Anda di halaman 1dari 17

PERMASALAHAN

KEAMANAN DAN
KEHALALAN ALKOHOL DI
INDONESIA
APA ITU ALKOHOL?
Alkohol adalah cairan tidak berwarna yang mudah menguap, mudah terbakar. Ia merupakan unsur
ramuan yang memabukkan. Senyawa organik ini mempunyai rumus kimia C2H5OH

Terdapat berbagai jenis alkohol, di antaranya:

1. Ethanol (C2H5OH)
Alkohol jenis ini merupakan alkohol yang paling luas digunakan dan merupakan bahan utama yang
memabukkan dalam khamr. Konotasi alkohol biasanya untuk jenis ini.

2.Methanol (CH3OH)
Alkohol jenis ini biasa digunakan untuk mencairkan beberapa jenis zat, digunakan dalam parfum (minyak
wangi) dan bahan bakar. Alkohol ini sangat beracun dan dapat mengakibatkan kematian bagi orang yang
meminumnya, sekali pun juga memabukkan.

3. Isopropil Alkohol
Alkohol jenis ini sangat beracun dan sama sekali tidak digunakan dalam pembuatan minuman keras.
Hanya digunakan sebagai bahan pengawet dengan kadar aman. Juga untuk sterilisasi, pembersih kulit, dan
digunakan di laboratorium dan industri.
Apa hukum menggunakan alkohol atau khamr dalam bahan campuran cat,
obat-obatan, pembersih, parfum dan bahan bakar?

Segala sesuatu yang bila diminum dalam jumlah besar mengakibatkan mabuk, maka zat
tersebut dinamakan khamr, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak, baik diberi nama alkohol
maupun diberi nama yang lain. Zat tersebut wajib ditumpahkan dan haram digunakan untuk
kepentingan apapun: sebagai zat pembersih, campuran parfum, bahan bakar dan lain sebagainya.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
‫ َو ُك ُّل ُم ْس ِك ٍر َح َرا ٌم‬،‫ُك ُّل ُم ْس ِك ٍر خ َْم ٌر‬
Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap yang memabukkan adalah haram. [HR
Muslim].
HUKUM ALKOHOL DALAM KOSMETIK
Enam puluh persen dari jenis produk kosmetik, terutama produk perawatan kulit, akan
diserap kulit dan masuk ke pembuluh darah. Akibatnya, zat-zat yang terkandung dalam produk
tersebut akan mengalir dan diserap tubuh. Inilah alasan ulama yang mengharuskan kosmetik
terbuat dari zat-zat yang halal.

Ulama yang membolehkan kosmetik beralkohol beranalogi karena senyawa alkohol


merupakan zat yang mudah menguap. Misalkan, penggunaan alkohol pada parfum. Alkohol
akan menguap dan hanya akan meninggalkan zat pengharum saja.
HUKUM MAKANAN DAN MINUMAN YANG
MENGANDUNG ALKOHOL

Beberapa jenis makanan mengandung alkohol yang berasal dari proses fermentasi alami, seperti roti yang
mengandung alkohol disebabkan proses adonan yang dicampur ragi. Pada saat roti dipanggang (dibakar), umumnya
alkohol yang terdapat pada adonan tadi menguap (terurai) tanpa meninggalkan bekas sama sekali.
Alkohol juga terdapat pada juice buah-buahan. Khusus juice anggur, kadarnya bisa mencapai 1% .
Alkohol juga terdapat pada susu dengan kadar terkadang sampai 0,5%, akan tetapi minuman ini tidak
memabukkan sekalipun dikonsumsi dalam jumlah besar. Hukum makanan ini halal sekalipun mengandung alcohol,
karena yang diharamkan adalah makanan yang dalam jumlah besar memabukkan, sehingga sekalipun jumlahnya
kecil tetap diharamkan, sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
ُ ِ‫َما أَ ْس َك َر َكث‬
«»‫ فَقَ ِليلُهُ َح َرا ٌم‬،ُ‫يره‬
Sesuatu yang memabukkan dalam jumlah besar, maka hukumnya haram sekalipun dalam jumlah kecil. [HR Abu
Dauwd. Hadits ini dishahîhkan oleh al-Albani]
HUKUM MAKANAN DAN MINUMAN YANG
SENGAJA DITAMBAHKAN ALKOHOL
Hukum menggunakan alkohol dalam produk makanan diharamkan dalam Islam karena ini melanggar
perintah Allâh yang memerintahkan seorang muslim untuk menjauhi khamar. Oleh karena itu, para
ulama dari berbagai mazhab melarang penggunaan khamr untuk apapun jua.

An-Nafrawi (ulama mazhab Maliki, wafat tahun 1125 H) berkata, “Adapun khamr maka tidak halal
digunakan untuk apapun jua, dan khamr wajib ditumpahkan”.[7]

Ibnu Hazmi (wafat tahun 456 H) berkata, “Barang siapa yang sengaja merendam ikan dengan khamr,
lalu ditambah garam untuk dibuat murry (sejenis lauk), sungguh ia telah durhaka terhadap Allâh. Dia
wajib diberi sanksi hukuman, karena khamr tidak halal digunakan untuk apapun jua, juga tidak halal
dicampurkan ke dalam apapun. Khamr hanya boleh ditumpahkan”.[8]
HUKUM PEMANFAATAN ALKOHOL
DALAM MAKANAN
a) Jika makanan atau buah-buahan mengandung alkohol alami, maka hukumnya boleh diminum.
Seperti dalam buah duren, jeruk, nangka, dsb. Akan tetapi jika difermentasikan dengan membiarkan
sehingga alkoholnya meningkat dan memabukkan, maka hukum meminumnya haram.

Syaikh Yusuf Qardhawi menerangkan: Makanan-makanan yang disebutkan dalam hadits seperti
anggur, korma, madu, jagung, serta gandum bukanlah benda-benda haram. Kemubahan benda-benda
semacam ini juga berdasarkan keumuman nash-nash al-Qur’an yang membolehkan manusia
menikmati apa saja yang ada di muka bumi ini, kecuali makanan-makanan yang diharamkan untuk
dikonsumsi. Sehingga lahir kaedah ushul fiqh, “Asal segala sesuatu adalah mubah, selama tidak ada
dalil yang mengharamkannya.” Akan tetapi ketika makanan-makanan yang mubah ini (jagung, korma,
jagung, dan lain-lain) diproses dengan proses tertentu, ia menghasilkan ‘benda lain yang
memabukkan’ (khamer). Maka Allah mengharamkannya karena sudah berubah menjadi dzat yang
memabukkan.
b) Makanan yang mengandung alkohol tinggi (khamr). Maka Hal ini jelas kedudukan
hukumnya haram, karena termasuk dalam kategori khamr. Seperti roti yang dibuat dari
adonan yang dicampur dengan rhum dengan kandungan alkohol 30%. Contohnya di kue-kue
ultah impor semisal Butter Rhum Cake.
c) Alkohol yang termasuk dalam kategori khamr jika digunakan sebagai campuran berbagai
macam aneka makanan olahan, maka hukumnya diharamkan. Hal ini karena memanfaatkan
benda yang haram maka hukumnya haram pula. Dengan demikian dapat disimpulkan
tentang kedudukan hukumnya dengan melihat kepada unsur alkohol yang dicampurkan ke
dalam makanan tersebut. Jika termasuk unsur yang memabukkan maka mengkomsumsinya
hukumnya haram, baik kadarnya sedikit maupun banyak.
Diharamkan menurut kesepakatan para ulama meminum air yang dicampur dengan khamer. Karena unsur
khamer hakekatnya tidak akan hilang dengan dicampur pada benda lain. Maka peminumnya harus dita’zir
(diberi peringatan) dan mendapat hukuman had apabila kandungan khamer lebih banyak dari air. Hal ini
serupa dengan pendapat madzhab Hanafi yang mengharamkan memakan roti yang diadon dengan khamer.
(DR. Wahbah Zuhaili, Alfiqh Al-Islami wa Adilatuhu)

d) Makanan hasil peragian yang mengandung alkohol seperti dalam pembuatan tape, maka kedudukan
hukumnya didasarkan kapada penelitian. Jika ternyata makanan tersebut termasuk jenis yang memabukkan
maka dihukumi haram, akan tetapi jika tidak memabukkan maka diperbolehkan untuk mengkomsumsinya.
Sedangkan jika membiarkan makanan hasil peragian tersebut hingga beberapa hari sehingga alkoholnya
meningkat dan memabukkan, maka hukumnya haram dikonsumsi. Sebagaimana hukum yang berlaku dalam
perasaan buah yang dibiarkan selama beberapa hari. Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
“Minumlah itu (juice) selagi ia belum keras.” Sahabat-sahabat bertanya: Berapa lama ia menjadi keras? Ia
menjadi keras dalam tiga hari, jawab Nabi. (H.R. Ahmad diriwayatkan dari Abdullah bin Umar).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa Al-Kubro menyimpulkan dari hadits di atas bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan Para Sahabatnya Radhiyallahu ’anhum biasa meminum
perasan anggur sebelum menjadi keras, yaitu sebelum berlalu tiga hari. Akan tetapi ketika berlalu tiga hari
dan perasan tersebut telah mengeras, maka beliau tidak lagi meminumnya karena akan menyebabkan
mabuk.
e) Syubhat (samar-samar) tentang keberadaannya. Perkara yang syubhat sebaiknya ditinggalkan karena
ketidakjelasan hukumnya.
Imam An Nawawi Rahimahullah berkata: Syubhat artinya ketidakjelasan atau kesamaran, sehingga tidak
bisa diketahui halal haramnya sesuatu secara jelas. Karena ketidakjelasan, maka kebanyakan manusia
tidak mengenalnya dan tidak mengetahui hukumnya.
HUKUM PEMANFAATAN ALKOHOL
DALAM MAKANAN
a) Jika makanan atau buah-buahan mengandung alkohol alami, maka hukumnya boleh diminum. Seperti
dalam buah duren, jeruk, nangka, dsb. Akan tetapi jika difermentasikan dengan membiarkan sehingga
alkoholnya meningkat dan memabukkan, maka hukum meminumnya haram.
Syaikh Yusuf Qardhawi menerangkan: Makanan-makanan yang disebutkan dalam hadits seperti anggur,
korma, madu, jagung, serta gandum bukanlah benda-benda haram. Kemubahan benda-benda semacam
ini juga berdasarkan keumuman nash-nash al-Qur’an yang membolehkan manusia menikmati apa saja
yang ada di muka bumi ini, kecuali makanan-makanan yang diharamkan untuk dikonsumsi. Sehingga lahir
kaedah ushul fiqh, “Asal segala sesuatu adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.”
Akan tetapi ketika makanan-makanan yang mubah ini (jagung, korma, jagung, dan lain-lain) diproses
dengan proses tertentu, ia menghasilkan ‘benda lain yang memabukkan’ (khamer). Maka Allah
mengharamkannya karena sudah berubah menjadi dzat yang memabukkan.
b) Makanan yang mengandung alkohol tinggi (khamr). Maka Hal ini jelas kedudukan hukumnya haram,
karena termasuk dalam kategori khamr. Seperti roti yang dibuat dari adonan yang dicampur dengan rhum
dengan kandungan alkohol 30%. Contohnya di kue-kue ultah impor semisal Butter Rhum Cake.

c) Alkohol yang termasuk dalam kategori khamr jika digunakan sebagai campuran berbagai macam aneka
makanan olahan, maka hukumnya diharamkan. Hal ini karena memanfaatkan benda yang haram maka
hukumnya haram pula. Dengan demikian dapat disimpulkan tentang kedudukan hukumnya dengan
melihat kepada unsur alkohol yang dicampurkan ke dalam makanan tersebut. Jika termasuk unsur yang
memabukkan maka mengkomsumsinya hukumnya haram, baik kadarnya sedikit maupun banyak.

Diharamkan menurut kesepakatan para ulama meminum air yang dicampur dengan khamer. Karena unsur
khamer hakekatnya tidak akan hilang dengan dicampur pada benda lain. Maka peminumnya harus dita’zir
(diberi peringatan) dan mendapat hukuman had apabila kandungan khamer lebih banyak dari air. Hal ini
serupa dengan pendapat madzhab Hanafi yang mengharamkan memakan roti yang diadon dengan
khamer. (DR. Wahbah Zuhaili, Alfiqh Al-Islami wa Adilatuhu)
d) Makanan hasil peragian yang mengandung alkohol seperti dalam pembuatan tape, maka kedudukan
hukumnya didasarkan kapada penelitian. Jika ternyata makanan tersebut termasuk jenis yang
memabukkan maka dihukumi haram, akan tetapi jika tidak memabukkan maka diperbolehkan untuk
mengkomsumsinya. Sedangkan jika membiarkan makanan hasil peragian tersebut hingga beberapa hari
sehingga alkoholnya meningkat dan memabukkan, maka hukumnya haram dikonsumsi. Sebagaimana
hukum yang berlaku dalam perasaan buah yang dibiarkan selama beberapa hari. Nabi Shallallahu ’alaihi
wa sallam bersabda:
“Minumlah itu (juice) selagi ia belum keras.” Sahabat-sahabat bertanya: Berapa lama ia menjadi keras? Ia
menjadi keras dalam tiga hari, jawab Nabi. (H.R. Ahmad diriwayatkan dari Abdullah bin Umar).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa Al-Kubro menyimpulkan dari hadits di atas bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan Para Sahabatnya Radhiyallahu ’anhum biasa meminum
perasan anggur sebelum menjadi keras, yaitu sebelum berlalu tiga hari. Akan tetapi ketika berlalu tiga hari
dan perasan tersebut telah mengeras, maka beliau tidak lagi meminumnya karena akan menyebabkan
mabuk.
e) Syubhat (samar-samar) tentang keberadaannya. Perkara yang syubhat sebaiknya ditinggalkan
karena ketidakjelasan hukumnya.

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata: Syubhat artinya ketidakjelasan atau kesamaran,


sehingga tidak bisa diketahui halal haramnya sesuatu secara jelas. Karena ketidakjelasan, maka
kebanyakan manusia tidak mengenalnya dan tidak mengetahui hukumnya.
HUKUM PEMANFAATAN ALKOHOL
DALAM MINUMAN

a) Alkohol dalam minuman keras hukumnya haram untuk dikomsumsi karena rata-rata kadarnya di atas
1%. Keputusan ini merupakan ketetapan yang merupakan hasil ijtihad Komisi Fatwa MUI yang
memandang bahwa kadar alkohol 1 % lebih mempunyai potensi memabukkan. Jika memabukkan maka
jelas hukumnya haram karena termasuk dalam kategori khamr.
Syaikh Salman Majid Rahimahullah ditanya tentang hukum membeli bir yang mengandung alkohol
0,05%. Beliau menjawab, “Jika minuman yang mengandung alkohol tersebut diminum dalam jumlah yang
banyak tidak memabukkan – dalam arti jika seseorang meminum bir tersebut 2 botol atau tiga botol dan
tidak mabuk –, maka tidak mengapa mengkomsumsi minuman tersebut. Karena Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda, “Jika banyaknya memabukkan, maka sedikitnya haram.” (H.R. Ahmad) Dari
hadits ini bisa dipahami bahwa jika minuman tersebut dalam jumlah yang banyak diminum dan tidak
memabukkan, maka sedikitnya halal.
b) Alkohol dalam minuman jus hukumnya adalah boleh jika umur perasannya belum lebih dari tiga hari,
karena ketika itu minuman tersebut tidak memabukkan. Jika umur perasan melebihi 3 hari maka
hukumnya diharamkan karena memabukkan. Sebagaimana hadits dari Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam:

“Minumlah itu (juice) selagi ia belum keras.” Sahabat-sahabat bertanya: Berapa lama ia menjadi keras? Ia
menjadi keras dalam tiga hari, jawab Nabi. (H.R. Ahmad diriwayatkan dari Abdullah bin Umar).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dalam Al Fatawa Al Kubra menyimpulkan dari hadits di atas
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan Para Sahabat Radhiyallahu ’anhum biasa meminum
perasan anggur sebelum menjadi keras, yaitu sebelum berlalu tiga hari. Akan tetapi ketika berlalu tiga hari
dan perasan tersebut telah mengeras, maka beliau tidak lagi meminumnya karena akan menyebabkan
mabuk. (Ibnu taimiyah 1987: 3/417)
c) Alkohol dalam minuman bir dengan kadar alkohol 0% hukumnya haram, karena secara
proses pembuatannya sama sebagaimana produk bir yang lainnya. Alasan yang lain adalah
sebagai tindakan preventif (pencegahan) supaya tidak terjerumus kepada minuman bir lainnya.

Hukum keharaman produk ini mengacu pada Fatwa MUI no 4 tahun 2003. MUI menggunakan
dasar dengan sandaran kaedah: Al washilatu ilal haram haramun (segala sesuatu jalan menuju
haram adalah haram). Wallahu a’lam bis shawab.

Anda mungkin juga menyukai