Anda di halaman 1dari 60

Pemicu 3 Forensik

LEARNING ISSUES (LI)


LI 1. Menjelaskan teori/konsep kematian
LI 2. Menjelaskan tanda kematian
LI 3. Menjelaskan tahap kematian
LI 4. Menjelaskan cara kematian
LI 5. Menjelaskan perkiraan saat kematian
LI 6. Menjelaskan pemeriksaan kematian
LI 7. Menjelaskan surat keterangan kematian
LI 8. Menjelaskan toksikologi
LI 9. Menjelaskan kematian mendadak
LI 1. Menjelaskan teori/konsep
kematian
• Mati somatis
• Mati batang otak
• Mati seleluar
• Prosedur penetapan kematian
• Tanatologi  bagian dari ilmu Kedokteran Forensik yg
mempelajari kematian dan perubahan yg terjadi setelah
kematian serta faktor yg mempengaruhi perubahan
tersebut
• Beberapa istilah tentang mati :
– Mati somatis
– Mati suri
– Mati seluler
– Mati serebral
– Mati batang otak

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
• Mati somatis (mati klinis) :
– Terjadi akibat  henti 3 sistem penunjang kehidupan
– Mati SSP, sistem KV, sistem respirasi yg menetap
– Tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi
tidak teraba, denyut jantung (-), tidak ada gerak
pernapasan, auskultasi suara nafas (-)
– Berhentinya pernapasan
Auscultatoir, test dari WINSLOW, mirror test
– Berhentinya denyut jantung
Auscultatoir, tes MAGNUS, test ICARD, A. radialis
diincisi

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
• Mati suri (apparent death) :
– Terhentinya ketiga sistem kehidupan yg ditentukan
dengan alat kedokteran sederhana
– Terjadi karena proses vital dalam tubuh menurun
sampai taraf minimum untuk kehidupan  klinis sama
dengan orang mati
– Peralatan kedokteran canggih  ketiga sistem
tersebut masih berfungsi
– Sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,
tersengat aliran listrik, kedinginan, tenggelam,
mengalami anestesi yang dalam, AHF, neonatal
anoxia, menderita catalepsy

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
• Mati seluler ( mati molekuler) :
– Kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul
beberapa saat setelah kematian somatis
– Terjadi kematian selular pada tiap organ dan jaringan
tidak bersamaan
– SSP mati selular  4 menit
– Otot dapat dirangsang listrik  2 jam pasca mati, mati
setelah 4 jam
– Miosis pupil  dalam 24 jam pasca mati  bila
disuntikan adrenalin 0,1% / sulfas atropin 1%
– Kulit masih berkeringat  > 8 jam pasca mati 
dengan menyuntikkan pilokarpin 2% SC
– Darah  untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati
Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
• Mati serebral :
– Hanya kedua hemisfer serebrum yang tidak aktif  EEG
flat
– Batang otak dan serebelum masih berfungsi
– Pernafasan dan KV masih berfungsi dengan bantuan alat

• Mati otak (mati batang otak) :


– Kerusakan irreversibel seluruh isi neuronal intrakranial,
termasuk batang otak dan serebelum
– Dinyatakan tidak dapat hidup lagi  alat bantu lepas

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Surat Keterangan Kematian
• Menyatakan telah meninggalnya seseorang dengan
identitas tertentu, tanpa menyebutkan sebab kematian
• Sekurang-kurangnya berdasarkan pemeriksaan luar jenazah
• Bila kematian berkaitan dengan tindak pidana tertentu :
– Pastikan prosedur hukum telah dilakukan
– Pembedahan jenazah mungkin dibutuhkan untuk
memperoleh sebab kematian yang pasti
• Tidak boleh dibuat pada orang yang mati diduga karena
peristiwa pidana tanpa pemeriksaan kedokteran forensik
terlebih dahulu
• Harus dilakukan dengan hati-hati → aspek hukumnya luas
Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
LI 2. Menjelaskan tanda kematian
• Pasti : lebam mayat, kaku mayat, penurunan
suhu
• Tidak pasti :
Tanda Kematian Tidak Pasti
• Pernafasan berhenti, dinilai selama >10 menit
• Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi
karotis tidak teraba
• Kulit pucat
• Tonus otot menghilang dan relaksasi
• Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa
menit setelah kemarian
• Pengeringan kornea  keruh dalam waktu 10 menit yang
masih dapat dihilangkan dengan air

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
LI 3. Menjelaskan tahap kematian
• Dekomposisi, mumifikasi, adiposen dan
skeletonisasi
Perubahan Setelah Mati

Perubahan Lanjut
Perubahan Dini
(Tanda Pasti Kematian)

Sistem KV  kulit pucat,


dingin, henti nadi Lebam mayat (livor mortis)

Pernapasan  henti napas


Kaku mayat (rigor mortis)
SSP  relaksasi
primer/atonia, arefleksi Penurunan suhu (algor
Segmentasi/fragmentasi A. mortis)
sentralis retina
Pembusukan
Tonus bola mata turun  N:
12 g, turun segera p.m  3 g Perub lain: mumifikasi,
dalam 0.5 jam p.m adipocere, maserasi

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Lebam mayat (livor mortis)
• Setelah kematian klinis peredaran darah berhenti 
stagnasi  eritrosit menempati tempat terbawah akibat
gravitasi  mengisi vena dan venula  bercak merah ungu
pada bagian terbawah tubuh kecuali yg tertekan
• Mulai 20-30 menit pasca mati, menetap setelah 8-12 jam
• Lebam bisa memucat / hilang posisi mayat diubah dan pd
penekanan  > cepat pada 6 jam pertama setelah mati klinis
• Merah terang  keracunan CO atau CN
• Chocolate brown  keracunan Nitro Benzena / Potassium
Chlorat
• Kebiruan  akibat asphyxia
• Merah terang / pink  jenasah yang disimpan dalam kamar
pendingin
Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Beda Lebam Mayat dan Luka Memar

Lebam mayat Luka memar

Lokasi Bagian tubuh Sembarang tempat


terendah
Bila ditekan Biasanya hilang Tidak hilang

Pembengkakan Ada Tidak ada

Bila di iris Darah intravasculer Darah extravasculer

Tanda intravital Tidak ada Ada

15
Kaku mayat (rigor mortis)
• Menunjukkan tanda pasti kematian dan perkiraan
kematian
• Dibuktikan dengan memeriksa persendian
• Mati  cadangan glikogen habis  energi tidak
terbentuk  aktin miosin menggumpal  otot kaku
• Mulai tampak 2 jam pasca mati (dimulai dari otot kecil)
lengkap setelah 12 jam  dipertahankan selama 12 jam
 menghilang
• Dimulai dari luar tubuh ke dalam (sentripental)
• Faktor yg mempercepat  aktivitas fisik sebelum mati,
suhu tubuh yang tinggi, kurus, suhu lingkungan tinggi

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Keadaan yg Mirip Dengan Rigor Mortis
1. Heat stiffening
Terjadi karena koagulasi protein otot akibat suhu yang tinggi
Otot yang telah menjadi kaku akibat heat stiffening ini tidak
dapat mengalami rigor mortis
2. Freezing (cold stiffening)
Kaku sendi yg disebabkan oleh cairan synovial membeku
Bila sendi tersebut digerakkan, terdengarcrepitasi
3. Cadaveric spasm (Instantenous Rigor)
Yaitu kontraksi otot dalam stadium somatic death pada saat
otot-otot lain dalam fase primary flaccidity, dan berlangsung
terus sampai timbul secondary flaccidity
17
Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
• Terjadi karena proses pemindahan panasa dari suatu
benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi,
konduksi, evaporasi, dan konveksi
• Kecepatan dipengaruhi  suhu keliling, aliran dan
kelembaban, bentuk tubuh, posisi tubuh, pakaian,
keadaan tubuh korban, aktifitas, sebab kematian
• Untuk perhitungan perkiraan saat kematian
• Rumus : 98,40 F – suhu rectal jenasah (0F)1,50F

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Pembusukan (decomposition)
• Proses degenerasi jaringan yg terjadi akibat autolisis
(perlunakan dan pencairan jaringan yg terjadi dalam
keadaan steril dan kerja bakteri
• Meninggal  bakteri dalam tubuh (usus >>>)  masuk
jaringan, darah (paling baik)  Clostridium welchii
• Tampak 24 jam pasca mati
• Warna kehijauan pd perut kanan bawah  menyebar ke
dada dan perut  bau busuk
• PD bawah kulit melebar hijau kehitaman
• Kulit ari terkelupas  gelembung cairan kemerahan
berbau busuk
• Pembentukan gas  perut tegang, keluar cairan dari
mulut dan hidung, krepitasi, tubuh bengkak menyeluruh
Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Pembusukan (decomposition)
• Tubuh dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude) 
akibat terkumpulanya gas pembusukan dalam rongga sendi
• Rambut mudah dicabut dan kuku mudah lepas, wajah
menggembung ungu kehijauan
• Larva lalat dijumpai 36-48 jam pasca mati (alis mata, sudut
mata, lubang hidung)  menetas dalam 24 jam (identifikasi
panjang larva  usia larva  perkiraan waktu kematian)
• Kecepatan dipengaruhi  suhu keliling optimal, kelembaban
dan udara cukup, banyak bakteri pembusukan, tubuh gemuk,
menderita penyakit infeksi / sepsis, medium (udara : air :
tanah = 1 : 2 : 8), umur, keadaan tubuh pada waktu
meninggal, sebab kematian, jenis kelamin

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Adiposera atau lilin mayat :
• Terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak /
berminyak, diraba seperti sabun, meleleh pada
pemanasanberbau tengik, yg terjadi di dalam jaringan
lunak tubuh setelah mati
• Proses hydrogenisasi dari asam lemak tak jenuh  asam
lemak jenuh, dan asam lemak jenuh ini bereaksi dengan
alkali membentuk sabun
• Perubahan bentuk bercak  payudara, pipi, bokong,
ekstremitas
• Faktor yg mempercepat  suhu hangat, lemak tubuh yg
cukup, kelembaban, invasi bakteri endogen
• Faktor yg menghambat  air yg mengalir, udara yg dingin

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Mummifikasi
• Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yg cukup
cepat  pengeringan jaringan  hentikan pembusukan
• Tubuh kurus,kering dan mengkerut
• Warna coklat muda - coklat kehitaman
• Kulit melekat erat pada jaringan dibawahnya
• Susunan anatomi alat-alat tubuh masih baik
• Terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara
yg baik, tubuh dehidrasi, waktu lama (12-14 minggu)

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
LI 4. Menjelaskan cara kematian
• Wajar, tidak wajar, atau dugaan tidak wajar
• Sebab dan mekanisme kematian
Cara Kematian
• Kejadian yang menimbulkan penyebab kematian
• Sebab alamiah (natural death = mati wajar)  oleh penyakit
• Sebab tidak alamiah (unnatural death)  kesengajaan
(pembunuhan, bunuh diri), kecelakaan
• Epidemiologi  jenis kelamin (L), umur(20-40 tahun), lokasi
kejadian (rumah sendiri/ tempat yg sering didatangi korban),
budaya, ras, dll
• Kesaksian atas peristiwa
– Informasi yg relevan dan konklusif
– Informasi tidak konklusif
• Latar belakang peristiwa
– Depresi yg bervariasi penyebabnya
– Riwayat pertengkaran dgn orang lain
• Tempat Kejadian Perkara (TKP)
– Alat / senjata dpt diperiksa  pemeriksaan sidik jari, gol.
Darah, DNA untuk mencari tau siapa yg memegangnya
• Pemeriksaan tangan mayat
– Jejak (trace evidence)
– Senjata api (mesiu di daerah ibu jari dan telunjuk)
– Senjata tajam / tumpul (material di telapak tangan)
– Cadaveric spasm
• Letak mayat
– Tempat sampah  kemungkinan korban pembunuhan
Bunuh Diri Pembunuhan
Tempat yg terjangkau o/ tangannya, tmpt fatal dan tidak Luka dimana aja,
disertai luka2 tak lazim jumlahnya tidak tentu
Tangan kanan  sisi tubuh kiri
Luka percobaan Luka tangkis
Senjata api : LTM dekat, sangat dekat, tempel; kepala
(sisi sesuai dg tangan) atau tengah

Ciri2 jejas lecet tekan pd leher


Mendatar Sangat mungkin akibat pembunuhan
Kemungkinan tergantung dg posisi tubuh relatif
terbaring
Miring, membuat sudut Posisi tergantung  biasanya bunuh diri, tetapi dpt
pula pembunuhan (apabila korban tidak berdaya)
Ciri intravitalitas tdk ada Korban dibunuh dg cara lain, kmd digantung pasca
mati
Autopsi  sebab mati yg lain
LI 5. Menjelaskan perkiraan saat
kematian
Perkiraan Saat Kematian
• Informasi para saksi
• Petunjuk yang ada di TKP
• Pemeriksaan mayat  suhu tubuh
• Kombinasi lebam mayat, kaku mayat, dan suhu tubuh
Pengosongan Pengosongan lambung terjadi 3-5 jam setelah makan
lambung terakhir; ½ - 1 jam  bolus; Dipengaruhi penyakit
saluran cerna, konsistensi makan dan kandungan
lemaknya
Pertumbuhan Bertumbuh 0,4 mm/hari
kumis dan Bila diketahui hari cukur terakhir  perkiraan saat
jenggot mati kasar
Metode Pemeriksaan belatung mayat yang sudah busuk
entomologi Musca domestica 8mm pada hari ke7, jadi lalat hari
ke14
Sarchophaga cranaria  20 mm pd hari ke9,
kepompong pada hari ke 10 dan jadi lalat pada hari ke
18
Perubahan ↑ kadar K dalam vitreus humour 24-100 jam pasca
biokimiawi mati

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Reaksi supravital Kontraksi otot 90-120 menit pasca mati
Pendarahan di bawah kulit sampai 1 jam pasca mati
Sekresi keringat dan midriasis-miosis 60-90 menit
pasca mati
Perubahan CSF Kadar nitrogen as.amino < 14mg%  kematian <
10jam
Kadar nitrogen nonprotein < 80mg%  kematian <
24jam
Kadar kreatinin < 5mg%  kematian < 10 jam, <
10mg%  < 30 jam
Perubahan Mata Kekeruhan kornea terjadi sejak 6 jam pasca mati,
menjadi keruh pada 10-12 jam
Perubahan pada retina menunjukkan saat kematian
hingga 15 jam pasca mati
Tampak kekeruhan makula dan diskus optikus
memucat hingga 30 menit pasca mati
Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
Perubahan Mata Makula lebih pucat dan tepi tidak tajam pada 1 jam
pasca mati
Retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning
pada 2 jam pertama pasca mati
Pola vaskuler koroid menjadi kabur 3 jam pasca mati,
setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat
6 jam pasca mati : diskus kabur, hanya pembuluh
besar mengalami segmentasi dengan latar belakang
kuning-kelabu
7-10 jam pasca mati : tepi retina dan batas diskus akan
sangat kabur
12 jam pasca mati : diskus hanya dapat dikenali melalui
konvergensi bebera pembuluh darah yang tersisa
15 jam pasca mati : tidak ditemukan gambaran
pembuluh darah retina dan diskus, makula berwarna
coklat gelap

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
LI 6. Menjelaskan pemeriksaan
kematian
• Tujuan, etika dan prosedur pemeriksaan
terutama dalam melakukan pemeriksaan
mayat
• Pemeriksaan forensik : pemeriksaan korban
hidup, korban mati (mayat) dan barang bukti
lainnya
• Pemeriksaan mayat : pemeriksaan luar dan
dalam serta pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Forensik
• Autopsi
Pemeriksaan medis terhadap mayat dengan membuka
rongga kepala, leher, dada, perut dan panggul serta
bagian tubuh lain bila diperlukan, disertai dengan
pemeriksaan jaringan dan organ tubuh di dalamnya
• Pasal 134 KUHAP dan pasal 222 KUHP
Tidak untuk semua kematian, namun jika diputuskan
oleh penyidik perlu otopsi tidak ada yg bisa menghalangi
pelaksanaannya

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Tujuan autopsi untuk menemukan :
• Identitas korban
• Sebab kematian
• Sifat dan jumlah luka atau cedera
• Saat kematian
• Adanya racun
• Adanya penyakit sebagai faktor kontribusi penyebab
kematian
• Interpretasi cedera
• Interpretasi hal lain, termasuk kemungkinan adanya
malpraktek medis

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
Jenis autopsi :
• Autopsi klinik
– Seseorang menderita penyakit → dirawat di RS → meninggal
– Mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat yg bersangkutan
• Autopsi forensik / autopsi medikolegal
– Terhadap mayat seseorang
– Diperlukan surat permintaan pemeriksaan / pembuatan VeR
– Mutlak diperlukan pemeriksaan lengkap
• Autopsi anatomi
– Dalam rangka belajar mengenai anatomi manusia  diperlukan
izin dr korban (sblm meninggal) / keluarganya
• Dalam keadaan darurat, jk dlm 2x24jam seorg jenazah tdk ada
keluarganya maka tubuhnya dpt dimanfaatkan u/ autopsi anatomi
Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 2000.
Persiapan sebelum autopsi :
• Melengkapi surat-surat yg berkaitan
• Mayat yg akan diautopsi sesuai dengan surat yg bersangkutan
– Autopsi klinik  pengenalan oleh pihak keluarga
– Autopsi forensik  penyegelan dengan label Polisi
• Mengumpulkan keterangan yg berhuungan dengan terjadinya
kematian selengkapnya
– Autopsi klinik  riwayat penyakit dan pengobatan
– Autopsi forensik  kejadian sebelum kematian, keadaan TKP
• Memeriksa alat yg diperlukan telah tersedia
– Botol larutan formalin untuk pengawetan jaringan dalam
pemeriksaan histopatologik
– Botol / tabung reaksi untuk pengambilan darah, isi lambung /
jaringan untuk pemeriksaan toksikologik
Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 2000.
1. Kamar Autopsi

• Agar dokter dapat memeriksa dgn tenang (tidak diperlukan kamar khusus
jika keadaan tdk memungkinkan)
• Kamar jenazah, “bedeng darurat” (asal penerangan cukup)

2. Meja Autopsi

• Jika keadaan tidak memungkinkan, tdk perlu yg dari stainless steel


(alternatif: kereta dorong mayat, atau meja darurat dari bbrp helai papan)
• Perlu dipikirkan: tempat penampungan darah yg keluar waktu autopsi & air
untuk pencucian

3. Peralalatan Autopsi

• Pisau  memotong kulit serta organ dalam & otak


• Gunting & pinset bergigi  pemeriksaan organ dalam
• Gergaji  gergaji tulang tengkorak
• Jarum jahit & benang kasar  merapikan mayat yg telah diautopsi
• Gelas ukur  mengukur volume cairan/darah yg ditemukan
• Spuit + jarum  untuk pengambilan darah

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 2000.
4. Peralatan Pemeriksaan

• Botol-botol kecil terisi formalin 10% atau alkohol 70-80% 


mengambil jaringan utk pemeriksaan histoPA
• Botol yg lebih besar  pengambilan bahan guna pemeriksaan
toksikologik, yg berisi bahan pengawet yg sesuai

5. Peralatan Tulis Menulis dan Fotografi

• Kertas/formulir-formulir isian  mencatat hasil pemeriksaan


• Peralatan memotret  utk keperluan dokumentasi/identifikasi

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 2000.
Prosedur Autopsi
• Pemeriksaan luar
Clothes, stains of mud, blood, urine, stool, identity, body
orifices, fingers toe nails, injuries, rigor mortis, post
mortem staining, decompositioning
• Pemeriksaan dalam
Skull, thorax, abdomen
• Physical examination of clothes and collection of evidence
in them  physical examination of body surfaces and any
evidence  opening body cavity  scrunity of internal
contents of cavities and vital system  collection of
specimen  closure of the body
Pemeriksaan Luar
• Any abnormality of the skin
• Colour and distribution of scalp hir
• Colour changes of the face
• Mouth: open or closed, presence of froth or any other
foreign material
• Length and weight of body
• The physical changes that occur after death: postmortem
lividity, rigor mortis, stage of decomposition
• Evidence of medical and surgical treatment
• Examination of injuries on the body
• Examination of body orifices/opening: injuries/foreign body
Teknik Autopsi
• Perbedaan dalam hal :
Pengangkatan keluar organ (urutannya, jumlah / kelompok
organ yg dikeluarkan), bidang pengirisan organ yg diperiksa
• 4 teknik dasar :
– Teknik Virchow  head to thorax to abdomen
– Teknik Rokitansky  n situ dissection in parts combined
with en block removal
– Teknik Letulle  ervical  thoracic  abdominal  pelvic
organs  remove d en masse and dissected as organ block
– Teknik Ghon  removed as 3 blocks: neck and thorax,
digestive organs + liver + spleen, urogenital organs
Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 2000.
Teknik Rokitansky

Retroperitoneal Exploration

https://med.uth.edu/pathology/medic/health-professionals/use-of-the-rokitansky-incision-in-retroperitoneal-trauma/
Metode Eksklusi
• Digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan
sejumlah orang yg dapat diketahui identitasnya
• Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan
identitasnya dengan menggunakan metode indentifikasi
yang lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat
ditentukan dengan metode-metode tersebut diatas,
maka sisa korban diindentifikasi menurut daftar
penumpang
KORBAN + SURAT PERMINTAAN VISUM
ET REPERTUM

DOKTER :
OBTETRI-GINEKOLOGI ALUR PEMERIKSAAN FORENSIK
BEDAH KLINIK :
BIDANG SPESIALIS LAIN
UMUM
Keterlibatan dokter forensik
dalam hal ini adalah di dalam
pemeriksaan maupun
pembuatan visum et
repertum, mengedit, agar
DOKTER bahasa dalam pembuatan
SPESIALIS visum et repertum dapat
FORENSIK dimengerti dan dipahami oleh
aparat penegak hukum serta
VISUM ET REPERTUM pihak penasehat hukum
Surat yg Berkaitan Dengan Autopsi

• Autopsi klinik → surat ijin autopsi klinik


– Pastikan telah ditandatangani keluarga yang
bersangkutan
– Perhatikan jenis autopsi yang diijinkan oleh keluarga
• Autopsi forensik → Surat Permintaan Pemeriksaan /
Pembuatan Visum et Repertum
– Pastikan telah ditandatangani pihak penyidik yang
berwenang
– Pemeriksaan harus lengkap → pembukaan seluruh
rongga tubuh dan pemeriksaan seluruh organ
LI 7. Menjelaskan surat keterangan
kematian
• Pembuatan surat pelaporan kematian dan
surat keterangan kematian
Visum et Repertum
• Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan
dan pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil
pemeriksaan medis terhadap manusia / bagian dari tubuh
manusia, baik yang hidup maupun mati, atas permintaan
tertulis (resmi) dari penyidik yg berwenang yg dibuat atas
sumpah / dikuatkan dgn sumpah u/ kepentingan peradilan
• Pemeriksaan medik untuk tujuan penegakan hukum :
– Pembuatan visum et repertum thd seseorang yang
dikirim oleh polisi (penyidik) karena diduga sebagai
korban suatu tindak pidana

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
• Sebagai pasien orang tsb mempunyai hak dan kewajiban
yang timbuk akibat hub dokter-pasien (kontrak terapeutik)
• Sebagai korban, berlaku ketentuan hukum acara pidana
– Orang tsb tidak dapat begitu saja menolak pemeriksaan
forensik yang akan dilakukan terhadap dirinya
• Yg berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik
dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir
h dan pasal 11 KUHAP
• Penyidik  pejabat Polisi Negara RI  penyidik tunggal
bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan
dengan kesehatan dan jiwa manusia
• Berhak membuat  ahli kedokteran kehakiman, dokter
atau ahli lainnya
• Berhak meminta  penyidik, hakim pidana, hakim perdata,
hakim agama
PRO JUSTISIA Dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum
tidak perlu bermaterai, sesuai dengan pasal 136 KUHAP
PENDAHULUAN Tidak diberi judul “pendahuluan”
Berisi: identitas pemeriksa, instansi pemeriksa, tempat & waktu
pemeriksaan, instansi peminta visum, nomor & tanggal surat
permintaan, identitas yg diperiksa sesuai yg tercantum di surat
permintaan
Dicantumkan juga: ada/tidak label identifikasi dari penyidik, bentuk –
bahan – isi label (pada ibu jari kaki mayat)
PEMBERITAAN Diberi judul “Hasil Pemeriksaan”
Memuat semua hasil pemeriksaan terhadap barang bukti (ditulis hingga
dapat dimengerti org tanpa latar belakang pendidikan kedokteran)
Pemeriksaan luar, dalam, lab & pendukung lainnya
KESIMPULAN Diberi judul “Kesimpulan”
Kesimpulan atas seluruh hasil pemeriksaan dengan berdasarkan
keilmuan/keahliannya
Setidak-tidaknya: jenis perlukaan/cedera, kelainan yg ditemukan,
penyebabnya, sebab kematiannya
PENUTUP Tanpa judul, langsung uraian kalimat penutup yg menyatakan bahwa
visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya, berdasarkan keilmuan
serta mengingat sumpah dan sesuai dengan KUHAP

Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 2000.
Jenis dan Bentuk
VeR mengenai tubuh/raga manusia yang dalam hal ini
berstatus sebagai korban tindak pidana
• Visum et Repertum perlukaan (termasuk keracunan)
• Visum et Repertum kejahatan susila
• Visum et Repertum jenazah  pemeriksaan luar,
pemeriksaan luar dan dalam
VeR mengenai jiwa/mental tersangka atau terdakwa atau
saksi lain dari suatu tindak pidana
• Visum et Repertum psikiatrik
• Visum et Repertum lgsg  Langsung diberikan stlh
pemeriksaan Korban, contoh VetR Jenasah
• Visum et Repertum sementara
– VetR yg diberikan pd korban yg msh dirawat
– VetR yg diterbitkan belum ada kesimpulan
krn menunggu observasi lebih lanjut
• Visum et Repertum lanjutan
– Setelah selesai perawatan korban sembuh
– Setelah mendapat perawatan, korban meninggal
– Perawatan belum selesai, korban pindah RS atau dokter
lain
– Perawatan belum selesai, korban pulang paksa atau
melarikan diri
Peran dan Fungsi VeR
• Salah satu alat bukti yg sah (pasal 184 KUHAP)
• Berperan dlm proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia
• Pemberitahuan atau hasil pemeriksaan dokter
merupakan alat bukti  merupakan pengganti benda
bukti  semata-mata merupakan laporan tentang apa yg
dilihat dan ditemuakan (fakta)
• Memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai
hasil pemeriksaan medik yg tertuang di dalam bgian
kesimpulan
Permohonan Visum
• Permohonan harus secara tertulis, tidak dibenarkan secara
lisan melalui telepon atau pos
• Korban adalah barang bukti, maka permohonan surat VeR
harus diserahkan sendiri oleh petugas kepolisian bersama:
korban, tersangka, atau barang bukti lain kepada dokter
• Tidak disarankan mengajukan permintaan VeR tentang suatu
peristiwa yang telah lampau, mengingat rahasia kedokteran
• Permintaan diajukan kepada dokter ahli pemerintah sipil
atau ahli kedokteran kehakiman pemerintah sipil untuk
korban yang meninggal dunia
Prosedur Permintaan VetR Korban Hidup

1. Permohonan harus secara tertulis, tidak dibenarkan secara


lisan melalui telepon atau pos
2. Korban adalah barang bukti, maka permohonan surat Visum
et Repertum harus diserahkan sendiri oleh petugas kepolisian
bersama: korban, tersangka, atau barang bukti lain kepada
dokter
3. Tidak disarankan mengajukan permintaan Visum et Repertum
tentang sesuatu peristiwa yg telah lampau, mengingat rahasia
kedokteran (Instruksi Kapolri No.Ins/E/20/IX/75)
4. Permintaan diajukan kepada dokter ahli pemerintah sipil atau
ahli kedoteran kehakiman pemerintah sipil untuk korban yang
meninggal dunia
Prosedur Permintaan Vetr Korban Mati (Mayat)
1. Permintaan harus diajukan secara tertulis, tidak
dibenarkan melalui telepon, lisan atau pos
2. Mayat diantar bersama-sama SPVR oleh polisi ke Bgn
Ilmu Kedokteran Forensik
3. Mayat harus diikatkan label yang memuat Identitas
mayat ( KUHAP psl 133 ayat 3)

Pencabutan Surat Permohonan VeR


• Penarikan/pencabutan kembali visum et repertum tidak
dapat dibenarkan
• Bila terpaksa, maka hal tersebut hanya dapat diberikan oleh
Komandan Kesatuan paling rendah setingkat Komres dan
untuk kota besar hanya oleh Dantabes
LI 8. Menjelaskan toksikologi
• Pengambilan dan pengiriman bahan
pemeriksaan
• Karakteristik korban dugaan keracunan dan
pemeriksaanya dihubungkan dengan bahan
tiksikologi tersebut (Napza, alkohol,
insektisida, sianida, karbon monoksida, arsen)
LI 9. Menjelaskan kematian mendadak
DAFTAR PUSTAKA

• Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam


Penegakan Hukum: Sebuah Pengantar. Jakarta; 2008.
• Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Teknik Autopsi
Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 2000.
• Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran
Forensik. Jakarta: FK Universitas Indonesia; 1997.
• https://med.uth.edu/pathology/medic/health-professionals/use-of-the-
rokitansky-incision-in-retroperitoneal-trauma/

Anda mungkin juga menyukai