Anda di halaman 1dari 11

IJTIHA

Pendidikan Agama Isla


m
Semester III

D
DOSEN PENGAMPUH : Khusniyah,M.Ag

Oleh :
- Agus
- Arifin
- Syamsuddin
- Munawwir
- Mihran
Pengertian Ijtihad
- Ijtihad secara bahasa adalah kata ijtihad berasal dari kata (jahadah), kata ini
beserta derifasinya berarti ”pencurahan segala kemampuan untuk memperole
h suatu dari berbagai urusan. “ Perkataan ini menunjukkan yang sulit dilakuka
n atau lebih dari biasa. Secara ringkas, ijtihad berarti sungguh-sungguh atau k
erja keras untuk mendapatkan sesuatu.
Ijtihad secara terminologis
- Pengertian secara istilah pada umumnya banyak dibicarakan dalam buku-bu
ku usul fiqih. Salah satu definisi yang dikemukakan oleh ahli usul fiqih “pengar
ahan segenap kesanggupan oleh seorang ahli fiqih atau mujtahid untuk memp
eroleh pengetahuan tentang hukum-hukum syara’.” Hal ini menunjukkan bahw
a fungsi ijtihad adalah untuk mengeluarkan (istimbat) hukum syara’ dengan de
mikian ijtihad tidak berlaku dalam bidang teologi dan akhlak. Ijtihad dalam istil
ah usul fiqih inilah yang banyak dikenal dalam masyarakat
Ijtihad dalam pintas sejarah
Secara historis, ijtihad pada dasarnya telah tumbuh sejak masa awal islam, yakni p
ada masa nabi Muhammad saw., dan kemudian berkembang pada masa-masa saha
bat dan tabi’in serta masa-masa generasi selanjutnya hingga kini dan mendatang d
engan mengalami pasang surut dan karakteristiknya masing-masing. Bahwa ijtihad
itu telah ada sejak zaman Rasulullah saw., antara lain dapat dilacak dari riwayat ber
ikut:
- Amr ibn al-‘Asra, ia mendengar Rasulullah saw. Bersabda, “apabila seorang hakim henda
k menetapkan suatu hukum kemudian dia berijtihad dan ternyata benar ijtihadnya, maka bagin
ya dua pahala, dan apabila dia hendak menetapkan hukum kemudian dia berijtihad, maka untu
knya satu pahala.”
- Pada suatu hari Umar ibn al-Khattab ra menyesali suatu perbuatannya yang dianggap memb
atalkan puasa. Dari Umar ibn al-Khattab ra, ia berkata, “aku memeluk (istriku) dan kemudian
aku menciumnya, padahal aku sedang puasa.” Kemudian aku menghadap (mendatangi) Ra
sul saw. seraya aku bertanya, “sungguh aku telah melakukan suatu perbuatan yang luar bias
a, (aku mencium istriku) padahal aku telah berpuasa. “Rasulullah saw. bertanya kepada Uma
r, “bagaimana pendapatmu kalau engkau berkumur dengan air (sedangkan engkau dalam ke
adaan berpuasa)?” Umar menjawab, “menurut pendapatku itu tidak mengapa(tidak membat
alkan puasa).“ “kalau begitu,” kata nabi, “teruskan (puasamu).“
Ruang Lingkup Ijtihad
Pada priinsipnya ijtihad dipergunakan untuk mentapkan suatu ajaran apabila dalam ma
salah tersebut tidak terdapat keteentuan yang mengatur secara tegas. Disamping itu ,ijti
had dapat pula digunakan hal hal yang sudah di atur oleh ayat, tetapi dalam pengaturan
nya tidak di jelaskan secara pasti. Dengan demikian, ijtihad dapat digunakan dalam dua
hal berikut

- Dalam masalah yang sudah di atur oleh nash, tetapi dalil atau penunjukan dalilnya bersifat zh
anni, yaitu mengandung unsur keraguan dan kesamaran,baik berkaitan dengan arah sumbern
ya maupun makna dan tujuannya; dalam hal ini terdapat ruang untuk berijtihad. Keraguan itu d
atang dari arah sanaddan rawi sebuah hadist sehingga harus di teliti terlebih dahulumengenai
kelayakan mereka satu persatu dalam periwayatannyasebelum dapat di tetapkan apakah hadi
st tersebut bisa di jadikan dalil atua tidak. Adakalanya suatu hadist telah diyakini keshahihan s
umbernya, tetapi susunan kata katanya ataupun materinya masih menimbulkan keraguan dal
am memahami makna dan tujuanny. Mungkin pula bersama ayat itu terdapat syarat syarat khu
sus yang harus dipenuhi sebelum dapat dijadikan dalil. Hal ini memberikan, kemungkinan unt
uk melakukan ijtihad, yang perannya adalah untuk menemukan alternatif. Pendapat yang timb
ul tidak bertentangan dengan dalil karena dalil tidak membrikan petunjuk yang pasti.
- Dalam masalah yang tidak ada ketentuannya sama sekali. Untuk hal ini ulama menetapkan p
enentuan baru yang tidak bertentangan dengan ketentuan ayat yang sudah ada karena mema
ng ayatnya belum ada. Kemungkinan lain adalah lahirnya ketentuan ulama kemudian yang ber
beda dengan ketentuan ulaama sebelumnya. Hal ini tidak perlu dipersoalkan karena masing-m
asing mempunyai kekuatan yang sama. Pengembangan dan perbedaan pendapat dalam isala
m merupakan suatu yang dibenarkan
Metode Ijtihad

Menetapkan hukum yang sama sekali tidak disebut dalam ayat dengan pertimbanga 
n demi kepentingan hidup manusia, yaitu menarik manfaat dan menghindari mudara
t. Misalnya, keharusan mencatat pernikahan atau kewajiban, mematuhi pertaturan la
.lu lintas. Metode ini disebut maslahah mursalah
Menetapkan sesuatu demi kebaikan yang lebih. Metode ini disebut metode istikhsan 
. Misalnya, memindahkan tanah waqaf yang terkena rencana pembangunan jalan
Menggunkan dalil yang ada sampai terdapat dalil yang dapat menggubahnya. Metod 
e ini disebut metode istishhab. Contohnya, segala macam makanan yang tidak ada
.dalil yang mengharamkannya boleh (mubah) dimakan
Menggunakan kebiasaan yang berlaku (adat-iastiadat) dalam suatu masyarakat, asal 
urf‘kan tidak bertentangan dengan islam,. Metode ini disebut
Macam-Macam Ijtihad
Macam-macam ijtihad

1. Ijtihad Al-Bayani,yaitu ijtihad untuk menjelaskan


hukum- hukum syara’ dari nash.
2. Ijtihad Al-Qiyasi,yaitu ijtihad terhadap permasal
ahan yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan
Hadits dengan menggunakan metode qiyas.
3. Ijtihad Al-Istislah,yaitu ijtihad terhadap permasal
ahan yang tidak terhadapat dalam Al-Qur’an d
an Hadits dengan menggunakan ra’yu berdas
arkan kaidah istislah.
Syarat-Syarat Ijtihad

Untuk menghindari kesalahan dalam berijtihad


dibutuhkan kejujuran intelektual, ikhlas da
n memiliki pengetahuan yang cukup tenta
ng seluk beluk masalah ijtihad. Untuk mel
akukan ijtihad seseorang harus memenuhi
syarat-syarat tertentu yang bisa membawa
ke derajat mujtahid
 Berpengetahuan luas tentang Al-Qur’an dan Ulumul-Qur’an (ilmu-ilmu Al-Qur’an) se
rta segala yang terkait, teristimewa dalam masalah hukum.
 Memiliki ilmu yang cukup dalam mengenai hadits, terutama soal hukum dan menget
ahui sumber hukum, sejarah, maksud hubungan hadits2 itu dengan hukum-hukum
Al-Qur’an.
 Menguasai masalah-masalah atau tema tema pokok yang hukumnya telah ditunjukk
an oleh Ijma’ Sahabat dan ulama Salaf (2 generasi setelah para sahabat Rasulullah
SAW).
 Mempunyai wawasan luas tentang Qiyas dan dapat menggunakannya untuk Istimba
th (menggali dan menarik kesimpulan) hukum.
 Menguasai ilmu Ushuluddin (Dasar-dasar ilmu agama), Ilmu Manthiq (ilmu logika), B
ahasa Arab dari segala seginya (Nahwu, Sharaf, Balaghah dsb), dengan cukup sem
purna.
 Punya pengetahuan luas tentang Nasikh-Mansukh (yang menghapus dan yang diha
pus) dalam Al-Qur’an, Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya Al-Qur’an) dan tertib t
urunnya ayat.
 Mengetahui secara mendalam Asbabul Wurud (sebab-sebab turun) hadits, ilmu riwa
yat hadits, dan sejarah para perawi hadits, dan dapat membedakan berbagai macam
hadits.
 Menguasai kaidah-kaidah Ushul Fiqh (Dasar-dasar pemahaman hukum).
 Berpengetahuan lengkap mengenai lima aliran pemikiran dan mempunyai pemaham
an kesadaran yang menyeluruh atas realita masa kini, yakni mekanisme, ilmu dan te
knologi, cara-cara kerja dari sistem politik dan ekonomi modern, serta kesadaran ak
an hubungan dan pengaruh mereka terhadap masyarakat budaya dan lingkungan.
 Harus bersifat adil dan taqwa, hidup dalam kesalehan dan kedisiplinan, serta menge
nal manusia dan alam sekitarnya.
TIGA SYARAT IJTIHAD
Menurut Imam Taqiyuddin An Nabhani dalam A
t Tafkiir syarat ijtihad ada 3 (tiga), yaitu :

1. Memahami fakta masalah yang akan dihuk


umi

2. Memahami pengetahuan bahasa Arab (al m


a’arif al lughawiyah) spt nahwu, sharaf, dll

3. Memahami pengetahuan syariah (al ma’arif


al syar’iyah) spt Ushul Fiqih, Ulumul Qur`a
n, Mustholah Hadits, dll
TIGA LANGKAH IJTIHAD
Menurut Syekh Atha bin Khalil, ada tiga langka
h dalam berijtihad :

1. Memahami fakta masalah yang akan dihuk


umi

2. Mengkaji nash-nash syara’ yang terkait den


gan masalah tsb

3. Mengistinbath hukum syara’ dari nash-nas


h syara’ tsb.
INSYA ALLAH
WASSALAM

Anda mungkin juga menyukai