Anda di halaman 1dari 38

KEDOKTERAN DAN

ILMU KESEHATAN

TUTORIAL KLINIK
Pembimbing :
dr. Yudha Nurhantari, Ph.D, Sp. F
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

Jenis Ket
KELENGKAPAN
DAN Surat permintaan visum Tidak Ada
ADMINISTRASI
Informed Consent Ada
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

IDENTITAS KORBAN
 Nama : Nn I
 Umur : 19 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Mahasiswi
 Kewarganegaraan : Indonesia
 Alamat : Bantul, Yogyakarta
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

IDENTIFIKASI
Pasien memakai kemeja berlengan panjang
berkerah dengan kancing, berwarna dasar merah
muda, berbahan katun, dengan motif bunga-
bunga berwarna hitam.
Memakai celana panjang, berwarna hitam
berbahan jeans dengan saku di bagian depan
dan belakang.
Memakai jilbab segiempat berwarna hitam.
Tidak menggunakan kalung, jam tangan maupun
gelang. Pasien membawa tas kecil berwarna biru
tua.
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

5
Kronologi
Pasien datang ke UPKT RSUP dr. Sardjito Yogyakarta dikarenakan ingin dilakukan
pemeriksaan medis guna pengajuan kasus pelecehan yang dialaminya ke tingkat hukum.
Pelecehan tersebut terjadi di rumah pasien pada hari Rabu, 9 Oktober 2010 pukul 07.30,
tepatnya di dalam toko Ibunya yang berada dibagian depan rumah.

Kejadian tersebut bermula saat pasien melihat tetangganya yang bernama Bp. S
usia 60 tahun datang kerumahnya untuk membeli minuman botol sedangkan toko tersebut
sudah ditutup oleh Ibu pasien. Tanpa memiliki kecurigaan terhadap Bp. S, maka pasien
masuk ke dalam warung untuk mengambil barang yang ingin dibeli.

Pada saat pasien berjalan masuk, Bp.S mengikuti dan memegang pantat pasien
dari arah belakang. Pasien kaget dan dengan tergesa memberikan minuman yang diminta
Bp. S. Lalu Bp. S mengeluarkan beberapa lembar uang Rp 100.000,- dan mengatakan pada
pasien bahwa uang tersebut untuk pasien membeli anting-anting. Pasien menolaknya,
namun pasien tiba-tiba dipeluk dari arah samping kiri dan dicium pipi kirinya sebanyak 2x.
Pasien langsung melepaskan pelukan Bp. S dan berlari menuju kedalam rumah.
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

6
Kronologi

Bp. S memanggil pasien untuk membayar minuman tersebut dengan


memberikan uang Rp 50.000,- sehingga pasien terpaksa keluar dari rumah lagi untuk
mengambil uang tersebut. Pada saat kejadian tidak ada seorangpun yang melihat dan
mengetahuinya.

Pasien mengaku bahwa tidak ada luka dan tidak ada kekerasan yang dilakukan
oleh Bp.S. Pasien menceritakan kejadian tersebut kepada keluarganya, kemudian keluarga
pasien meminta pengakuan dari pelaku dengan mendatangi rumah pelaku tersebut
bersama dengan Kepala Desa. Awalnya, pelaku tidak mau mengakui perbuatannya, namun
setelah dipaksa oleh Kakak pasien, pelaku akhirnya mau mengakui perbuatannya.

Pada tanggal 11 Oktober 2019, pasien melaporkan kejadian tersebut kepada


Polisi. Akan tetapi, hingga saat ini tidak ada tindak lanjut dari pihak Kepolisian. Kejadian ini
merupakan kejadian yang kedua kalinya oleh pelaku yang sama.
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

7
Riwayat Sebelum Peristiwa
• Pasien pernah mendapatkan perlakuan yang menurut pasien tidak pantas, yaitu
disentuh kedua payudara pasien oleh pelaku pada + 4 tahun yang lalu
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

8
Riwayat Setelah Peristiwa
• Pasien merasa ketakutan, dan menceritakan kepada keluarga pasien

• Pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kendala
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

9
Riwayat Personal Sosial
• Pasien merupakan seorang mahasiswi tingkat awal

• Pasien tidak pernah merokok, minum – minuman alkohol, dan memakai obat –
obatan terlarang

• Pasien tidak memiliki permasalahan dengan saudara, teman maupun tetangga


yang lainnya
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

PEMERIKSAAN FISIK

PRIMARY SURVEY
A : bicara jelas (+), snoring (-), gurgling (-) → CLEAR

B : RR 20x/menit, SpO2 99%, Abdominothorakal type, vesikuler +/+ → CLEAR

C : TD 110/70 mmHg ; N 76x/menit ; akral hangat, CRT <2 detik → CLEAR

D : GCS E4V5M6, pupil isokor, lateralisasi (-)


KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

• SECONDARY SURVEY
Subject

KU : Permintaan pemeriksaan guna pembuatan visum untuk kasus dugaan pelecehan seksual

RPS : 2 bulan yang lalu, pasien mendapat perlakuan berupa disentuh bagian pantatnya, dipeluk
dan dicium pipi kirinya 2 kali oleh tetangga pasien yaitu Bp. S yang berusia 60 tahun.

Pasien mengaku kejadian tersebut merupakan kejadian yang kedua kalinya.

RPD : pasien pernah diperlakukan hal serupa, yaitu disentuh kedua payudaranya pada + 4 tahun
yang lalu

Object

KU : CM, Baik, GCS E4V5M6

TD 110/70 mmHg ; N 76x/menit ; RR 20x/menit ; T 36,7◦C ; SpO2 99%


KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

Pemeriksaan Kepala : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, 3mm/3mm, reflex cahaya
+/+, tidak terdapat jejas
Pemeriksaan Leher : tidak terdapat hematome, tidak tampak adanya fraktur
Pemeriksaan Dada : simetris, pernafasan torakoabdominal type, vesikuler +/+, suara tambahan -/-, tidak
terdapat jejas
Pemeriksaan Punggung: tidak terdapat jejas, deformitas (-)
Pemeriksaan Perut : supel, distensi (-), BU (+), nyeri tekan (-), hematome (-)
Pemeriksaan Ekstremitas : kekuatan otot: 5/5/5/5, refleks fisiologis: n/n/n/n, refleks patologis -/-/-/-, klonus
(-), tidak ada keterbatasan gerak
Pemeriksaan genitalia: tidak dilakukan pemeriksaan

ASSESSMENT
Tidak ditemukan tanda – tanda perlukaan

PLANNING
Konsultasi ke psikiater
Edukasi pasien
Lain- lain sesuai TS Sp.F
PEMERIKSAAN
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

PENUNJANG

Tidak
dilakukan
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

Kesimpulan

1. Telah diperiksa seorang perempuan berusia 19 tahun dengan tinggi badan 150 cm
dan berat badan 43 kg
2. Tidak terdapat tanda – tanda kekerasan dan tidak terdapat gangguan dalam
melakukan aktivitas fisik

14
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

MASALAH YANG DIKAJI


KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

1. 16
Apa yang seharusnya dilakukan oleh dokter umum jika pasien meminta dilakukan
visum namun tidak terdapat SPV?
2. Jika pada pasien terdapat luka atau jejas pelecehan bagaimana cara
mendiskripsikan luka ?
3. Jika tidak ditemukan tanda kekerasan atau pelecahan seksual, apakah hasil dari
visum tersebut dapat digunakan untuk barang bukti peradilan?
4. Apakah perlu dilakukan vaginal swab pada kasus ini?
5. Edukasi apakah yang perlu disampaikan pada pasien dan keluarga pasien terkait
permintaan visum pasien?
6. Apa saja yang perlu ditanyakan dalam menyusun kronologi kejadian?
7. Saat pasien dengan curiga kekerasan seksual datang pertama kali, sampel apa
yang dapat diambil di sekitar TKP?
8. Apa saja yang perlu diperiksa pada korban kekerasan seksual?
9. Bagaimana kita dapat menilai korban diduga mendapat kekerasan seksual?
10. Apa perbedaan pemeriksaan pada dewasa dan anak-anak?
11. Bagaimana terapi pada korban pelecehan seksual?
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

