Anda di halaman 1dari 54

REFRESHING

STASE KULIT DAN KELAMIN


DOKTER PEMBIMBING :
dr. Heryanto Syamsudin, Sp.KK
Disusun oleh :
LAIZA INTAN P.A.P
2018790073
KEGAWATDARURATAN KULIT

LAIZA INTAN P.A.P


2018790073
SINDROM STEVENS-JOHNSON (SSJ) & NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK (NET)

• Definisi : Reaksi mukokutan


akut yang mengancam
nyawa ditandai dengan
nekrosis epidermis yang
luas sehingga terlepas.
• Kedua penyakit ini mirip
dalam gejala klinis,
histopatologi, faktor risiko ,
etiologi dan
patogenesisnya.
• Pada SSJ terdapat
epidermolisis sebesar <10%
luas permukaan badan
(LPB) dan NET sebesar
>30% LPB
Etiologi :
• Sebagian besar disebabkan oleh
alergi obat. Obat-obatan yang paling
menimbulkan SSJ&NET adalah
sulfonamida, anti-konvulsan
aromatik, alopurinol, anti-inflamasi
non steroid dan nevirapin
• Genetik
• Infeksi

Patogenesis :
Terjadi reaksi sitotoksik terhadap
keratinosit sehingga mengakibatkan
apoptosis yang luas.
GEJALA KLINIS
Trias :
• Kelainan pada kulit
• Kelainan pada mukosa
dan orifisium
• Kelainan pada mata
(konjungtivitis)
GEJALA KLINIS
• Demam
• Sakit kepala
• Batuk dan pilek
• Malaise selama 1-3 hari
• Lesi kulit tersebar secara simetris pada wajah,
badan, dan bagian proksimal ekstremitas
berupa makula eritematosa, purpurik, lesi
target. Lesi kulit dapat meluas dan menjadi
nekrotik, bula kendur, tanda Nikolsky (+).
• Lesi pada mukosa berupa eritema dan erosi
yang biasanya dijumpai pada 2 lokasi (mulut
dan konjungtiva) bisa juga terdapat erosi di
area genital
PEMERIKSAAN PENUNJANG DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
• Darah tepi lengkap • Staphylococcal scalded skin
• Analisis gas darah syndrome pada bayi
• Kadar elektrolit • Purpura fulminans pada
• Albumin anak dan dewasa muda
• Protein darah • Generelaized
• Fungsi ginjal exanthematous pustulosis
• Fungsi hepar (AGEP)
• Gula darah sewaktu • Thermal burns
• Foto Rongten paru • Fototoksisitas
TATALAKSANA
Farmakologik Non farmakologik
• Mengembalikan keseimbangan cairan
dan elektrolit • Penghentian segera obat
• Topikal : 50% gel petroleum dengan tersangka
50% cairan paraffin
• perawatan ditempat khusus
• Sistemik : untuk SSJ deksametason IV
dengan dosis setara prednisone 1-4 • Pertahankan suhu ruangan
mg/KgBB/hari ; untuk SSJ-NET 3-4 tetap 28˚-30˚ C
mg/kgBB/hari ; untuk NET 4-6
mg/kgBB/hari
• Analgesik
• NET : intravenous immunoglobulin 1
g/kgBB/hari selama 3 hari
Prognosis
Prognosis SSJ-NET diperkirakan berdasarkan SCORTEN yang
memberikan nilai 1 untuk hal-hal berikut :
• Usia > 40 tahun
• Denyut jantung > 120x/menit
• Kanker
• Epidermolisis >10% LPB
• Kadar urea serum >28mg/dL
• Kadar bikarbonat serum <20mEq/L
• Gula darah sewaktu > 252mg/Dl

