
fulminan masa ini memendek hingga 1-2 jam
Jenis-jenis luka yang sering menjadi
tempat masuknya kuman Clostridium
tetani
a. Luka-luka tembus kulit atau g. Bekas potongan tali pusat pada
yang menimbulkan kerusakan bayi.
luas. h. Endometritis sesudah abortus
b. Luka bakar tingkat 2 dan 3. septik
c. Fistula kulit atau pada sinus- i. Abses gigi
sinusnya j. Mastoiditiskronis
d. Luka-luka dibawah kuku. k. Ruptur apendik
e. Ulkus kulit yang iskemik. l. Abses dan luka yang
f. Luka bekas suntikan narkoba. mengandung bakteri dari tinja.
Diagnosis banding

 Berbagai keadaan dapat memberikan


gambaran klinis yang menyerupai tetanus.
 Kondisi lokal tersering yang dapat menyebabkan
trismus adalah abses alveolar.
Diagnosis banding tetanus
Penyakit Gambaran diferensial

INFEKSI
Meningoensefalitis Demam, trismus tidak ada, penurunan kesadaran, LCS abnormal.

Polio Trismus tidak ada, paralisis tipe flaksid, LCS abnormal.

Rabies Gigitan binatang, trismus tidak ada hanya spasme orofaring.

Lesi orofaring Bersifat lokal, rigiditas asatu spasme seluruh tubuh tidak ada.

peritonitis Trismus dan spasme seluruh tubuh tidak ada.

KELAINAN METABOLIK
Tetani Hanya spasme karpopedal dan laringeal, hipokalsemia.

Keracunan striknin Relaksasi komplit diantara spasme.

Reaksi fenotiazin Distonia, menunjukkan respon dengan difenhidramin.

PENYAKIT SISTEM SARAF PUSAT


Status epileptikus Penurunan kesadaran.

Perdarahan atau tumor otak Trismus tidak ada, penurunan kesadaran.

KELAINAN PSIKIATRIK
Histeria Trissmus inkonstan, relaksasi komplit antara spasme.

KELAINAN MUSKULOSKELETAL
trauma Hanya lokal.
Penatalaksanaan
Menurut Eldrich et al manajemen tetanus yaitu:
1. Memberikan perawatan suportif sampai tetanospasmin
yang telah berikatan dengan jaringan termetabolisme.
2. Menetralisasi toksin dalam sistem sirkulasi.
3. Menghilangkan sumber tetanospasmin.

Thwaites merangkum penatalaksaan tetanus sebagai berikut:


 Eradikasi bakteri kausatif
 Netralisasi antitoksin yang belum terikat
 Terapi suportif selama fase akut
 Rehabilitasi
 Imunisasi
Manajemen luka
 Semua luka harus dibersihkan dan debridemen sebaiknya
dilakukan jika perlu.
 Dapatkan riwayat imunisasi tetanus pasien bila mungkin
 Tetanus toxoid (Tt) harus diberikan jika riwayat booster
terakhir lebih dari 10 tahun. Jika riwayat imunisasi tidak
diketahui, Tt dapat diberikan.
 Jika imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka
Tetanus Immune Globulin (TIG) harus diberikan. Keparahan
luka bukan faktor penentu pemberian TIG.
 Dosis Tt:
• Usia ≥ 7 tahun: 0,5 ml (5IU) i.m
• Usia < 7 tahun: Gunakan DTP atau DtaP sebagai pengganti Tt.
Jika kontraindikasi terhadap pertusis berikan DT, dosis 0,5 ml
i.m
 Dosis TIG:
• Profilaksis dewasa 250-500 U i.m pada ekstremitas
kontralateral lokasi penyuntikan Tt.
• Profilaksis anak: 250 U i.m. pada ekstremitas kontralateral
lokasi penyuntikan Tt
 Catatan: dosis yang digunakan secara klinis 3000-10000
U i.m
Penatalaksanaan pada jam-jam pertama
 Periksa jalan napas, trakeostomi jika perlu
 Cek darah rutin, elektrolit, ureum, kreatinin, mioglobin urin,
AGD, kultur untuk yang infeksi
 Mencari port d’entry, inkubasi, periode onset, status
imunisasi.
 Oksigen, diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoksia,
distres pernapasan, sianosis.
 Diazepam i.v. 10 mg perlahan selama 2-3menit. Bisa
diulang jika diperlukan, ruang tenang/gelap.
 Dosis pemeliharaan diberikan diazepam secara drip, untuk
mencegah terbentuknya kristalisasi, cairan dikocok setiap
30 menit.
Penatalaksanaan 24 jam pertama
 ATS i.v 10.000 UI, didahului skin test
 TT 0,5 cc i.m,
 Nutrisi 3500-4500 kalori/hari dengan 100-150 g protein.
 Metronidazol 4x500 mg i.v (500 sudah cukup efektif).
 Trakeostomi.
 Debridemand luka
 NGT, CVP, Folley kateter pada grade II-IV
 Diazepam atau vancuronium 6-8 mg/hr.
 Setiap kejang diberikan bolus diazepam 1 ampul/i.v. perlahan selama
3-5 menit, dapat diulang setiap 15 menit sampai maksimal 3 kali.bila
tidak teratasi, maka pasien segera rawat ICU
 Menghindari tindakan/perbuatan yang bersifat merangsang, termasuk
rangsangan suara dan cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten.
 Mempertahankan/membebaskan jalan napas: pengisapan
oro/nasofaring secara berkala.
Status imunisasi Vaksinasi Pemberian

Status imunisasi DPT Tidak perlu vaksinasi HTIG diberikan 250 IU


primer dan pengulangan dalam 1 ml i.m pada
TT dalam 10 tahun deltoid atau glutea. Jika
terakhir lebih dari 24 jam terpapar
setelah luka, atau ada
resiko kontaminasi berat,
atau pasca luka bakar,
dosis rekomendasi 500 IU
Status imunisasi primer Dosis TT tunggal 0,5 ml Dosis tunggal Tetanus
dan terakhir diberikan s.c/i.m. pada otot dosis toxoid (Tt) + Human
lebih 10 tahun deltoidatau glutea TeTt dan HTIg harus
diberikan pada spuit yang
berbeda pada lokasi yang
berbeda
tanus immunoglobulin
tidak diimunisasi atau vaksinasi tetanus toksoid vaksin tetanus toxoid +
status imunisasi tidak diberikan secara penuh human tetanus immuno
diketahui pasti (5dosis) 0,5 ml dengan globulin diberikan secara
Interval >4 minggu penuh.
Komplikasi
 Komplikasi primer (efek langsung dari toksin )
 Aspirasi
 Spasme laring
 Hipertensi dan henti jantung
 Komplikasi sekunder
 Imobilisasi yang lama seperti ulkus dekubitus
 Pneumonia akibat ventilasi jangka panjang
 Stress ulcer
 Fraktur serta ruptur tendon akibatspasme otot.
Prognosis
 Faktoryang mempengaruhi mortalitas pasien tetanus
adalah masa inkubasi, periode awal pengobatan, status
imunisasi, lokasi fokus infeksi, penyakit lain yang
menyertai, serta penyulit yang timbul.
Pencegahan
 Perawatan luka yang adekuat
 Imunisasi aktif dan pasif
Imunisasi aktif
 Imunisasi aktif dilakukan dengan memberikan tetanus
toksoid yang bertujuan merangsang tubuh untuk
membentuk antitoksin.
 Imunisasi aktif dimulai sejak anak berusia 2 bulan dengan
pemberian imunisasi DPT atau DT.
 Untuk orang dewasa digunakan tetanus toksoid (TT).
Jadwal imunisasi aktif terhadap tetanus
Bayi dan anak normal Imunisasi DPT pada usia 2,4,6, dan 15-
18 bulan.
Dosis ke-5 diberikan pada usia 4-6
tahun.
Sepuluh tahun setelahnya (usia 14-16
tahun) diberikan injeksi TT dan diulang
setiap 10 tahun sekali.

Bayi dan anak normal sampai usia 7 DPT diberikan pada kunjungan
tahun yang tidak diimunisasi pada pertama, kemudian 2 dan 4 bulan
masa bayi awal setelah injeksi pertama. Dosis ke-4
diberikan 6-12 bulan setelah injeksi
pertama.
Dosis ke-5 diberikan pada usia 4-6
tahun.
Sepuluh tahun setelahnya (usia 14-16
tahun) diberikan injeksi TT dan diulang
setiap 10 tahun sekali.
Usia ≥ 7 tahun yang belum pernah Imunisasi dasar terdiri dari 3 injeksi TT
diimunisasi. yang diberikan pada kunjungan
pertama, 4-8 minggu setelah injeksi
pertama, dan 6-12 bulan setelah injeksi
kedua.
Injeksi TT diulang setiap 10 tahun sekali.

Ibu hamil yang belum pernah di Wanita hamil yang belum pernah
imunisasi. diimunisasi harus menerima
2 dosis injeksi TT dengan jarak 2 bulan
(lebih baik pada 2 trimester terakhir).
Setelah bersalin, diberikan dosis ke-3
yaitu 6 bulan setelah injeksi ke-2 untuk
melengkapi imunisasi.
Injeksi TT diulang setiap 10 tahun sekali.
Apabila ditemukan neonatus lahir dari
ibu yang tidak pernah diimunisasi tanpa
perawatan obstetrik yang adekuat,
neonatus tersebut diberikan 250 IU
human tetanus immunoglobulin.
Imunisasi aktif dan pasif untuk ibu juga
harus diberikan.
 Imunisasi aktif dan pasif juga diberikan sebagai profilaksis
tetanus pada keadaan trauma. Rekomendasi untuk
profilaksis tetanus adalah berdasarkan kondisi luka
khususnya kerentanan tetanus dan riwayat imunisasi
pasien. Tanpa memperhatikan status imunitas aktif
pasien, pada semua luka harus dilakukan tindakan bedah
segera dengan menggunakan teknik aseptik yang hati-hati
untuk membuang semua jaringan mati danbenda asing
Klasifikasi luka menurut American College of Surgeon
Committee on Trauma
Tampilan klinis Luka rentan tetanus Luka tidak rentan
tetanus

Usia luka >6 jam < 6 jam


Konfigurasi Bentuk stellate, avulsi Bentuk linier, abrasi
Kedalaman >1 cm ≤1cm
Mekanisme cedera Misil, crush injury, luka Benda tajam (pisau,
bakar, frostbite. kaca)
Tanda-tanda infeksi Ada Tidak ada
Jaringan mati Ada Tidak ada
Kontaminan (tanah, feses, Ada Tidak ada
rumput, saliva, dan lain-lain)
Jaringan denervasi/iskemik. Ada Tidak ada
Panduan pemberian profilaksis tetanus
pada pasien trauma

Riwayat imunisasi Luka rentan tetanus Luka tidak rentan


tetanus sebelumnya tetanus
(dosis)
TT HTIG TT HTIG

Tiidak diketahui atau Ya Ya Ya Tidak


<3
≥ 3 dosis Tidak (kecuali ≥5 Tidak Tidak Tidak
tahun sejak dosis
terakhir
 Untuk anak usia ≤ 7 tahun dapat digunakan DPT sebagai
pengganti TT.
 Dosis profilaksis HTIG yang direkomendasikan adalah 250
IU diberikan intramuskular.
 Apabila diberikan imunisasi tetanus (TT atau DPT) dan HTIG
secara bersamaan, gunakan alat injeksi berbeda dan
tempat injeksi yang terpisah.
 Apabila tidak tersedia HTIG dapat digunakan anti tetanus
serum (ATS) yang berasal dari serumkuda dengan dosis
3000-6000 IU. ATS lebih sering menimbulkan rekasi
hipersensitivitas dibandingkan TIG karena mengandung
protein asing.
Terima kasih.....

Anda mungkin juga menyukai