Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus:

Epistaksis Anterior
Disusun Oleh :

Vennaya Masyeba
11.2016.362
IDENTITAS PASIEN
▪ Nama : An. M
▪ Jenis Kelamin: Laki-laki
▪ Umur : 4 tahun
▪ Agama : Islam
▪ Pekerjaan : Tidak Bekerja
▪ Pendidikan : TK
ANAMNESIS
▪ Diambil secara alloanamnesis pasien pada tanggal 13 Oktober 2017, Pukul
10:30 WIB, di Poli THT RSAU dr. Esnawan Antariksa, Jakarta.
▪ Keluhan Utama: Hidung sering mimisan sejak 1 bulan yang lalu
▪ Keluhan Tambahan: Tidak ada
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
▪ Seorang anak laki-laki dibawa ibunya datang ke poliklinik THT RSAU dr.
Esnawan Antariksa dengan keluhan hidung sering mimisan sejak 1 bulan
yang lalu. Hal ini terjadi kurang lebih 2 kali setiap minggu pada saat
cuaca panas.
▪ Darah keluar hanya dari 1 lubang hidung, bergantian kadang kanan dan
terkadang hanya kiri. Volume darah yang keluar sekitar setengah sendok
makan dengan konsistensi cair. Hidung pasien dikeluhkan terakhir
mengeluarkan darah adalah 1 minggu yang lalu.
▪ Riwayat trauma disangkal, pada lingkungan keluarga ibu pasien mengaku
tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Pasien
belum berobat dan keluhan yang dirasakan belum ada perbaikan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU PEMERIKSAAN FISIK
▪ Pasien pernah mengalami ▪ Tanda-Tanda Vital:
keluhan batuk dan pilek
sebelumnya sekitar 4 bulan ▪ Suhu: 36,8oC
yang lalu, akan tetapi tidak ▪ Pernafasan: 28x/menit
disertai rasa nyeri menelan.
Pasien tidak memiliki riwayat ▪ Nadi: 88x/menit
alergi baik dingin, makanan
maupun obat-obatan. ▪ Tekanan Darah: Tidak
Riwayat asma disangkal ibu dilakukan
pasien.
TELINGA
Kanan Kiri
Bentuk daun telinga Normotia Normotia
Kelainan Kongenital Tidak ditemukan Tidak ditemukan
Tumor/ tanda peradangan

 Pre aurikuler Tidak ditemukan Tidak ditemukan


 Retroaurikuler Tidak ditemukan Tidak ditemukan
Nyeri tekan tragus (-) (-)
Penarikan daun telinga (-) (-)
Tes Fungsi Tuba

 Valsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan


 Toynbee Tidak dilakukan Tidak dilakukan
CAE lapang, serumen (-), CAE lapang, serumen (-),
Liang Telinga
Sekret (-), Hiperemis (-) Sekret (-), Hiperemis (-)
Utuh, refleks cahaya di jam Utuh, refleks cahaya di jam
Membran Timpani
5 7
Tes Penala

 Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan


 Weber
 Swabach
HIDUNG DAN SINUS PARANASAL
▪ Hidung dan Sinus Paranasal
▪ Bentuk: Normal, tidak tampak deviasi septum
▪ Tanda Peradangan: Tidak ditemukan tanda peradangan dari luar
▪ Vestibulum: Tidak hiperemis, Sekret (-/-), Darah (-/-)
▪ Konka inferior kanan/ kiri: oedem -/-, hiperemis -/-
▪ Meatus inferior kanan/kiri: sekret -/-
▪ Konka medius kanan/ kiri: oedem -/-, hiperemis -/-
▪ Meatus nasi medius kanan/ kiri: sekret -/-
▪ Septum nasi: Deviasi (-), Krepitasi (-)
▪ Daerah sinus frontalis dan maksilaris: Nyeri tekan (-)
▪ Nasofaring (tidak dilakukan rhinoskopi posterior)
TENGGOROK

FARING LARING
▪ Dinding faring: Hiperemis (-), ▪ tidak dilakukan pemeriksaan
permukaan licin laringoskopi
▪ Arkus faring: simetris kanan-kiri
▪ Tonsil: T1-T1, hiperemis (-), kripta
lebar (-), detritus (-)
▪ Uvula: simetris ditengah, hiperemis
(-)
▪ Gigi geligi: oral hygiene baik
▪ Lain-lain: radang ginggiva (-),
mukosa pharynx tenang
LEHER MAKSILLO – FASIAL
▪ Kelenjar limfe submandibula: tidak ▪ Deformitas: Tidak ditemukan
ada pembesaran deformitas os maxilla, os
mandibula, dan os zygomaticum
▪ Kelenjar limfe servikal: tidak ada
pembesaran ▪ Hematoma (-)

