Anda di halaman 1dari 33

PRINSIP HUKUM KEDOKTERAN DAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT PRAKTIK KEDOKTERAN

Oleh: Hery Amalo, SH. MH.


A. Pengantar
• Pada zaman sekarang ini, banyak bidang kehidupan
masyarakat yang telah terjamah oleh hukum. Hukum juga
telah menjamah bidang pelayanan kesehatan dalam bentuk
spesialisasinya, yakni hukum kesehatan dan hukum
kedokteran.
• Kehadiran disiplin hukum dalam bidang kesehatan
terutama dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
hukum yang timbul dari praktik profesi tenaga kesehatan,
khususnya profesi dokter.
• Masuknya disiplin hukum dalam menyelesaikan persoalan
hukum yang timbul dalam praktik kedokteran telah
menimbulkan dua pandangan yang saling bertentangan.
Lanjutan: Pengantar …

• Pertama, pandangan yang berpendapat bahwa profesi


kedokteran harus dibiarkan bebas untuk mengatur
dirinya. Profesi kedokteran telah mempunyai kode etik
kedokteran yang berisi aturan perilaku yang harus
diperhatikan dan dilaksanakan oleh seorang dokter
dalam hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan
teman sejawat, hubungan dengan pasien, sehingga
tidak diperlukan campur tangan dari luar kalangan
profesi kedokteran. Bahwa jika hukum mengharuskan
dokter bertindak berdasarkan norma hukum maka
dikhawatirkan dokter menjalankan kewajibannya
karena takut akan sanksi hukum belaka dan bukan
karena kesadaran dan tanggungjawab moralnya.
Lanjutan: Pengantar …

• Kedua, pandangan yang berpendapat bahwa


dokter tidak dapat dibiarkan bebas mengatur dan
menentukan yang terbaik dalam hubungannya
dengan pasien. Harus dibuat suatu ketentuan
hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-
kewajiban pasien maupun dokter. Bahwa tidaklah
adil dan dan tidaklah tepat bila dokter diberikan
hak sepenuhnya untuk menentukan dan
memutuskan masalah yang berhubungan dengan
hidup dan matinya orang lain yaitu pasien dan
atau keluarga pasien.
Lanjutan: Pengantar …

• Perbedaan pendapat tersebut dapat diperkecil,


jika masing-masing pihak dapat memahami
pentingnya suatu ketentuan hukum dan fungsi
hukum kesehatan termasuk hukum kedokteran
dalam kehidupan bersama.
• Fungsi hukum kedokteran dimaksud adalah:
1. Kepastian hukum bagi pemberi (heath providers)
dan penerima pelayanan kesehatan (health
receivers) ;
2. Perlindungan hukum bagi pemberi dan
penerima pelayanan kesehatan.
Lanjutan: Pengantar …

Dasar tumpuan hukum


kedokteran yaitu:
1. Hak sosial berupa, hak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan
yang sama bagi setiap orang.

2. Hak pribadi, berupa hak untuk


menentukan nasib sendiri.
B. Hubungan Dokter-Pasien

• Hubungan dokter-pasien adalah hubungan


yang didasarkan atas kepercayaan.
• Hubungan dokter-pasien dapat dikaji dari
berbagai aspek. Salah satunya aspek hukum.
• Pada aspek hukum, dapat dikaitkan dengan
hal perikatan, wanprestasi, perbuatan
melawan hukum, malpraktik medis dll.
1. Perikatan Dokter-Pasien

• Hubungan dokter dengan pasien dapat dikaji


dari aspek hukum perdata, misalnya dalam hal
perikatan.
• Dalam Pasal 1233 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata) disebutkan
bahwa: Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik
karena persetujuan, baik karena undang-
undang.
Lanjutan: Perikatan dokter-pasien

• Pasal 1234 KUHPerdata menyebutkan: Tiap-


tiap perikatan adalah untuk memberikan
sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk
tidak berbuat sesuatu.
• Dengan demikian, dari aspek hukum perdata,
tindakan medis yang dilakukan oleh dokter
merupakan pelaksanaan dari perikatan, yakni
berupa perjanjian medis antara dokter dengan
pasien atau karena undang-undang.
Lanjutan: Perikatan dokter-pasien

• Sebagai suatu perjanjian, maka perjanjian


medis antara dokter dengan pasien harus
memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320
KUHPerdata, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Lanjutan: Perikatan dokter-pasien

• Dilihat dari jenisnya perikatan, maka terdapat


dua jenis, yaitu:
1. Perikatan yang prestasinya berupa usaha
yang sungguh-sungguh (inspannings-
verbintenis).
2. Perikatan yang prestasinya berupa suatu hasil
tertentu (resultaatsverbintenis).
2. Tanggung Jawab Dokter Menurut Hukum
Perdata
• Hubungan dokter dengan pasien dalam bentuk
perikatan (perjanjian medis) menimbulkan
tanggung jawab hukum (liability) dari masing-
masing pihak. Artinya, harus memenuhi prestasi
yang diperjanjikan. Jika tidak memenuhi prestasi
maka dikatakan telah terjadi wanprestasi.
• Di samping wanprestasi, dokter juga dapat
dituntut telah melakukan perbuatan melawan
hukum (onrechtmatige daad)
Lanjutan: Tanggung Jawab Dokter Dalam Hukum Perdata

• Pasal 1365 KUHPerdata menyebutkan: Tiap perbuatan


melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
• Dengan demikian dokter dapat dituntut melakukan
perbuatan melawan hukum jika:
1. Adanya perbuatan yang termasuk kualifikasi melawan
hukum;
2. Adanya kesalahan (doleus/dolus=sengaja atau culpoos/
culpa=lalai);
3. Adanya kerugian;
4. Adanya hubungan sebab akibat (kausalitas) antara
perbuatan dengan kerugian yang ditimbulkan.
Lanjutan: Tanggung Jawab Dokter Dalam Hukum Perdata

• Menurut Moegni Djojodirdjo, suatu perbuatan (daad)


baru merupakan perbuatan melawan hukum, apabila
memenuhi salah satu atau beberapa di antara empat
syarat berikut:
1. Bertentangan dengan hak orang lain;
2. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri;
3. Bertentangan dengan nilai-nilai/norma kesusilaan;
4. Bertentangan dengan keharusan yang harus
diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai
orang lain atau benda.
3. Tanggung Jawab Dokter Menurut Hukum
Pidana
• Dalam Hubungan dokter dengan pasien, jika
terdapat perbuatan pidana (delik) yang
dilakukan oleh dokter, maka dokter dapat
dimintakan pertanggungjawabannya.
• Pertanggungjawaban dalam hukum pidana
dimungkinkan jika memenuhi syarat-syarat:
1. Adanya perbuatan pidana;
2. Adanya kesalahan;
3. Tidak adanya alasan yang menghapus pidana.
Lanjutan: Tanggung Jawab Dokter Menurut Hukum Pidana

• Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang atau


diperintahkan disertai ancaman pidana bagi
barangsiapa yang melanggarnya.
• Pasal 1 ayat (1) KUHP menyebutkan: Tiada suatu
perbuatan dapat dipidana, kecuali atas kekuatan
ketentuan pidana dalam undang-undang yang ada
terlebih dahulu dari perbuatan itu.
• Ketentuan di atas merupakan asas legalitas
sebagaimana diajukan oleh Anselm von Feurbach:
Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali
(tiada perbuatan, tiada pidana tanpa sebelumnya
aturan pidana dalam undang-undang)
Lanjutan: Tanggung Jawab Dokter Menurut Hukum Pidana

• Untuk unsur kesalahan, dalam hukum pidana


terdapat asas: Geen straf zonder schuld (tiada
pidana tanpa kesalahan).
• Kesalahan dapat berupa kesengajaan (dolus)
atau kealpaan/kelalaian (culpa).
• Kesengajaan artinya perbuatan itu dilakukan
secara sadar (mengetahui dan
menghendakinya). Kelalaian artinya perbuatan
itu dilakukan atau terjadi diluar kehendaknya.
Lanjutan: Tanggung Jawab Dokter Menurut Hukum Pidana

• Alasan penghapus pidana:


1. Pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau
terganggu karena penyakit (Pasal 44 KUHP);
2. Daya paksa/overmacht (Pasal 48 KUHP);
3. Pembelaan darurat/Noodweer (Pasal 49 KUHP);
4. Melaksanakan undang-undang (Pasal 50 KUHP);
5. Melaksanakan perintah jabatan (Pasal 51 KUHP).
Lanjutan: Tanggung Jawab Dokter Menurut Hukum Pidana

• Beberapa perbuatan menurut KUHP yang dapat


dikategorikan sebagai perbuatan pidana (delik,
tindak pidana) di bidang medis:
1. Menipu pasien (Pasal 378 KUHP);
2. Sengaja tidak menolong pasien (Pasal 304
KUHP);
3. Pengguguran kandungan (Pasal 299, 346, 347,
348, 349 KUHP);
4. Membocorkan rahasia medis (Pasal 322 KUHP);
Lanjutan: Tanggung Jawab Dokter Menurut Hukum Pidana

5. Kelalaian yang menyebabkan orang lain


meninggal atau luka (Pasal 359, 360, 361
KUHP);
6. Menawarkan obat palsu (Pasal 386 KUHP)
7. Membuat surat keterangan palsu (Pasal 267
KUHP);
8. Melakukan euthanasia (Pasal 344 KUHP)
4. Malpraktik Kedokteran

• Malpraktik artinya praktik yang salah, buruk.


Istilah ini biasanya dikaitkan dengan profesi
tertentu, misalnya pengacara, notaris, hakim,
guru/dosen, dokter, dll.
• Malpraktik yang terjadi terkait dengan profesi
di bidang kesehatan atau pelayanan medis
disebut malpraktik medis/kedokteran.
Lanjutan: Malpraktik kedokteran

• Menurut W. Rainoldy Wangi, dkk., malpraktik


medik dapat diartikan sebagai sebuah
kelalaian atau kegagalan seorang dokter
untuk mempergunakan tingkat keterampilan
dan ilmu pengetahuan yang lazim
dipergunakan dalam mengobati pasien atau
orang cedera menurut ukuran di lingkungan
yang sama.
Lanjutan: Malpraktik kedokteran

• Kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yakni


tidak melakukan apa yang seseorang dengan
sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau
sebaliknya melakukan apa yang seseorang
dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya
dalam situasi tersebut.
• J. Guwandi membedakan tingkatan kelalaian
(culpa) atas kelalaian yang bersifat ringan (culpa
levis) dan kelalaian yang berat (culpa lata)
Lanjutan: Malpraktik kedokteran

• Disebut culpa levis apabila seseorang tidak


melakukan apa yang seorang biasa, wajar dan
berhati-hati akan melakukan, atau justru
melakukan apa yang orang lain yang wajar tidak
akan melakukannya dalam situasi yang meliputi
keadaan tersebut.
• Disebut culpa lata apabila seseorang dengan
sadar dan dengan sengaja tidak melakukan atau
melakukan sesuatu yang sepatutnya tidak
dilakukannya.
Lanjutan: Malpraktik kedokteran

• Dengan demikian, malpraktik medis/


kedokteran merupakan suatu kelalaian dalam
praktik kedokteran yang dilakukan tidak sesuai
atau di bawah standar.
• Tanggung jawab dokter yang melakukan
malpraktik dapat berupa tanggung jawab
menurut hukum perdata, hukum pidana,
hukum administrasi, maupun tanggung jawab
etik.
5. Berakhirnya Hubungan Dokter-Pasien

1. Sembuhnya pasien dari keadaan sakitnya;


2. Dokternya mengundurkan diri (disetujui
pasien, ada cukup waktu dan diberitahukan
agar pasien dapat memperoleh pengobatan
dari dokter lain);
3. Pengakhiran oleh pasien (pasien
menghentikan pengobatan);
4. Meninggalnya pasien dan/atau dokter;
Lanjutan: Berakhirnya hubungan dokter-pasien

5. Pasien tidak mampu menjalani (incapacity)


prosesnya dari dokter;
6. Selesainya kewajiban dokter yang ditentukan
dalam perjanjian (kontrak);
7. Dalam kasus gawat darurat, dokter pilihan pasien
sudah datang;
8. Lewat jangka waktu, jika dalam perjanjian medis
itu ditentukan untuk jangka waktu tertntu;
9. Persetujuan kedua pihak (dokter dan pasien)
bahwa hubungannya diakhiri
6. Peraturan Terkait Praktik Kedokteran

a. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan


konsumen;
b. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
c. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik;
d. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik;
e. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
Lanjutan: Peraturan Terkait Praktik Kedokteran

f. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;


g. UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan
Kedokteran;
h. UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa;
i. PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan;
j. Permenkes No. 269 Tahun 2008 tentang Rekam
Medis;
k. Permenkes No. 290 Tahun 2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
Lanjutan: Peraturan Terkait Praktik Kedokteran

l. Permenkes No. 68 Tahun 2010 tentang Kewajiban


Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Pemerintah;
m. Permenkes No. 755 Tahun 2011 tentang Komisi
Medik Di Rumah Sakit;
n. Permenkes No. 1691 Tahun 2011 tentang Standar
Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
o. Permenkes No. 2052 Tahun 2011 tentang
Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
p. Permenkes No. 1 Tahun 2012 tentang Sistem
Rujukan Kesehatan Perorangan;
Lanjutan: Peraturan Terkait Praktik Kedokteran

q. Permenkes No. 36 Tahun 2012 tentang Rahasia


Kedokteran;
r. Permenkes No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional;
s. Permenkes No. 5 Tahun 2014 tentang Panduan
Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer;
t. Permenkes No. 37 Tahun 2014 tentang Penentuan
Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor;
u. Permenkes No. 53 Tahun 2008 tentang Pelayanan
Kesehatan Neonatal Esensial;
Lanjutan: Peraturan Terkait Praktik Kedokteran

v. Kepmenkes No. 772 Taun 2002 tentang


Hospital Bylaws.
w. Kepmenkes No. 631 Tahun 2005 tentang
Medical Staff Bylaws

Anda mungkin juga menyukai