Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

PERITONITIS e.c
APPENDISITIS PERFORASI
Aji Sukma Bayu Saputra (19360227)
Aldo Yudha P S (19360228)
Azka Reza (19360231)
Badi Ussalam (19360232
Bab I Pendahuluan
Nyeri akut abdomen adalah suatu kegawatan
abdomen yang sering dikeluhkan dan menjadi alasan utama
pasien datang ke dokter.
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh
infeksi pada selaput organ perut (peritonieum). Peritoneum
adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ
perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis
bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan
patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi
berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi
dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal),
Bab II Laporan Kasus
Identitas Pribadi
• No. RM : 342041
• Nama : Tn.J
• Umur : 14 tahun 5 bulan
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Status Kawin : Belum Menikah
• Agama / Suku : Islam
• Pekerjaan : Pelajar
• Alamat : Jl. Tangguk Bongkar IX Medan
Anamnesa Penyakit
• Keluhan Utama : Nyeri Perut Kanan Bawah
• Telaah :
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Umum Haji
Medan dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak
1 minggu yang lalu, nyeri perut sampai keseluruh
lapang perut. Pasien sebelumnya ± 3 hari yang lalu
mengeluh tidak bisa BAB, dan tidak bisa buang angin.
Setelah berobat di PKM pasien sudah bias BAB lebih
kurang 2 hari yang lalu.
Anamnesa Penyakit

• BAK : Normal
• BAB : ± 3 hari yang lalu mengeluh tidak
bisa BAB, dan tidak bisa buang angin. Setelah berobat di
PKM pasien sudah bias BAB ±2 hari yang lalu.
• RPT : Tidak ada
• RPO : berobat di PKM pasien lupa nama
obat
• RPK : Tidak ada
• R. alergi : Tidak ada
Anamnesa Umum
PEMERIKSAAN FISIK
• Status Present
• Keadaan Umum : Somnolen
• Tinggi Badan : 150cm
• Berat Badan : 45 kg

Keadaan Gizi
• IMT = BB/(TB)2
= 45/(1,5)2
= 20 kg/m2
• Interpretasi = Normoweight
B1 (Breath)
• Inspeksi
• Airway : Clear
• Respiratory Rate : 22 x/menit
• Jejas : (-)
• Ketinggalan bernafas : (-)
• Bentuk dada : Simetris
• Retraksi iga : (-)
• Retraksi sternokleidomastoideus : (-)
• Palpasi
• Nyeri tekan : (-)
• Benjolan : (-)
• Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru
• Auskultasi : Suara nafas : vesikuler
• Suara tambahan : tidak ada
B2 (Blood)
• Inspeksi
• Konjungtiva anemis : (+/+)
• Muka pucat : (-)
• Palpasi
• Akral : dingin, kering
• Tekanan darah : 120/70 mmHg
• MAP : 90 mmHg
• HR : 120 x/i
• CRT : <2 detik
• TVJ : R-2 cmH2O
• Iktus kordis : tidak teraba
• Perkusi
• Batas jantung :
• kanan atas : ICS II linea parasternalis dextra
• Kiri atas : ICS II linea parasternalis sinstra
• Kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dextra
• Kiri bawah : ICS V, linea Midclavicularis
• Auskultasi : suara jantung dalam batas normal
B3 (Brain)
• Sensorium : Somnolen, GCS 13
• Reflex pupil : isokor (+/+) 3mm
• Reflex cahaya : (+/+)
• Saraf cranial : TDP
• Reflex fisiologis : TDP
• Reflex patologis : TDP
• Inspeksi
• Luka dikepala : (-)
• Palpasi
• Benjolan : (-)
• Fraktur : (-)
B4 (Bladder)
• Inspeksi
• Kelainan Kelamin : TDP
• Jejas : (-)
• Palpasi
• Ballottement : TDP
• Perkusi
• Nyeri ketok CVA : TDP
• Kateter : (+)
• Urine output : 300 cc
• Warna urine : Kuning jernih
B5 (Bowel)
• Inspeksi
• Abdomen : Simetris
• Pembesaran : (-)
• Palpasi
• Abdomen : Nyeri di seluruh lapang perut
• Nyeri tekan : Mc.Burney (+)
• Massa : (-)
• Perkusi
• Abdomen : TDP
• Auskultasi
• Peristaltic usus : (-)
B6 (Bone)
• Inspeksi
• Kemerahan : (-)
• Luka : (-)
• Deformitas : (-)
• Palpasi
• Edema : (-)
• Fraktur : (-)
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium Sebelum Operasi
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

HEMATOLOGI
Haemoglobin 13,4 g/dl 11-12,5

Hitung leukosit 36.000 /Ul 5.000-15.000

Hematokrit 38,0 % 32- 42

Hitung trombosit 323.000 /uL 181.000-521.000

HITUNG JENIS LEUKOSIT

Eosinofil 1 % 1-3

Basofil 0 % 0-1

N.Stab 0 % 2-6

N.Seg 74 % 53-75

Limfosit 38 % 20-45

Monosit 5 % 4-8
Pemeriksaan Lab Pasca Operasi tidak dilakukan
dikarenakan prognosis memburuk dan pasien
meninggal dunia.
RENCANA TINDAKAN
• Tindakan : Laparotomi
• Anesthesi : GA-ETT
• PS-ASA : IV
• Posisi : Supinasi
PERSIAPAN OBAT GA-ETT
Premedikasi
• Midazolam 4 mg
• Fenthanyl 100 mcg

Medikasi
• Propovol 50 mg
• Atracurium 15 mg
• Fentanyl 50 mcg
• Neostigmin 1,5 mg
• Atrophin 0,75 mg
• Ephedrine 10 mg
• Dexametason 5 mg

Maintenance anestesi umum


• O2 : 2L/menit
• N2 O : 2L/menit
• Isoflurane : 0,5-1%
DURANTE OPERASI
• TD : 120/70 MmHg
• HR : 92x/i
• RR : 16x/i ( Kontrol Ventilator)
• Perdarahan : 200 CC

JUMLAH CAIRAN SELAMA ANASTESI


• PO : IVFD RL 300 cc
• DO : RL 300 cc + 500 cc
PERDARAHAN
• Kassa Basah : 7 buah
• Kassa 1/2 basah : 8 buah
• Suction : 4500 cc - 4300 cc (NaCl 0.9%) = 200 cc
• EBV : 70 x 45 = 3150 cc
• EBL : 10 % = 315 cc
20 % = 630 cc
30 % = 945 cc

DURASI OPERASI
• Lama Anestesi = 13.05 WIB - selesai
• Lama Operasi = 13.12 – 14.55 WIB
TEKNIK ANASTESI : GA – ETT
Premedikasi dengan Inj. Midazolam 4 mg dan Inj.
Fentanyl 100 mcg → oksigenasi 2 L → Induksi:
Propovol 50 mg → Sleep non apnoe → Inj. Atracurium
15 mg → Sleep apnoe →Intubasi ETT no. 6,5 → SP
kanan = kiri → fiksasi.
POST OPERASI
• Operasi berakhir pukul : 14.55 WIB
• Setelah operasi selesai pasien di bawa ke ruang
PICU, dikarenakan pasien mengalami syok Sepsis
pada saat operasi berjalan agar mendapat
perawatan secara intensif.
TERAPI POST OPERASI
• Istirahat sampai pengaruh obat anestesi hilang
• Oksigenasi 5 L
• Memakai matras penghangat
• IVFD RL 30 gtt/menit
• Ketorolac 30 mg/12 jam
• Ondansetron 4 mg/12 jam
Bab III Rumusan Masalah
• Pre Operasi
• Syok IVFD RL 500 cc.

• Durante Operasi
• GA-ETT Karena pasien akan dilakukan
laparatomy.
• Syok Sepsis IVFD RL 1000 cc

• Post Operasi
• Nyeri Pasca operasi ketorolac 30 mg
• Diet pasca operasi Diet M1 (Bubur)
Bab IV Pembahasan
1. PERITONITIS
• Definisi
Peritonitis didefinisikan suatu proses inflamasi
membran serosa yang membatasi rongga abdomen dan
organ-organ yang terdapat didalamnya.
Klasifikasi Peritonitis
• Peritonitis Primer
• Peritonitis Sekunder
• Peritonitis Tersier
• Peritonitis Primer
Peritonitis primer disebabkan oleh infeksi
monomikrobial. Sumber infeksi umumnya ekstraperitonial
yang menyebar secara hematogen. Ditemukan pada
penderita serosis hepatis yang disertai asites, sindrom
nefrotik, metastasis keganasan, dan pasien dengan
peritoneal dialisis. Peritonitis primer atau spontaneus
peritonitis berhubungan dengan menurunnya ketahanan
imun seseorang. Kejadian peritonitis primer kurang dari
5% kasus bedah. Manajemen dari peritonitis primer ini
meliputi antibiotik dan resusitasi cairan dan terkadang
diperlukan pembedahan yaitu laparotomi diagnostik.
• Peritonitis Sekunder
Merupakan infeksi yang disebabkan oleh inflamasi
atau proses mekanis yang terjadi pada saluran cerna,
traktus urogenital atau organ solid sehingga akan
mengekspos cavum peritoneal terhadap flora pada saluran
cerna. Peritonitis sekunder diklasifikasikan menjadi:
peritonitis akut karena perforasi, peritonitis postoperatif,
dan peritonitis post-traumatik. Peritonitis akut karena
perforasi merupakan jenis yang paling sering terjadi.
Perforasi usus halus dapat terjadi akibat proses inflamasi
dan nekrosis dari usus halus seperti yang terjadi pada
demam tifoid.
• Peritonitis tersier

Peritonitis tersier terjadi akibat kegagalan


respon inflamasi tubuh atau superinfeksi. Peritonitis
tersier dapat terjadi akibat peritonitis sekunder yang
telah dilakukan interfensi pembedahan ataupun
medikamentosa. Kejadian peritonitis tersier kurang
dari 1% kasus bedah.
Diagnosis Peritonitis
Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis yang sebagian
besar didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
• Keluhan utama yang didapatkan adalah nyeri perut.
• Sebagian besar pasien biasanya tampak berbarang dengan
menekuk lutut
• anoreksia, mual dan muntah.
• Hipertermi dan takikardi
• Nyeri tekan perut
• Peningkatan jumlah leukosit lebih dari 11.000/ml
• Pada pemeriksaan foto polos abdomen dapat ditemukan adanya
ileus paralitik dengan distensi usus atau air fluid levels.
• Gold Standard intervensi diagnostik pada peritonitis adalah
laparotomi eksplorasi.
Manajemen peritonitis
Manajemen yang dilakukan antara lain adalah
• Mengistirahatkan saluran cerna dengan memuasakan
pasien.
• Resusitasi cairan intravena
• Pemberian obat-obatan profilaksis seperti omeprazol
atau ranitidin
• Pemberian terapi antibiotik harus dilakukan sesegera
mungkin.
• Pembedahan dilakukan untuk mengeliminasi penyebab
kontaminasi, mengurangi inokulum bakteri dan
menghindari terjadinya sepsis yang persisten atau
rekuren.
Appendisitis Akut
Epidemiologi

Insidens apendisitis akut di negara maju


lebih tinggi daripada di negara berkembang, namun
dalam tiga-empat dasawarsa terakhir menurun
secara bermakna.
Insiden pada lelaki dan perempuan
umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30
tahun, insiden lelaki lebih tinggi.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua
umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun
jarang dilaporkan, mungkin karena tidak diduga.
Etiologi Appendisitis Akut
• Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria.
• Sumbatan lumen apendiks
• Hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor appendiks,
dan cacing askaris.
• Erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E.hystolitica.
Patologi Appendisitis akut
Apendisitis dapat dimulai di mukosa dan
kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks
dalam waktu 24- 48 jam pertama. Usaha pertahanan
tubuh membatasi proses radang dengan menutup
appendiks dengan omentum, usus halus, atau adnexa
sehingga terbentuk massa periapendikuler (infiltrat
apendiks). terjadi nekrosis jaringan berupa abses
sampai perforasi. Jika tidak terbentuk abses, akan
sembuh sempurna membentuk jaringan parut yang
menyebabkan perlengketan.
Gambaran klinik
• Gejala khas yaitu radang mendadak, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonium lokal.
• Gejala klasik ialah nyeri samar- samar dan tumpul
• Mual dan kadang ada muntah.
• Nafsu makan menurun.
• Nyeri titik Mc Burney.
• Sakit perut bila berjalan atau batuk.
Pemeriksaan Fisik
• Demam ringan, dengan suhu sekitar 37,5 – 38,50 C.
• Kembung pada penderita dengan komplikasi perforasi.
• Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, disertai
dengan nyeri lepas.
• Defans muskuler.
• Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis.
• Tanda Rovsing (+).
• Perisltaktik usus sering normal, peristaltik hilang karena
akibat apendisitis perforata.
• Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan jumlah leukosit
• Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus
buntu (Appendicogram)
• Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan
Pengelolaan
• Tindakan paling tepat adalah apendiktomi.
• Apendiktomi bisa dilakukan dengan cara
apendiktomi terbuka atau laparoskopi.
• Pada penderita diagnosis nya tidak jelas dapat
dilakukan observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan
laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila
dalam observasi masih terdapat keraguan.
Appendisitis Perforata
Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua
atau anak muda) dan keterlambatan diagnosis
merupakan faktor yang bereperanan dalam terjadinya
perforasi apendiks.
Diagnosis Appendisitis Perforata
Perforasi apendiks akan menyebabkan
peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam
tinggi, nyeri makin hebat serta meliputi seluruh perut
dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan
dan defans muskuler di seluruh perut, mungkin
dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan.
Pengelolaan Appendisitis Perforata

Perbaikan keadaan umum dengan :


• Infus
• antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif
serta kuman anaerob
• NGT perlu dilakukan sebelum pembedahan.
• laparotomi dengan insisi panjang.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai