Anda di halaman 1dari 13

KELOMPOK 5

11 Dwi Suci Anggreani

13 Ferdiansyah

15 Leidy Putri Ardhiagarini

25 Raka Nur Baswara Dascha

34 Theda Dian Rimanda


BAB 5
REMAJA ANTIKORUPSI

Masalah korupsi politik di Indonesia terus menjadi berita utama (headline) hampir
setiap hari di media Indonesia dan menimbulkan keprihatinan di masyarakat. Banyak faktor
yang menyebabkan kasus korupsi berulang setiap waktu. Sudah banyak pula upaya yang
dilakukan untuk mencegah potensi terjadinya korupsi. Namun, semua upaya tersebut akan
sia-sia tanpa dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai generasi penerus
bangsa, sudah seharusnya ditanamkan sikap antikorupsi kepada remaja melalui pendidikan
dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
A. Pengertian Korupsi

Kata korupsi berasal dari bahasa latin “corruptio” atau “corruptus” yang bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok. Korupsi atau rasuah adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam
tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang
dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Tindak pidana korupsi
adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok dimana kegiatan
tersebut melanggar hukum karena telah merugikan bangsa dan negara.
Dari sudut pandang hukum, kejahatan tindak pidana korupsi mencakup unsur-unsur
sebagai berikut :
1. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, dan sarana.
2. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. APA ITU KORUPSI?
3. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Syed Hussein Alatas juga mengungkapkan beberapa ciri dari korupsi, yaitu sebagai
berikut :

1. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.


2. Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan, kecuali telah begitu merajalela, dan
begitu mendalam berurat berakar, sehingga individu-individu yang berkuasa, atau mereka
yang berada di lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatan mereka.
3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
4. Mereka yang mempraktikan cara-cara korupsi biasanya berusaha menyelubungi
perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran hukum.
5. Mereka yang telibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang
tegas, dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
6. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan.
7. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang
melakukan tindakan itu.
9. Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam
tatanan masyarakat.
Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi

1. Lemahnya pendidikan agama dan etika.


2. Kolonialisme.
3. Kemiskinan. Pada kasus korupsi di Indonesia, para pelakunya bukan didasari oleh kemiskinan
melainkan keserakahan, karena mereka bukan dari kalangan tidak mampu melainkan kalangan
menengah atas.
4. Tidak adanya sanksi yang keras
5. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku antikorupsi.
6. Struktur pemerintahan.
7. Perubahan radikal. Pada saat sistem nilai mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai
suatu penyakit tradisional.
8. Keadaan masyarakat. Korupsi dalam suatu birokrasi bisa mencerminkan keadaan masyarakat
secara keseluruhan.
B Jenis-Jenis Tindakan Korupsi

Berdasarkan pasal-pasal dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, ada 30 jenis/bentuk tindak pidana korupsi yang dapat dikenakan sanksi hukum. Ketiga puluh
bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1. Suap-menyuap
Undang-undang No.11 Tahun 1980 Pasal 2 Pasal 3 tentang Tindak Pidana Suap
 Pasal 2
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud membujuk supaya orang itu
berbuat sesuatu atau tidak berbuat dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau
kewajibannya menyangkut kepentingan umum.
 Pasal 3
Menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian
sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam
tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan
umum.
2. Penggelapan dalam jabatan
Penggelapan dalam jabatan sebagaimana dimaksud dari rumusan pasal-pasal dalam
Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No.20 Tahun 2001 merujuk
kepada Penggelapan dengan Pemberatan yakni penggelapan yang dilakukan oleh orang
yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya atau
karena ia mendapat upah.
3. Pemerasan
Berdasarkan Pasal 12 huruf e Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
No.20 Tahun 2001 pemerasan adalah tindakan/perbuatan yang dilakukan oleh pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
4. Perbuatan curang
Unsur perbuatan curang dalam tindak pidana korupsi, Pasal 7 dan Pasal 12 huruf h Undang-
Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No.20 Tahun 2001 Pasal 7 ayat (1) huruf a sampai
dengan huruf d.

a) Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang
dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan
perang;
b) Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,
sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c) Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia
dan atau Kepolisian Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
d) Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan
curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
5. Benturan kepentingan dalam pengadaan
Benturan kepentingan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah situasi di mana seorang
pegawai negeri yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan
perundang-undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap
penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat memengaruhi kualitas dan kinerja
seharusnya.
6. Gratifikasi
Gratifikasi menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan penjelasannya
didefinisikan sebagai pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
atau diskon , komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Dalam Pasal 12 B Undang-Undang No.20
Tahun 2001 dinyatakan bahwa “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”.
C Membangun Sikap Antikorupsi
Sebagai remaja dan pelajar penerus bangsa, kita harus berani berikrar untuk tidak ikut melakukan
korupsi dalam bentuk apapun. Cara yang dapat dilakukan diantaranya sebagai berikut.
1) Meningkatkan kadar keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2) Ikut serta dalam membina hubungan antaranggota keluarga yang harmonis, rukun, terbuka,
saling menghargai, peduli, menghormati, menjaga dan membina kerbersamaan sejati.
3) Bersama rekan dan teman hendaknya saling menjaga dan membimbing agar tetap hidup dijalan
yang lurus, baik, dan benar.
4) Memiliki nilai-nilai kehidupan yang cukup untuk memperkuat diri sehingga menjadi pribadi
yang tegak, tegas, dan berprinsip sesuai dengan hati nurani.
5) Memiliki perasaan dan kesadaran akan pentingnya menjaga harga diri, mampu dengan bijak
menerima dan mengolah realita hidup.
6) Memiliki kemampuan untuk menahan diri sehingga mampu mengendalikan diri.
7) Bersosialisasi dan bekerja sama dengan orang yang potensial untuk membangun kebaikan dan
mutu kehidupan.
D
REMAJA ANTIKORUPSI

Pencegahan kejujuran sejak dini bisa dilakukan dengan cara :


Penanaman kejujuran sejak dini
Kedisiplinan dan taan pada hukum yang berlaku
Kesadaran mengutamakan kepentingan umu diatas kepentingan pribadi
Penerapan pajak kekayaan yang tinggi
Hidup sederhana dan bersyukur
Korupsi lebih buruk dari prostitusi. Prostitusi
membahayakan moral individu, tetapi korupsi akan
membahayakan moral seluruh negeri.
~ Karl Kraus
S E M O G A B E R M AN F A AT

Anda mungkin juga menyukai