Anda di halaman 1dari 55

Referat

Gagal Jantung Akut

Desak Ketut Nariswari Pramegia


07120110074
Pendahuluan

 Gagal jantung akut merupakan suatu kelainan fungsi jantung


yang menyebabkan kegagalan jantung untuk memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan jaringan

 Dapat berupa disfungsi sistolik atau diastolik

 Gagal jantung akut muncul secara cepat


 Dapat muncul sebagai serangan pertama (de novo) atau
perburukan gagal jantung sebelumnya (acute on crhronic)

 Gagal jantung akut dapat muncul dalam berbagai manifestasi


klinis.

 Merupakan suatu keadaan emergensi, sehingga penatalaksaan


yang cepat dan tepat menentukan prognosis
Anatomi dan Fisiologi Jantung
Anatomi

 Bentuk
 Seperti kerucut
 Sebesar kepalan tangan
 Bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) / basis kordis
 Bagian bawah agak runcing / apeks kordis

 Posisi
 Diantara kedua paru, di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum
anterior)
 Sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada
 Bertumpu pada diafragma thoracis
 Pangkal di belakang kiri antara kosta V-VI (2 jari dibawah processus xiphoideus)
Terdapat 4 ruang jantung :

1. Atrium kanan
2. Atrium kiri
3. Ventrikel kanan
4. Ventrikel kiri

Terdapat 4 katup jantung :


1. Katup trikuspidalis
2. Katup pulmonal
3. Katup bikuspidalis
4. Katup aorta
Pendarahan Jantung
Fisiologi Jantung
 Siklus jantung
 Sistol : periode kontraksi ventrikel (darah dikeluarkan dari jantung)
 Diastol : periode relaksasi ventrikel (terjadi pengisian darah)

 Sirkulasi Jantung
 Sirkulasi paru (pulmoner)
 Sirkulasi sistemik
Curah Jantung = volume sekuncup x frekuensi denyut jantung per menit.
Gagal Jantung Akut

Definisi

AHA : kejadian atau perubahan yang cepat dari tanda dan gejala gagal jantung
yang terjadi akibat adanya kelainan struktur maupun fungsi jantung

Kebanyakan kasus adalah deteriorasi pasien dengan gagal jantung sebelumnya


(acute on chronic heart failure), dapat pula merupakan serangan pertama (de
novo).
Epidemiologi

 Di Eropa dan Amerika Serikat


 Pravalensi : 1-2% dengan sedikitnya 550.000 kasus gagal jantung baru
 Angka kematian : 4-7%
 10% memiliki risiko kematian dalam 60 hari berikutnya
 Euro Heart Failure Survey (EHFS) 2006 : 66% pasien gagal jantung akut di
Eropa datang ke rumah sakit dengan manifestasi klinis gagal jantung akut
dekompensata

 Di indonesia
 Belum tersedia data jelas untuk gagal jantung akut
 Survei Kesehatan Nasional 2003 : penyakit jantung menduduki urutan ke-8
dari 10 penyebab kematian terbanyak (2,8%)
FAKTOR
PENCETUS
DAN
PENYEBAB
PATOFISIOLOGI
 Gangguan preload maupun afterload  peningkatan beban ventrikel kiri
(peningkatan venous return) + penurunan stroke volume  terjadi penurunan
curah jantung  Tiga kompensasi primer tubuh :

1. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis

2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin- angiotensin-aldosteron

3. Hipertropi ventrikel
 Jika berlanjut  perlu peningkatan kompensasi untuk menghasilkan energi
dalam memompa darah

 Pada fase ini terjadi perubahan patologik : apoptosis, perubahan sitoskeletal,


sintesis, dan remodeling matriks ekstraselular (terutama kolagen)

gangguan fungsional dan struktural

kompensasi tidak lagi efektif

gagal jantung akut dekompensata


Perbedaan Disfungsi Sistolik dan Diastolik
PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG
AHF
KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI
KLINIS STEVENSON CRITERIA
1). Pasien dengan gagal jantung akut dekompensata
- riwayat gagal jantung sebelumnya (+)
- umumnya muncul dengan gejala kongesti ringan-sedang
(dyspnea) dan tidak memenuhi kriteria kategori lain

2). Gagal jantung hipertensif


- fungsi sistolik ventrikel kiri relatif normal (LVEF > 0,40)
- tekanan darah tinggi (>180/100 mmHg)
- tanda peningkatan tonus simpatis serta tanda kongesti paru yang lebih
dominan (dyspnea) tanpa adanya tanda kongesti sistemik.
3).Gagal jantung akut dengan edema pulomer.
- distres napas berat
- takipnea,
- ortopnea
- tanda-tanda edema pulmoner (dikonfirmasi melalui adanya ronki pada
pemeriksaan auskultasi serta foto rontgen thorax),
- hipoksemia (saturasi oksigen <90%) sebelum pemberian oksigen.
4) Pasien dengan low-output syndrome

- CO tidak memenuhi kebutuhan metabolisme


- Ditemukan pada : infark miokard, mitral regurgitasi, aortik
stenosis
- Tanda hipoperfusi (low-output state, misalkan: oliguria hingga
shock kardiogenik.)
- Syok kardiogenik
- tekanan darah sistolik <90 mmHg
- turunnya mean arterial pressure > 30 mmHg
- urin output yang rendah (< 0,5 ml/kg/jam) sama sekali
tidak diproduksi.
- Hipoperfusi organ dan kongesti paru berkembang dengan
cepat.
5) Gagal jantung akut dengan manifestasi High-output failure .

- jarang

-ditandai dengan tingginya curah jantung, umumnya : laju jantung sangat cepat,
akral hangat, kongesti pulmoner, dan terkadang tekanan darah yang rendah
seperti pada syok septik.

-Kondisi yang mendasari ;


- Anemia
- Hipertiroid
- Paget’s disease
- Arteriovenous fistula
6).Gagal jantung kanan akut

- Sering pada pasien dengan penyakit paru sebelumnya


- PPOK  cor pulmonale
- pasien dengan hipertensi pulmoner
- Pasien dengan gagal jantung kiri sebelumnya.

- Ditandai dengan low output syndrome, tidak ditemukan tanda kongesti paru
dengan meningkatnya tekanan vena jugular dengan atau tanpa hepatomegali dan
rendahnya tekanan pengisian ventrikel kiri.
DIAGNOSIS
 Elektrokardiografi

- laju jantung, irama jantung, beberapa temuan yang mencerminkan etiologi

ST Segmen elevasi infark miokard (STEMI) atau Non STEMI

Gelombang Q : infark transmural sebelumnya

Adanya hipertrofi, bundle branch block

- EKG normal, kemungkinan diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi


sistolik sangat kecil (< 10%).
 Tes laboratorium

- Darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit)

- Elektrolit

- Kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR)

- Glukosa

- Tes fungsi hati

- Urinalisis
- Pemeriksaan lain : sesuai tampilan klinis.

- Gangguan hematologis atau elektrolit bermakna jarang pada gejala


ringan/sedang yang belum diterapi

- Anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering


pada pasien dengan terapi diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting
Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis
aldosterone.
 Biomarker

- B-type natriuretic peptide (BNP) dan N-terminal pro B-type natriuretic peptide
(NT-PROBNP) digunakan secara luas

- Diproduksi terutama di ventrikel, sebagai respon terhadap peningkatan


tegangan dinding ventrikel.

- Konsentrasi normal sebelum diobati : nilai prediktif negatif tinggi  dapat


menyingkirkan kemungkinan gagal jantung

- Peningkatan level ditemukan pada disfungsi sistolik dan pada HFPEF

- Kadar bnp tinggi dengan terapi optimal menandakan prognosis buruk.


 Ekokardiografi

- Mencari etiologi dan prognosis : tipe disfungsi, ruang jantung yang terganggu,
lesi pada katup jantung, maupun abnormalitas kontraktilitas segmental dan
pericardium.

- Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan disfungsi sistolik dengan


fungsi sistolik normal : fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).
 Ekokardiografi
transesofagus

Direkomendasikan pada :

- pasien dengan ekokardiografi


transtorakal tidak adekuat (obesitas,
pasien dengan ventilator)

- pasien dengan kelainan katup

- pasien endokardits

- penyakit jantung bawaan /untuk


eksklusi trombus di left atrial
appendage pada pasien fibrilasi
atrial
 Kateter Arteri Pulmonal

- Analisis langsung tekanan intrakardiak dan

intravascular

- Indikasi : gagal jantung akut, terutama dengan presentasi klinis shock, disfungsi
ventrikel kanan akut, mengkaji keadaan pulmonal dan respon pengobatan pada
pasien dengan udem paru dan hipertensi pulmonal

- ESCAPE study tidak menunjukan manfaat penggunaan kateter


Target pengobatan pada setiap tahapan waktu pada gagal jantung L
TERAPI

3 tatalaksana pada evaluasi awal :


Pasien dengan edema/kongesti paru tanpa syok
 Diuretika loop (iv) : mengurangi sesak nafas dan kongesti

 Pemberian oksigen dosis tinggi : saturasi perifer <90% atau PaO2 <60 mmHg

 Profilaksis tromboemboli : jika belum mendapat antikoagulan

 Obat inotropic : hanya pada pasien yang mengalami hipotensi (tekanan darah
sistolik <85 mmHg), hipoperfusi atau syok
Vasodilator

- Menurunkan preload dan afterload & Meningkatkan SV

- Paling berguna pada pasien dengan hipertensi

- Diindikasikan pada kongesti paru dan sistemik (Profil B dan C) dan pada perfusi
perifer buruk dengan tekanan sistolik >90 mmHg (profil C)

- Hindari pada hipotensi ; sistolik < 110 mmHg

- Hati-hati pada stenosis katup mitral/aorta

- Konsumsi O2 < inotropik


 Pasien dengan hipotensi, hipoperfusi atau syok

 Inotropic (iv) : bila pasien hipotensi (sistolik <85 mmHg) dan atau hipoperfusi.
EKG harus dimonitor secara kontinyu. Hanya pada CO rendah, dengan atau
tanpa kongesti (profil L dan C)  untuk meningkatkan perfusi jaringan

 Kardioversi elektrik : bila aritmia ventricular atau atrial dianggap sebagai


penyebab ketidakstabilan hemodinamik,

 Vasopressor (misalkan dopamine atau norepineprin) dipertimbangkan pada syok


kardiogenik, walaupun telah mendapat inotropic, untuk meningkatkan tekanan
darah dan perfusi organ vital.
 Alat bantu sirkulasi mekanik : sebagai ‘jembatan’ untuk pemulihan pada
pasien yang tetap hipoperfusi setelah terapi inotropic dengan penyebab yang
reversibel (misalkan miokarditis virus) atau berpotensial untuk menjalani
tindakan intervensi (misalkan ruptur septum intraventrikular)

 Alat bantu sirkulasi mekanik untuk sementara harus dipertimbangkan pada


pasien yang mengalami perburukan kondisi dengan cepat sebelum evaluasi
klinis dan diagnostic lengkap dapat dikerjakan.
Pasien dengan Sindrom Koroner Akut
 Tindakan Intervensi Koroner Perkutaneus primer (IKPP)
atau Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) : bila terdapat
elevasi segmen ST atau LBBB baru

 Alternatif IKPP atau BPAK : trombolitik (iv), bila IKPP atau


BPAK tidak dapat dilakukan, pada elevasi segmen ST atau
LBBB baru

 IKP dini (atau BPAK pada pasien tertentu)


direkomendasikan pada sindroma koroner akut non elevasi
segmen ST untuk mengurangi resiko sindroma koroner akut
berulang.

 Tindakan revaskularisasi secepat mungkin


direkomendasikan bagi pasien dengan hemodinamik yang
 Pasien dengan Fibrilasi Atrial dan Laju Ventrikuler yang Cepat

 Pasien harus mendapat antikoagulan (misalkan heparin) selama tidak ada


kontraindikasi, segera setelah dideteksi irama fibrilasi atrial

 Kardioversi elektrik : pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil untuk segera
kembali pada irama sinus

 Kardioversi elektrik atau farmakologik dengan amiodaron harus dipertimbangkan


pada pasien yang diputuskan untuk kembali ke irama sinus secara non-urgent.

Terapi ini hanya pada pasien yang baru pertama kali mengalami fibrilasi atrial
dengan durasi <48 jam (atau pada pasien tanpa thrombus di appendiks atrium
kiri pada ekokardiografi transesofagus)
 Pemberian glikosida kardiak dipertimbangkan untuk mengontrol laju ventrikel

 Antiaritmia kelas I tidak direkomendasikan karena dipertimbangkan


keamananannya (meningkatkan resiko kematian dini), terutama pada pasien
dengan disfungsi sistolik)

 Pasien dengan Bradikardia berat atau Blok Jantung

 Pacu jantung : pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil oleh karena
bradikardi berat / blok jantung, untuk memperbaiki kondisi klinis pasien.
Terapi post-stabilisasi

 Kecuali kontraindikasi, ACEI /angiotensin receptor blocker (ARB) dan penyekat


beta merupakan terapi komplementari dan harus dimulai sesegera mungkin
setelah diagnosis HF-REF (<40%).

 ACEI memiliki modest effect pada proses remodeling  meningkatkan kualitas


hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,
dan meningkatkan angka kelangsungan hidup.

 Penyekat beta diberikan selain ACEI (atau ARB jika ACEI tidak dapat ditolerir)
dan dapat memperbaiki fraksi ejeksi. Efek anti-iskemik menurunkan resiko
perawatan, kematian mendadak pada penyakit kardiovaskular dan dapat
menurunkan angka mortalitas
 Kecuali kontraindikasi, Mineralocorticoid (aldosterone) receptor antagonist
direkomendasikan bagi setiap pasien dengan gejala gagal jantung simtomatik
berat atau persisten dan fraksi ejeksi <35% setelah terapi ACEI (atau ARB) dan
penyekat beta, untuk mengurangi resiko hospitalisasi dan kematian.

 Pemberian digoxin : untuk mengontrol ventricular rate pada pasien dengan atrial
fibrilasi, terutama jika up-titrate dose penyekat beta tidak memungkinkan.
Digoxin juga dapat menurunkan resiko hospitalisasi pada pasien dengan
EF<=45% yang intoleran terhadap penyekat beta (ivabradine adalah pilihan lain
bagi pasien dengan laju nadi>70x/menit). Pasien juga harus mendapat ACEI
(ARB) dan MRA.
3 Strategi menurunkan kejadian rawat ulang 30-hari
• Diantara faktor-faktor tersebut, yang utama untuk
diperhatikan adalah :
- tekanan darah sistolik
- fungsi ginjal adalah
(ADHERE registry)

• BUN >43 mg/dl, tekanan darah sistolik <115mmHG


dan kreatinin >2,75 g/dl pada presentasi awal memiliki
21,9% insiden mortalitas di rumah sakit, sedangkan
pasien tanpa karakteristik ini memiliki insiden
mortalitas yang jauh lebih rendah (2,14%).
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai