A. Pengantar • Pada zaman sekarang ini, banyak bidang kehidupan masyarakat yang telah terjamah oleh hukum. Hukum juga telah menjamah bidang pelayanan kesehatan dalam bentuk spesialisasinya, yakni hukum kesehatan dan hukum kedokteran. • Kehadiran disiplin hukum dalam bidang kesehatan terutama dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hukum yang timbul dari praktik profesi tenaga kesehatan, khususnya profesi dokter. • Masuknya disiplin hukum dalam menyelesaikan persoalan hukum yang timbul dalam praktik kedokteran telah menimbulkan dua pandangan yang saling bertentangan. Lanjutan: Pengantar …
• Pertama, pandangan yang berpendapat bahwa profesi
kedokteran harus dibiarkan bebas untuk mengatur dirinya. Profesi kedokteran telah mempunyai kode etik kedokteran yang berisi aturan perilaku yang harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh seorang dokter dalam hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan teman sejawat, hubungan dengan pasien, sehingga tidak diperlukan campur tangan dari luar kalangan profesi kedokteran. Bahwa jika hukum mengharuskan dokter bertindak berdasarkan norma hukum maka dikhawatirkan dokter menjalankan kewajibannya karena takut akan sanksi hukum belaka dan bukan karena kesadaran dan tanggungjawab moralnya. Lanjutan: Pengantar …
• Kedua, pandangan yang berpendapat bahwa
dokter tidak dapat dibiarkan bebas mengatur dan menentukan yang terbaik dalam hubungannya dengan pasien. Harus dibuat suatu ketentuan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban- kewajiban pasien maupun dokter. Bahwa tidaklah adil dan dan tidaklah tepat bila dokter diberikan hak sepenuhnya untuk menentukan dan memutuskan masalah yang berhubungan dengan hidup dan matinya orang lain yaitu pasien dan atau keluarga pasien. Lanjutan: Pengantar …
• Perbedaan pendapat tersebut dapat diperkecil,
jika masing-masing pihak dapat memahami pentingnya suatu ketentuan hukum dan fungsi hukum kesehatan termasuk hukum kedokteran dalam kehidupan bersama. • Fungsi hukum kedokteran dimaksud adalah: 1. Kepastian hukum bagi pemberi (heath providers) dan penerima pelayanan kesehatan (health receivers) ; 2. Perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima pelayanan kesehatan. Lanjutan: Pengantar …
Dasar tumpuan hukum
kedokteran yaitu: 1. Hak sosial berupa, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama bagi setiap orang.
2. Hak pribadi, berupa hak untuk
menentukan nasib sendiri. B. Hubungan Dokter-Pasien
• Hubungan dokter-pasien adalah hubungan
yang didasarkan atas kepercayaan. • Hubungan dokter-pasien dapat dikaji dari berbagai aspek. Salah satunya aspek hukum. • Pada aspek hukum, dapat dikaitkan dengan hal perikatan, wanprestasi, perbuatan melawan hukum, malpraktik medis dll. 1. Perikatan Dokter-Pasien
• Hubungan dokter dengan pasien dapat dikaji
dari aspek hukum perdata, misalnya dalam hal perikatan. • Dalam Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) disebutkan bahwa: Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang- undang. Lanjutan: Perikatan dokter-pasien
• Pasal 1234 KUHPerdata menyebutkan: Tiap-
tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. • Dengan demikian, dari aspek hukum perdata, tindakan medis yang dilakukan oleh dokter merupakan pelaksanaan dari perikatan, yakni berupa perjanjian medis antara dokter dengan pasien atau karena undang-undang. Lanjutan: Perikatan dokter-pasien
• Sebagai suatu perjanjian, maka perjanjian
medis antara dokter dengan pasien harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Lanjutan: Perikatan dokter-pasien
• Dilihat dari jenisnya perikatan, maka terdapat
dua jenis, yaitu: 1. Perikatan yang prestasinya berupa usaha yang sungguh-sungguh (inspannings- verbintenis). 2. Perikatan yang prestasinya berupa suatu hasil tertentu (resultaatsverbintenis). 2. Tanggung Jawab Dokter Menurut Hukum Perdata • Hubungan dokter dengan pasien dalam bentuk perikatan (perjanjian medis) menimbulkan tanggung jawab hukum (liability) dari masing- masing pihak. Artinya, harus memenuhi prestasi yang diperjanjikan. Jika tidak memenuhi prestasi maka dikatakan telah terjadi wanprestasi. • Di samping wanprestasi, dokter juga dapat dituntut telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) Lanjutan: Tanggung Jawab Dokter Dalam Hukum Perdata
melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. • Dengan demikian dokter dapat dituntut melakukan perbuatan melawan hukum jika: 1. Adanya perbuatan yang termasuk kualifikasi melawan hukum; 2. Adanya kesalahan (doleus/dolus=sengaja atau culpoos/ culpa=lalai); 3. Adanya kerugian; 4. Adanya hubungan sebab akibat (kausalitas) antara perbuatan dengan kerugian yang ditimbulkan. Lanjutan: Tanggung Jawab Dokter Dalam Hukum Perdata
• Menurut Moegni Djojodirdjo, suatu perbuatan (daad)
baru merupakan perbuatan melawan hukum, apabila memenuhi salah satu atau beberapa di antara empat syarat berikut: 1. Bertentangan dengan hak orang lain; 2. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri; 3. Bertentangan dengan nilai-nilai/norma kesusilaan; 4. Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda. 3. Tanggung Jawab Dokter Menurut Hukum Pidana • Dalam Hubungan dokter dengan pasien, jika terdapat perbuatan pidana (delik) yang dilakukan oleh dokter, maka dokter dapat dimintakan pertanggungjawabannya. • Pertanggungjawaban dalam hukum pidana dimungkinkan jika memenuhi syarat-syarat: 1. Adanya perbuatan pidana; 2. Adanya kesalahan; 3. Tidak adanya alasan yang menghapus pidana. Lanjutan: Tanggung Jawab Dokter Menurut Hukum Pidana
• Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang atau
diperintahkan disertai ancaman pidana bagi barangsiapa yang melanggarnya. • Pasal 1 ayat (1) KUHP menyebutkan: Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang ada terlebih dahulu dari perbuatan itu. • Ketentuan di atas merupakan asas legalitas sebagaimana diajukan oleh Anselm von Feurbach: Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali (tiada perbuatan, tiada pidana tanpa sebelumnya aturan pidana dalam undang-undang) Lanjutan: Tanggung Jawab Dokter Menurut Hukum Pidana
• Untuk unsur kesalahan, dalam hukum pidana
terdapat asas: Geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan). • Kesalahan dapat berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan/kelalaian (culpa). • Kesengajaan artinya perbuatan itu dilakukan secara sadar (mengetahui dan menghendakinya). Kelalaian artinya perbuatan itu dilakukan atau terjadi diluar kehendaknya. Lanjutan: Tanggung Jawab Dokter Menurut Hukum Pidana
• Alasan penghapus pidana:
1. Pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu karena penyakit (Pasal 44 KUHP); 2. Daya paksa/overmacht (Pasal 48 KUHP); 3. Pembelaan darurat/Noodweer (Pasal 49 KUHP); 4. Melaksanakan undang-undang (Pasal 50 KUHP); 5. Melaksanakan perintah jabatan (Pasal 51 KUHP). Lanjutan: Tanggung Jawab Dokter Menurut Hukum Pidana
• Beberapa perbuatan menurut KUHP yang dapat
dikategorikan sebagai perbuatan pidana (delik, tindak pidana) di bidang medis: 1. Menipu pasien (Pasal 378 KUHP); 2. Sengaja tidak menolong pasien (Pasal 304 KUHP); 3. Pengguguran kandungan (Pasal 299, 346, 347, 348, 349 KUHP); 4. Membocorkan rahasia medis (Pasal 322 KUHP); Lanjutan: Tanggung Jawab Dokter Menurut Hukum Pidana
5. Kelalaian yang menyebabkan orang lain
meninggal atau luka (Pasal 359, 360, 361 KUHP); 6. Menawarkan obat palsu (Pasal 386 KUHP) 7. Membuat surat keterangan palsu (Pasal 267 KUHP); 8. Melakukan euthanasia (Pasal 344 KUHP) 4. Malpraktik Kedokteran
• Malpraktik artinya praktik yang salah, buruk.
Istilah ini biasanya dikaitkan dengan profesi tertentu, misalnya pengacara, notaris, hakim, guru/dosen, dokter, dll. • Malpraktik yang terjadi terkait dengan profesi di bidang kesehatan atau pelayanan medis disebut malpraktik medis/kedokteran. Lanjutan: Malpraktik kedokteran
• Menurut W. Rainoldy Wangi, dkk., malpraktik
medik dapat diartikan sebagai sebuah kelalaian atau kegagalan seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang cedera menurut ukuran di lingkungan yang sama. Lanjutan: Malpraktik kedokteran
• Kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yakni
tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. • J. Guwandi membedakan tingkatan kelalaian (culpa) atas kelalaian yang bersifat ringan (culpa levis) dan kelalaian yang berat (culpa lata) Lanjutan: Malpraktik kedokteran
• Disebut culpa levis apabila seseorang tidak
melakukan apa yang seorang biasa, wajar dan berhati-hati akan melakukan, atau justru melakukan apa yang orang lain yang wajar tidak akan melakukannya dalam situasi yang meliputi keadaan tersebut. • Disebut culpa lata apabila seseorang dengan sadar dan dengan sengaja tidak melakukan atau melakukan sesuatu yang sepatutnya tidak dilakukannya. Lanjutan: Malpraktik kedokteran
• Dengan demikian, malpraktik medis/
kedokteran merupakan suatu kelalaian dalam praktik kedokteran yang dilakukan tidak sesuai atau di bawah standar. • Tanggung jawab dokter yang melakukan malpraktik dapat berupa tanggung jawab menurut hukum perdata, hukum pidana, hukum administrasi, maupun tanggung jawab etik. 5. Berakhirnya Hubungan Dokter-Pasien
1. Sembuhnya pasien dari keadaan sakitnya;
2. Dokternya mengundurkan diri (disetujui pasien, ada cukup waktu dan diberitahukan agar pasien dapat memperoleh pengobatan dari dokter lain); 3. Pengakhiran oleh pasien (pasien menghentikan pengobatan); 4. Meninggalnya pasien dan/atau dokter; Lanjutan: Berakhirnya hubungan dokter-pasien
5. Pasien tidak mampu menjalani (incapacity)
prosesnya dari dokter; 6. Selesainya kewajiban dokter yang ditentukan dalam perjanjian (kontrak); 7. Dalam kasus gawat darurat, dokter pilihan pasien sudah datang; 8. Lewat jangka waktu, jika dalam perjanjian medis itu ditentukan untuk jangka waktu tertntu; 9. Persetujuan kedua pihak (dokter dan pasien) bahwa hubungannya diakhiri 6. Peraturan Terkait Praktik Kedokteran
a. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
konsumen; b. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran c. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; d. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; e. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; Lanjutan: Peraturan Terkait Praktik Kedokteran
f. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
g. UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran; h. UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa; i. PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan; j. Permenkes No. 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis; k. Permenkes No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran; Lanjutan: Peraturan Terkait Praktik Kedokteran
l. Permenkes No. 68 Tahun 2010 tentang Kewajiban
Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah; m. Permenkes No. 755 Tahun 2011 tentang Komisi Medik Di Rumah Sakit; n. Permenkes No. 1691 Tahun 2011 tentang Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit; o. Permenkes No. 2052 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Praktik Kedokteran; p. Permenkes No. 1 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Kesehatan Perorangan; Lanjutan: Peraturan Terkait Praktik Kedokteran
q. Permenkes No. 36 Tahun 2012 tentang Rahasia
Kedokteran; r. Permenkes No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional; s. Permenkes No. 5 Tahun 2014 tentang Panduan Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer; t. Permenkes No. 37 Tahun 2014 tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor; u. Permenkes No. 53 Tahun 2008 tentang Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial; Lanjutan: Peraturan Terkait Praktik Kedokteran
v. Kepmenkes No. 772 Taun 2002 tentang
Hospital Bylaws. w. Kepmenkes No. 631 Tahun 2005 tentang Medical Staff Bylaws