Anda di halaman 1dari 19

KELOMPOK 3

PRODUKSI SEDIAAN FARMASI DAN


REGISTRASI OB

• Nama kelompok:
• Siti Santika (1904015066) Absen 14
• Dita Nurfitria ashari (1904015074) Absen 15
• Novita Dewi CN (1904015090 ) Absen 17
• Ratika Yusuanti (1904015098) Absen 18
• Putri Agtawati (1904015106) Absen 19
• Nurul Fitriyah (1904015114) Absen 20
• Seiring dengan meningkatnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat, semakin tinggi pula kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya kesehatan. Sekarang ini kesehatan telah menjadi salah satu kebutuhan pokok individu yang dinilai sangat
berpengaruh pada kualitas diri dalam rangka mencari kualitas.
• Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, memacu industri farmasi untuk meningkatkan kualitas
produksi obatnya.
• Industri farmasi merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai kewajiban memproduksi dan
menyalurkan obat-obatan maupun perbekalan farmasi lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat.
• Dalam memproduksi sediaan obat, industri farmasi dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang harus memenuhi
persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety), dan mutu (quality) dalam dosis terapeutik.
• Pemerintah menerapkan guideline untuk industri farmasi yang mengacu pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Pedoman CPOB yang mengacu pada Good Manufacturing Practice (GMP) dibuat untuk memberikan jaminan bahwa obat
yang diproduksi secara konsisten dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya yang mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
• Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam keputusan menteri kesehatan RI No.43/MENKES/SK/ II/1988, kemudian
diterbitkan juga CPOB 2001 dan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia No. 05410/A/SK/XII/1989 tentang petunjuk operasional penerapan CPOB
• Dalam CPOB terdapat aspek pokok pembuatan obat, yakni bahan baku yang dipakai (material), prosedur atau metode
(method), kondisi lingkungan (milieu), alat dan mesin (machines) dan sumber daya manusia (man)
• Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, pada pasal 9 ayat 1 menyatakan bahwa “Industri
farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu,
produksi dan pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi.
A.Registrasi Obat
Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi untuk mendapatkan izin edar. Registrasi obat terbagi menjadi
registrasi baru, registrasi ulang, registrasi variasi, registrasi variasi major, registrasi variasi minor memerlukan persetujuan,
registrasi variasi minor dengan notifikasi. Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau
penyerahan obat baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan atau pemindah tanganan
B. Persyaratan Registrasi Obat
1.Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri
a.Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin industri farmasi
yang dibkeluarkan oleh menteri.
b.Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB.
c.Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.
2.Registrasi Obat Narkotika
a.Khusus untuk registrasi obat narkotika hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin khusus
untuk memproduksi narkotika dari menteri.
b.Industri farmasi tersebut wajib memenuhi persyaratan CPOB.
c.Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.
3.Registrasi Obat Kontrak
a.Registrasi obat kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak, dengan melampirkan dokumen kontrak.
b.Pemberi kontrak adalah industri farmasi, Industri farmasi pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan
sekurang-kurangnya memiliki 1 (satu) fasilitas produksi sediaan lain yang telah memenuhi persyaratan CPOB.
4. Registrasi Obat lmpor
a.Obat Impor diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat, obat penemuan baru dan obat yang dibutuhkan tapi tidak
dapat diproduksi di dalam negeri.
b.Registrasi Obat Impor dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di .
luar negeri.
5. Registrasi Obat Khusus Ekspor
a.Registrasi obat khusus untuk ekspor hanya dilakukan oleh industri farmasi.
b.Obat khusus untuk ekspor harus memenuhi kriteria khasiat, keamanan, dan mutu.
c.Dikecualikan dari ketentuan diatas bila ada persetujuan tertulis dari negara tujuan.
6.Registrasi Obat Yang Dilindungi Paten
a.Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia hanya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri
pemegang hak paten, atau industri farmasi lain yang ditunjuk oleh pemegang hak paten.
b.Hak paten harus dibuktikan dengan sertifikat paten.
C.Kriteria Izin Edar Obat
Kriteria obat harus memenuhi :
a.Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui percobaan hewan dan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status
perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Obat untuk uji klinik harus dapat dibuktikan bahwa obat tersebut aman penggunaannya pada
manusia. Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan uji klinik ditetapkan oleh Kepala Badan.
b.Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman.
c.Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
d.Kriteria lain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan kemanfaatan dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat
yang telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang diklaim.
D.Tata Cara Memperoleh Izin Edar
1. Registrasi diajukan kepada Kepala Badan.
2. Kriteria dan tata laksana registrasi ditetapkan oleh Kepala Badan.
3. Dokumen registrasi merupakan dokumen rahasia yang dipergunakan terbatas hanya untuk keperluan evaluasi oleh yang
berwenang.
4. Terhadap registrasi dikenakan biaya, Ketentuan tentang biaya sebagaimana dimaksud ditetapkan sesuai peraturan perundang-
undangan.
5. Untuk melakukan evaluasi dibentuk :
a.Komite Nasional Penilai Obat.
b.Panitia Penilai Khasiat-Keamanan
c.Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan Kerasionalan Obat Pemberian izin edar.
E.Pelaksanaan Izin Edar
1. Pendaftar yang telah mendapat izin edar wajib memproduksi atau mengimpor dan mengedarkan selambat-lambatnya 1
(satu) tahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dilaporkan kepada Kepala Badan.
F. Evaluasi Kembali
1. Terhadap obat yang telah diberikan izin edar dapat dilakukan evaluasi kembali.
2. Evaluasi kembali obat yang sudah beredar dilakukan terhadap : Obat dengan risiko efek samping lebih besar dibandingkan
dengan efektifitasnya yang terungkap sesudah obat dipasarkan. Obat dengan efektifitas tidak lebih baik dari plasebo. Obat
yang tidak memenuhi persyaratan ketersediaan hayati/bioekivalensi.
3. Terhadap obat yang dilakukan evaluasi kembali sebagaimana dimaksud pada ayat industri farmasi/pendaftar wajib menarik
obat tersebut dari peredaran.
G. Sanksi
Dengan tidak mengurangi ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang, Kepala Badan dapat memberikan sanksi
administratif berupa pembatalan izin edar apabila terjadi salah satu dari hal-hal berikut:
1. Tidak memenuhi kriteria izin edar.
2. Penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan izin edar.
3. Tidak melaksanakan kewajiban pelaksanaan izin edarSelama 12 (dua belas) bulan berturut-turut obat yang bersangkutan
tidak diproduksi, diimpor atau diedarkan.
4. lzin lndustri Farmasi, yang mendaftarkan, memproduksi atau mengedarkan dicabut.
H. Kriteria Dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku,
bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
1. Kriteria kosmetika yang diedarkan di wilayah Indonesia memenuhi yaitu:
a.keamanan yang dinilai dari bahan kosmetika yang digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kosmetika
yang dihasilkan tidak mengganggu atau membahayakan kesehatan manusia, baik digunakan secara normal maupun pada kondisi
penggunaan yang telah diperkirakan.
b.kemanfaatan yang dinilai dari kesesuaian dengan tujuan penggunaan dan klaim yang dicantumkan.
2. Klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Penandaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d harus menggunakan bahasa Indonesia untuk informasi:
a.keterangan kegunaan.
b.cara penggunaan, dan
c.peringatan dan keterangan lain yang dipersyaratkan.
I.Notifikasi Kosmetika
Notifikasi umum kosmetika :
a.Setiap kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari Menteri.
b.Izin edar sebagaimana dimaksud berupa notifikasi.
c.Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud meliputi persyaratan keamanan, bahan, penandaan, dan klaim.
J. Registrasi Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan
sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan
dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
izin edar:
1. Obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar.
2. Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepala Badan.
3. Pemberian izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui mekanisme registrasi sesuai dengan
tatalaksana yang ditetapkan. Izin edar berlaku lima tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
A.PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008
TENTANG REGISTRASI OBAT.
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. lzin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di wilayah lndonesia.
2. Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapatkan izin edar.
3. Pemberi kontrak adalah industri farmasi yang melimpahkan pekerjaan pembuatan obat berdasarkan kontrak.
4. Penerima kontrak adalah industri farmasi yang menerima pekerjaan pembuatan obat berdasarkan kontrak.
5. Obat impor adalah obat hasil produksi industri farmasi luar negeri.
6. Produk yang dilindungi paten adalah produk yang mendapatkan perlindungan paten berdasarkan Undang-undang Paten
yang berlaku di Indonesia.
7. Menteri adalah Menteri yang beretanggung jawab di Bidang Kesehatan.
8. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang bertanggung jawab dibidang Pengawasan Obat dan Makanan.
9. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Pasal 2
(1) Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan registrasi untuk memperoleh Izin Edar.
(2) Izin Edar diberikan oleh Menteri.
(3) Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala Badan. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk:
a.Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter.
b.Obat Donasi.Obat untuk Uji Klinik.
c.Obat Sampel untuk Registrasi.
Pasal 3
(1). Obat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4) dapat dimasukkan ke wilayah Indonesia melalui Mekanisme Jalur
Khusus.
(2).Ketentuan tentang Mekanisme Jalur Khusus ditetapkan oleh Menteri.
PERSYARATAN REGISTRASI
Bagian pertama
Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri
(1) Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin industri farmasi yang
dikeluarkan oleh Menteri.
(2) Industri farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan CPOB.
(3) Pemenuhan persyaratan CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang dikeluarkan
oleh Kepala Badan.
Bagian Kedua
Registrasi Obat Narkotika
Pasal 7
(1). Khusus untuk registrasi obat narkotika hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin khusus untuk
memproduksi narkotika dari Menteri
(2). Industri farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan CPOB.
(3). Pemenuhan persyaratan CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang dikeluarkan
oleh Kepala Badan.
Bagian Ketiga
Registrasi Obat Kontrak
Pasal 8
(1).Registrasi obat kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak, dengan melampirkan dokumen kontrak.
(2).Pemberi kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah industri farmasi.
(3).Industri farmasi pemberi kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memiliki izin industri farmasi dan sekurang-kurangnya
memiliki 1 (satu) fasilitas produksi sediaan lain yang telah memenuhi persyaratan CPOB.
(4).Industri farmasi pemberi kontrak bertanggung jawab atas mutu obat jadi yang diproduksi berdasarkan kontrak.
Bagian Keempat
Registrasi Obat lmpor
Pasal 9
Obat Impor diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat, obat penemuan baru dan obat yang dibutuhkan tapi tidak dapat
diproduksi di dalam negeri.
Pasal 10
(1).Registrasi Obat Impor dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar
negeri.
(2)Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencakup alih teknologi dengan ketentuan paling lambat dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun harus sudah dapat diproduksi di dalam negeri.
(3). Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) obat yang masih dilindungi paten. Industri farmasi di luar negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan CPOB.
(4). Ketentuan tentang tata cara pemeriksaan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Kepala Badan.
Bagian Kelima
Registrasi Obat Khusus Ekspor
Pasal 11
(1).Registrasi obat khusus untuk ekspor hanya dilakukan oleh industri farmasi.
(2).Obat khusus untuk ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf a dan huruf b.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bila ada persetujuan tertulis dari negara tujuan.
Bagian Keenam
Registrasi Obat Yang Dilindungi Paten
Pasal 12
(1).Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia hanya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri .
pemegang hak paten, atau industri farmasi lain yang ditunjuk oleh pemegang hak paten.
(2).Hak paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan sertifikat paten.
Pasal 13
(1)Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia dapat dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri bukan
pemegang hak paten.
(2).Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan mulai 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya perlindungan hak paten.
(3).Dalam hal registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, obat yang bersangkutan hanya boleh diedarkan setelah habis
masa perlindungan paten obat inovator.
KOSMETIKA
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epide
rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk member
mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pa
kondisi baik.
2. Kosmetika Dalam Negeri adalah kosmetika yang dibuat dan dikemas oleh industri kosmetika di dalam negeri ata
di luar negeri namun dikemas dalam kemasan primer oleh industri kosmetika di dalam negeri.
3. Kosmetika Impor adalah kosmetika yang dibuat oleh industri kosmetika di luar negeri, sekurang-kurangnya dalam
primer.
4. Kemasan Primer adalah wadah/kemasan yang bersentuhan langsung dengan isi.Kosmetika Kontrak adalah kosme
pembuatannya dilimpahkan kepada industri kosmetika lain berdasarkan kontrak.
5. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengawasan obat dan makanan.
KRITERIA KOSMETIKA
Pasal 2
(1). Kosmetika yang diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi kriteria:
a.keamanan yang dinilai dari bahan kosmetika yang digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
kosmetika yang dihasilkan tidak mengganggu atau membahayakan kesehatan manusia, baik digunakan secara normal maupun pada
kondisi penggunaan yang telah diperkirakan.
b.kemanfaatan yang dinilai dari kesesuaian dengan tujuan penggunaan dan klaim yang dicantumkan.
c.mutu yang dinilai dari pemenuhan persyaratan sesuai CPKB dan bahan kosmetika yang digunakan sesuai dengan Kodeks
Kosmetika Indonesia, standar lain yang diakui, dan ketentuan peraturan perundang-undangan dan,
d.penandaan yang berisi informasi lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan.
(2). Klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3). Penandaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d harus menggunakan bahasa Indonesia untuk informasi:
a. keterangan kegunaan
b.cara penggunaan dan,
c.peringatan dan keterangan lain yang dipersyaratkan.
(4). Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b untuk kosmetika yang sudah jelas .
kegunaan atau cara penggunaannya.
Pasal 3
(1).Kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus didokumentasikan dalam DIP.
(2).DIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah tersedia sebelum melakukan notifikasi.
Pasal 4
(1). Kosmetika yang akan diedarkan di wilayah Indonesia harus dilakukan notifikasi kepada Kepala Badan.
(2). Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun.
(3). Apabila selama jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan perubahan atas:
a.nama industri/importir/badan usaha yang melakukan notifikasi tanpa perubahan hak untuk mengedarkan atau
status kepemilikan;
b.alamat industri/importir/badan usaha yang melakukan notifikasi dengan tidak terjadi perubahan lokasi pabrik;
c.nama pimpinan industri/importir/badan usaha yang melakukan notifikasi; atau
d.ukuran dan jenis kemasan; harus dilakukan notifikasi perubahan.
Pasal 5
(1). Kosmetika yang dinotifikasi harus sesuai dengan jenis sediaan kosmetika.
(2). Jenis sediaan kosmetika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran 1 yang merupakan bagian tidak .
terpisahkan dari Peraturan ini.
TATA CARA PENGAJUAN NOTIFIKASI
Bagian Pertama
Pendaftaran Pemohon Notifikasi
Pasal 6
(1).Pemohon yang akan mengajukan permohonan notifikasi harus mendaftarkan diri kepada Kepala Badan.
(2). Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus memiliki surat penunjukan keagenan dari industri di negara asal.
Pasal 7
(1). Pendaftaran sebagai pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan dengan cara mengisi template melalui
sistem elektronik yang disampaikan ke website Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan alamat http://www.pom.go.id.
(2).Contoh template sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan ini.
(3).Setelah dilakukan verifikasi data, pemohon notifikasi akan mendapatkan User ID dan Password.
Pasal 8
(1).Pendaftaran sebagai pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 hanya dilakukan 1 (satu) kali, sepanjang tidak terjadi
perubahan data pemohon.
(2).Pemohon harus menyampaikan pemberitahuan perubahan data pemohon notifikasi atau mengajukan pendaftaran kembali jika
terjadi perubahan seperti tercantum pada Lampiran 3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Bagian Kedua
Permohonan Notifikasi
Pasal 9
(1). Pemohon notifikasi yang telah terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat mengajukan permohonan notifikasi.
(2). Permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan mengisi Template Notifikasi secara elektronik .
yang dapat diunduh dari website Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan alamat http://www.pom.go.id.
Pasal 10
(1). Pemohon yang telah berhasil mengirim (submit) Template Notifikasi akan menerima Surat Perintah Bayar secara elektronik
melalui email pemohon.
(2). Paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal Surat Perintah Bayar, pemohon harus menyerahkan asli bukti pembayaran .
melalui Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan atau Balai Besar Pengawas .
Obat dan Makanan/Balai Pengawas Obat dan Makanan
Pasal 12
Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diperoleh tanda terima pengajuan permohonan notifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), Kepala Badan tidak mengeluarkan surat penolakan, terhadap kosmetika yang
dinotifikasi dianggap disetujui dan dapat beredar di wilayah Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai