Anda di halaman 1dari 30

Perundang-Undangan

Narkotika, Psikotropika dan


Prekursor
SEJARAH PERKEMBANGAN PERUNDANG-
UNDANGAN NARKOTIKA
• Penggunaan obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal di Indonesia,
jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan
Belanda.
• Pemerintah Belanda memberikan izin pada tempat-tempat tertentu untuk
menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal dibenarkan
berdasarkan undang-undang
• Pemerintah Belanda membuat Undang-undang (Verdovende Middelen
Ordonantie) yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 (State Gazette No.
278 Juncto 536).
• Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan
melarang pemakaian candu (Brisbane Ordonance)
SEJARAH PERKEMBANGAN PERUNDANG-
UNDANGAN NARKOTIKA
• Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia membuat
perundang-undangan menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi
dari obat-obatan berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) dimana
wewenang di berikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya
(State Gaette No. 419, 1949)
• Tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika menjadi
masalah besar dan sifatnya nasional.
• Pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 9 tahun 1976, tentang
narkotika. Undang-undang tersebut mengatur antara lain tentang
peredaran gelap (illicit traffic), terapi dan rehabilitasi korban narkotik
dengan menyebutkan secara khusus peran dokter dan rumah sakit terdekat
sesuai petunjuk menteri kesehatan
SEJARAH PERKEMBANGAN PERUNDANG-
UNDANGAN NARKOTIKA
• UU Anti Narkotika nomor 22 tahun 1997, menyusul kemudian UU
Psikotropika nomor 5 tahun 1997. Narkotika dalam undang-undang
ini digolongkan menjadi 3, golongan I terdiri dari 26 jenis, golongan II
terdiri 87 jenis, dan golongan III terdiri 14 jenis. Dalam undang-
undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap
pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa
hukuman mati
• Kemudian dalam perkembangannya, UU No. 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika diganti dengan UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika,
yang mendasarkan pada alasan bahwa narkotika merupakan zat atau
obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan
penyakit tertentu
SEJARAH PERKEMBANGAN PERUNDANG-
UNDANGAN NARKOTIKA
• Narkotika dalam UU No. 35 tahun 2009 tetap digolongkan menjadi 3
golongan, tetapi terdapat perubahan yaitu golongan I terdiri 65 jenis,
golongan II 86 jenis dan golongan III tetap 14 jenis. Selain itu, untuk
melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika dan
mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam
Undang-Undang ini diatur juga mengenai Prekursor Narkotika
• BNN dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007
tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan
Badan Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga
non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi
melakukan koordinasi
SEJARAH PERKEMBANGAN PERUNDANG-
UNDANGAN NARKOTIKA
• Dari tahun ke tahun selalu muncul zat baru yang disalahgunakan yang
memiliki potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan yang belum
termasuk dalam Golongan Narkotika sebagaimana diatur dalam Lampiran
dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan Pemerintah nomor 13 Tahun
2014 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika; maka ditetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika
• Badan Narkotika Nasional menemukan adanya narkoba jenis baru di
Indonesia sepanjang 2017 sebanyak 68 jenis beberapa diantaranya belum
termasuk dalam undang-undang maupun Peraturan Menteri Kesehatan.
Mengingat hal tersebut maka diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Perubahan Penggolongan Narkotika Nomor 41 tahun 2017
UNDANG UNDANG PSIKOTROPIKA
• Undang-undang Psikotropika nomor 5 tahun 1997 ini mengatur
tentang penggolongan, produksi, peredaran, tata cara ekspor dan
impor.
• Sekaitan dengan adanya perubahan pada penggolongan narkotika
yang diatur dengan Permenkes nomor 2 tahun 2017, maka terkait
juga dengan perubahan penggolongan psikotropika yang diatur
dengan Permenkes nomor 3 tahun 2017.
• Peraturan Pemerintah (PP) nomor 44 tahun 2010 tentang Prekursor,
bahwa yang dimaksud Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau
bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan
Psikotropika.
Mekanisme, Ekresi dan Gejala Keracunan
NAPZA
Pelajari dan Buat Resume
• Tentukan Penggolongan, Kegunaan, Batasan dan Perbedaan
Narkotika, Psikotropika, Prekursor Berdasarkan:
• Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
• Kesehatan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika
• UU Psikotropika nomor 5 tahun 1997
• Permenkes nomor 3 tahun 2017
• Peraturan Pemerintah (PP) nomor 44 tahun 2010 tentang Prekursor
Marijuana (Ganja) Golongan Opium
Mekanisme :
• Tetrahydrocannabinol (THC), bahan aktif utama dalam ganja, mengikat dan
mengaktifkan reseptor spesifik, yang dikenal sebagai reseptor cannabinoid.
Ada banyak reseptor ini di bagian otak yang mengendalikan ingatan,
pikiran, konsentrasi, persepsi waktu dan kedalaman, dan gerakan
terkoordinasi. Dengan mengaktifkan reseptor ini, THC mengganggu fungsi
normal mereka.
• Ganja juga mempengaruhi area otak yang bertanggung jawab atas persepsi
sensorik (misalnya sentuhan, penglihatan, pendengaran, rasa, dan bau) di
korteks serebral. Sebagian besar informasi sensorik yang berasal dari tubuh
disalurkan melalui thalamus, dan kemudian ke daerah korteks serebral
yang tepat.
Marijuana (Ganja) Golongan Opium
Ekresi :
• Hampir 25% dari dosis diekskresikan melalui urin dalam 3 hari,
terutama sebagai glucuronide asam 11-nor-D9-THC-9-carboxylic,
bersama-sama dengan bentuk karboksilat dalam bentuk bebas dan
terkonjugasi. D9-THC-O-glucuronide juga terdeteksi dalam urin.
Ditemukannya asam karboksilat dalam urin menunjukkan indikasi
positif penggunaan kanabis yang baru saja dilakukan. Rute ekskresi
utama adalah melalui faeces, sampai sekitar 65% dari dosis
diekskresikan dalam 5 hari, terutama sebagai 11-hidroksi-D9-THC dan
karboksilat dalam bentuk terkonjugasi. Metabolit D9-THC terdeteksi
dalam urin hingga 12 hari setelah dosis oral tunggal. Senyawa ini
dapat melintasi plasenta dan didistribusikan ke dalam ASI.
Marijuana (Ganja) Golongan Opium
Gejala :
• Efek akut ganja bervariasi, termasuk tertawa dan cekikikan,
peningkatan nafsu makan, perubahan persepsi dan mood, dan efek
stimulan atau sedatif. Dengan dosis yang sangat besar, pasien
mungkin juga mengalami halusinasi, kegelisahan, paranoid,
kekurangan memori jangka pendek, dan gaya berjalan yang tidak
stabil. Penggunaan ganja secara intravena dapat menyebabkan kolaps
kardiovaskular, koagulopati intravaskular diseminata, atau kematian.
Penurunan memori dan perhatian telah dikaitkan dengan
penggunaan ganja jangka panjang
• Buat Resume Tentang...
• Mekanisme kerja
• Ekresi
• Gejala
Dari keracunan : Opium, Amfetamin, Etanol, Metanol, Paracetamol dan Aspirin
Teknik Pengambilan dan preparasi Sampel
Faktor Mempengaruhi sampel
Jenis sampel
• Darah • Isi Lambung
• Darah Arteri • Feses
• Darah Vena • Jaringan
• Darah dan cairan terkait
• Cairan Tubuh Selain Darah
• Cairan/Residu Ekskresi
• Sampel lain
• Serum
• Plasma
• Sel Darah
Pedoman Pengumpulan Sampel
• Darah
• 10 mL (tabung heparin lithium atau tabung EDTA - gunakan fluoride /
oksalat jika dicurigai etanol; gunakan tabung plastik jika dicurigai
paraquat; gunakan tabung kaca atau plastik dengan headspace
minimal jika dicurigai karbon monoksida atau senyawa volatil
lainnya) Pada pemeriksaan postmortem, kumpulkan dari vena
femoral atau vena perifer lainnya yang memastikan tidak ada
kontaminasi, masukkan ke dalam 2% (w/v) NaF dan yang lainnya ke
dalam tabung biasa.
•Untuk Plasma/serum 5ml
Pengambilan dan penanganan Sampel
• Spesimen biologis  disimpan pd suhu 4oC kecuali rambut, kuku
• Disegel dengan aman
• Dikemas secara terpisah
• Spesimen sisa disimpan  -20oC\
• Pemeriksaan postmortem  penggunan plastik polystyren direkomen
• Semua sampel organ dan jaringan harus ditempatkan diwadah terpisah
untuk menghindari kontaminasi silang
• Tindakan pencegahan untuk memastikan integritas sampel meliputi: (i)
pelabelan sampel yang tepat, (ii) penggunaan wadah anti-tamper, (iii)
pengumpulan sampel seperti rambut, kuku, dan darah femoral sebelum
tindakan otopsi, dan (iv) dokumentasi yang tepat (dokumen chain of
custody)
Pengambilan dan penanganan Sampel
• Darah (kuantitatif)
• Dalam toksikologi analitis, plasma atau serum biasanya digunakan untuk pengujian
kuantitatif. Namun, beberapa racun seperti karbon monoksida, sianida dan banyak
senyawa organik volatil lainnya, timbal dan logam berat lainnya, dan beberapa obat,
seperti chlortalidone, ditemukan terutama pada atau terikat dengan eritrosit dan
dengan demikian darah utuh hemolitik harus digunakan untuk pengukuran semacam itu
• Untuk memaksimalkan keandalan pengukuran yang dilakukan pada darah postmortem,
direkomendasikan agar: (i) interval antara kematian dan pemeriksaan postmortem
diminimalkan, (ii) sampel disimpan pada suhu 4 oC sebelum pemeriksaan / setelah
pengumpulan, (iii) darah dikumpulkan dari dua lokasi perifer yang berbeda, lebih disukai
vena femoralis, setelah mengikat vena secara proksimal ke lokasi pengambilan sampel,
dan (iv) pengawet [2% (w / v) fluorida] ditambahkan ke sebagian sampel darah / sampel
dari satu vena, dan ke urine. Lokasi pengambilan sampel darah yang tepat harus dicatat,
juga waktu sampling dan (perkiraan) waktu kematian jika diketahui.
Pengambilan dan penanganan Sampel
• Darah (kualitatif)
• Darah postmortem (sekitar 20 mL) untuk analisis kualitatif harus
diambil dari jantung (sebaiknya atrium kanan), vena kava inferior,
atau pembuluh darah besar lain yang mudah. Tempat pengambilan
sampel yang tepat harus dicatat pada tabung sampe, darah harus
bebas mengalir. Acuan pengambilan sampel darah dan urin pada
Tabel 3.5 (Flanagan, 2007).
Pengambilan dan penanganan Sampel
Pengambilan dan penanganan Sampel
Pengambilan dan penanganan Sampel
Pengambilan dan penanganan Sampel
Teknik Pengambilan dan Penanganan Sampel
• Kapan Menggunakan Jenis sampel?

• Buat Resume Tentang...


• Teknik Pengambilan sampel
• Dan Penanganan Sampel
• Termasuk cara pemberian label
LAPORAN INVESTIGASI
FORENSIK NAPZA
1. Identitas kasus
• Deskripsi kasus :
• Tujuan identifikasi :
• Kasus :
• Yang Menangani Kasus :
• Tempat Pemeriksaan :
• Peralatan :
• Laporan Untuk :
• Subjek laporan :
2. Ringkasan Kasus
Pemohon :
Alamat pemohon :
Pihak Penerima :
Waktu :
No. Kasus
3. Deskripsi Permohonan Investigasi
Deskripsi barnag bukti :
Informasi yang diinginkan :
4. Proses Pemeriksaan Barang Bukti
Prosedur :
Waktu dan Tempat :
Hasil Pemeriksaan :
5. Dokumentasi
6. Kesimpulan
Tugas
• Seorang artis berinisial RD ditemukan mengalami overdosis didalam
mobil Marcedes Benz miliknya pada Senin 17 Februari 2014
dikawasan Kayu Putih, Jakarta Timur. Dari hasil analisa laboratorium
ditemukan bahwa artis tersebut mengkonsumsi Sabu. Buat laporan
investigasinya

Anda mungkin juga menyukai