Anda di halaman 1dari 48

PERUNDANG-UNDANGAN

DI BIDANG FARMASI

FASILITAS PELAYANAN (7)

Disampaikan pada : Kuliah Universitas Surabaya


Oleh : Dra. Kustantinah Apth. MAppSc
Surabaya, 28 – 29 April 2018
FASILITAS PELAYANAN

Outline
1. Apotek
2. Apotek Rakyat
3. Toko Obat
APOTEK
DASAR HUKUM
 UU No. 5/1997 Psikotropika
 UU No. 25/2007 Penanaman Modal
 Perpres 39/2014 Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka
dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
 UU No. 35/2009 Narkotika
 UU No. 36/2009 Kesehatan
 PP No. 72/1998 Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
 PP No. 51/2009 Pekerjaan Kefarmasian

 Permenkes No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata


Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah diubah dengan
Kepmenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002.
 Permenkes No. 35/2014 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
UU Kesehatan 36/2009

KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 203

 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua


peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.
UU Kesehatan 36/2009

Tidak mengatur tentang


SARANA KESEHATAN
sebagaimana diatur dalam Pasal 56 s/d
Pasal 59 UU No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.
UU Kesehatan 36/2009

 (Pasal 56 ayat 1) Sarana kesehatan meliputi:


 balai pengobatan,
 pusat kesehatan masyarakat,
 rumah sakit umum,
 rumah sakit khusus,
 praktik dokter,
 praktik dokter gigi,
 praktik dokter spesialis,
 praktik dokter gigi spesialis,
 praktik bidan,
 toko obat,
 apotek,
 pedagang besar farmasi,
 pabrik obat dan bahan obat,
 laboratorium,
 sekolah dan akademi kesehatan,
 balai pelatihan kesehatan, dan
 sarana kesehatan lainnya

 (Pasal 59 ayat 1)Semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus


memiliki izin.
UU Penanaman Modal 25/2007

Pasal 12
1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi
kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha
atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan
terbuka dengan persyaratan.
2) Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal
asing adalah:
a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan
perang; dan
b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan
tertutup berdasarkan undang-undang.
Lanjutan…
3) Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang
tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan
berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup,
pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.
4) Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka
dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang
terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan
Presiden.
5) Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan
berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya
alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas
teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan
usaha yang ditunjuk Pemerintah.
Perpres 39/2014
SEKTOR KESEHATAN
BATAS KEPEMILIKAN
NO BIDANG USAHA
MODAL ASING
1 Usaha Industri Farmasi Maksimal 85%
- Industri Obat Jadi
- Industri Bahan Baku Obat

2 - Produsen Narkotika (Industri Farmasi) Izin Khusus dari Menkes


-Pedagang Besar Farmasi Narkotika

3 - Perdagangan Besar Farmasi Modal Dalam Negeri 100%


- Perdagangan Besar Bahan Baku Farmasi
- Usaha Industri Obat Tradisional
- Apotek (Praktek Profesi Apoteker)
- Toko Obat/Apotek Rakyat
Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
 Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa :
a. Apotek;
b. Instalasi farmasi rumah sakit;
c. Puskesmas;
d. Klinik;
e. Toko Obat; atau
f. Praktek bersama.

PP 51/2009 Pekerjaan Kefarmasian


Lanjutan…
 Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat
dibantu oleh:
 Apoteker pendamping dan/ atau
 Tenaga Teknis Kefarmasian.
 Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus
menerapkan standar pelayanan kefarmasian.
 Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep
dokter dilaksanakan oleh Apoteker.
Lanjutan…
 Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus
menetapkan Standar Prosedur Operasional.

 Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara


tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Lanjutan…
 Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat:

a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki


SIPA;

b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang


sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas
persetujuan dokter dan/atau pasien; dan

c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika


kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lanjutan…
 Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal
sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik
perorangan maupun perusahaan.

 Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja


sama dengan pemilik modal maka pekerjaan
kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
Apoteker yang bersangkutan.
DEFINISI
Apotik adalah suatu tempat tertentu,
tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian
dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan
kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Permenkes No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah diubah dengan
Kepmenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002.

 Surat Izin Apotik atau SIA adalah Surat izin yang diberikan
oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan
pemilik sarana untuk menyelenggarakan Apotik di suatu tempat
tertentu.

 Apoteker Pengelola Apotik adalah Apoteker yang telah


diberi Surat Izin Apotik (SIA).

 Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di


Apotik di samping Apoteker Pengelola Apotik dan/atau
menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotik.
Lanjutan…
 Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan
Apoteker pengelola Apotik selama Apoteker Pengelola Apotik
tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara
terus-menerus, telah memiliki Surat Ijin Kerja dan tidak
bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotik di Apotik lain.

 Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan


peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker;

 Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter, Dokter Gigi,


Dokter Hewan kepada Apoteker Pengelola Apotik untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PERIZINAN

 Izin Apotik diberikan oleh Menteri;


 Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin
apotik kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
/ Kota;
 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota wajib
melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan
izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotik sekali
setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi;
PENGELOLAAN

 Pengelolaan Apotik meliputi:


 Pembuatan, pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan
obat;
 Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan
penyerahan perbekalan farmasi lainnya;
 Pelayanan informasi mengenai perbekalan
farmasi.
Lanjutan…
 Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan
menyerahkan Sediaan Farmasi yang bermutu baik dan
yang keabsahannya terjamin;

 Sediaan Farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat


digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus
dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau
dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Lanjutan…
 Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya
pada jam buka Apotik, Apoteker Pengelola Apotik dapat menunjuk
Apoteker Pendamping.

 Apabila Apoteker Pengelola Apotik dan Apoteker Pendamping karena


hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola
Apotik dapat menunjuk Apoteker Pengganti.

 Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi.

 Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya


lebih dari 2(dua) tahun secara terus-menerus, Surat lzin Apotik atas
nama Apoteker bersangkutan dicabut.
Lanjutan…
 Pemusnahan Perbekalan Farmasi
 (Kepmenkes 1332/Menkes/SK/X/2002)

 Kriteria Obat yg dapat diserahkan tanpa Resep


 (Permenkes 919/MenkesPer/X/1993)

 Obat Wajib Apotik No. 1, Obat Keras yg dapat diserahkan tanpa resep
dokter oleh Apoteker di apotik
 (Kepmenkes 347/Menkes/SK/VII/1990)

 Obat Wajib Apotik No. 2, Obat Keras yg dapat diserahkan tanpa resep
dokter oleh Apoteker di apotik
 (Permenkes 924/Menkes/Per/X/1993)

 Obat Wajib Apotik No. 3, Obat Keras yg dapat diserahkan tanpa resep
dokter oleh Apoteker di apotik
 (Permenkes 1176/Menkes/SK/X/1999)
Penyimpanan Resep
Kepmenkes No. 704/Ph/63/b Tgl. 14/2/63

 Disimpan selama 3 tahun berdasarkan nomor urut dan


tanggal pembuatan

 Pemusnahan resep hanya boleh dengan jalan


pembakaran

 Pemusnahan dengan membuat Berita Acara


Pemeriksaan
Pengelolaan Khusus

 Narkotika
 Resep, Salinan Resep Narkotika (SE Dirjen POM 336/E/SE/1977)

 Tempat Penyimpanan Narkotika (Permenkes 28/Menkes/Per/I/1978)

 Pemusnahan Narkotika (Permenkes 28/Menkes/Per/I/1978)

 Pelaporan (UU Narkotika 22/1997)


Psikotropika
• Pelaporan (UU Psikotropika 5/1997 jo. Permenkes 688/Menkes/Per/VII/1997 jo.
Permenkes 912/Menkes/Per/VIII/1997)

• Jarum Suntik, Semprit Suntik


(Permenkes 229/Menkes/Per/VII/1978)
Tempat Penyimpanan Narkotika
 Apotik dan rumah sakit harus memiliki tempat khusus untuk
menyimpan narkotika.

 Tempat khusus untuk menyimpan narkotika harus memenuhi


persyaratan sebagai berikut:
 harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat;
 harus mempunyai kunci yang kuat;
 dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan;
 bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfina, petidina
dan garam-garamnya serta persedian narkotika;
 bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya
yang dipakai sehari-hari;
 apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang
dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada
tembok atau lantai.
Sanksi Administratif
 Pencabutan izin apotik
 Peringatan secara tertulis
 Pembekuan izin apotik

 Alasan
 Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sesuai dengan Pasal 5;
dan atau
 Apoteker tidak memenuhi kewajiban dimaksud Pasal 12 dan Pasal 15 ayat
(2); dan atau
 APA terkena ketentuan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5); dan atau
 Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan Perundangan-undangan
dimaksud dalam Pasal 31; dan atau
 SIK APA dicabut; dan atau
 PSA terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang
obat; dan atau
 Apotik tidak lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam Pasal 6.
Sanksi Pidana
 Ordonansi Obat Keras (St. 1949 No. 419)
 UU No. 1/1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana (KUHP)
 UU No. 5/1997 tentang Psikotropika
 UU No. 35/2009 tentang Narkotika
 UU No. 36//2009 tentang Kesehatan
APOTEK RAKYAT
APOTEK RAKYAT
Permenkes No. 284/MENKES/PER/III/2007

 Apotek Rakyat adalah sarana kesehatan tempat


dilakukannya pelayanan kefarmasian dimana
dilakukan penyerahan obat dan perbekalan
kesehatan, dan tidak melakukan peracikan.
Persyaratan:
 Setiap orang atau badan usaha dapat mendirikan Apotek Rakyat.

 Harus memiliki izin yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota.

 Untuk memperoleh izin tidak dipungut biaya.

 Pedagang Eceran Obat dapat mengubah statusnya menjadi Apotek


Rakyat sepanjang memenuhi ketentuan.

 Apotek Rakyat dapat berupa 1(satu) atau gabungan dari paling


banyak 4(empat) Pedagang Eceran Obat.
Lanjutan…
 Apotek Rakyat berupa gabungan dari paling banyak
4(empat) Pedagang Eceran Obat, harus:

 Mempunyai ikatan kerjasama dalam bentuk badan


usaha atau bentuk lainnya; dan

 Letak lokasi Pedagang Eceran Obat berdampingan yang


memungkinkan dibawah satu pengelolaan.
Lanjutan…
 Dalam pelayanan kefarmasian harus
mengutamakan obat generik;

 Dilarang menyediakan Narkotika dan


Psikotropika, meracik obat dan menyerahkan obat
dalam jumlah besar;

 Harus memiliki 1(satu) Apoteker sebagai


penanggung jawab, dan dapat dibantu oleh
seorang Asisten Apoteker.
TOKO OBAT
DASAR HUKUM
 Ordonansi Obat Keras (Staatblad 1949: 419);
 PP 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
 Permenkes No. 167 / Kab / B.VII / 72 tentang
Pedagang Eceran Obat sebagaimana telah diubah
dengan Kepmenkes No. 1331 / Menkes / SK / X /
2002.
ORDONANSI OBAT KERAS Staatsblad 1949:419
 Mereka yang ingin menjadi Pedagang Kecil yang diakui harus
memasukan permohonan izin tertulis kepada Pemerintah setempat.

 Baik permintaan untuk izin maupun izinnya sendiri dibebaskan dari


materai.

 Izin ini berisi nama yang bersangkutan dan tidak boleh dipindahkan
kepada orang lain dan hanya berlaku untuk tempat atau daerah yarg
tertera dalam izin tersebut.

 Izin ini batal dengan meninggalnya pemegang izin atau dengan


kepindahannya dari daerah, dimana izin ini berlaku.
Lanjutan …

 Jika izin diberikan kepada rechtspersoon maka izin ini


batal pada saat batalnya rechtspersoon atau oleh
karena berpindahnya tempat kedudukan yang
sebenarnya dari rechtspersoon dari tempat atau
daerah, dimana izin ini berlaku.

 Sebelum memutuskan permintaan permohonan,


pemerintah setempat mohon nasehat dari Kepala
Dinas Kesehatan dari wilayah dimana yang
bersangkutan hendak menjual obat-obat W.
PP Pekerjaan Kefarmasian 51/2009

 Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada Fasilitas


Pelayanan Kefarmasian.
 Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa :
a. Apotek;
b. Instalasi farmasi rumah sakit;
c. Puskesmas;
d. Klinik;
e. Toko Obat; atau
f. Praktek bersama.
Lanjutan …

 Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa Toko Obat


dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang
memiliki STRTTK sesuai dengan tugas dan fungsinya.

 Dalam menjalankan praktek kefarmasian di Toko


Obat, Tenaga Teknis Kefarmasian harus menerapkan
standar pelayanan kefarmasian di Toko Obat.
Permenkes No. 167/Kab/B.VII/72 tentang Pedagang Eceran Obat
sebagaimana telah diubah dengan
Kepmenkes No. 1331/Menkes/SK/X/2002.

 Pedagang Eceran Obat adalah Orang atau Badan


Hukum Indonesia yang nemiliki ijin untuk
menyimpan Obat-obat Bebas dan Obat-obat Bebas
Terbatas (Daftar W) untuk dijual secara eceran di
tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat
ijin.

 Pedagang Eceran Obat menjual obat-obatan bebas


dan obat-obatan bebas terbatas dalam bungkusan
dari pabrik yang membuatnya secara eceran.
Lanjutan …

 Pedagang Eceran Obat harus menjaga agar obat-obat


yang dijual bermutu baik dan berasal dari pabrik-
pabrik farmasi atau pedagang besar farmasi yang
mendapat ijin dari Menteri Kesehatan.

 Setiap Pedagang Eceran Obat wajib memperkerjakan


seorang Asisten Apoteker sebagai penanggung jawab
teknis farmasi.
Perizinan
 Pemberian ijin Pedagang Eceran Obat dilaksanakan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

 Setiap penerbitan ijin Pedagang Eceran Obat, Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota harus menyampaikan tembusan kepada Menteri,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, serta Balai POM setempat.

 Permohonan ijin Pedagang Eceran Obat harus diajukan secara tertulis


dengan disertai:
 Alamat dan denah tempat usaha;
 Nama dan alamat pemohon;
 Nama dan alamat Asisten Apoteker;
 Foto-copy Ijazah, Surat Penugasan, dan SIK Asisten Apoteker;
 Surat Pernyataan kesediaan bekerja Asisten Apoteker sebagai penanggung jawab
teknis.
Lanjutan …
 Pedagang Eceran Obat harus memasang papan nama
dengan tulisan “Toko Obat Berijin” “Tidak Menerima
Resep Dokter” dan namanya didepan tokonya, dan tulisan
tersebut harus mudah dilihat umum dan di bagian bawah
pojok kanan harus dicantumkan nomor ijin.

 Tulisan harus berwarna hitam di atas dasar putih; tinggi


huruf paling sedikit 5 cm dan tebalnya paling sedikit 5 mm.

 Ukuran papan nama paling sedikit lebar 40 cm dan


panjang 50 cm.
Lanjutan …
 Pedagang Eceran Obat dilarang menerima atau
melayani resep dokter.

 Pedagang Eceran Obat dilarang membuat obat,


membungkus atau membungkus kembali obat.

 Obat-obat yang masuk Daftar Obar Bebas


Terbatas harus disimpan dalam almari khusus dan
tidak boleh dicampur dengan obat-obat atau
barang-barang lain.
Lanjutan …
 Di depan tokonya, pada iklan-iklan dan barang-
barang cetakan Toko Obat tidak bol€h memasang
nama yang sama atau menyamai nama apotik,
pabrik obat, atau pedagang besar farmasi, yang
dapat menimbulkan kesan seakan-akan Toko Obat
tersebut adalah sebuah apotik atau ada
hubungannya dengan apotik, pabrik farmasi, atau
pedagang besar farmasi.
Pencabutan Izin

 Pencabutan Izin Pedagang Eceran Obat dilakukan


oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;

 Apabila izin batal atau dicabut maka pemilik izin


harus segera menyerahkan surat izinnya kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat.
Ketentuan Pidana

 Ordonansi Obat Keras (Staatsblad 1949: 419)

 UU No. 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana


(KUHP)
 UU No. 5/1997 tentang Psikotropika

 UU No. 35/2009 tentang Narkotika

 UU No. 36/2009 tentang Kesehatan


Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai