Anda di halaman 1dari 72

Ekonomi

internasional
Ekonomi
Internasional

(Materi utama)
BAB V
LETTER OF
CREDIT
(L/C)
A. PEMBAYARAN EKSPOR IMPOR
Pada kegiatan ekspor impor proses pembayaran
antara negara dapat dilakukan melalui berbagai
cara, yaitu :
1. Secara Tunai (Cash Payment) atau Pembayaran
Dimuka (Advance Payment)
2. Pembayaran Kemudian (Open Account)
3. Wesel Inkaso (Collection Draft)
4. Konsinyasi (Consignment)
5. Letter Of Credit (L/C).
1. Secara Tunai Atau Pembayaran Dimuka
Dalam sistem pembayaran ini pembeli (Importir)
membayar dimuka (pay in advance) kepada penjual
(Eksportir) sebelum barang-barang dikirim oleh penjual
tersebut. Ini berarti importir memberikan kredit kepada
eksportir untuk mempersiapkan barang-barangnya.
Pelaksanaan sistem ini lazim digunakan dalam kondisi
pasar yang baik bagi penjual. Besarnya pembayaran
biasanya 100 % dari besarnya barang yang diekspor.
Dalam sistem pembayaran ini, importir menanggung
segala resiko, baik pembayaran yang dilakukan atau
kemungkinan tidak dikirimnya barang-barang yang
dipesan.
2. Pembayaran Kemudian (Open Account)
Sistem pembayaran dimana belum dilakukan pembayaran
apa-apa oleh importir kepada eksportir sebelum barang
dikapalkan atau tiba dan diterima importir; atau sebelum
waktu tertentu yang telah disepakati.
Eksportir setelah melakukan pengapalan barang akan
mengirimkan invoice kepada importir.
Dalam invoice akan tercantum tanggal dan waktu tertentu
kapan importir harus melakukan pembayaran.
Resiko-resiko yang dapat terjadi dalam sistem ini :
• Eksportir tidak mendapat perlindungan apakah importir
akan membayar.
• Dalam hal importir tidak membayar, eksportir akan
kesulitan dalam membuktikannya di pengadilan
• Penyelesaian perselisihan akan menimbulkan biaya bagi
eksportir.
3. Wesel Inkaso (Collection Draft)
Dalam sistem ini eksportir memiliki hak pengawasan
barang-barang sampai weselnya (draft) dibayar importir.
Eksportir atau penarik wesel (drawer) mengapalkan
barang sementara dokumen pemilikan atas pengiriman
barang bisa diberikan secara langsung atau melalui bank
importir untuk selanjutnya dikirim ke importir
Penyerahan dokumen kepada importir didasarkan pada :
• D/P (Document against Payment) : penyerahan
dokumen kepada importir dilakukan apabila importir
telah membayar
• D/A (Document against Acceptance) : penyerahan
dokumen kepada importir dilakukan apabila importir
telah mengaksep weselnya
4. Konsinyasi (Consignment)
Sistem pengiriman barang ekspor dimana barang
dikirimkan sebagai titipan untuk dijual oleh importir
dengan harga yang telah ditetapkan oleh eksportir, barang
yang tidak terjual akan dikembalikan kepada eksportir.
Disini eksportir memegang hak milik atas barang,
sedangkan importir hanya sebagai pihak yang dititipi
barang untuk dijual.
Resiko yang dapat timbul dalam sistem ini :
– Modal terlalu lama tertimbun pada barang dagangan.
– Tidak ada kepastian waktu eksportir akan menerima
pembayaran.
– Eksportir dapat menjadi korban kecurangan importir
yang melaporkan barang tidak sesuai dengan penjualan
– Bila impotir tidak membayar, tidak ada bukti kuat untuk
menuntutnya di pengadilan.
5. Letter Of Credit (L/C)
Suatu surat yang dikeluarkan oleh suatu bank atas
permintaan importir yang ditujukan kepada eksportir
di luar negeri yang menjadi relasi importir tersebut,
untuk memberikan hak kepada eksportir agar dapat
menarik wesel-wesel atas nama importir
bersangkutan.
Sistem pembayaran dengan L/C merupakan cara yang
paling aman bagi eksportir untuk memperoleh hasil
dari penjualan barangnya dari importir, sepanjang
eksportir dapat menyerahkan dokumen-dokumen
sesuai dengan yang disyaratkan dalam L/C.
Transaksi perdagangan ekspor impor pada dasarnya
dapat dilakukan dengan atau tanpa L/C, namun karena
L/C melindungi kepentingan kedua belah pihak yaitu
eksportir dan importir, dan bank ikut terlibat sehingga
mengurangi resiko tertentu, maka transaksi dengan L/C
lebih disenangi. L/C memegang peranan penting dalam
perdagangan internasional dan akan terus merupakan
instrumen yang paling ampuh dalam jasa perbankan.
Faktor-faktor yang menjadi dasar terus berkembangnya
penggunaan L/C tersebut antara lain adanya
pengawasan devisa di beberapa negara, ketidakpastian
situasi perekonomian dan diperlukan suatu cara bagi
eksportir untuk melancarkan pembayaran barang-
barang ekspornya.
B. ISTILAH DAN DEFINISI L/C
Letter of Credit (L/C) disebut juga Documentary Credit,
atau Authority To Purchase atau Authority To Pay.
Letter of Credit (L/C) didefinisikan sebagai suatu surat yang
dikeluarkan oleh suatu bank atas permintaan importir
yang ditujukan kepada eksportir di luar negri yang menjadi
relasi importir tersebut, yang memberikan hak kepada
eksportir itu untuk menarik wesel-wesel atas importir
bersangkutan.
Definisi lain yang lebih luas adalah suatu pernyataan yang
dikeluarkan oleh bank untuk mempertaruhkan kredibilitas
(tingkat kepercayaan) akan dirinya yang telah cukup
dikenal baik, sebagai pengganti kredibilitas terhadap
importir tersebut, yang mungkin baik juga tapi tidak
begitu dikenal.
Dalam publikasi terbitan ICC dinyatakan bahwa L/C adalah
perjanjian tertulis dari sebuah bank (issuing bank) yang
diberikan kepada penjual (beneficiary) atas permintaannya
dan sesuai dengan instruksi pembeli (applicant) untuk
melakukan pembayaran yaitu dengan cara membayar,
mengaksep atau menegodiasi wesel sampai jumlah
tertentu dalam jangka waktu yang ditentukan dan atas
dokumen-dokumen yang ditetapkan.
Dilihat dari segi penggunaannnya L/C dapat dibedakan
menjadi Documentary L/C yang sering disebut dengan
Commercial atau Merchandise L/C merupakan L/C yang
berdokumen dan menangani pergerakan dari barang-
barang ekspor impor.
Apabila tidak berdokumen maka L/C tersebut disebut
Clean L/C yang salah satu contohnya adalah Stand By L/C
Kepastian amannya kepentingan kedua belah pihak
dengan menggunaan L/C antara lain:
1. Kepada penjual dipastikan akan adanya pembayaran
bilamana dokumen-dokumen pengapalan lengkap
sesuai dengan syarat L/C
2. Kepada importir dipastikan bahwa pembayaran hanya
dapat dilakukan oleh bank bila sesuai persyaratan L/C.
Dalam transaksi L/C ini bank hanya melihat dan
berkepentingan dalam dokumen-dokumen saja dan tidak
terlibat dalam barang-barang. Karena itu L/C tidak
menjamin importir bahwa isi pengapalan adalah sesuai
dengan yang disebut dalam “sales contract” antar kedua
pihak eksportir dan importir.
Terdapat tiga kontrak terpisah yang dikaitkan dengan L/C
yaitu :
• Kontrak jual beli (sales contract) antara penjual
(eksportir dan pembeli (importir).
• Instrumen L/C yang merupakan kontrak antara eksportir
(beneficiary) dan bank pembuka L/C (issuing bank).
• L/C atau “perjanjian jaminan” yang merupakan kontrak
antara importir (applicant) dan bank pembuka L/C
(issuing bank)
PT KI berdomisili di Indonesia melakukan impor terhadap
barang-barang elektronik dengan merek Sonya dari Jepang,
langkah yang akan dilakukan sebagai berikut :
1. PT KI mengajukan rencana pembelian ke Bank yg
dipercaya di Indonesia misal : Bank Mandiri. Bank
menganalisis kredibilitas PT. KI apakah layak atau tidak.
2. Bank Mandiri mengirimkan LC ke eksportir di Tokyo,
bahwa perusahaan dapat menarik draft, serta memuat
prasyarat lain dan menandatangani kontrak.
3. Eksportir akan menarik draft dengan jangka waktu
tertentu (time draft), eksportir mengirim barang
elektronik.
4. Apabila eksportir tidak mau menunggu time draft,
menjualnya dengan mendiskontokan ke bank Tokyo,
dokumen pengapalan berpindah ke Bank Tokyo.
5. Bank Tokyo mengirim draft dan dokumen pengapalan
ke Bank di Indonesia untuk dapat diterima (acceptance).
6. Bank Mandiri meneliti draft dan dokumen pengapalan
memberikan tanda acceptance, menyatakan bank
mandiri berhutang dan mempunyai kewajiban untuk
melunasinya.
7. Tanggal jatuh tempo “acceptance” dinegosiasikan
importir dengan bank mandiri, dan mulai dihitung tgl
jatuh tempo.
8. Setelah draft diterima, importir mengambil dokumen
pengapalan dan dapat mengambil barang, bank
menerima trust receipt dan sejumlah fee. Importir
melakukan pembayaran ke Bank sesuai dengan nilai
acceptance.
Skema Pembukaan L/C :
BAB VI
Sistem tarif
SISTEM TARIF
Dalam perdagangan internasional (ekspor impor) bentuk
kebijakan ekonomi internasional merupakan
tindakan/kebijaksanaan ekonomi pemerintah, yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
komposisi, arah, serta bentuk dari perdagangan dan
pembayaran internasional.
Kebijakan tidak hanya berupa tarif dan kuota, tetapi juga
kebijakan pemerintah di dalam negeri yang secara tidak
langsung mempunyai pengaruh terhadap perdagangan
serta pembayaran internasional seperti kebijaksanaan
moneter dan fiskal.
Salah satu bentuk kebijaksanaan perdagangan luar negeri
adalah pengenaan tarif terhadap berbagai komoditi yang
diperdagangkan.
A. Definisi Dan Jenis-jenis Tarif
Tarif adalah suatu pembebanan terhadap barang yang
melintasi daerah pabean (Costum area)

Daerah pabean atau custom area adalah daerah di mana


barang-barang bebas bergerak dengan tidak dikenai bea
pabean.
Batas custom area ini biasanya sama dengan batas
wilayah suatu negara.