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien.
RESUME
▪ Seorang anak berusia 4 tahun datang diantar oleh ibunya dengan keluhan
hidung sering mimisan sejak 1 bulan yang lalu. Hal ini terjadi kurang lebih 2
kali setiap minggu pada saat cuaca panas. Darah keluar hanya dari 1 lubang
hidung, bergantian kadang kanan dan terkadang hanya kiri. Volume darah
yang keluar sekitar setengah sendok makan dengan konsistensi cair,
berwarna merah gelap. Hidung pasien dikeluhkan terakhir mengeluarkan
darah adalah 1 minggu yang lalu
▪ Hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan pada telinga, hidung,
maupun tenggorokan.
DIAGNOSIS KERJA
▪ Epistaksis Anterior

Usulan Pemeriksaan Penunjang


Complete Blood Count
Clotting time/bleeding time
PENATALAKSANAAN
▪ Tidak diberikan tatalaksana farmakologi karena pasien datang
dalam keadaan tenang dan dari pemeriksaan tidak ditemukan
kelainan.

Edukasi
▪ Jika terjadi epistaksis ulangan agar ibu menekan kedua cuping hidung
anak dalam posisi badan anak tegak, juga untuk menghubungi dokter jika
perdarahan tidak kunjung berhenti.
▪ Kompres daerah hidung dengan es atau air dingin untuk menghentikan
perdarahan
▪ Hindari pencetus
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
VASKULARISASI HIDUNG
ETIOLOGI
EPIDEMIOLOGI
▪ Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi
umum. Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak
(bimodal) yaitu pada usia <10 tahun dan >50 tahun

▪ Kira- kira 10% dari penduduk dunia mempunyai riwayat hidung berdarah
beberapa kali dalam hidupnya. Sekitar 30% anak- anak umut 0-5 tahun, 56%
umur 6-10 tahun dan 64% berumur 11- 15 tahun mengalami satu kali
epistaksis. Sebagai tambahan, 56% orang dewasa dnegan perdarahan
hidung berulang pernah mengalami kejadian serupa pada saat kecil
PATOFISIOLOGI
▪ Usia menengah & lanjut  perubahan progresif dari otot pembuluh darah
tunika media menjadi jaringan kolagen. Perubahan tersebut bervariasi dari
fibrosis interstitial sampai perubahan yang komplet menjadi jaringan parut.
Perubahan tersebut memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh
darah karena hilangnya otot tunika media sehingga mengakibatkan
perdarahan yang banyak dan lama.
▪ Anak & usia muda  area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding
pembuluh darah ini disebabkan oleh iskemia lokal atau trauma
DIAGNOSIS

ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK


▪ Riwayat perdarahan sebelumnya ▪ Kesadaran, tanda vital, pemeriksaan kepala
sampai ekstremitas.
▪ Lokasi perdarahan
▪ Epistaksis anterior, keadaan umum pasien
▪ Apakah darah mengalir ke dalam baik, tidak ada gangguan tanda vital, dan
tenggorokan ataukah keluar dari hidung tidak ditemukannya tanda hipoperfusi.
depan bila pasien duduk tegak?
▪ Epistaksis posterior, pemeriksaan fisik
▪ Lama perdarahan dan frekuensinya sangat bergantung dengan jumlah dan
waktu perdarahan. Kesadaran pasien dapat
▪ Trauma hidung yang belum lama menurun, dapat terjadi gangguan tanda vital
hingga menunjukkan tanda syok seperti nadi
▪ Obat-obatan, seperti aspirin, fenibutazon lemah, hipotensi, takipnea, akral dingin.

▪ dll
PENATALAKSANAAN

Menghentikan
perdarahan
Mencegah
komplikasi

Mencegah
berulang
epistaksis

3 PRINSIP UTAMA
PENATALAKSANAAN
▪ Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk
kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
▪ Menghentikan perdarahan
▪ Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan
dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan
ke arah septum selama beberapa menit (metode Trotter).
PENATALAKSANAAN
▪ Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan
kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan
elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih dahulu.

▪ Epistaksis posterior
KOMPLIKASI
▪ Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium
sinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena darah
mengalir secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia.
Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media,
haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang
yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.
▪ Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan
darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi
koroner dan infark miokard dan akhirnya kematian. Harus segera dilakukan
pemberian infus atau transfusi darah
KESIMPULAN
▪ Epistaksis (perdarahan dari hidung) adalah suatu gejala dan bukan suatu
penyakit, yang disebabkan oleh adanya suatu kondisi kelainan atau keadaan
tertentu. Epistaksis bisa bersifat ringan sampai berat yang dapat berakibat
fatal. Epistaksis disebabkan oleh banyak hal, namun dibagi dalam dua
kelompok besar yaitu sebab lokal dan sebab sistemik.
▪ Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah
komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis.
▪ Epistaksis dapat dicegah dengan antara lain tidak memasukkan benda keras
ke dalam hidung seperti jari, tidak meniup melalui hidung dengan keras,
bersin melalui mulut, menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan
perdarahan, dan lain lain.

Anda mungkin juga menyukai