Jika didapatkan nilai skor sebesar 5 angka kematian sebesar


90%
ANGIOEDEMA
Definisi : reaksi yang menyerupai
urtikaria, namun terjadi pada lapisan kulit
yang lebih dalam, secara klinis ditandai
dengan pembengkakan jaringan. Tidak
disertai rasa gatal namun terasa seperti
terbakar. Dapat terjadi di daerah mana
pun, paling sering di daerah
perioral,periorbital, lidah, genitalia dan
ekstremitas.
ETIOLOGI ANGIOEDEMA PATOGENESIS
• Obat 1. Faktor imunologik
• Makanan dan food additive •Hipersensitivitas tipe
• Infeksi cepat yang diperantai IgE
• Proses inflamasi •Pelepasan mediator sel
• Penyakit sistemik dan mast
keganasan 2. Faktor non imunologik
• Proses autoimun dan
rangsangan fisik •Bahan kimia pelepas
mediator
• Penyakit sistemik dan
keganasan •Faktor fisik
GEJALA KLINIS
• Edema kulit mendadak pada area predileksi
• Rasa nyeri atau rasa terbakar, dan gatal
• Dapat disertai atau tidak disertai urtikaria
• Dapat disertai kesulitan menelan atau
bernafas apabila ada keterlibatan mukosa
saluran nafas dan cerna
• Biasanya gejala timbul beberapa jam
hingga 72 jam.
• Episode angioedema/urtikaria yang
menetap lebih dari 6 minggu disebut kronis
Differential diagnosis : Pemeriksaan penunjang :
• Pemeriksaan darah
• Vaskulitis lengkap
• Maskositosis • Pemeriksaan urin
• Pemfigoid bulosa • Fungsi tiroid
• Komplemen (C1, C3, C4)
• Pitriasis rosea • Imunoglobulin
• Lupus eritematosus • Biopsi kulit
• Henoch-Schonlein • Uji tusuk
purpura • Autologous Serum Skin
Test (ASST).
• Morbus hansen
TATALAKSANA FARMAKOLOGI TATALAKSANA NON FARMAKOLOGIK
• Apabila ada gangguan nafas: epinefrin • Identifikasi dan eliminasi faktor-faktor
atau adrenalin (1:1000) dosis 0,3 ml penyebab
subkutan atau intramuskular, diulangi • Apabila didapatkan sesak nafas, suara serak
setiap 10 menit. atau odinofagia dikonsulkan ke spesialis THT
• Antihistamin H-1 generasi kedua seperti untuk dilakukan Nasopharyngolaryngoscopi
loratadin,cetirizine, desloratadine, atau (NPL)
feksofenadin dapat diberikan pada pasien • Apabila didapatkan edema laring berdasarkan
rawat jalan hasil NPL maka dirawat di ICU
• monitor jalan nafas
Apabila gejala menetap setelah 2 minggu • Pasien dengan edema terbatas pada kulit
pengobatan, maka diberikan : dapat diobservasi di unit gawat darurat dalam
• Dosis antihistamin H-1 generasi kedua 6 jam, dan diperbolehkan rawat jalan
ditingkatkan 2-4 kali lipat

Apabila gejala menetap setelah 1-4 minggu Prognosis : dubia ad bonam


berikutnya diberikan :
• Kortikosteroid diindikasikan pada pasien
dengan syok anafilaksis, edema laring
Dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari dengan atau
tanpa tappering
• Apabila terjadi eksaserbasi dapat
ditambahkan omalizumab atau siklosporin
Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic
Symptoms (DRESS)
Definisi :
Sindrom DRESS merupakan kumpulan
gejala dan tanda reaksi obat
idiosinkrasi berat pada pemberian
obat dalam dosis terapi.
Yang secara khas ditandai oleh:
• Demam
• Erupsi kulit
• Abnormalitas hematologi
• Keterlibatan sistemik
GEJALA KLINIS
• Keadaan umum biasanya buruk
• Demam dapat terjadi beberapa hari
sebelum atau bersamaan dengan
munculnya erupsi kulit
• sering disertai mialgia, arthralgia,
faringitis, dan limfadenopati
• Erupsi kulit bervariasi, dapat berupa
erupsi obat makulopapular,
vesikobulosa, maupun dermatitis
eksfoliativa
• Sering dijumpai edema pada wajah
• Keterlibatan mukosa jarang terjadi
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sindrom Stevens-Johnson 1. Pemeriksaan darah dan
2. Acute generalized urin rutin
exanthematous 2. Pemeriksaan HbSAg
3. Dermatitis eksfoliativa 3. Uji kulit: uji tempel untuk
penegakan diagnosis kausatif
obat penyebab. Sebaiknya
dilakukan dalam waktu 6
minggu-6 bulan sesudah
sembuh.
TATALAKSANA
Farmakologik Non farmakologik
Topikal: • Hentikan pemakaian obat
• steroid topikal sesuai yang dicurigai
dengan lesi kulit Prognosis
Sistemik: Prognosis baik apabila obat
• prednison 1-1,5 mg/kgBB penyebab segera
Bila keadaan klinis berat atau diberhentikan
tidak tampak terdapat
perbaikan berikan :
• metilprednisolon 30
mg/kgBB/hari
HERPES SIMPLEKS
Herpes simpleks adalah infeksi akut
yang disebabkan oleh Virus Herpes
Simpleks (VHS) tipe I atau tipe II
yang ditandai oleh adanya vesikel
yang berkelompok di atas kulit yang
sembab dan eritematosa pada
daerah dekat mukokutan.
ETIOLOGI
VHS tipe I dan II adalah virus herpes herpes
hominis yang merupakan virus DNA. Pembagian
tipe I dan II berdasarkan karateristik
pertumbuhan pada media kultur, antigenic
marker, dan tempat predileksi.
GEJALA KLINIS
1. Infeksi primer
• Tempat predileksi VHS tipe I pada
daerah pinggang keatas terutama di
daerah mulut dan hidung. Virus ini
juga sebagai penyebab virus herpes
ensefalitis.
• Tempat predileksi VHS tipe II pada
daerah pinggang kebawah, terutama
di daerah genital. VHS tipe II juga
dapat menyebabkan herpes
meningitis dan infeksi neonatus.
GEJALA KLINIS
• Demam
• Malese
• Anoreksia
• Pembengkakan KGB
• Terdapat vesikel yang
berkelompok diatas kulit dan
eritematosa, berisi cairan jernih
dan kemudian menjadi
sepopurulen. Dapat menjadi
krusta dan ulserasi. Pada
perabaan tidak terdapat
indurasi.
GEJALA KLINIS
2. Fase laten
Tidak ditemukan gejala klinis pada penderita, tetapi
VHS ditemukan tidak aktif pada ganglion dorsalis.
3. Infeksi rekurens
VHS pada ganglion dorsalis dalam keadaan tidak
aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan
mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis.
Gejala klinis berlangsung kira-kira 7-10 hari. Sering
ditemukan gejala berupa rasa panas, gatal, dan
nyeri.
Differential diagnosis
impetigo vesiko bulosa, sifilis primer, chancroid, LGV, granuloma inguinal
Patogenesis herpes simplex
virus masuk ke dalam tubuh hospes lalu terjadi penggabungan DNA ->
replikasi virus -> timbul kelainan pada kulit.

Virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion sarkalis -> berdiam
diri dan bersifat laten-> bila terdapat faktor pencetus -> virus reaktifasi &
replikasi kembali -> infeksi rekuren

Faktor pencetus diantaranya adalah : trauma, koitus yang berlebihan,


menstruasi, demam, gangguan pencernaan, stress, emosi, kelelahan, alkohol,
obat-obatan.
Pemeriksaan penunjang
• Tzank
• Serologi IgM dan IgG anti-HSV 1 dan 2
TATALAKSANA
Farmakologi Non farmakologi
 Topikal : • Edukasi tentang cara penularan
• Idoksuridin penyakit, maka di sarankan untuk
• Asiklovir abtinensia
 Jika terdapat ulserasi lakukan • Bila pada kehamilan timbul lesi di
kompres daerah genitalia maka disarankan
untuk melahirkan secara sectio
 Oral : caesaria
Episode klinis pertama Prognosis : dubia ad bonam
• Asiklovir 5x200 mg selama 7 hari,
ATAU
• Valasiklovir 2x500mg selama 7 hari
Infeksi herpes kambuhan
• Asiklovir 5x200 mg selama 5 hari,
ATAU
• Valasiklovir 2x500mg selama 5 hari
SIFILIS
• Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Treponema pallidum, sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada
perjalanannya dapat menyerupai banyak penyakit,
mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu ke
janin.
• Etiologi : Treponema pallidum
PATOGENESIS
T.Pallidum masuk ke
kuman membiak Sebelum SI terlihat
dalam kulit melalui
dan membentuk kuman telah
mikrolesi
infiltrate terutama mencapai KGB dan
di perivaskular membiak

Multiplikasi diikuti Pada saat yang


reaksi jaringan sebagai
Stadium laten sama terjadi
sifilis sekunder yang
terjadi 6-8 minggu penyebaran secara
setelah stadium dini hematogen

Dalam waktu 3-10


tahun menjadi sifilis
laten lanjut
GEJALA KLINIS
1. Sifilis primer (SI)
• Kelainan kulit dimulai
sebagai papul lentikular,
yang segera menjadi erosi,
kemudian menjadi ulkus.
Umumnya berlokasi di
genitalia eksterna. Pada
ekstragenital berlokasi di
lidah, tonsil, dan anus.
• Pembesaran KGB di
inguinalis medialis
GEJALA KLINIS
2. Sifilis sekunder (SII)
• Timbul 6-8 minggu sejak SI • Kondiloma lata dan
plaque muqueuses
• Anoreksia
adalah bentuk kelainan
• Berat badan menurun kulit yang sangat
• malese menular
• Nyeri kepala • SII dini
• SII lanjut
• Demam
• S II pada mukosa
• Artralgia
• S II pada rambut
• Umumnya tidak gatal
• S II pada kuku
• Sering disertai limfadenitis • S II pada alat lain
generalisata
• Kelainan kulit dapat terjadi
pada telapak tangan dan kaki
• Lesi dapat berbentuk roseola,
papul, pustul, atau lesi yang
berkonfluensi
3. Sifilis laten dini 4. Stadium rekuren
• Tidak ada gejala klinis dan • Relaps dapat terjadi baik
kelainan. Tetapi, infeksi secara klinis berupa kulit
masih ada dan aktif. mirip S II
• Sifilis yang tidak diobati /
pengobatan tidak cukup
SIFILIS LANJUT
Sifilis laten lanjut Sifilis tersier (S III)
• Biasanya tidak menular • Lesi pertama umumnya terlihat
• Lama masa laten bertahun- antara 3-10 tahun setelah S I.
tahun sampai seumur hidup • Guma , infiltrat sirkumsrip, kronis,
melunak dan destruktif. Ukuran
• Perlu dilakukan bervariasi dari lentikular sampai
pemeriksaan serologik, sebesar telur ayam.
likuorserebrospinalis dan • Keluar cairan seropurulen
sinar X aorta
• Disertai demam
• Perlu dilihat apakah ada • Nodus mengalami nekrosis
bekas S I pada alat kelamin ditengah, ukuran miliar/lentikular,
atau bekas S II (colar of berkonfluensi, diseminata dan
nevus) berwarna merah kecoklatan,
• Nodus dapat tumbuh terus secara
serpiginosa
SIFILIS KARDIOVASKULAR SIFILIS KONGENITAL
• Masa laten 15-30 tahun • Sifilis kongenital dini
• Umumnya mengenai usia 40- • Sifilis kongenital lanjut
50 tahun
STIGMATA
• Angina pektoris merupakan
Lesi dini :
gejala umum aortitis karena
sifilis • Fasies
NEUROSIFILIS • Gigi
• Neurosifilis asimtomatik • Ragades
• Sifilis meningovaskuler • Jaringan parut koroid
• Sifilis parenkim • Kuku
Tabel dorsalis Lesi lanjutan :
Demensia paralitika • Kornea
• Guma • Sikatriks gumatosa
• Tulang
• Atrofi optikus
• Trias hutchinson
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan T.pallidum dengan • TSS dan kehamilan
mikroskop lapangan gelap • TSS pada neurosifilis
2. Tes Serologik Sifilis (TSS) 3. Pemeriksaan yang lain
Non treponemal : Sinar rongten
tes fiksasi komplemen : Pemeriksaan likuor
wasserman,kolmer serebrospinalis
tes flokulasi : VDRL, RPR, ART, 4. Histopatologi
RST
Treponemal : tes imobilisasi,
tes fiksasi komplemen, tes
imunofluoresen, tes
hemoglutisasi
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
SI S II
 Herpes simplex  Erupsi obat alergik
 Ulkus piogenik  Morbili
 Skabies  Pitriasis rosea
 Balanitis  Psoriasis
 Limfogranuloma venereum  Dermatitis seboroika
 Karsinoma sel skuamosa  Kondiloma akuminatum
 Penyakit behoet  Alopesia aerata
 Ulkus mole
S III
 Tuberkulosis kutis gumosa
 Frambusia
 Mikosis profunda
TATALAKSANA FARMAKOLOGI
TATALAKSANA FARMAKOLOGIK :
Sifilis stadium dini :
• Benzatin penisilin 2,4 juta IU, IM dosis tunggal
• Prokain penisilin 0,6 juta IU/hari, IM selama 10 hari berturut-turut ATAU
• Doksisiklin 100 mg, 2x1 per oral selama 30 hari ATAU
• Tetrasiklin 500 mg, 4x1 per oral selama 30 hari
• Eritromisin 500 mg, 4x1 per oral selama 30 hari
Sifilis kongenital :
• Aqueous benzylpenisilin diberikan dalam 50.000 IU/kgBB/dosis secara I.V setiap 12
jam selama 7 hari pertama kelahiran ATAU
• Prokain benzilpenisilin 50.000 IU/kgBB secara I.M dosis tunggal per hari selama 10
hari
TATALAKSANA NON FARMAKOLOGIK :
• Mengobati pasangan seksual
• Konseling tentang cara penularan, pencegahan dan pengobatan
• Abtinensia
PROGNOSIS
Prognosis pada sifilis dubia ad bonam jika diberi pengobatan yang adekuat
GONORE
DEFINISI
• Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang di
sebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
ETIOLOGI
Terdapat 4 spesies :
• N. Gonorrhoeae
• N. Meningitidis
• N. Catarrhalis
• N. Pharyngis sicca
GEJALA KLINIS
INFEKSI PADA LAKI-LAKI
Masa inkubasi pada laki-laki 2-5 hari
1. Infeksi simtomatik : uretritis
Gejala meliputi rasa gatal dan panas di
bagian distal uretra dan disekitar
orifisium uretra eksternum (OUE).
Disuria
Polakisuria
Duh tubuh mukopurulen keluar dari
OUE, terkadang disertai darah
Nyeri saat ereksi
Oue tampak hiperemis, edema dan
ektropion
Dapat terjadi pembengkakan KGB
inguinal medial
Differential diagnosis :
Uretritis nongonokokus
. Infeksi saluran kencing
GEJALA KLINIS
INFEKSI PADA PEREMPUAN
1. Infeksi pertama :
 Uretritis : disuria, terkadang polyuria, OUE hiperemis, edema dan ditemukan
sekret mukopurulen
 Servisitis : dapat asimtomatik, terkadang disertai rasa nyeri pada punggung bawah.
Pada pemeriksaan serviks tampak hiperemis dengan erosi dan secret mukopurulen
Differential diagnosis :
Perempuan:
 Trikomoniasis
 Bakterial vaginosis
PATOGENESIS
• Penyebaran bakteri melalui penularan
secara kontak seksual atau melalui
jalan lahir. Bakteri tersebut akan
menyebabkan infeksi purulen pada
membran mukosa.
• Kuman penyebab gonorrhea masuk
ke dalam tubuh dengan karakteristik
yang berbeda-beda pada protein yang
terdapat di permukaan masing-
masing kuman.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pewarnaan gram
• Kultur
• Tes identifikasi presumtif dan
konfirmasi : tes oksidase & tes
fermentasi
• Tes beta-lactamase
• Tes Thomson
TATALAKSANA
Farmakologik Non farmakologik
• Sefiksim 400 mg per oral dosis • Pengobatan pada pasangan
tunggal ATAU
• Levofloksasin 250 mg per oral seksual
dosis tunggal ATAU • Anjurkan abtinensia
• Seftriakson 250 mg IM , dosis
tunggal ATAU • Kunjungan ulang pada hari
• Spektinomisin 2 gr IM dosis ke-3 dan ke-7
tunggal ATAU
• Kanamisin 2 gr IM dosis tunggal • Edukasi tentang pentingnya
ATAU keteraturan berobat dan
• Tiamfenikol 3,5 gr per oral dosis
tunggal komplikasi yang mungkin
terjadi
Prognosis : dubia ad bonam
ABSES FOLIKEL RAMBUT DAN
KELENJAR SEBASEA
LAIZA INTAN P.A.P
2018790073
AKNE VULGARIS
• Definisi : peradangan kronis folikel polisebasea
dengan penyebab multifaktor dan manifestasi klinis
berupa komedo, papul, pustul, nodusm serta kista.
• Akne vulgaris adalah penyakit terbanyak remaja usia
15-18 tahun
ETIOLOGI PATOGENESIS
• Faktor intrinsik : • Produksi sebum yang
genetik, hormonal meningkat
• Faktor ekstrinsik : • Hiperproliferasi folikel
stress, iklim, suhu, pilosebasea
kosmetik, diet dan obat- • Kolonisasi
obatan Propionibacterium
acnes
• Proses inflamasi
GEJALA KLINIS
• Kulit cenderung berminyak
• Dapat disertai nyeri atau gatal
• Predileksi : di wajah dan leher
(99%) , punggung (60%), dada
(15%), serta bahu dan lengan
atas.
DIAGNOSIS BANDING
• Erupsi akneiformis
• Folikulitis
• Folikulitis pytirosporum
• Dermatitis perioral
TATALAKSANA
Farmakologik Non farmakologik
Ringan :
• retinoid topikal, antimikroba topikal
• Mencuci wajah minimal 2
Sedang : kali sehari
• Antibiotika oral + retinoid topikal
Berat : Prognosis
• Isotretinoin oral • Dubia ad bonam
Tindakan lanjut :
• Perawatan kulit termasuk ekstraksi
komedo
• Skin peeling
• Kortikosteroid oral jangka pendek
(<2minggu)
• Light dan laser therapy
• Injeksi kortikosteroid intralesi untuk
untuk nodus/kista
FOLIKULITIS
Definisi : peradangan pada folikel rambut
Etiologi : Staphylococcus aureus, Streptokokus β-
hemolitik grup A antara lain S. pyogenes
Klasifikasi :
• Folikulitis superfisialis : terdapat didalam
epidermis
• Folikulitis profunda : sampai ke subkutan
GEJALA KLINIS
• Kelainan berupa papul atau
pustul yang eritematosa dan
ditengahnya terdapat rambut,
biasanya multipel.
Folikulitis superfisialis (impetigo
Bockhart/impetigo folikular)
• Predileksi: skalp (anak-anak),
dagu, aksila, ekstremitas bawah,
bokong (dewasa).
• Terdapat rasa gatal dan panas.
• Kelainan berupa pustul kecil
dome-shaped, multipel, mudah
pecah
Folikulitis profunda (sycosis barbae)
• Predileksi: dagu, atas bibir.
• Nodus eritematosa dengan
perabaan hangat, nyeri.
Differential diagnosis Pemeriksaan penunjang
• Tinea barbae • Pewarnaan gram
• Tinea kapitis • Kultur dan resistensi
• Folikulitis keloidal spesimen lesi apabila tidak
• Folikulitis pitirosporum responsif terhadap
pengobatan empiris
• Hot tub folikulitis
• Kultur dan resistensi darah,
• Folikulitis kandida darah perifer lengkap,
kreaitinin, CRP
• Biopsi
TATALAKSANA
Farmakologik
Topikal :
• bila terdapat pus/krusta kompres terbuka Lini 2 :
dengan permanganas kalikus 1/5000, • Azitromisin pada hari ke-1 : 1x500
mg/hari dilanjutkan pada hari ke 2-5 :
asam salisilat 0,1%, rivanol 1‰, larutan 1x250 mg
povidon iodine 1%; dilakukan 3 kali sehari
• Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3
masing-masing 30 menit sampai 1 jam , dosis.
• bila tidak tertutup pus atau krusta: • Eritromisin: dewasa 4x250-500
salep/krim asam fusidat 2%, mupirosin 2% mg/hari; anak-anak 20-50
. Dioleskan 2-3 kali sehari, selama 7-10 mg/kgBB/hari
hari.
Sistemik minimal 7 hari Apabila lesi abses besar, nyeri, disertai
fluktuasi, dilakukan insisi dan drainase.
Lini 1 :
• Kloksasilin, dewasa 4x250-500 mg/hari Non farmakologik
per oral, anak-anak 25-50 mg/kgBB/hari
edukasi untuk menjaga hygiene
dibagi 4 dosis ; perorangan yang baik
• amoksisilin dan asam klavulanat 3x250-
500 mg/hari, anak-anak 25 mg/kgBB/hari Prognosis : dubia ad bonam
dalam 3 dosis terbagi;
• sefaleksin 25-50 mg/kgbb/hari dibagi 4
dosis
FURUNKEL/KARBUNKEL

• Definisi : Furunkel adalah peradangan rambut dan sekitarnya,


jika lebih dari 1 maka disebut furunkulosis, karbunkel adalah
kumpulan dari furunkel.
• Etiologi : Staphylococcus aureus, Streptokokus β-hemolitik
grup A antara lain S. pyogenes
• Gejala klinis : nyeri, nodus eritematosa berbentuk kerucut,
ditengah terdapat pustul yang kemudian menjadi abses lalu
memecah membentuk fistel.
• Predileksi : leher, wajah, aksila dan bokong
• Lesi berupa nodus eritematosa, awalnya
keras, nyeri tekan, dapat membesar 1-3 cm,
setelah beberapa hari terdapat fluktuasi,
bila pecah keluar pus.
• Karbunkel timbul bila yang terken beberapa
folikel rambut. Karbunkel lebih besar,
diameter dapat mencapai 3-10 cm, dasar
lebih dalam.
• Bila karbunkel sembuh dapat meninggalkan
jaringan parut.
Differential diagnosis
• akne kistik
• Kerion
• Hidradenitis supurativa

Pemeriksaan penunjang
• Pewarnaan gram
• Kultur dan resistensi
spesimen lesi apabila tidak
responsif terhadap
pengobatan empiris
s. aureus
• Kultur dan resistensi darah,
darah perifer lengkap,
kreaitinin, CRP
• Biopsi

S. pyogenes
TATALAKSANA
Farmakologik
Topikal :
• bila terdapat pus/krusta kompres terbuka Lini 2 :
dengan permanganas kalikus 1/5000, • Azitromisin pada hari ke-1 : 1x500
mg/hari dilanjutkan pada hari ke 2-5 :
asam salisilat 0,1%, rivanol 1‰, larutan 1x250 mg
povidon iodine 1%; dilakukan 3 kali sehari
• Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3
masing-masing 30 menit sampai 1 jam , dosis.
• bila tidak tertutup pus atau krusta: • Eritromisin: dewasa 4x250-500
salep/krim asam fusidat 2%, mupirosin 2% mg/hari; anak-anak 20-50
. Dioleskan 2-3 kali sehari, selama 7-10 mg/kgBB/hari
hari.
Sistemik minimal 7 hari Apabila lesi abses besar, nyeri, disertai
fluktuasi, dilakukan insisi dan drainase.
Lini 1 :
• Kloksasilin, dewasa 4x250-500 mg/hari Non farmakologik
per oral, anak-anak 25-50 mg/kgBB/hari
edukasi untuk menjaga hygiene
dibagi 4 dosis ; perorangan yang baik
• amoksisilin dan asam klavulanat 3x250-
500 mg/hari, anak-anak 25 mg/kgBB/hari Prognosis : dubia ad bonam
dalam 3 dosis terbagi;
• sefaleksin 25-50 mg/kgbb/hari dibagi 4
dosis

Anda mungkin juga menyukai