Anda di halaman 1dari 32

ASKEP SIRS

SISTEMIC INFLAMATORY
RESPONSE SYNDROME
DEFINISI
 Systemic Inflammatory Response Syndrome atau
SIRS terdiri dari rangkaian kejadian sistemik yang
terjadi sebagai bentuk respons inflamasi. Respons
yang terjadi pada SIRS merupakan respons selular
yang menginisiasi sejumlah mediator-induced respons
pada inflamasi dan imun (Burns M. & Chulay, 2006).
 SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)
adalah respon klinis terhadap rangsangan (insult)
spesifik dan nonspesifik (Leksana, 2013).
RESPON INI DITANDAI DENGAN DUA ATAU LEBIH
DARI GEJALA-GEJALA BERIKUT :

 § demam (suhu tubuh > 38 oC) atau


hipotermia (< 36 oC)
 § takhikardi (denyut nadi > 100 x/menit)
 § takhipneu (frekuensi respirasi > 20 x/menit)
atau Pa CO2 <32 mmHg
 § leukositosis (jumlah leukosit >12000/mm3 )
atau leukopenia (jumlah leukosit < 4000/mm3)
atau adanya bentuk leukosit yang immature >
10%.
ETIOLOGI
PENYEBAB TERSERING (GRACE&BORLEY, 2007) :

1.Perforasi viskus dengan peritonitis


2.Colitis fulminan
3.Trauma multiple
4.Transfuse darah massif
5.Pankreatitis akut
6.Pneumonia aspirasi
7.Trauma reperfusi pada iskemia
SIRS MENGGAMBARKAN TERJADI KEGAGALAN
KEMAMPUAN ORGAN MELOKALISIR SUATU PROSES
INFLAMASI LOKAL. HAL INI DAPAT TERJADI AKIBAT :

 (1) Kuman patogen merusak/menembus


pertahanan lokal dan berhasil masuk ke
sirkulasi sistemik.
 (2) Terlepasnya endotoksin/eksotoksin hasil
kuman patogen berhasil masuk ke dalam
sirkulasi sistemik
 (3) Inflamasi lokal berhasil mengeradikasi
mikroorganisme/produk tetapi intensitas respon lokal
sangat hebat mengakibatkan terlepas dan
terdistribusi sinyal-sinyal mediator inflamasi ke
sirkulasi sistemik (sitokin kemoatraktan (chemokines),
sitokin pro-inflamasi : TNF, interleukin 1,6,8,12,18,
interferon-, sitokin antiinflamatory : interleukin 4,10;
komplemen, cell-derived mediator : sel mast, lekosit
(PMNs), makrofag, reactive oxygen species (ROS),
nitrit oxide (NO), eicosanoids, platelet actvating factor
(PAF)).
REAKSI INFLAMASI DIPICU OLEH BERBAGAI
INJURY EVENTS (ACTIVATORS), YAITU :

1. Mikroorganisme
 Mekanisme pertahanan normal tubuh terhadap infeksi terdiri
dari pertahanan fisik (kulit-membran mukosa), pertahanan
kimia, sistem fagosit (PMNs, makrofag, monosit), humoral
immunity (sistem antibodi, komplemen) dan cellular immunity.
 Faktor-faktor penentu dapat atau tidak terinfeksi oleh
mikroorganisme pada individu adalah patogenitas
mikroorganisme, status pertahanan tubuh host, lingkungan
dan benda asing
2. Endotoksin dan eksotoksin
 Target sel utama atau efektor utama yang dipicu
endotoksin adalah sel endotel dari pembuluh
darah.
 Endotoksin merupakan stimulan makrofag yang
sangat kuat secara langsung atau melalui
aktivasi bioaktif fosfolipid. LPS berinteraksi
dengan membran sel sel makrofag melalui
terjadinya reaksi reseptor-antigen yang
menyebabkan terangsangnya sekresi
bermacam-macam sitokin
3. Jaringan nekrotik

 - Merupakan aktivator untuk aktifnya makrofag


 - Memberikan lingkungan baik bagi
pertumbuhan maupun invasi kuman
4. Trauma jaringan lunak

 -Inisiator inflamasi akan teraktivasi sehingga


terjadi perluasan pelepasan mediator sekunder
atau sinyal pada sel efektor.
5. ISCHAEMIC-REPERFUSION

 Terjadi iskemia akibat hipoperfusi dan


hipotensi jaringan sehingga oksigenisasi
jaringan akan berkurang, yang berakibat
timbulnya perubahan dari metabolisme aerob
menjadi anaerob di tingkat seluler.
 Terjadi reperfusi akibat membaiknya kembali
hipoperfusi-hipotensi disertai dengan
oksigenisasi yang baik pada sel/jaringan pasca
iskemia.
AKTIVATOR AKAN MEMICU AKTIVASI 5 INISIATOR
INFLAMASI.