Tarif dianggap suatu rintangan yang membatasi


kebebasan perdagangan internasional.
Dalam kegiatan ekspor impor, pembebanan tarif dapat
dikelompokkan menjadi beberapa jenis :
1. Exports Duties (bea ekspor)
Pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang yang
diangkut menuju ke negara lain. Artinya : pajak untuk
barang-barang yang keluar dari custom area dari suatu
negara yang memungut pajak.
2. Transit Duties (bea transit)
Pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang-barang
yang melalui wilayah suatu negara, dengan ketentuan
bahwa barang-barang tersebut memiliki tujuan akhir di
negara lain.
3. Import Duties (bea impor)
Pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang-barang
yang masuk dalam custom area suatu negara dengan
ketentuan bahwa negara tersebut sebagai tujuan akhir.
Aplikasi pengenaan tarif dalam bentuk bea masuk
sebagai berikut :
– Pembebasan bea masuk atau tarif rendah yaitu
antara 0% sampai dengan 5%, yang dikenakan untuk
bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti beras,
mesin-mesin, alat-alat militer dan lain-lain.
– Tarif sedang antara 5% sampai dengan 20%, yang
dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-
barang lain yang belum cukup diproduksi di dalam
negeri.
– Tarif tinggi diatas 20%, yang dikenakan untuk
barang-barang mewah dan barang-barang lain yang
sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan
barang kebutuhan pokok.
B. Sistem Tarif
Dalam menentukan besarnya tarif yang berlaku bagi
setiap barang atau komoditi yang diperdagangkan secara
internasional, para pelaku perdagangan internasional
(eksportir-importir) menggunakan pedoman berdasarkan
sistem tarif yang berlaku. Sistem tarif yang dimaksud
adalah sebagai berikut :
1. Tarif Tunggal (Single Column Tariff)
Pengenaan satu tarif untuk satu jenis barang atau
komoditi yang besarnya (prosentasenya) berlaku sama
untuk impor komoditi tersebut dari negara mana saja,
tanpa kecuali.
Tarif ini biasanya ditentukan oleh sesuatu negara secara
sepihak (otonom) tanpa persetujuan dengan negara
lain.
2. Tarif Umum/Konvensional (General/Conventional
Tariff)
Dikenal juga dengan istilah tarif berganda (double
coloum tariff) yaitu pengenaan satu tarif untuk satu
komoditi yang besar prosentase tarifnya berbeda
antara satu negara dengan negara lain.
Jika berbeda, maka kedua tarif tersebut ditentukan
dengan undang-undang (=sepihak), dan dikenal
dengan bentuk maximum dan minimum.
Tarif maximum dipakai sebagai normal duties yang
ditentukan secara sepihak, sedangkan tarif
minimum digunakan secara khusus untuk negara
tertentu (=dengan perjanjian), atau Conventional
Tariff
3. Tarif Preferensi (Preferensi Tariff)
Tarif yang ditentukan oleh lembaga tarif internasional
GATT yang persentasenya diturunkan, bahkan untuk
beberapa komoditi sampai menjadi 0% yang
diberlakukan oleh negara terhadap komoditi yang
diimpor dari negara-negara tertentu karena adanya
hubungan khusus antara negara pengimpor dengan
negara pengekspor. Berlaku juga antara penjajah dan
negara yang dijajah.
Ada beberapa syarat dalam menentukan tarif ini:
