Anda di halaman 1dari 42

A N E S T E S I O B S T E T R I PA D A

PA S I E N A S M A
Oleh : dr. Fitriah
Pembimbing :
dr. Dina Paramita, Sp.An

Bagian / SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif


Fakultas Kedokteran UNDIP / RSUP Dr. Kariadi Semarang
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Asma  Masalah pernapasan yang paling banyak ditemukan pada
pasien hamil

0,5 – 1%
insidensi asma pada kehamilan
dari seluruh kehamilan di dunia

3,7-4%
Prevalensi asma pada kehamilan
di Indonesia

Asma pada ibu hamil  meningkat dalam beberapa tahun terakhir

3
↗mortalitas
perinatal
ASMA
gangguan inflamasi kronik Asma tidak ↗ angka kejadian
pada saluran pernapasan yang terkontrol prematuritas
melibatkan banyak sel
inflamasi dan ↗ angka kejadian
hipersensitivitas bronkus BBLR
terhadap berbagai rangsangan
(alergen) yang ditandai oleh
penyempitan saluran Penanganan asma yang baik
pernapasan yang reversibel (pemantauan ketat,
pengobatan prinsip reliever
dengan atau tanpa dan controller)
pengobatan
• menurunkan morbiditas serta
Definisi Global Initiative for mortalitas ibu hamil dengan
Asthma (GINA) asma
• outcome maternal dan fetal yang
maksimal.
PATOFI SIOLO GI
DAN PENGARUH
KEHAMILAN
PADA ASMA IBU
Kombinasi efek samping Ketidakseimbangan
(kejang otot, radang saluran kekebalan bawaan Genetika
napas, dan pengerasan lendir Th1, Th2, dan Th17
 sumbatan di jalan nafas) (terutama Th2)

Etiologi

Edema, keterbatasan aliran


jalan nafas, dan remodelling Aktivitas kolinergik
Faktor lingkungan
jaringan jalan nafas yang berlebihan

6
• Meningkatkan ventilasi/menit dan
menyebabkan bronkodilatasi melalui
jalur cAMP  perbaikan gejala asma
PROGESTERONE
• Bertanggung jawab atas perubahan
respon beta (ß) -2 adrenoreseptor dan
inflamasi jalan nafas
Imunologis pada kehamilan
Imunosupresi fisiologi Perubahan Imun yang bertentangan
Penting bagi janin untuk Penurunan aktivasi limfosit (CD4 dan
mengontrol respons imun CD8) pada pasien hamil dengan asma
maternal terhadap antigen yang terkontrol dibandingkan dengan
paternal. penderita asma tidak hamil atau pasien
hamil yang sehat

Peningkatan sel-sel penghasil


IFN dan interleukin (ILN) -4. Kadar
Hsp-70 dan kadar sel Treg yang
lebih rendah pada ibu asma
dibandingkan dengan ibu hamil
yang sehat
Penghambatan Sel NK Efek samping merugikan
Banyaknya sel Th2 dan sel Treg yang Semua perubahan kompleks ini merugikan bagi
menghambat sel pembunuh alami (NK)  ibu dan janin  preeklampsia dan retardasi
kerentanan infeksi virus pada pasien hamil pertumbuhan intrauterin
Gejala klinis asma  35% memburuk, 28% meningkat ,
dan 33% tidak ada perubahan

“One-third rule"  meningkat, menurun, atau tidak


berubah pada sepertiga dari sample pasien hamil.

Gejala khusus  umumnya usia kehamilan 25 – 32 minggu.


Menurun pada bulan terakhir kehamilan, dan eksaserbasi
jarang terjadi saat persalinan.

Schatz et al.
meninjau catatan klinis harian asma dan spirometri berkala
setiap bulan
Gejala karakteristik :
• mengi, batuk, sesak napas, dan perasaan
sesak di dada
• biasanya lebih buruk di malam hari atau dini
hari
• dapat dipicu oleh berbagai penyebab

Pada auskultasi, mengi dapat didengar


DIAGNOSIS
Diagnosis pasti :

Setidaknya ada 1 gejala obstruksi jalan nafas


reversible sebagian seperti peningkatan 12%
(200 mL) atau lebih dalam volume ekspirasi
paksa dalam 1 detik (FEV1) dengan pemberian
bronkodilator short acting ß-2 agonist (SABA)
Perubahan Tidak ada perubahan: FEV1, FVC, FEV1
pernapasan / FVC, arus ekspirasi puncak, lengkung
volume-aliran, kapasitas penutupan,
selama pengembangan paru, dan kapasitas
kehamilan difusi
dibanding
sebelum Menurun: resistensi paru dan Pengembangan dinding dada
pengembangan dinding dada menurun relaksasi ligamen dan
kehamilan: diameter AP & transversal toraks
meningkat (hormon relaksin)

Total resistensi paru dan jalan


nafas menurun  relaksasi otot
polos trakeobronkial

Meningkat: Kontraksi
diafragma (karena posisinya
lebih tinggi saat istirahat).

1
3
Perubahan Meningkat : Tidal volume meningkat 
penurunan volume cadangan
fisiologi Ruang mati (+ 45%); Volume ekspirasi.
cadangan inspirasi (+ 5%);
pernapasan Ventilasi/menit (+ 45%);
Ventilasi/menit Progesteron meningkatkan
selama Ventilasi alveolar (+ 45%);
meningkat  sensitivitas pusat
Volume tidal (TV) (+ 45%);
kehamilan peningkatan volume tidal pernapasan terhadap CO2 
Kapasitas inspirasi (+ 15%).
daripada laju pernapasan peningkatan ventilasi/menit.

Menurun : FRC menurun  ekspansi Cadangan O2 menurun 


rahim yang menghasilkan potensi penutupan jalan
Volume cadangan ekspirasi pengurangan ERV dan RV napas dan atelektasis
(−25%); Volume residual
(−15%); FRC (−20%);
Kapasitas paru-paru total
(−5%)

Tidak berubah:
Laju pernapasan dan Kapasitas vital
1
4
Kehamilan sering Nilai normal PaCO2 selama kehamilan  30
menyebabkan mmHg.
alkalosis
respiratorik
dengan asidosis Nilai normal gas darah selama kehamilan:
metabolik pH 7,44, PaCO2 30-34 mmHg, HCO3 20–22
terkompensasi mEq/L, PaO2 105 mmHg.

Implikasi Klinis:
Hiperventilasi maternal  akibat nyeri saat
persalinan/kecemasan  asidosis pada janin
karena pengurangan PaCO2 lebih lanjut
penurunan perfusi uteroplasenta dan
pergeseran kurva disosiasi oksigen ibu ke kiri

1
5
Konsumsi
O2
meningkat

Perubahan Peningkatan ventilasi permenit  kadar PaCO2 turun


selama menjadi 10–15 mmHg
persalinan
(dimitigasi
oleh
anestesi Konsumsi O2 meningkat  akibat meningkatnya
kebutuhan metabolisme  akibat dari hiperventilasi,
neuraxial)
aktivitas uterus, dan upaya mengeluarkan janin selama
persalinan  metabolisme anaerob dan peningkatan
laktat

1
6
Evaluasi  riwayat penyakit (frekuensi
gejala, asma malam hari, gangguan
aktivitas, serangan dan penggunaan obat),
National Asthma Education auskultasi paru, serta faal paru.
and Prevention Program Uji spirometri  diagnosis pertama kali,
(NAEPP) Pemantauan rutin  kunjungan
selanjutnya
Pasien asma persisten harus
dievaluasi minimal setiap
bulannya selama kehamilan
• FEV1 60-80%  prediksi meningkatkan
risiko terjadinya asma pada kehamilan

• FEV1 kurang dari 60% prediksi memiliki


risiko yang lebih tinggi
Dispnea kehamilan (dispnea fisiologis) Paling umum  awal kehamilan pada 70% wanita
Diagnosis
Banding Refluks gastroesofageal

Rinitis alergi dengan infus postnasal

Bronkitis

Pneumonia

Gagal jantung kongestif

Kardiomiopati

Edema paru

Emboli cairan ketuban

Emboli paru

Obstruksi jalan nafas.


1
9
Manajemen
Pengobatan
Pendidikan pasien:
Pemantauan dan penilaian mengenali eksaserbasi dini
obyektif: dengan alat manajemen diri
gejala dilaporkan pasien dalam dan rencana manajemen di
2-4 minggu, pengukuran rumah
spirometri awal+ pengukuran KOMPONEN
PEFR (2x/hari) MANAGEMEN
PENGOBATAN
Farmakoterapi
Menghindari atau
mengontrol faktor pemicu
• Agonis beta-adrenergik  relaksasi otot polos, ↗
transpor mukosilier, ↘ edema jalan napas, dan
menghambat neurotransmisi kolinergik
• Metilxantin (Teofilin)  menghambat fosfodiesterase
intraseluler dan ↗ konsentrasi dari cAMP. Untuk asma
persisten sedang dan berat, pemberian kronis.
Efek samping, rentang terapi yang sempit, dipengaruhi
Bronkodilator oleh obat lain dan perubahan dalam kehamilan (↘
ikatan protein dan penurunan metabolisme)  perlu
kontrol kadar serum
• Gol. antikolinergik (ipatropium) menghambat reseptor
muskarinik pada otot polos jalan napas 
bronkodilatasi
• Magnesium sulfat antagonis kalsium  relaksasi otot
polos jalan napas. Terbatas pada spasme bronkus akut.
• Kortikosteroid  ↘ infiltrasi seluler dan
pelepasan mediator, ↘ permeabilitas jalan
napas, dan ↗ pengaturan sistem beta-
adrenergik
Golongan anti-
• Kortikosteroid inhalasi  tidak berhubungan
inflamasi (misalnya dengan peningkatan risiko perinatal
kortikosteroid, • Perlu pemantauan glukosa yang cermat
kromolin, antagonis • Dosis sedang kortikosteroid inhalasi  tidak
reseptor leukotrien, menyebabkan supresi adrenokortikal
dan penghambat • Natrium kromolin  menstabilisasi sel mast
sintesis leukotrien) dan aman pada kehamilan  ↘inflamasi
• Antagonis reseptor leukotrien dan penghambat
sintesis leukotrien belum diteliti dengan baik
pada kehamilan.
Managemen Eksasebasi Akut
Pastikan keamanan ibu dan janin  pemberian Hiperinflasi dinamis  ventilasi yang tidak efektif
oksigen, posisi lateral kiri pasien, memulai hidrasi, dan meningkatkan risiko barotrauma, menyebabkan
dan menghindari hipotensi. ketidakstabilan hemodinamik.

Pasien yang tidak responsif terhadap perawatan Tujuan umum ventilasi mekanis pada volume tidal
medis atau yang kegagalan pernapasan akut rendah (6-8 mL / kg), laju pernapasan rendah (8-12
dengan pH arteri <7,35, PaCO2 > 42 mmHg, dan napas / menit), dan laju aliran inspirasi tinggi (hingga
PaO2 <70 mmHg, pertimbangkan intubasi dini 100 L / mnt)  memperpanjang waktu ekspirasi.
dan ventilasi mekanis
Hiperkapnia diperbolehkan pada pasien asma yang
tidak hamil,
Sebagai upaya terakhir, pada pasien yang gagal dalam
pengobatan farmakologis dan ventilasi mekanik, 
oksigenasi membran ekstrakorporeal (ECMO) dapat
dipertimbangkan.

Terdapat pasien asma yang tidak hamil dilaporkan dalam ECMO


registry, tetapi belum ada satu laporan dari pengobatan seperti itu
pada pasien hamil dengan hasil yang sukses
• Obat asma selama persalinan dan postpartum 
harus dilanjutkan
• Tidak ada kontraindikasi untuk prednison, teofilin,
kromolin, kortikosteroid inhalasi, atau β-2 agonis
selama menyusui
• Jika pasien menggunakan kortikosteroid sistemik,
berikan kortikosteroid i.v (100 mg hidrokortison
Manajemen pada interval 8 jam selama persalinan) 
mencegah krisis adrenal
Obstetri • Jika pasien menggunakan steroid, kadar glukosa
darah harus dipantau  cegah efek hiperglikemia
ibu pada janin
• Jika ada bahaya persalinan prematur, magnesium
dan terbutaline  efek bronkodilator tambahan
sebagai agen tokolitik
• Indometasin harus dihindari  bronkospasme
khususnya pada pasien yang sensitif aspirin
Evaluasi pra operasi
• stratifikasi risiko
• mengoptimalkan pengobatan
• meminimalkan komplikasi asma
Tanyakan :
• tingkat keparahan penyakit pada frekuensi gejala
• kebangkitan malam hari
• keterbatasan aktivitas sehari-hari
Manajemen •

laju aliran ekspirasi puncak
perjalanan penyakit selama kehamilan
Anestesi • kepatuhan terhadap farmakoterapi
• tanggal eksaserbasi terakhir
• kebiasaan merokok dan infeksi paru.

Terdapat korelasi antara klasifikasi status fisik


American Society of Anesthesiologists (ASA)
dan klasifikasi keparahan asma NAEPP
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Penunjang
• Mengi dengan atau tanpa waktu ekspirasi yang • Stabil tanpa gejala  tidak perlu tes fungsi paru
memanjang pada auskultasi dada
• Gangguan pernapasan  rontgen dada, analisis gas
• Auskultasi trakea saat pasien mengeluarkan darah arteri, dan spirometry.
nafas dengan paksa. Jika waktu ekspirasi paksa • Rontgen toraks : kongesti paru, edema, atau infiltrat
> 6 detik  penurunan rasio FEV1 / FVC untuk diagnosis banding, hiperinflasi paru-paru (asma).
• Pasien dalam stres berat  peningkatan laju
• BGA arteri pada wanita hamil sehat  alkalosis
pernapasan, penggunaan otot pernapasan
pernapasan yang dikompensasi metabolik dengan
aksesori, dan/atau pulsus paradoxus (> 20
PaCO2 ~ 30 (28-32) mmHg pada aterm.
mmHg)
• Peningkatan PaCO2 kronis pada pasien hamil asma 
asma tidak terkontrol
• Akumulasi PaCO2> 42 mmHg dengan hipoksia
progresif, asidosis, dan kelelahan tindakan
pencegahan agresif.
• Ibu melahirkan yang menderita asma 
analgesia merupakan hal yang penting 

Manajemen nyeri dapat memicu gejala penyakit.


• Pasien yang gejalanya dipicu oleh olahraga
Anestetik untuk atau stres  penting untuk mencegah
takipnea dan kecemasan.
Persalinan dan
Persalinan • Analgesia dan menghilangkan kecemasan
 diakukan dengan meminimalkan depresi

Vaginal pernapasan dan sedasi pada ibu dan janin


• Sebaiknya dihindari  risiko depresi
pernapasan
• Opioid sistemik mungkin bermanfaat pada
Opioid pasien dengan kontraindikasi anestesi
sistemik neuraxial
dosis • Kekhawatiran terhadap morfin  bolus
besar dalam waktu singkat dapat
tinggi menyebabkan pelepasan histamin dan
bronkokonstriksi.
Blok nervus
paraservikal • Memberikan efek analgesi tanpa sedasi
dan atau paralisis otot-otot pernapasan.
• Hal ini dilakukan oleh ahli kandungan.
pudendus
Anestesi • Memiliki risiko penghambatan motorik
thorakal tinggi dan insufisensi pernapasan
epidural • Mempertahankan tingkat sensori pada
tingkatan T10  meminimalisir risiko ini
• Menghindari risiko dari anestesi endotrakeal
umum untuk operasi caesar gawat/darurat
• Lumbar epidural local anesthetic pada ibu bersalin
dengan asma  analgesia efektif dan menekan
hiperventilasi akibat kontraksi uterus yang
menyakitkan
Anestesi • Bupivacaine dan fentanyl  meningkatkan
efektivitas bronkodilator pada persalinan dalam
epidural status asthmaticus
• Jika operasi caesar darurat diperlukan  kateter
epidural menghindari kebutuhan untuk
instrumentasi jalan nafas
• Ekstensi blok epidural yang lebih tinggi dari
dermatom toraks  masalah pada pasien dengan
gangguan pernapasan
Manajemen
Anestesi untuk
Operasi Caesar
Anestesi Regional Blok motorik otot perut
• Lebih diutamakan untuk SC  menghindari • Blok motorik otot perut selama anestesi spinal
instrumentasi jalan napas dapat menurunkan PEFR, namun tidak penting
pada pasien asma asimptomatik.
• Intubasi trakea  bronkokonstriksi pada
sukarelawan dengan hiperreaktivitas bronkus • Blok yang tinggi dan padat dalam anestesi
• Bronkokonstriksi  respons eferen terhadap neuraxial memblok otot-otot inspirasi pada pasien
mekanisme refleks di mana stimulus dirasakan untuk mempertahankan ventilasi menit
melalui reseptor iritan dan dibawa oleh serat • Beberapa orang membantah  blok epidural
parasimpatis aferen yang tinggi tidak menghasilkan perubahan
kapasitas vital yang signifikan pada pasien
• ASA pada tahun 1990 hampir semua keluhan
respiratory-compromised mastectomy.
bronkospasme terkait dengan intubasi trakea.
• Anestesi regional memang dikaitkan dengan
komplikasi pernapasan lebih sedikit
dibandingkan dengan anestesi umum.
3
6
Blokade Thoraks Intubasi terjaga
• Kekhawatiran kedua dari blokade toraks yang
tinggi  denervasi simpatis paru dengan sistem
• Kebutuhan untuk intubasi terjaga dalam anestesi
parasimpatis  bronkokonstriksi
obstetrik sangat jarang, tetapi ketika diindikasi
• Anestesi epidural toraks yang tinggi  tidak premedikasi dengan inhalasi agonis ß2 dan
menyebabkan hal tersebut dan bahkan anestesi lokal  membantu menghapus refleks
melemahkan respon terhadap provokasi dalam jalan napas
penelitian terkontrol • Risiko aspirasi karena kehilangan refleks harus
• Kekhawatiran terakhir  penurunan output diperhitungkan.
medula adrenal karena blokade segmen tulang
• Lidokain intravena  efektif mengurangi respons
belakang T6-L2
refleks terhadap intubasi.
• Tapi ini bukan teori yang valid. Meskipun epinefrin
adalah bronkodilator yang efektif, pelepasannya
tidak distimulasi selama bronkospasme
3
7
• Preoksigenasi dengan durasi yang memadai sebelum induksi  suatu keharusan
• Propofol  menyebabkan lebih sedikit bronkokonstriksi daripada thiopenton.
• Ketamin  langsung bekerja pada otot polos bronkial dan mempotensiasi efek katekolamin  sifat
bronkodilator
• Muscle relaxan :
• Suksinilkolin atau rocuronium  aman untuk induksi cepat berurutan
• Alternatif lain  vecuronium
• Agen yang menyebabkan pelepasan histamin (atracurium dan mivacurium)  dihindari
• Poin penting : pembalikan agen neuromuskuler dengan neostigmin pada akhir operasi 
meningkatkan sekresi dan memicu hiperreaktivitas. Efek ini dapat ditekan dengan atropin atau
glikopirrolat.
• Penggunaan sugammadex :
• memberikan peluang dalam membalikkan agen-agen ini pada akhir operasi untuk pasien
dengan penyakit pernapasan
• memberikan perubahan dalam induksi cepat berurutan pada kehamilan
3
8
Anestesi Inhalasi Ekstubasi
• Anestesi inhalasi( agen terhalogenasi) 
pemeliharaan anestesi umum  bronkodilator yang
• Ekstubasi dan emergensi adalah periode waktu
efektif  melemahkan bronkospasme yang diinduksi
lain untuk pasien asma ketika bronkospasme
histamine
dapat terjadi.
• Peningkatan c-AMP intra-seluler melalui stimulasi β- • Ekstubasi dalam bidang anestesi dalam
adrenergik. menghindari stimulasi endotrakeal  membawa
• Data hewan: sevoflurane menghambat peradangan risiko aspirasi.
saluran napas alergi.
• Sevofluran lebih disukai daripada desfluran  terbukti
lebih unggul dalam mengurangi resistensi pernapasan
• Desflurane  efek bronkokonstrik pada perokok.
• Efek relaksasi bergantung pada dosis di otot-otot
rahim.
3
9
Perawatan pasca operasi
• Perawatan pasca operasi harus fokus pada penghilang rasa sakit yang memadai
 blok truncus dapat memberikan manfaat dari penurunan kebutuhan opioid
• Pemberian oksigenasi yang dilembabkan dan bronkodilator short-acting 
mungkin diperlukan
• Jika ada eksaserbasi berkelanjutan yang tidak responsif terhadap pengobatan 
transfer ke unit perawatan intensif  ventilasi mekanis noninvasif atau invasif.

4
0
KESIMPULAN
Asma : penyakit inflamasi kronis saluran nafas yang mengakibatkan hiperresponsif
jalan nafas, menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada
terasa berat dan batuk terutama pada malam/dini hari.

Saat hamil  perubahan pada anatomis, fisiologis, dan hormonal  sesak napas secara
alami, sehingga eksaserbasi serangan asma selama kehamilan akan menjadi lebih berat.

Frekuensi dan beratnya serangan asma  komplikasi terhadap ibu dan janin  mengontrol
asma selama kehamilan penting bagi kesejahteraan janin.

Ibu hamil harus dapat mengendalikan faktor-faktor pencetus asma dan mengenali
dan mengobati tanda-tanda asma  mencegah hipoksia ibu dan janin

Secara umum asma yang terkendali tidak akan memiliki efek yang berarti pada wanita yang
hamil, melahirkan atau menyusui.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai