Anda di halaman 1dari 17

AKHLAK

DALAM BERKONSUMSI
A.

secara bahasa, konsumsi berasal dari bahasa


Belanda yaitu consumptie. Artinya,
suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi
atau menghabiskan daya guna suatu benda,
baik berupa barang-barang maupun jasa,
untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan
secara langsung. Orang yang memakai
barang dan atau jasa yang tersedia di suatu
masyarakat disebut konsumen
B. Akhlak dalam Berkonsumsi

1. Jenis barang yang dikonsumsi adalah barang


yang halal dan baik atau halalan thoyyiban,
baik halal secara dzati dan hukmi
2. Kemanfaatan atau kegunaan barang yang
dikonsumsi, artinya lebih memberikan manfaat
dan jauh dari merugikan, baik bagi dirinya
maupun bagi orang lain.
3. Kuantitas barang yang dikonsumsi tidak
berlebihan dan tidak terlalu sedikit atau
kikir atau bakhil, tapi pertengahan atau
bersifat moderat
4. Ketika memiliki kekayaan lebih harus mau
berbagi melalui zakat, infak, sedekah
maupun wakaf dan ketika kekurangan harus
sabar dan merasa cukup dengan apa yang
dimilikinya.
C. Dasar Hukum Akhlak Berkonsumsi
َ ‫ض َح ََل اًل‬
‫ط ِيباا َو ًَل تَت َّ ِبعُوا‬ ِ ‫اس ُكلُوا ِم َّما ِفي أاْل َ أر‬ُ َّ‫يا أَيُّ َها الن‬
َ ‫ان ۚ ِإنَّهُ لَ ُك أم‬
ٌ‫عد ٌُّو ُم ِبي‬ ِ ‫ط‬َ ‫ش أي‬
َّ ‫ت ال‬ ُ ‫ُخ‬
ِ ‫ط َوا‬
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal
lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagimu (QS. al-
Baqarah, 2: 168)
َ ِ‫ ُّ أال ُم أس ِرف‬
ٌ‫ي‬ ُّ ِِ ُ‫َو ُكلُوا َوا أش َربُوا َوًلَت ُ أس ِرفُوا ِإنَّهُ ًلَي‬
“Makan dan minumlah, tapi janganlah berlebih-
lebihan. Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. al-A’raf,
7: 31).
‫ان بَي َأٌ َٰذَ ِل َك قَ َوا اما‬ َ ‫َوالَّ ِذ‬
َ ‫يٌ ِإذَا أ َ أنفَقُوا لَ أم يُ أس ِرفُوا َولَ أم يَ أقت ُ ُروا َو َك‬
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan
(harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak pula
kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-
tengah antara yang demikian (QS. al-Furqon, 25: 67)
Hadits Nabi: “Siapa yang mempunyai kele-
bihan kendaraan harus dibantukan pada yang
tidak memmpunyai kendaraan. Dan siapa
yang mempunyai kelebihan bekal harus
dibantukan pada orang yang tidak berbekal.”
kemudian Rasulullah menyebut berbagai
macam jenis kekayaan hingga kita merasa
seseorang tidak berhak memiliki sesuatu yang
lebih dari kebutuhan hajatnya. (H.R. Muslim).
‫‪D. Tujuan konsumsi dalam ajaran Islam:‬‬
‫‪1. Untuk Mencapai Ridha Allah Swt. :‬‬
‫َييبَ َك‬ ‫ار أال ِخ َر َ َو ًَل تَن َ ن ِ‬ ‫َوا أبتَغِ ِفي َما آت َ َ‬
‫اك َّ‬
‫َّللاُ الدَّ َ‬
‫سادَ‬‫َّللاُ ِإلَي َأك َو ًَل ت َ أبغِ أالفَ َ‬
‫س ٌَ َّ‬‫ِم ٌَ الدُّ أنيَا َوأ َ أح ِسٌ َك َما أ َ أح َ‬
‫ ُّ أال ُم أف ِس ِد َ‬
‫يٌ‬ ‫َّللاَ ًَل يُ ِِ ُّ‬
‫ض ِإ َّن َّ‬ ‫فِي أاْل َ أر ِ‬
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagai-mana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguh-
nya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.” (QS. al-Qashash. 28: 77)
2. Untuk mewujudkan kerjasama antar
anggota masyarakat dan tersedianya jaminan
sosial. Takdir manusia didunia ini berbeda-
beda, ada yang ditakdirkan menjadi kaya dan
sebaliknya, ada yang pada posisi pertengahan.
3. Untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab
individu terhadap kemakmuran diri, keluarga
dan masyarakat sebagai bagian aktivitas dan

dinamisasi ekonomi.
E. Prinsip-prinsip Dasar dalam Konsumsi
1. Prinsip syariah, yaitu menyangkut dasar
syariat yang harus terpenuhi dalam melaku-
kan konsumsi yang terdiri dari:
a. Prinsip akidah, yaitu hakikat konsumsi
adalah sebagai sarana untuk ketaatan/
beribadah sebagai perwujudan keyakinan
manusia sebagai khalifah di muka bumi
.
b. Prinsip ilmu, yaitu seorang ketika akan meng-
konsumsi harus tahu ilmu dan hukum barang
yang akan dikonsumsi
c. Prinsip amaliah, sebagai konsekuensi akidah
dan ilmu, maka dia akan mengkonsumsi hanya
yang halal serta menjauhi yang halal atau
syubhat.
2. Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-
batas kuantitas dalam syariat Islam:
a. Sederhana, yaitu mengkonsumsi yang sifatnya
tengah-tengah antara boros dan kikir
b. Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran,
artinya dalam mengkonsumsi harus
disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya.
c. Menabung dan investasi, artinya tidak semua
kekayaan digunakan untuk konsumsi tapi juga
disimpan untuk kepentingan pengembangan
kekayaan itu sendiri.
3. Prinsip prioritas, yaitu memperhatikan
urutan
kepentingan yang harus diprioritaskan agar
tidak terjadi kemudharatan, yaitu:
a. Primer (dharuriyah) seperti makanan
pokok.
b. Sekunder (hajjiyah) yaitu suplemen
c. Tertier (tahsiniyah) yaitu aksesories.
4. Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan
sosial di sekitarnya sehingga tercipta kehar-
monisan hidup dalam masyarakat, di antaranya:
a. Kepentingan umat, yaitu saling menanggung
dan menolong.
b. Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang
baik dalam berkonsumsi apalagi jika dia
adalah seorang tokoh atau pejabat yang
banyak mendapat sorotan di masyarakatnya.
c. Tidak membahayakan orang lain yaitu dalam
mengkonsumsi justru tidak merugikan dan
memberikan madharat ke orang lain
5. Kaidah lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi
harus sesuai dengan kondisi potensi daya
dukung sumber daya alam dan keberlanjutan-
nya atau tidak merusak lingkungan.
6. Tidak meniru atau mengikuti perbuatan kon-
sumsi yang tidak mencerminkan etika kon-
sumsi islami seperti memamerkan kemewahan
dan menghambur-hamburkan harta.

Anda mungkin juga menyukai