1. Aktivasi protein koagulasi (coagulation


protein).
 Cedera pada jaringan dan pembuluh darah kecil akan
merangsang terjadinya kaskade pembekuan
(coagulation cascade) untuk mencapai hemostasis
lokal, tetapi aktivasi protein koagulasi akan
menghasilkan produk yang dapat merangsang
terjadinya reaksi inflamasi. Faktor XII (juga dikenal
sebagai Faktor Hageman) yang aktif adalah suatu
mediator penting untuk terjadinya perubahan
mikrosirkulasi pada luka.
2. Platelet aktif.

 Platelet seperti layaknya kaskade pembekuan,


biasanya diasosiasikan dengan proses trombosis dan
hemostasis. Platelet yang aktif akan melepaskan
enzim yang merangsang respon inflamasi. Larutan
platelet yang lisis merupakan aktivator inflamasi yang
paten bila disuntikkan pada jaringan hewan
percobaan. Peran vasoaktif produk platelet telah
diketahui, terutama tromboxan A2 sebagai
vasokonstriktor yang paten.
3. Sel mast

 Mast sel yang distimulasi oleh faktor XII aktif dan


produk platelet merangsang dilepaskannya histamin
dan produk vasoaktif yang lain. Histamin yang khas
dari mast sel akan segera merelaksasi otot polos
pembuluh darah dan merangsang vasodilatasi
mikrosirkulasi pada jaringan disekitar luka.
Vasodilatasi ini akan mengakibatkan peningkatan
permeabilitas vaskuler, peningkatan aliran darah dan
penurunan kecepatan aliran darah.
4. Contact activating system.
 Pre-kalikrein adalah serum protein yang ada dimana-
mana dan menunggu aktivasi oleh stimulus yang tepat.
Keberadaan faktor XII yang aktif akan menyebabkan
konversi prekalikrein menjadi kalikrein. Kalikrein ini
kemudian berperan sebagai katalisator pembentukan
bradikinin dari kininogen berat molekul tinggi. Bradikinin
adalah kode yang akan terikat pada endotel reseptor dan
merangsang pembentukan nitrit oksida pada sel
tersebut. Nitrit oksida ini akan berdifusi ke otot polos
pembuluh darah dan akan menyebabkan relaksasi. Efek
yang terjadi sama dengan histamin, yaitu vasodilatasi
dan peningkatan permeabilitas mikrovaskuler
5. Kaskade komplemen (complement cascade).

 Aktivasi ini akan menghasilkan suatu bentukan


protein yang akan melarutkan sel patogen. Lebih
penting lagi, aktivasi kaskade komplemen oleh
inflamasi akan menghasilkan produk yang berperan
penting dalam fungsi vasoaktif dan chemoattractant.
Hal yang menarik adalah aktivasi protein komplemen
akan juga mengaktivasi protein koagulasi, platelet,
mast sel dan secara tidak langsung produksi
bradikinin.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
(BURNS M. & CHULAY, 2006), YAITU:

 Pemeriksaan sel darah lengkap


Jumlah sel darah putih > 12.000 sel/ mm3 atau
< 4.000 sel/mm3 atau > 10% berbentuk
imatur.
 Arterial Blood Gas PaCO2< 32 mmHg

 Chest X-ray Mungkin terlihat normal atau


menunjukkan tanda infiltrate.
 Kultur dan sensitivitas
Secara umum positive dari sumber yang steril
pada keadaan normal.
 Computed axial tomography scan

Mungkin negatif atau menunjukkan


pengumpulan abses.
PENATALAKSANAAN

 1. Memperbaiki dan memperthankan perfusi


yang adekuat
 2. Mengontrol respon pasien terhadap trauma

 3. Menghindari terjadinya penyakit iatrogenik


1. MEMPERBAIKI DAN MEMPERTAHANKAN
PERFUSI YANG ADEKUAT

a. Mempertahankan saturasi oksigen arteri

 Tekanan oksigen arterial sebesar 75 mmHg


atau diatasnya akan memberikan saturasi
oksigen yang cukup (> 90%).
b. Ekspansi cairan

 Cairan inisial yang dipakai adalah cairan


kristaloid isotonik, yang diberikan secara cepat
sebanyak 3 liter, kemudian dilanjutkan
pemberian cairan koloid. Albumin juga
berperan penting untuk mempertahankan
tekanan onkotik plasma, juga sebagai
antioksidan, pengikat asam lemak bebas,
endotoksin maupun obat-obatan. Oleh karena
itu kadar albumin harus tetap dipertahankan
diatas 2,5 g/dL.
c. Inotropik

 Zat inotropik hanya diberikan untuk


mempertahankan keadaan hiperdinamik bila
ekspansi cairan tidak cukup untuk memperbaiki
perfusi. Dopamin dosis rendah akan mencukupi
sebagai pilihan awal, karena biasanya terjadi
penurunan perfusi ginjal dan splanknik walaupun
pada keadaan parameter perfusi umum yang
mencukupi. Dopamin dipakai untuk meningkatkan
cardiac indeks pada tekanan baji yang normal (14-16
mmHg), sementara dobutamin digunakan pada
tekanan baji lebih dari 16 mmHg.
d. Transfusi darah

 Kadar hemoglobin untuk menjamin perfusi


harus ditinjau kembali. Pada pasien yang
muda, stabil dan sehat, kadar hemoglobin 8
g/dL akan mencukupi. Pasien dengan MOD
membutuhkan kadar hemoglobin sampai 10
g/dL karena pada pasien ini terjadi gangguan
pembentukan sel darah merah.
e. Vasodilator

 Penggunaan vasodilator dapat memberikan


keuntungan, terutama bila terjadi peningkatan
tahanan vaskuler sistemik karena peningkatan
tekanan darah sistemik. Cairan salin hipertonik
dapat meningkatkan aliran darah
mikrovaskuler. Sedangkan obat yang biasa
dipakai adalah golongan nitroprusid.
f. Vasokonstriktor

 Penambahan dopamin sampai norepinefrin


atau fenilefrin dalam dosis rendah nampak
dapat melindungi sirkulasi ginjal dan splanknik
dari pengaruh vasokonstriksi zat -agonist.
Vasokonstriktor diindikasikan hanya untuk
hipotensi yang refrakter dan hanya digunakan
dalam waktu yang terbatas. Terapi yang ideal
adalah dengan mengontrol reaksi yang
berlebihan dari vasodilator.
2. MENGONTROL RESPON PASIEN TERHADAP
TRAUMA
a. Mongontrol fokus lokal inflamasi sistemik
 Tindakan bedah harus dikerjakan secepatnya
sebelum timbulnya respon hiperdinamik yang
menunjukkan telah terjadinya reaksi inflamasi
sistemik.
 Pemberian antibiotika spektrum luas secara
empirik harus segera dimulai sementara
menunggu hasil tes kultur dan resistensi.
b. Modifikasi respon stress hormonal

 Penggunaan zat β-antagonist dalam dosis


sedang dapat menurunkan kerja jantung dan
kebutuhan metabolik
c. Mencegah reaksi inflamasi yang berlebihan

 Insult sekunder harus dihindari. Insult


sekunder ini biasanya berasal dari infeksi
nosokomial (biasanya dari kateter pembuluh
darah, pneumonia), hipovolemia (sering pada
operasi kedua), pankreatitis atau komplikasi
intraabdomen yang lain, dan endotoksin atau
bakteri yang tidak diketahui asalnya seperti
dari usus
 Pemberian nutrisi enteral yang dini dinilai
efektif untuk mempertahankan barier mukosa
3. MENGHINDARI TERJADINYA PENYAKIT
IATROGENIC
 Komplikasi iatrogenik yang sering terjadi
adalah :
Paru-paru
 ARDS karena infeksi nosokomial

 Pneumonia nosokomial

 Barotrauma

 Keracunan O2

 Hipervolemia
Usus
 Cedera karena infeksi / endotoksin

 Malnutrisi

 Keracunan obat

 Kolitis pseudomembran

Hati
 Cedera karena infeksi / endotoksin

 Overfeeding

 Keracunan obat
Ginjal

 Cedera karena infeksi / endotoksin


 Keracunan obat

 Hipovolemia

Sistemik
 Malnutrisi

 Penggunaan cairan / nutrient yang tidak tepat


CONTINUE TO SEPSIS

Anda mungkin juga menyukai