17

DISKUSI DAN ANALISA


KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

18
1. Apa yang seharusnya dilakukan oleh dokter umum jika pasien meminta
dilakukan visum namun tidak terdapat SPV ?

• Membuat kriteria tentang pasien/korban yang pada waktu masuk Rumah Sakit/UGD tidak membawa SPV.
Sebagai berikut :

a) Setiap pasien dengan trauma


b) Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan
c) Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas
d) Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan
e) Pasien tanpanluka/cidera dengan membawa surat permintaan visum

Kelompok pasien tersebut diatas untuk dilakukan kekhususan dalam hal pencatatan temuan medis
dalam rekam medis khusus, diberi tanda pada map rekam medisnya (tanda ‘ V eR’) warna sampul rekam
medis serta penyimpanannya rekam medis yang tidak digabung dengan rekam medis pasien umum.

• Syarat Visum et Repertum korban hidup yaitu :


a) Harus tertulis, tidak boleh secara lisan
b) Bukan kejadian yang sudah lewat, tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat
c) Ada alasan mengapa korban dibawa ke dokter
d) Ada identitas korban
e) Ada identitas peminta
f) Mencantumkan tanggal permintaannya
g) Korban diantar oleh polisi/jaksa
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

• Surat permohonan visum harus diserahkan langsung kepada dokter dari penyidik,
tidak boleh dititip melalui korban atau keluarga korban. Juga tidak diperbolehkan
melalui jasa pos.

Referensi :
• Afandi. 2010. Visum et Repertum pada Korban Hidup. Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal: FK UNRI
• Idries, Dr. Abdul Mun’im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi
Pertama. Binapura Aksara: Jakarta Barat.
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

20

2. Jika pada pasien terdapat luka atau jejas pelecehan bagaimana cara
mendiskripsikan luka ?

• Letak luka secara anatomis


• Koordinat luka (sumbu X adala jarak antara luka dengan garis tengah badan, sumbu Y adalah
jarak antara luka dengan titik anatomis permanen terdekat)
• Jenis luka/cedera
• Karakteristrik serta ukurannya

Referensi :
• Amir, Prof. Dr. Amri. 2005. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua. Percetakan
Ramadhan : Medan
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

21

3. Jika tidak ditemukan tanda kekerasan atau pelecahan seksual, apakah hasil dari
visum tersebut dapat digunakan untuk barang bukti peradilan?

Apabila memang tidak ditemukan tanda kekerasan seksual pada tubuh


korban, berarti visum tersebut tidak dapat digunakan sebagai alat bukti untuk
membuktikan bahwa benar terjadi tindak pidana.
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

22

4. Apakah perlu dilakukan vaginal swab pada kasus ini?

Pemeriksaan vaginal swab perlu dilakukan, untuk membuktikan ada


tidaknya persetubuhan oleh pelaku kepada pasien.

Sumber: PERMENKES no. 68 tahun 2013


KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

23

5. Edukasi apakah yang perlu disampaikan pada pasien dan keluarga pasien
terkait permintaan visum pasien?

Mengedukasikan bahwa surat Ver hanya dapat diberikan apabila ada surat
permintaan dari pihak penyidik

Apabial tidak ada surat permintaan ver hanya dapat dilakukan pemeriksaan yang
kemudian ditulis direkam medis yang dapat digunakan untuk membuat Ver apabila
sudah ada surat permintaan visum.

Surat Ver hanya diberikan kepada penyidik dan tidak boleh dibawa oleh korban atau
pasien
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

24

6. Apa saja yang perlu di tanyakan dalam menyusun kronologi kejadian?


• Penyusunan kronologi dibuat dengan melakukan
wawancara medikolegal. Secara medis dilakukan
heteroanamnesis terhadap pihak yang mengetahui • Selain itu, ringkasan rekam medis, hasil
riwayat kesehatan almarhum/ah sehari-hari,meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologi serta
sacred seven dan fundamental four. hal- hal lain yang dapat membantu penegakkan
diagnosis penyebab kematian perlu dimintakan
• Sacred seven kepada keluarga almarhum/ah. Demi
1. Lokasi kepentingan hukum, pertanyaan-pertanyaan
2. Kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?) yang memuat 5W+1H (Who, Where, When,
Why, What, How) juga perlu diajukan.
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat?)
4. Kualitas keluhan (seperti apa ?) • Referensi : Ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.
5. Faktor-faktor yang memperberat Fakultas kedokteran universitas udayana. Denpasar.
6. Faktor-faktor yang meringankan 2017
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan

• Fundament four
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

7. Saat pasien dengan curiga kekerasan seksual datang pertama


kali, sampel apa yang dapat diambil di sekitar TKP?

• Pengumpulan alat bukti dilakukan di tempat kejadian perkara, selanjutnya


alat bukti tersebut dikirim ke laboratorium forensik untuk dianalisis.
Barang bukti/material kimia, biologik dan fisik yang ditemukan ditempat
kejadian perkara dapat berupa:
1. Material kimia: alkohol, obat-obatan, atau bahan kimia lain yang
ditemukan di tempat kejadian perkara
2. Material fisik: serat pakaian, selimut, kain penyekap korban dll.
3. Material biologik: cairan tubuh, air liur, semen/sperma, darah, rambut
dll.

Referensi : Ilmu kedokteran forensik dan medikolegal. Fakultas kedokteran


Universitas Samratulangi. Manado. 2013
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

8. Apa saja yang perlu diperiksa pada korban kekerasan seksual


• Yang perlu diperiksa oleh dokter terhadap korban/tersangka korban kekerasan
seksual sedapat mungkin memenuhi tuntutan yang digunakan dalam undang-
undang hukum pidana.
• Pemeriksaan fisik juga didasarkan pada kebijakan juridiksional, dan dilakukan oleh
dokter dengan pemeriksaan meliputi:
• Umum:
1. Rambut, wajah, emosi secara keseluruhan
2. Apakah korban pernah pingsansebelumnya, mabuk atau tanda-tandapemakaian
narkotik.
3. Tanda-tanda kekerasan diperiksa diseluruh tubuh korban.
4. Alat bukti yang menempel ditubuh korban yang diduga milik pelaku.
5. Memeriksa perkembangan seks sekunder untuk menentukan umur korban.
6. Pemeriksaan antropometri; tinggi badan dan berat badan
7. Pemeriksaan rutin lain

Referensi : Ilmu kedokteran forensik dan medikolegal. Fakultas kedokteran Universitas


Samratulangi. Manado. 2013
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

9. Bagaimana kita dapat menilai korban diduga mendapat


kekerasan seksual?
Berikut ini detail penilaian kekerasan seksual yang dapat menguatkan
terjadinya kekerasan seksual pada korban.

1. Trauma non genital (kekerasan, bukti menguatkan)


Trauma fisik adalah pembuktian terbaik adanya kekerasan dan harus
selalu didokumentasikan melalui foto, dideskripsikan melalui gambar dan
dalam bentuk laporan tertulis. Bukti trauma dapat juga menguatkan
pernyataan korban akan kejadian tersebut.
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

a. Pola trauma non genitalia


Peneliti forensic harus mengetahui pola trauma yang terjadi karena
kekerasan seksual, berikut tempat yang paling sering mengalami
kekerasan seksual:
• Memar pada tungkai atas dan paha
• Memar pada leher karena cekikan
• Memar pukulan pada lengan atas
• Memar karena postur bertahan pada sisi lengan luar
Juga yang sering adalah:
• Trauma menyerupai cambuk atau tali pada punggung korban
• Trauma pukulan atau gigitan pada payudara dan puting susu
• Trauma pukulan pada abdomen
• Trauma Pukulan dan tendangan pada paha
• Memar, lecet, dan laserasi pada wajah.
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

b. Trauma non genital yang terpola

Istilah “trauma terpola” berbeda dari istilah yang sama, "pola


trauma" yang disebutkan diatas. Keduanya penting dalam istilah
forensik, akan tetapi, "trauma terpola" adalah trauma dari objek
yang digunakan untuk menimbulkan trauma, yang mudah
diindentifikasi melalui pola yang ada pada korban.
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

2. Bukti trauma genital (kontak seksual, kekerasan)


Trauma genital menunjukkan adanya kontak seksual dan kekerasan. Trauma genital
paling banyak terlihat setelah kekerasan seksual. Akan tetapi seringkali tidak ditemukan bukti
trauma genital.
a. Pola trauma genital
• posterior fourchette (70%)
• vagina (11%)
• labia minora (53%)
• perineum (11%)
• hymen (29%)
• area periuretral (99%)
• fossa navicularis (25%)
• labia majora (77%)
• anus (15%)
• rektum (44%)
• servix (13%)
b. Hubungan antara trauma non - genital dan trauma genital
• Korban rauma non - genital juga mengalami trauma genital.
• Pada studi lain dari 304 korban kekerasan seksual, 79% mereka dengan trauma non - genital
juga memperlihatkan bukti adanya trauma genital.
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

c. Bukti dari kolposkopi : Diduga bahwa pemeriksaan kolposkopi untuk memperjelas


jaringan genital adalah aset penting untuk identifikasi trauma genital.
d. Toluidine blue adalah nuclear stain yang biasa digunakan dalam pemeriksaan
kekerasan seksual untuk mendekteksi adanya mikrotrauma.
e. Deskripsi trauma genital: Trauma biasanya ditemukan dalam pemerkosaan yang
disebabkan oleh tidak adanya respon human, yaitu:
• Tidak adanya kemiringan pelvik untuk mempersiapkan penetrasi
• Tidak adanya bantuan pasangan dengan memasukkan penis atau objek lain.
• Tidak adanya lubrikasi
• Tidak adanya relaksasi
• Peningkatan kekuatan dari penetrasi
• Disfungsi seksual pria
• Tidak adanya komunikasi

Referensi : Ilmu kedokteran forensik dan medikolegal. Fakultas kedokteran Universitas


Samratulangi. Manado. 2013
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

10. Apa perbedaan pemeriksaan pada dewasa dan


anak-anak?
Langkah-langkah pemeriksaan korban kekerasan seksual pada anak perempuan (kurang dari 18 tahun):
1. Pemeriksaankorbankekerasanseksualpadaanakperempuan pada prinsipnya sama dengan korban perempuan
dewasa.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada korban anak yaitu kelainan-kelainan (luka-luka) pada alat kelamin
terutama robekan selaput dara sangat jarang ditemukan.
Jarangnya kelainan ini disebabkan oleh :
a. Lokasi selaput dara anak perempuan yang relatif lebih dalam dari muara lubang liang senggama (introitus
vagina). Dalamnya lokasi selaput dara disebabkan timbunan lemak berlebih pada mons veneris.
b. Pada darah anak perempuan terdapat hormon estrogen maternal yang lewat melalui sawar darah plasenta
saat dalam kandungan.
c. Secaraanatomi,genitaliaanakmasihbelumberkembang sehingga sulit mengalami penetrasi total (lebih sering
penetrasi minimal atau penetrasi partial).

2. Kelainan-kelainan selaput dara pada anak yang perlu diperhatikan:


a. Robekan selaput dara (deflorasi).
b. Bercak noktah pada selaput dara.
c. Bentuk U atau V pada tepi dalam selaput dara.
d. Celah pada selaput dara.
e. Memar, kemerahan, dan sembab pada selaput dara.
f. Penyempitan lokal pada lubang selaput dara.
g. Kehilangan jaringan selaput dara.
h. Pelebaran diameter transversal lubang selaput dara.
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

3. Diameter transversal lubang selaput dara pada anak berkembang


sesuai dengan umur anak. Pada balita bergaris tengah 5 mm dan
setelah 6 sampai 10 tahun bertambah 1 mm sesuai dengan umur.
4. Bila diameter transversal lubang selaput dara melebihi umur, maka
hal ini dapat disebabkan karena penetrasi tumpul yang
mengakibatkan “folding mechanism” pada tepi dalam lubang
selaput dara.
5. Oleh karena minimalnya kelainan-kelainan pada selaput dara anak,
maka pemeriksaan genetalia harus dilakukan dengan berbagai
macam posisi pemeriksaan. Awalnya dilakukan dengan posisi
litotomi lalu diubah menjadi posisi knee-chest kemudian diganti
menjadi posisi lateral decubitus. Jika terdapat kelainan selaput dara
pada lokasi yang sama,maka kelainan tersebut baru dapat
dipastikan.

Sumber: World Health Organization. Guidelines for Medico-legal


Care for Victims of Sexual Violence. France; 2003.
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

11. Bagaimana terapi pada korban pelecehan seksual?


KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

Paparan terhadap kekerasan seksual dikaitkan dengan berbagai konsekuensi


kesehatan bagi korban.
Perawatan komprehensif harus mengatasi masalah berikut: cedera fisik; kehamilan;
IMS, HIV dan hepatitis B; konseling dan dukungan sosial; dan konsultasi lanjutan.
■ Kemungkinan kehamilan akibat serangan harus didiskusikan. Jika wanita itu pertama
kali terlihat hingga 5 hari setelah serangan itu terjadi, kontrasepsi darurat harus
ditawarkan. Jika dia pertama kali terlihat lebih dari 5 hari setelah serangan itu, dia
harus disarankan untuk kembali untuk kehamilan menguji apakah dia melewatkan
periode berikutnya.
■ Jika kekerasan seksual menyebabkan kehamilan yang ingin dihentikan seorang
wanita, rujukan ke hukum layanan aborsi harus dilakukan.
■ Jika perlu, pasien harus ditawari pengujian untuk klamidia, gonore, trikomoniasis,
sifilis, HIV dan hepatitis B; ini dapat bervariasi sesuai dengan protokol lokal yang
ada.
■ Keputusan untuk menawarkan profilaksis IMS harus dibuat berdasarkan kasus per
kasus. Rutin pengobatan profilaksis semua pasien umumnya tidak dianjurkan.
■ Petugas kesehatan harus mendiskusikan secara seksama risiko dan manfaat
profilaksis pasca pajanan HIV sehingga mereka dapat membantu pasien mereka
mencapai keputusan berdasarkan informasi tentang apa yang terbaik bagi mereka.
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

■ Dukungan dan konseling sosial penting untuk


pemulihan. Pasien harus menerima informasi tentang
kisaran respons fisik dan perilaku normal yang dapat
mereka harapkan, dan seharusnya ditawarkan
dukungan emosional dan sosial.
■ Semua pasien harus ditawari akses ke layanan tindak
lanjut, termasuk tinjauan medis di 2 minggu, 3 bulan
dan 6 bulan setelah serangan, dan rujukan untuk
konseling dan dukungan lainnya jasa.

Sumber: World Health Organization. Guidelines for


Medico-legal Care for Victims of Sexual Violence. France;
2003.
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

TERIMAKASIH
KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN

Anda mungkin juga menyukai