Tetanus
Tetanus
spora
Kondisi
anaerob
Vegetatif
Spasme otot
Tetanospasmin dibawa melalui transpor aksonal retrogard
ke neuroaksis, dan dari situlah toksin bermigrasi secara
transinaptik ke neuron lainnya. Diantara neuron terdapat
sel penghambat presinaptik, toksin akan terikat pada
sinaps penghambat presinaptik di neuroaksis dan
mencegah pelepasan transmitter karena tidak ada
hambatan tersebut, neuron mototrik akan meningkatkan
tonus otot.
Diagnosis
Klinis : kejang tetanik, trismus, risus sardonikus, epistotonus.
Riwayat luka dalam memperkuat diagnosis.
Tidak pastinya abnormalitas laboratorium yang ada, peningkatan SGOT
dan CPK serta di jumpai myoglobinuria.dan cairan serebrsospinal biasanya
normal.
Elektromiografi selama spasme tetanik memperlihatkan continous
discharge dari normal motor unit potensial mirip dengan kuatnya kontrasi
otot volunter yang normal. Namun, periode diam yang terjadi pada 50
sampai 100 ms setelah kontraksi refleks biasanya hilang3.
Pada kultur terdapat C.tetani, namun secara bakteriologi biasanya tidak
diharuskan oleh karena sukar sekali mengisolasi Clostridium tetani dari
luka penderita, yang kerap kali sangat kecil dan sulit dikenali.
Penentuan derajat pada penyakit tetanus penting dilakukan untuk
menentukan prognosis dan menentukan seberapa agresif terapi yang
mesti kita lakukan. Grading dilakukan menggunakan kriteria Pattel
Joag, yaitu sebagai berikut:
Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia dan kekakuan
otot tulang belakang
Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya
Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang
Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang
Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 100oF atau aksila 99oF
(=37,6oC)
Dari kriteria di atas dibuat tingkatan derajat sebagai
berikut.
Derajat 1 : kasus ringan minimal 1 kriteria K1 atau K2,
mortalitas 0%
Derajat 2 : kasus sedang, minimal 2 kriteria (K1+K2),
biasanya inkubasi lebih dari 7 hari, onset lebih dari 2
hari, mortalitas 10%.
Derajat 3 : kasus berat, adanya minimal 3 kriteria,
biasanya inkubasi kurang dari 7 hari, onset kurang dari 2
hari,mortalitas 32%
Derajat 4 : kasus sangat berat, minimal 4 kriteria,
mortalitas 60%.
Derajat 5 : bila terdapat 5 kriteria, termasuk tetanus
neonatorum dan tetanus puerpurium. Mortalitas 84%
Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan bagi kuman
Cl. Tetani dari mulai terjadinya luka hingga menimbulkan
gejala klinis yang pertama berkisar antara 7-14 hari (1-2
hari sampai beberapa bulan).
Periode onset adalah waktu yang dibutuhkan dari mulai
terjadinya gejala klinis yang pertama hingga timbulnya
spasme otot berkisar antara 1-7 hari. Pada tetanus yang
fulminan masa ini memendek hingga 1-2 jam
Jenis-jenis luka yang sering menjadi
tempat masuknya kuman Clostridium
tetani
a. Luka-luka tembus kulit atau g. Bekas potongan tali pusat pada
yang menimbulkan kerusakan bayi.
luas. h. Endometritis sesudah abortus
b. Luka bakar tingkat 2 dan 3. septik
c. Fistula kulit atau pada sinus- i. Abses gigi
sinusnya j. Mastoiditiskronis
d. Luka-luka dibawah kuku. k. Ruptur apendik
e. Ulkus kulit yang iskemik. l. Abses dan luka yang
f. Luka bekas suntikan narkoba. mengandung bakteri dari tinja.
Diagnosis banding
INFEKSI
Meningoensefalitis Demam, trismus tidak ada, penurunan kesadaran, LCS abnormal.
Lesi orofaring Bersifat lokal, rigiditas asatu spasme seluruh tubuh tidak ada.
KELAINAN METABOLIK
Tetani Hanya spasme karpopedal dan laringeal, hipokalsemia.
KELAINAN PSIKIATRIK
Histeria Trissmus inkonstan, relaksasi komplit antara spasme.
KELAINAN MUSKULOSKELETAL
trauma Hanya lokal.
Penatalaksanaan
Menurut Eldrich et al manajemen tetanus yaitu:
1. Memberikan perawatan suportif sampai tetanospasmin
yang telah berikatan dengan jaringan termetabolisme.
2. Menetralisasi toksin dalam sistem sirkulasi.
3. Menghilangkan sumber tetanospasmin.
Bayi dan anak normal sampai usia 7 DPT diberikan pada kunjungan
tahun yang tidak diimunisasi pada pertama, kemudian 2 dan 4 bulan
masa bayi awal setelah injeksi pertama. Dosis ke-4
diberikan 6-12 bulan setelah injeksi
pertama.
Dosis ke-5 diberikan pada usia 4-6
tahun.
Sepuluh tahun setelahnya (usia 14-16
tahun) diberikan injeksi TT dan diulang
setiap 10 tahun sekali.
Usia ≥ 7 tahun yang belum pernah Imunisasi dasar terdiri dari 3 injeksi TT
diimunisasi. yang diberikan pada kunjungan
pertama, 4-8 minggu setelah injeksi
pertama, dan 6-12 bulan setelah injeksi
kedua.
Injeksi TT diulang setiap 10 tahun sekali.
Ibu hamil yang belum pernah di Wanita hamil yang belum pernah
imunisasi. diimunisasi harus menerima
2 dosis injeksi TT dengan jarak 2 bulan
(lebih baik pada 2 trimester terakhir).
Setelah bersalin, diberikan dosis ke-3
yaitu 6 bulan setelah injeksi ke-2 untuk
melengkapi imunisasi.
Injeksi TT diulang setiap 10 tahun sekali.
Apabila ditemukan neonatus lahir dari
ibu yang tidak pernah diimunisasi tanpa
perawatan obstetrik yang adekuat,
neonatus tersebut diberikan 250 IU
human tetanus immunoglobulin.
Imunisasi aktif dan pasif untuk ibu juga
harus diberikan.
Imunisasi aktif dan pasif juga diberikan sebagai profilaksis
tetanus pada keadaan trauma. Rekomendasi untuk
profilaksis tetanus adalah berdasarkan kondisi luka
khususnya kerentanan tetanus dan riwayat imunisasi
pasien. Tanpa memperhatikan status imunitas aktif
pasien, pada semua luka harus dilakukan tindakan bedah
segera dengan menggunakan teknik aseptik yang hati-hati
untuk membuang semua jaringan mati danbenda asing
Klasifikasi luka menurut American College of Surgeon
Committee on Trauma
Tampilan klinis Luka rentan tetanus Luka tidak rentan
tetanus