Anda di halaman 1dari 19

PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

Bab
05

UPAYA
PEMBERANTASAN
KORUPSI
“No impunity to
corruptors“

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 2
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

Kompetensi Dasar
POKOK BAHASAN :
1. Mahasiswa mampu
Upaya Pemberantasan Korupsi
menjelaskan berbagai upaya
pemberantasan korupsi;
SUB POKOK BAHASAN :
2. Mahasiswa mampu
1. Konsep Pemberantasan
membandingkan berbagai
Korupsi;
kelebihan dan kelemahan
2. Upaya Penanggulangan
upaya pemberantasan korupsi
Kejahatan (Korupsi) dengan
dari berbagai sudut pandang;
Menggunakan Hukum
3. Mahasiswa mampu
Pidana;
menjelaskan berbagai upaya
3. Berbagai Strategi dan/atau
apa yang dapat dilakukannya
Upaya Pemberantasan
dalam rangka mencegah dan
memberantas korupsi baik di Korupsi.
lingkungannya maupun dalam
masyarakat.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 3
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

A. KONSEP PEMBERANTASAN
KORUPSI

Mengapa korupsi timbul dan berkembang demikian


masif di sebuah negara dan tidak di negara lain?
Korupsi ibarat penyakit ‘kanker ganas’  sifatnya
kronis juga akut.

Perekonomian negara digerogoti secara perlahan


namun pasti. Korupsi di Indonesia menempel pada
semua aspek atau bidang kehidupan masyarakat.

PENTING DIPAHAMI : di manapun dan sampai pada


tingkatan tertentu, korupsi akan selalu ada dalam
suatu negara atau masyarakat

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 3


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 5
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

It is always necessary to relate anti-corruption


strategies to characteristics of the actors involved (and
the environment they operate in). THERE IS NO
SINGLE CONCEPT and program of good governance
FOR ALL COUNTRIES and organizations, there is no
‘one right way’. There are many initiatives and most are
tailored to specifics contexts. SOCIETIES and
organizations WILL HAVE TO SEEK THEIR OWN
SOLUTIONS.
(Fijnaut dan Huberts : 2002)

DISKUSIKANLAH PENDAPAT
BERIKUT :

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 4


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 6
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

REALITA DI INDONESIA

• Ada PERANGKAT HUKUM : ada Peraturan Per-


UU, ada lembaga serta aparat hukum yang
mengabdi untuk menjalankan peraturan
(kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan); ada
lembaga independen ‘Super Body’ yang bernama
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
dibentuk untuk memberantas korupsi.
• Di sekolah siswa/mahasiswa Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan.
• Realita : korupsi tetap tumbuh subur dan
berkembang dengan pesat.
• Apa yang salah???
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 5
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 7
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

UPAYA PENANGGULANGAN
KEJAHATAN KORUPSI
JALUR PENAL JALUR NON-PENAL

• Kebijakan penerapan Hukum • Kebijakan pencegahan tanpa


Pidana (Criminal Law hukum pidana (prevention without
Application); punishment);
• Sifat repressive (penumpasan/ • Kebijakan untuk mempengaruhi
penindasan/pemberantasan) pandangan masyarakat mengenai
apabila kejahatan sudah terjadi; kejahatan dan pemidanaan lewat
• Perlu dipahami bahwa: mass media (influencing views of
upaya/tindakan represif juga society on crime and
dapat dilihat sebagai punishment/mass media atau
upaya/tindakan preventif dalam media lain seperti penyuluhan,
arti luas pendidikan dll);
(Nawawi Arief : 2008) • Sifat preventive (pencegahan)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 6


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 9
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

UPAYA PENAL DAN NON-PENAL

• Sasaran dari upaya non-penal adalah menangani


faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya korupsi,
yang berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-
kondisi politik, ekonomi maupun sosial yang secara
langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau
menumbuh-suburkan kejahatan (korupsi);
• Upaya penal dilakukan dengan memanggil atau
menggunakan hukum pidana yaitu dengan
menghukum atau memberi pidana atau penderitaan
atau nestapa bagi pelaku korupsi;
• Upaya non-penal seharusnya menjadi kunci atau
memiliki posisi penting atau posisi strategis dari
keseluruhan upaya penanggulangan korupsi  karena
sifatnya preventif atau mencegah sebelum terjadi.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 7


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 10
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

KETERBATASAN SARANA PENAL

• Sarana penal memiliki ‘keterbatasan’,


mengandung ‘kelemahan’ (sisi negatif).
Fungsi sarana penal seharusnya hanya
digunakan secara ‘subsidair’.
• Secara dogmatis, sanksi pidana merupakan
jenis sanksi yang paling tajam dalam bidang
hukum, sehingga harus digunakan sebagai
ultimum remedium (obat yang terakhir apabila
cara lain atau bidang hukum lain sudah tidak
dapat digunakan lagi);

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 8


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 11
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

KETERBATASAN SARANA PENAL

• Secara fungsional/pragmatis,
operasionalisasi dan aplikasinya menuntut
biaya yang tinggi;
• Sanksi pidana mengandung sifat
kontradiktif/paradoksal, mengadung efek
sampingan yang negatif. Lihat realita kondisi
overload Lembaga Pemasyarakatan;
• Hukum pidana dan pemidanaan bukanlah
‘obat yang manjur’ atau ‘panacea’ atau
‘bukan segala-galanya’ untuk menanggulangi
kejahatan.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 9


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 12
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

KETERBATASAN SARANA PENAL

• Penggunaan hukum pidana dalam


menanggulangi kejahatan hanya merupakan
‘kurieren am symptom’ (menyembuhkan
gejala), hanya merupakan pengobatan
simptomatik bukan kausatif karena sebab-
sebab kejahatan demikian kompleks dan
berada di luar jangkauan hukum pidana;
• Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil
(sub sistem) dari sarana kontrol sosial yang
tidak mungkin mengatasi kejahatan sebagai
masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan
yang sangat kompleks;

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 10


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 13
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

KETERBATASAN SARANA PENAL

• Sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan


individual/personal; tidak bersifat struktural
atau fungsional;
• Efektifitas pidana (hukuman) bergantung
pada banyak faktor dan masih sering
diperdebatkan oleh para ahli.
• Hukum pidana dan pemidanaan bukanlah
‘obat yang manjur’ atau ‘panacea’ atau
‘bukan segala-galanya’ untuk menanggulangi
kejahatan.

(Nawawi Arief : 1998)


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 11
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 14
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 12


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 15
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

HUKUM PIDANA BUKAN


PANACEA

Rubin : hukum pidana atau pemidanaan tidak


mempunyai pengaruh terhadap masalah
kejahatan.

Schultz : naik turunnya angka kejahatan tidak


berhubungan dengan perubahan di dalam
hukum atau putusan pengadilan, tetapi
berhubungan dengan bekerjanya atau
berfungsinya perubahan kultural dalam
kehidupan masyarakat.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 13


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 16
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

HUKUM PIDANA BUKAN


PANACEA

Karl. O. Christiansen : pengaruh pidana


terhadap masyarakat luas sulit diukur.

S.R. Brody : 5 (lima) dari 9 (sembilan)


penelitian menyatakan bahwa lamanya waktu
yang dijalani oleh seseorang di dalam penjara
tidak berpengaruh pada adanya reconviction
atau penghukuman kembali.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 14


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 17
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

HUKUM PIDANA BUKAN


PANACEA
Wolf Middendorf : tidak ada hubungan logis antara
kejahatan dengan lamanya pidana. Kita tidak dapat
mengetahui hubungan sesungguhnya antara sebab
dan akibat. Orang melakukan kejahatan dan
mungkin mengulanginya lagi tanpa hubungan
dengan ada tidaknya UU atau pidana yang
dijatuhkan. Sarana kontrol sosial lainnya, seperti
kekuasaan orang tua, kebiasaan-kebiasaan atau
agama mungkin dapat mencegah perbuatan, yang
sama efektifnya dengan ketakutan orang pada
pidana.
(Nawawi Arief : 1998)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 15
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 18
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 16


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 19
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

HUKUM PIDANA BUKAN


PANACEA

Diskusikanlah kasus perlakuan istimewa yang


diberikan kepada Artalita. Ia bisa menyulap ruang
tempat ia mendekam di LP Cipinang menjadi ruang
yang sangat nyaman bagaikan ruang hotel
berbintang. Bagaimana pula dengan Gayus yang
bebas berkeliaran dan berpelesiran ke luar negeri
selama menjadi tahanan kasus penggelapan pajak.
Menurut and apa yang harus dilakukan untuk
mencegah hal ini?

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 17


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 20
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

STRATEGI DAN/ATAU UPAYA


PENANGGULANGAN KORUPSI

1 Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi

2 Pencegahan Korupsi di Sektor Publik

3 Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

Pengembangan dan Pembuatan berbagai Instrumen Hukum yang


4 mendukung Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

5 Monitoring dan Evaluasi

6 Kerjasama Internasional
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 18
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 21
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

Selamat datang
generasi muda
anti-korupsi

Indonesia akan
lebih baik jika
tanpa korupsi

Lomba poster KPK, Karya : Christian Tumpak

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Upaya Pemberantasan Korupsi 19


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI 22

Anda mungkin juga menyukai