a. Reprocity clause
Untuk menjamin agar sesuatu negara jangan
mengenakan syarat-syarat atau bea-bea yang lebih
berat terhadap sejenis barang tertentu dibanding
bea yang dikenakan terhadap barang tersebut di
negara lain.
Contoh : Negara A mengenakan tarif sama untuk barang Y
dari semua negara. Jika ternyata barang Y hasil negara A
dikenakan tarif masuk yang lebih tinggi oleh negara B, maka
negara A dapat mengenakan bea masuk yang lebih tinggi
terhadap barang Y yang dihasilkan negara B, minimal sama
dengan bea yang dikenakan oleh negara B atas barang Y
dari negara A.
b. Most favoured nation clause
Syarat ini bermaksud agar setiap negara yang mengadakan
persetujuan dengan salah satu negara yang telah lebih dulu
mengadakan persetujuan, diperlakukan sama seperti apa
yang diputuskan oleh persetujuan dua negara terlebih dulu.
Contoh : Negara A dan B mengadakan persetujuan tarif x%
terhadap sejenis barang. Negara C yang telah mengadakan
persetujuan dengan salah satu negara A atau B maka
berhak pula menerima perlakuan yang sama dengan yang
dilakukan negara A terhadap negara B, dan sebaliknya.
C. Cara Pengenaan Tarif
Dalam pelaksanaannya, sistem atau cara pemungutan tarif
bea masuk dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara
lain :
1. Dasar Nilai ( Ad Valeroom )
Besarnya pungutan bea masuk atas barang impor
ditentukan oleh tingkat prosentase tarif dikalikan harga CIF
(Cost Insurance Freight) dari barang tersebut.
Harga CIF adalah harga yang ada pada invoice, ditambah
biaya kirim (freight) dan biaya asuransi.
Bea ad valeroom ini bersifat proporsional.
Contoh :
Harga CIF suatu barang adalah US$100 dan besarnya tarif
bea masuk 10%, sedangkan kurs US$1 = Rp. 15.000,- .
Maka besarnya bea masuk yang dikenakan sebesar
= 10% x US$100 x Rp 15.000,- = Rp 150.000,-
Keuntungan dan kelemahan dari sistem Ad Valeroom.
Keuntungan :
a. dapat mengikuti perkembangan tingkat harga atau
inflasi.
b. terdapat diferensiasi harga produk sesuai
kualitasnya.
Kerugian :
a. memberikan beban yang cukup berat bagi
administrasi pemerintah, khususnya bea cukai
karena memerlukan data dan perincian harga yang
lengkap.
b. sering menimbulkan perselisihan dalam penetapan
harga untuk perhitungan bea masuk antara
importir dan bea cukai, sehingga dapat
menimbulkan stagnasi atau kemacetan arus barang
di pelabuhan.
2. Dasar Jumlah Barang ( Ad Specific)
Pungutan bea masuk ini didasarkan pada ukuran atau
satuan tertentu dari barang impor.
Contoh : bea masuk yang dikenakan atas barang-
barang atau komoditi seperti dibawah ini :
– Semen : Rp. 300.000,- per ton
– Sepatu : Rp. 14.500,- per pasang
– Piring : Rp. 5.000,- per lusin
– Jeruk : Rp. 1.500,- per kg
– VCR : Rp. 250.000,- per unit
Bea spesifik ini, dengan sendirinya akan terasa berat
bila harga barangnya menurun, sedangkan jika harga
barang tersebut tinggi, maka bea spesifiknya menjadi
terasa ringan.
Bea Ad Specific ini bersifat regresif.
Contoh :
Barang S, dikenakan bea spesifik sebesar Rp 1.000,-
per ton, dengan harga barang Rp 50.000,-
maka besarnya bea spesifik barang S tersebut :

1.000
x 100% = 2%
50.000

Bila harga barang S naik menjadi Rp 100.000,- maka


bea spesifiknya menjadi1 %.

Sebaliknya bila harga barang-barang itu menurun


menjadi Rp 40.000,- maka bea spesifiknya menjadi 2
½ %.
Keuntungan dan kelemahan dari sistem Ad Specific
Keuntungan :
a. mudah dilaksanakan karena tidak memerlukan
perincian harga barang sesuai kualitasnya.
b. dapat digunakan sebagai alat kontrol proteksi
industri dalam negeri.
Kerugian :
a. pengenaan tarif dirasakan kurang atau tidak adil
karena tidak membedakan harga dan kualitas
barang.
b. hanya dapat digunakan sebagai alat kontrol
proteksi yang bersifat statis.
3. Compound Duties = specific ad valeroom
Pengenaan tarif yang merupakan kombinasi dari ad
valeroom dan ad specific.
Dengan sistem penggabungan ini, maka atas sejenis
barang, selain dikenakan bea menurut berat dan
ukurannya, maka diperhitungkan pula nilainya.
Misalnya sejenis barang tertentu dikenakan bea 10 %
ad valorum ditambah dengan Rp 5.000,- setiap unit.

Jika produk Y diketahui memiliki harga CIF sebesar


Rp 200.000,- per unit, bea ad valeroom sebesar 10 %
dan bea ad specific sebesar Rp 5.000,- untuk setiap
unit, maka berapakah besarnya bea produk Y jika
dikenakan bea Compound Duties?
Soal Latihan
Perusahaan MAJU melakukan impor produk sepatu
merk BLING yang memiliki harga CIF sebesar Rp
4.000.000,- per pasang.
Diketahui besarnya bea 22% ad valeroom dan bea ad
specific sebesar Rp 15.000,- per pasang.
Hitunglah berapakah besarnya bea sepatu BLING dan
prosentase bea tersebut jika :
a. Bea dikenakan secara ad valeroom
b. Bea dikenakan secara ad specific
c. Bea dikenakan secara Compound Duties?
d. Jika perusahaan MAJU melakukan impor
sejumlah 50 lusin sepatu BLING, berapakah
besarnya bea yang harus dibayarkan? (Hitung
dengan model a-c)
D. Dampak Tarif Impor
Pembebanan tarif terhadap suatu komoditi atau
barang dapat mempunyai dampak (effect) terhadap
perekonomian suatu negara, khususnya terhadap
pasar barang tersebut.
Beberapa dampak (effect) tarif tersebut adalah :
a. Dampak terhadap harga (Price Effect),
menyebabkan harga barang di dalam negeri naik.
b. Dampak terhadap konsumsi (Consumption Effect),
menyebabkan jumlah barang yang diminta di
dalam negeri (demand) menjadi berkurang.
c. Dampak terhadap produksi (Import Subtitution
Effect), pengenaan tarif dapat meningkatkan
jumlah produksi yang ada di dalam negeri.
d. Dampak terhadap redistribusi pendapatan
(Redistribution Effect), pendapatan yang diterima
pemerintah akan meningkat, juga adanya ekstra
pendapatan yang dibayarkan oleh konsumen di
dalam negeri kepada produsen di dalam negeri.
BAB VII
proteksi
PENINGKATAN GLOBALISASI
Perekonomian beberapa negara semakin terglobalisasi
sejalan dengan makin banyaknya perusahaan yang
terlibat dalam perdagangan dan investasi internasional.
Faktor pendorong globalisasi :
1. Penurunan tarif dan hambatan lainnya (pengurangan
proteksionisme) yang dikenakan oleh pemerintah
negara lain.
2. Meningkatnya standarisasi produk dan jasa di
berbagai negara.
3. Adanya trend ke arah penjualan bebas, ditandai
dengan swastanisasi (penjualan BUMN ke pihak
swasta).
PROTEKSI
Proteksi adalah perlindungan pada suatu sektor
ekonomi atau industri dalam negeri terhadap
persaingan luar negeri.
Proteksi diperlukan karena sektor ekonomi kurang
dapat bersaing dengan barang impor,
penyebabnya kurang efisien dalam memproduksi
yang tercermin oleh biaya produksi (dan harga
jual) yang terlalu tinggi.
Kurang efisien terjadi karena negara sebenarnya
tidak mempunyai keunggulan komparatif dalam
produk tersebut.
BENTUK-BENTUK PROTEKSI
1. Tarif dan Bea Masuk
Jika produsen DN hanya dapat membuat sebuah
produk dengan biaya tinggi, maka akan kalah
bersaing dengan produk impor. Dengan
mengenakan tarif atau bea masuk yang tinggi
pada barang-barang impor tertentu yang telah
dapat diproduksi di dalam negeri walau relatif
mahal, maka akan membuat produk DN menjadi
dapat bersaing.
Jadi pengenaan tarif dan bea masuk adalah salah
satu cara untuk memberikan proteksi terhadap
industri DN.
2. Pelarangan Impor
Pada hakekatnya pelarangan impor sama
dengan menutup kembali perekonomian (atau
sektor tertentu dari perekonomian).
Dibelakukan untuk produk-produk tertentu
yang bisa diproduksi DN.
Pelarangan impor mempunyai akibat berupa
redistribusi pendapatan dari konsumen kepada
produsen.
3 alasan negara menganut kebijakan larangan
impor :
a. Kebijakan larangan impor berorientasi
lingkungan hidup : Pertimbangan keamanan
produk = untuk produk yang berbahaya bagi
manusia, hewan, maupun tumbuhan di suatu
Negara, ataupun karena produk tsb
merupakan hasil eksplorasi sda sehingga
merusak keseimbangan ekologi, seperti limbah
plastic, pestisida etilena dibromida, udang
spesies penaeus vanamae, produk dan olahan
susu dari China
b. Kebijakan larangan impor untuk melindungi industry
DN : safeguard measures sebagai langkah melindungi
industri dan produksi domestic dari kerugian yang
disebabkan peningkatan impor. Ini hanya bersifat
sementara. Ada 2 kondisi penerapan :
1. Terjadi peningkatan impor dibandingkan
produksi barang sejenis di DN
2. Peningkatan impor tersebut mengancam
dan mengakibatkan kerugian yang serius
terhadap industri DN yang memproduksi
barang serupa
c. Menjaga Balance of Payment : Pertimbangan neraca
pembayaran
Dampak positif pembatasan impor :
• Menumbuhkan rasa cinta produksi DN
• Mengurangi keluarnya devisa ke luar negeri
• Memperkuat neraca pembayaran

Dampak negative pembatasan impor :


