Anda di halaman 1dari 34

DAVID IVANDER

1410015074

LABORATORIUM FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
 Asfiksia adalah keadaan dimana terjadi gangguan
dalam pertukaran udara pernapasan yang normal.
 Disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran
pernapasan dan gangguan yang diakibatkan karena
terhentinya sirkulasi.
 Menimbulkan keadaan dimana oksigen dalam darah
berkurang (hipoksia) yang disertai dengan
peningkatan kadar karbondioksida (hiperkapnea).
 Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang
sering diperiksa oleh dokter.
 Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu
lintas dan trauma mekanik.
 Alamiah
Misal : laringitis difteri, fibrosis paru
 Mekanik
Misal : hanging, drowning, strangulation, dan
sufocation
 Keracunan
Misal : Bahan yang menimbulkan depresi pusat
pernapasan misalnya barbiturat, narkotika
 Sianosis
Darah menjadi lebih encer dan gelap, kulit dan
mukosa lebih gelap. (bukan tanda khas asfiksia)
 Kongesti vena
Khas yaitu kongesti sistemik yang terjadi di kulit
dan organ lain selain paru. Terdapat bintik perdarahan
(Tardieu spot)
 Edema
Utamanya edema paru
 Hipoksik-hipoksia (anoksik-anoksia)
Oksigen tidak dapat masuk aliran darah, tidak cukup
bisa mencapai aliran darah
 Stagnan-hipoksia (stagnan circulatory anoxia)
Gangguan sirkulasi darah (embolism)
 Anemik-hipoksia (anemic anoxia)
Darah tidak mampu mengangkut oksigen yang
cukup, volume darah kurang
 Histotoksik-hipoksia (histotoxic tissue anoxia)
Sel tidak dapat menggunakan oksigen dengan baik
1. Fase Dispneu, penurunan kadar O2 dalam sel darah
merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan
merangsang pusat pernapasan di medulla oblongata

2. Fase Konvulsi, terjadi kejang spasme opistotonik.


Pupil dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah
menurun
3. Fase Apneu, pernapasan melemah (dapat berhenti),
kesadaran menurun, relaksasi sfingter dapat
menyebabkan pengeluaran cairan sperma, urine, tinja

4. Fase Akhir, terjadi paralisis pusat pernapasan lengkap.


Pernapasan berhenti setelah kontraksi otomatis otot
pernapasan kecil pada leher. Masa dari asfiksia timbul
sampai terjadinya kematian sangat bervariasi,
umumnya 4-5 menit.
 Primer (akibat langsung dari asfiksia)
 Sekunder (berhubungan dengan penyebab
dan usaha kompensasi tubuh)
• Pada strangulasi, venous return menurun, terjadi
pembendungan kepala dan leher, sehingga timbul
petekie pada konjungtiva palpebra, kulit wajah, kepala,
otak, pleura, dan juga perikardium (Tardieu Spot)
• Keracunan CO2, khas berwarna cherry red
Wajar
a. Laringeal edema
b. Ludwing angina
c. Laryngitis difteria
d. Tamponade jantung
e. Tumor laring/leher
f. Asma bronkial
g. Reaksi anafilaktik
h. Pneumothorak
Tidak Wajar
a. Strangulasi
1. Penggantungan (Hanging)
2. Penjeratan (Strangulation by Ligature)
3. Pencekikan (Manual Strangulation)
b. Sufokasi
1. Pembengkapan (Smothering)
2. Penyumbatan (Chocking)
3. Gagging
c. Tenggelam (Drowning)
d. Asfiksia traumatik
e. Inhalation of suffocating gases
 Hanging (penggantungan), suatu keadaan dimana
terjadi kontriksi dari leher oleh alat penjerat yang
ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian.
 Alat penjerat bersifat pasif, sedangkan berat badan
bersifat aktif, sehingga terjadi kontriksi pada leher.
A. Sebab Kematian :
1. Asfiksia,
2. Gangguan sirkulasi darah ke otak karena tertekannya
vena jugularis dan atau arteri karotis sehingga terjadi
cerebral hipoksia,
3. Syok karena terjadi reflex vagal,
4. Kerusakan batang otak atau sumsum tulang belakang
B. Mekanisme
Saluran udara tertutup karena pangkal lidah terdorong
ke atas belakang, ke arah dinding posterior faring/
palatum mole dan uvula terdorong ke atas, menekan
epiglottis sehingga menutup lubang faring.

C. Cara Kematian
1. Bunuh diri (paling banyak)
2. Pembunuhan (biasa dibunuh terlebih dulu dengan
cara lain)
3. Kecelakaan
D. Pemeriksaan kasus hanging: Tempat Kejadian Perkara
(TKP)
Ada 9 hal yang perlu kita lakukan dan perhatikan:
1. Memastikan korban apakah masih hidup atau mati
2. Mencari bukti yang menunjukkan cara kematian
3. Memperhatikan jenis simpul tali gantungan
4. Mengukur jarak antara ujung kaki korban dengan lantai
5. Memperhatikan letak korban di tempat kejadian
6. Cara menurunkan korban
7. Mengamankan bekas serabut tali
8. Memperhatikan bahan penggantung
9. Lidah terjulur, mata melotot, keluar air mani dan feses, keluar
darah dari kemaluan wanita, semua itu bukan petunjuk dari cara
kematian
Pada gantung diri, pemeriksaan yang teliti tetap harus
dilakukan untuk mencegah kemungkinan lain.
a. Keadaan di TKP biasanya tenang, tersembunyi
b. Posisi korban lebih dekat lantai
c. Pakaian rapi, sering didapati surat korban
d. Pada leher tidak jarang diberi alas sapu tangan
e. Jumlah lilitan dapat hanya satu kali atau lebih
f. Simpul alat penjerat biasanya simpul hidup
g. Letak simpul dapat di belakang atas kiri/kanan, depan
atas kiri/kanan, tepat di garis tengah depan
h. Pada pelaksanaan hukum gantung, letak simpul tepat
pada bagian belakang tengah (typical hanging)
i. Pada pelaksaan hukum gantung, dapat terjadi fraktur
vertebral disertai putusnya medula spinalis
j. Ditemukan tanda asfiksia, khas luka lecet tekan
berbentuk huruf V akibat alat penjerat, yang berwarna
merah cokelat dengan perabaan seperti perkamen,
sering ada vesikel pada tepi jejak jerat
k. Bila alat jerat permukaannya luas, tekanan yang
ditimbulkan tidak besar, tetapi cukup menekan vena,
maka wajah tampak sembab, mata menonjol, wajah
merah kebiruan
l. Bila alat jerat permukaannya kecil, tekanan yang
ditimbulkan besar dan dapat menekan arteri dan vena,
maka korban tampak pucat, tidak ada penonjolan mata
m. Pada keadaan tertentu, hanya ditemukan jejak jerat,
tanpa disertai mati lemas (refleks vagal)
n. Terdapat lebam mayat, dan bintik perdarahan,
utamanya pada ujung ekstremitas
o. Keluarnya air mani dan tinja bukan merupakan tanda
khas dari penggantungan
p. Gantung diri umumnya tidak dijumpai patah tulang
lidah
Homecidal Hanging, pembunuhan dengan metode ini
relatif jarang dijumpai, cara ini baru dapat
dilakukan bila korbannya anak-anak atau orang
dewasa yang kondisinya lemah
Penjeratan (Strangulation by Ligature), kekuatan tali
berasal dari tarikan kedua ujungnya.
Pencekikan (Manual Strangulation), suatu strangulasi di
mana tekanan pada leher dilakukan dengan tangan
atau lengan bawah sehingga saluran napas tertutup
Sufokasi, dapat terjadi jika oksigen yang ada di udara
lokal kurang memadai, seperti misalnya di tempat
tahanan yang tidak ada ventilasinya atau di tempat
penambangan yang mengalami keruntuhan
Pembekapan (Smothering), keadaan mulut dan hidung
tertutup secara mekanis oleh benda padat atau bahkan
terdiri dari partikel kecil (pasir, lumpur, dll)
Penyumbatan (Chocking), saluran napas tersumbat oleh
benda asig, jadi benda asing tersebut berada di dalam
jalan napas.
Gagging, pada perampokan ada kalanya korban setelah diikat, agar
tidak dapat berteriak mulut disumbat dengan kain yang kemudian
diikat dari mulut ke belakang kepala (gangging). Hal ini
menyebabkan palatum mole tertekan pada faring.
Tenggelam (Drowning), konsep asli mekanisme kematian
karena asfiksia, ditandai dengan masuknya air ke
dalam saluran pernapasan

Anda mungkin juga menyukai