• Lesunya perdagangan internasional jika terjadi
balas membalas
• Kurangnya peningkatan mutu produksi akibat
produsen DN merasa tidak memiliki pesaing
3. Kuota
Kuota adalah pembatasan jumlah dan jenis produk
impor tertentu.
4. Subsidi
Subsidi adalah bantuan pada produsen DN agar
dapat berproduksi dengan lebih efisien sehingga
harga produk dapat lebih murah dari produk impor.
Bentuk subsidi :
a. Subsidi langsung, berupa sejumlah uang
tertentu
b. Subsidi per unit produksi bagi setiap satuan
yang dihasilkan produsen.
Keunggulan subsidi dibandingkan sistem proteksi lainnya :
1. konsumen tidak dirugikan karena tetap dapat
membeli dengan harga tetap.
2. Produsen dapat menjual lebih banyak meskipun
dengan harga yang tetap.
Cara selain subsidi justru dapat mengakibatkan
mengurangi konsumsi dan meningkatkan harga.
Dalam subsidi, “beban proteksi” ada pada pemerintah
dan sistem ini dianggap terbaik bagi masyarakat, karena :
1. Diberikan secara terbuka sehingga masyarakat dapat
menilai manfaat atau kerugiannya.
2. Subsidi dapat dibiayai dengan cara yang lebih adil,
misal pengenaan pajak penghasilan yang progresif dan
kemudian menggunakannya untuk memberi subsidi.
Alasan-Alasan Diberlakukannya Proteksi
1. Melindungi industri DN yang sedang berkembang
2. Agar uang atau devisa tetap beredar di dalam negeri
3. Negara lain juga mengenakan tarif
4. Menyamakan harga barang impor dengan biaya produksi
DN
5. Tarif “Titik Bahaya”; artinya tarif harus dijaga agar jangan
terlalu rendah dan membahayakan kelangsungan hidup
industri tersebut.
6. Sumber penerimaan negara
7. Memperbaiki dasar pertukaran
8. Industri yang menyurut
9. Diversifikasi
10. Industri anak-anak
11. Untuk menarik Modal Asing
Pertimbangan Dalam Proteksi :
1. Proteksi harus bersifat sementara, sehingga bila
telah mapan harus dihapus
2. Biaya sosial proteksi lebih kecil dibandingkan
manfaat sosialnya
3. Menetapkan dengan benar industri yang akan
diproteksi
4. Tujuan-tujuan non ekonomis :
- Menjaga stabilitas negara
- Membangun perekonomian yang mandiri
- Perlindungan terhadap sesuatu yang bersifat
sosial budaya
- Menunjang tujuan politik luar negeri
Tugas Individu :

Berikan contoh kasus mengenai proteksi


yang pernah dilakukan pemerintah Indonesia.
Serta berikan ulasan anda!
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (disingkat DJBC atau
bea cukai) adalah nama dari sebuah instansi pemerintah
yang melayani masyarakat di bidang kepabeanan dan
cukai. Pada masa penjajahan Belanda, bea dan cukai
sering disebut dengan istilah douane. Seiring dengan era
globalisasi, bea dan cukai sering menggunakan istilah
customs.
Tugas Pokok : Melaksanakan sebagian tugas pokok
Kementerian Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai,
berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri
dan mengamankan kebijaksanaan pemerintah yang
berkaitan dengan lalu lintas barang yang masuk atau
keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk dan
cukai serta pungutan negara lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi DJBC :
1. Trade Fasilitator = Memberi fasilitas perdagangan,
diantaranya melaksanakan tugas titipan dari
instansi lain.
2. Industrial Assistance = Melindungi industri dalam
negeri dari persaingan yang tidak sehat dengan
industri sejenis dari luar negeri.
3. Commodity Protector = Melindungi masyarakat
dari masuknya barang-barang berbahaya.
4. Revenue Collector = Memungut bea masuk dan
bea keluar serta cukai secara maksimal.
Salah satu Fungsi Utama DJBC:
Meningkatkan pertumbuhan industri dalam negeri
melalui pemberian fasilitas di bidang kepabeanan dan
cukai yang tepat sasaran.

Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan


terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai
sifat dan karakteristik tertentu, yaitu: konsumsinya
perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi,
pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif
bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau
pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara
demi keadilan dan keseimbangan.
Barang Kena Cukai (BKC)

Termasuk ke dalam Barang Kena Cukai (BKC) :

Etil Hasil Tembakau Minuman Mengandung Hasil Pengolahan


Alkohol Etil Alkohol Tembakau Lainnya
(HPTL)

KPPBC TMP C PURWOKERTO Direktorat Jenderal Bea dan Cukai


KANWIL DJBC JAWA TENGAH DAN D.I.Y Kementerian Keuangan RI
BAB VIIi
kuota
Pengertian Kuota
Kuota adalah pembatasan jumlah impor secara
kuantitatif, juga merupakan suatu bentuk restriksi
atau pembatasan dalam perdagangan internasional.
Kuota sudah ada sejak jaman Merkantilisme dan
menjadi populer pada masa-masa depresi besar
tahun tiga puluhan sampai tahun-tahun menjelang
masa perang dunia kedua.
Jika suatu negara mengenakan kuota import, maka
jumlah barang yang akan diimport dalam jumlah
absolut dibatasi sampai pada jumlah atau volume
tertentu, selama sesuatu jangka waktu.
Kuota dapat digunakan untuk mengganti tarif atau
untuk melengkapi tarif-tarif yang telah dikenakan.
Salah satu tujuan kuota import ini adalah untuk
melindungi produsen dalam negeri.
Pembatasan kuota import biasanya dipergunakan
untuk membatasi pemasukan total (total value of
importation) yang telah ditetapkan sebelumnya.
Suatu negara yang menempuh exchance control
sering kali melakukan kuota import, untuk
membantu perbaikan neraca pembayaran, meskipun
mungkin juga menimbulkan proteksi sebagai hasil
tambahannya.
Kuota atau pembatasan impor : kebijakan pemerintah
untuk membatasi barang yang masuk dari luar negeri.
Tujuan kuota:
• Mencegah barang yang penting berada di tangan
Negara lain
• Untuk menjamin tersedianya barang di DN dalam
proporsi yang cukup
• Untuk mengadakan pengawasan produksi serta
pengendalian harga guna mencapai stabilitas harga di
DN
Perbedaan Kuota dan tarif
Perbedaan pertama : jumlah/volume barang.
Pada tarif : tidaklah menjadi soal berapa volume impor
yang hendak dilakukan. Setiap barang, berapapun
volumenya bebas masuk, asalkan membayar tarifnya.
Jumlah tergantung pada keadaan perimbangan antara
penawaran dan permintaan, serta harga barang itu di
dalam dan luar negeri.
Sebaliknya pada kuota impor : jumlah barang yang
akan diimpor ditentukan jumlahnya, tidak perduli
situasi supply dan demand, serta harga di luar dan
dalam negeri.
Perbedaan kedua : pengaruh pada harga produk.
Pengaruh tarif pada harga : lebih dapat diprediksikan,
mungkin tidak ada atau mungkin bisa menaikkan harga.
• Suatu tarif tidak mempengaruhi harga DN, jika tarif
dikenakan atas produk yang supply-nya lebih besar
dari demand, dan surplusnya diekspor.
• Suatu tarif akan menaikkan harga DN dengan jumlah
lebih kecil dari jumlah tarifnya, jika produk itu
diproduksi dengan biaya yang semakin bertambah (the
increasing cost), yaitu bahwa tiap unit tambahan yang
ditawarkan hanya dapat dihasilkan dengan biaya
produksi yang lebih tinggi.
Selama terjadi persaingan bebas, maka akan terjadi
tendensi persamaan harga di semua pasar. Efek dari
tarif bea masuk akan menyebabkan harga barang
tersebut di LN dan DN berbeda sebesar tarif itu.
• Suatu tarif akan menaikkan harga produk sebesar
tarifnya, jika produk itu diproduksi dengan biaya tetap,
yaitu bahwa unit tambahan produk dapat diproduksi
dengan biaya yang sama per unit.
Akibatnya akan mengurangi jumlah impor.
• Suatu tarif juga dapat menyebabkan harga di DN
naik dengan jumlah yang lebih besar dari tarifnya.
Hal ini disebabkan karena produk impor itu tidak
langsung menuju kepada konsumen terakhir tetapi
melalui beberapa perantara, dimana tiap perantara
mengambil mark up dengan prosentase tertentu.
Sedangkan pada kuota : perubahan harga akibat
kuota, sukar ditentukan (diramalkan), karena harga
itu tergantung pada permintaan dan penawaran,
sedangkan pada sistem kuota adalah batas volume
impor.
Meskipun ada perbedaan antara tarif dan kuota,
namun keduanya itu dapat saling menggantikan.
Dalam arti bahwa di mana dapat dikenakan tarif,
maka disitu dapat dikenakan kuota.
Pada sistem kuota ini perusahaan-perusahaan mana
yang cukup mujur dinyatakan sebagai importir, dia
dengan sendirinya akan menjadi importir tunggal,
dan berada pada posisi monopoli yang akan
mendapatkan apa yang disebut kuota profit ; laba
yang timbul sebagai tambahan terhadap laba yang
biasanya diperoleh oleh produsen di DN sebagai
akibat hilangnya saingan import.
Pengaruh Kuota
Pengaruh adanya kuota impor terhadap harga,
produksi dan konsumsi, di negara importir dan
eksportir adalah :
1. Di negara importir :
• Harga barang itu akan naik.
• Konsumsi berkurang.
• Produksi dalam negeri bertambah.
2. Di negara eksportir :
• Harga menurun.
• Produksi berkurang, dan
• Konsumsi bertambah.
Kuota juga menimbulkan perbedaan harga yang
diterima pihak importir dan eksportir, sehingga
menimbulkan monopoly profit. Siapa yang menikmati?
Tergantung pada beberapa keadaan, antara lain :
• Bila lisensi impor dilelangkan oleh pemerintah, maka
monopoly profit itu sebagian akan jatuh ke tangan
pemerintah dan sebagian lagi akan jatuh kepada
importir yang berhasil menutup harga lelang. Berapa
besarnya bagian keuntungan itu yang jatuh kepada
masing-masing pihak tergantung pada tingginya harga
lelang atas lisensi itu sendiri, dan juga kepada
elastisitas permintaan nasional kepada barang-barang
yang dikenakan kuota import itu.
• Bilamana eksportir (luar negeri) itu menguasai
pasar atas barang yang dikenakan kuota import,
maka eksportir itulah yang akan menikmati
keuntungan monopoli tersebut.

Untuk kemungkinan terjadinya monopoly profit


tersebut, dianggap bahwa :
• Tidak ada produksi di dalam negeri.
• Produksi dalam keadaan increasing cost.
• Tidak terjadi income susbstitution efek.
Dengan pembatasan impor secara kuota, berarti bahwa
penawarannya tertentu, ditentukan oleh pemerintah.
Permintaan terhadap barang yang dikenakan kuota,
dengan sendirinya tidak dapat dipenuhi. Hal demikian
secara teoritis akan mengakibatkan beralihnya
keinginan dan permintaan tersebut kepada barang-
barang dalam negeri. Kegiatan produsen nasional akan
bertambah dan pengangguran berkurang.
Kuota impor juga merupakan suatu tindakan mencegah
atas penggunaan devisa secara berlebih-lebihan. Sebab
jumlah barang tertentu yang akan diimport ditentukan
jumlahnya. Sehingga dengan sistem kuota ini pun juga
merupakan suatu cara penguasaan atas keseimbangan
neraca pembayaran.
Jenis-jenis kuota
Jenis-jenis kuota import
• Tariff Quota = merupakan bentuk kombinasi antara
tarif dengan kuota import. Sistemnya : pertama-
tama ditentukanlah jumlah maksimum barang yang
boleh diimpor dengan pengenaan tarif tertentu. Jika
sudah terlampaui, maka dikenakan tarif yang lebih
tinggi atas jumlah yang melebihi jumlah maksimum
itu.
• Unilateral quota (absolute quota) = merupakan
penentuan jumlah import secara absolut selama
periode tertentu, oleh negara
• Bilateral quota (negotiated quota) = adalah suatu
jumlah kuota yang besar kecilnya ditentukan atas
dasar perjanjian anatara dua negara atau lebih.
• Mixing quota = adalah suatu kuota yang terjadi
sebagai suatu akibat dari penggunaan bahan mentah
di dalam negeri oleh produsen-produsen di dalam
negeri yang bersangkutan. Yaitu bahwa jumlah
barang-barang yang diimpor, yang diperlukan untuk
produksi dalam negeri dibatasi atau ditentukan
sampai pada proporsi tertentu. Mixing quota ini
dimaksudkan untuk mendorong perkembangan
industri dalam negeri. Titik beratnya adalah bahan
baku untuk diproses lebih lanjut.
Restriksi Ekspor
Seperti halnya pada impor, maka ekspor pun dengan
maksud-maksud tertentu dibatasi juga volumenya.
Restriksi ekspor mempunyai beberapa tujuan :
• Untuk mengadakan pengawasan produksi, dan
pengendalian harga guna mencapai stabilisasi harga.
• Restriksi atau kuota ekspor umumnya dikenakan
terhadap bahan-bahan mentah yang merupakan
barang-barang perdagangan penting di bawah suatu
pengawasan badan internasional.
• Untuk menjamin tetap tersedianya barang-barang
itu di dalam negeri dalam proporsi yang cukup.
• Untuk mencegah larinya barang-barang penting bagi
industri nasional ke luar negeri.
Restriksi ekspor sama seperti halnya restriksi impor,
adalah merupakan suatu cara untuk memperbaiki
perbandingan pertukaran (term of trade).
Jadi perbandingan pertukaran-lah yang menjadi
masalah pokok.
Restriksi ekspor akan berjalan lancar jika penawaran
domestik dan permintaan LN adalah in-elastis. Di
samping itu, maka pendapatan nasional akan naik dan
neraca pembayaran bertambah baik posisinya. Sebab
dengan berkurangnya eksport itu, harga barangnya akan
naik. Ini hanya akan terjadi bila permintaan luar negeri
atas barang-barang tersebut adalah in-elastis.
Praktek Internasional
1. Restriksi : yaitu pembatasan produksi secara
langsung, pernah dilakukan oleh Inggris dalam bahan
karet. Tujuannya agar para produsen karet yang berada
di bawah naungan kekuasaan Inggris tidak dirugikan oleh
fluktuasi di pasaran dunia.
Tindakan ini hanya akan menguntungkan bila negara-
negara tersebut benar-benar monopoli karet. Jika tidak,
maka konsumen karet akan mengalihkan permintaanya
kepada penghasil karet lainnya; jika harga dalam restriksi
itu terlalu tinggi. Di samping itu politik restriksi hanya
akan berhasil jika tidak terdapat barang-barang substitusi.
Jika ada barang substitusinya, maka konsumen akan
beralih sehingga permintaan akan barang yang dikenai
restriksi akan berkurang.
2. Valorisasi adalah tindakan dan usaha-usaha
penyesuaian antara penawaran dan permintaan selama
masa tertentu. Ini pernah dijalankan oleh Brazilia, dalam
kopi. Dengan menyesuaikan antara penawaran dan
permintaan itu dimaksudkan agar barang itu stabil, atau
setidak-tidaknya tidak mengalami kegoncangan-
kegoncangan yang berarti.
Tindakan itu dapat diharapkan berhasil jika negara yang
mengadakan valorisasi itu adalah negara suplier besar
atas barang-barang yang divalorisasikan sehingga tiap
tindakannya akan mempengaruhi penwaran dunia
seluruhnya. Demikian juga kemungkinan timbulnya
barang substitusi, haruslah diperhitungkan jika suatu
negara akan menempuh valorisasi.
3. Kartel adalah suatu ikatan atas dasar persetujuan
para pengusaha, untuk mendapatkan posisi monopoli
dalam penawaran produksi.
Dengan adanya kartel, yaitu kartel produksi, maka para
produsen yang sudah tergabung di dalam kartel produksi
itu tidak boleh menghasilkan barang melebihi jumlah
yang telah ditentukan. Sehingga penawaran atas barang
yang dikenakan kartel itu dibatasi jumlahnya, dan
harganya akan stabil. Untuk menghadapi kartel demikian,
maka konsumen dapat mencari barang-barang
substitusinya. Bantuan pemerintah diperlukan guna
membatasi langkah-langkah kartel yang merugikan itu.

Anda mungkin juga menyukai