Bagaimana perbuatan itu dilakukan dan nilai atau value apa yang terkandung dalam perbuatan tersebut Value memiliki nilai etika yang tinggi Etika bergerak seperti pendulum baik dan buruk Etika ada umumnya bertujuan baik Selisih biaya pengobatan antara BPJS dan Rumah sakit Etika memberikan dan menentukan kepada pengguna tentang cara kerja dan fungsi komputer Agar mampu menggunakan komputer secara baik dan bijak Dalam praktik kedokteran memiliki kompetensi, bekerja sesuai standart Moral mengingatkan pengguna agar menjaga, merawat, dan memakai komputer secara benar Bila tidak komputer akan rusak Dokter memberikan yang terbaik dan sesuai aturan keilmuan buat pasien Moral kebaikan yang berasal dari dalam diri manusia Bersifat penghalang atau pencegahan perbuatan buruk Moral lebih bersifat praktis, etik lebih banyak bersifat teori Etika memandang perbuatan manusia secara universal, moral secara tempatan Etika seperti pohon menghasilkan buah (moral) yang baik Etika ditinjau dari segi agama Etika tidak dapat menggantikan agama Agama sudah jelas dan pasti bukan teori Dengan beretika manusia bernilai di mata dunianya Beragama manusia bernilai di mata dunia dan di mata Tuhannya Pasien BPJS dirawat di ICU berbulan-bulan, biaya besar Hidup dengan ventilator, dipaksa pulang Karena beban RS besar, pasien meninggal Melanggar etik, tidak bermoral dan tidak dibenarkan oleh agama Agama bukan pengertian baik atau buruk, untuk diamalkan, untuk kebaikan manusia Ajaran moral akan tinggal pepesan kosong bila tidak dilaksanakan Etika akan tinggal sekedar teori tanpa perbuatan Orang yang beragama akan mempunyai iman dan amal shaleh Iman tanpa amal adalah kosong dan amal tanpa iman tidak bernilai di mata Tuhan Albert Einstein dan bapak Bayi Tabung bekerja sudah sesuai etik dan moral Sayangnya dewasa ini telah melanggar etik, moral dan agama QS Al-Fatihah (1):5 “hanya kepada engkau kami menyembah dan hanya kepada engkau kami mohon pertolongan.” Sebagai dokter mencari nafkah sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan Banyak dokter demi dunia melanggar etik dan agama Setiap gerak manusia bernilai ibadah bila dilakukan dengan tujuan dan cara yang benar Etika dapat diubah sesuai jaman kemauan manusia, untuk mengejar kehidupan dunia saja “Katakanlah sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.” Permasalahan Etika Departemen Obgyn Kehamilan dan kegagalan KB dimana anak sudah banyak Kehamilan akibat perkosaan, perkosaan pada gadis cacat dan lemah mental Kehamilan akibat pacaran yang kurang hati – hati, pada pengguna narkoba Kehamilan dengan cacat bawaan Moral keagamaan atau moral sekuler (hanya duniawi saja) Dapat terjadi dilema etik, jangan sampai bersangkutan dengan moral keagamaan Tidak hati – hati dapat bersangkutan dengan hukum Dilema etik profesi diberi peran yang lebih besar Dalam penyelesaian dilema etik, dokter, ketua departemen dan direktur harus bebas dari hukum Etik Profesi
Profesi kedokteran: pekerjaan berdasarkan suatu keilmuan
kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan berjenjang Hakekat profesi kedokteran: mengabdi berdasarkan etik dan moral Prinsipnya: kejujuran, keadilan, empati, keikhlasan Akibat kemajuan teknologi: masyarakat mulai kritis Jangan sampai pelayanan yang diberikan menambah penderitaan pasien/keluarga Peran lembaga profesi Pengawasan dan penilaian etik profesi melalui MKEK, Komite medis: mengawasi pelaksanaan etik dan standart profesi di rumah sakit Komite etik dan hukum, subkomite etik dan disiplin Perhimpunan rumah sakit: masalah dengan rumah sakit Etika profesi kedokteran: Mengatur prinsip – prinsip etik dan moral dalam melaksanakan profesi kedokteran Mutu dan kualitas profesi kedokteran tetap tinggi Prinsip etik: Beneficence, Non Maleficence, Autonomi, Justice (equal treatment) Pelanggaran etik profesi kedokteran: Menarik imbalan jasa yang tidak wajar mengambil alih pasien tanpa persetujuan teman sejawat Mementingkan diri sendiri, tidak mau merujuk Kolusi dengan perusahaan farmasi Tidak mengikuti pendidikan kesinambungan Tidak memperhatikan kesehatan Pelayanan kedokteran di bawah standart Melakukan tindakan medis tanpa indikasi, indikasi medis tidak jelas Tidak menjelaskan informed consent (IC) dengan benar Pelecehan seksual, membuka rahasia pasien Tindakan medis yang menyimpang dari SOP, standart profesi, PPK Menerapkan pengetahuan atau ketrampilan atau teknologi yang belum diterima Dalam pelayanan Elemen kunci kolaborasi Masing – masing profesi memiliki profesionalisme berbeda Ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan Tidak ada kelompok yang dapat mengatakan lebih berkuasa di atas lainnya Untuk mencapai pekerjaan yang efektif, perawat, dokter dan tim kesehatan harus berkolaborasi Dalam pelayanan pasien: Dapat muncul dilema etik Dilema etik dapat bersangkutan dengan moral keagamaan (kontrasepsi), bersangkutan dengan hukum Dilema etik: profesi perlu diberikan peran yang lebih besar Dilema etik: ke komite etik dan hukum rumah sakit Dilema etik: eksekusinya harus melalui surat persetujuan, melibatkan bagian hukum rumah sakit DPJP, Kadep, Direktur Rumah Sakit harus bebas dari tuntutan hukum Masih tumpang tindih antara etik dan profesionalisme dan hukum Dalam keadaan gawat darurat tidak mempersoalkan jaminan sosial (finansial) Keterbatasan sumber daya RS: jelaskan kepada pasien/keluarga dan rujuk Keterbatasan sumber daya finansial (BPJS) Tidak memahami IC Pelanggaran etik profesi: Dapat dikenai sanksi disiplin profesi dalam bentuk peringatan Bila berat: mengikuti pendidikan/pelatihan Pencabutan hak berpraktik profesi Sanksi diberikan oleh MKEK Etik Rumah Sakit
Setiap RS harus memiliki Komite Medik
Ada sub Komite Etik dan Disiplin, Komite Etik dan Hukum Subkomite Kredensial, Subkomite Audit Klinis Setiap pasien yang datang harus diperiksa oleh dokter/tenaga kesehatan/perawat yang profesional Sesuai kewenangan klinis yang diminta dan direkomendasi oleh Komdik Di ttd oleh Direktur rekredensial Etik RS, Etik Profesi, dan Etik Penelitian Etik RS: etik yang dibuat untuk kepentingan RS, menjalankan VISI RS Etik profesi: meningkatkan profesionalisme etika dan perilaku profesi medis Keperawatan untuk menjaga keselamatan pasien ER: menjaga hak pasien, bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat ER: menjamin keselamatan kerja pegawai ER: memelihara hubungan dengan pemilik dan pemangku kepentingan ER: melakukan promosi dan pemasaran sesuai KODERSI ER: dalam menjaga mutu pelayanan dan keselamatan pasien, RS bekerja sesuai kapasitas Ruang perawatan penuh, ventilator terpakai semua RS: memfasilitasi perpindahan ke RS yang lain Contoh: pesawat penuh, pindah ke pesawat lainnya ER: kepemilikan data pasien/rekam medik, ketidak lengkapan data Keterlambatan membuat resume medis Rekam medis: etik, disiplin, dan hukum Resume medis diberikan saat pasien pulang, harus dijaga kerahasiaanya Boleh dibuka atas permintaan pasien, penegak hukum, penelitian, pendidikan Untuk audit klinis, pendidikan dan penelitian anonim. Informasi secara elektronik??? Informasi Consent Menjadi masalah etik, disiplin, dan hukum Diberikan oleh DPJP, agar pasien memahami, harus lengkap (risiko) Pasien tidak mampu membuat keputusan: wali terdekat Kesehatan reproduksi harus izin suami Dalam keadaan emergensi tidak perlu IC Tenaga kesehatan menurut keyakinan moral dan standar – standar profesi menolak tindakan medis: rujuk (kompetensi) ER: Pasien gawat harus ditangani tanpa menanyakan jaminan finansial Jelaskan keterbatasan sumber daya RS/SDM/sarana: rujuk Bila merujuk: keterangan dalam surat rujukan harus lengkap Contoh kasus medis sulit dan dilema etik: limfoma nasal kehamilan 20 minggu Bayi 7 bulan, dependen ventilator, gagal weaning (home ventilator) Rhabdomiosarkoma alveolar grade 3, hamil 17 minggu (etis terminasi) Perempuan dirawat meminta agar suaminya tidak boleh tahu dirawat untuk melahirkan Pasien DNR tetap masih dimintakan hemodialisis cito DPJP konsultasi ke dokter lain, ditelpon, SMS tidak respon, tidak hadir, baru nelpon 2 hari kemudian Perawat tidak mengizinkan keluarga pasien mendampingi ibunya mendekati ajal untuk berdoa Pasien dirawat lama tidak mau pulang, meskipun sudah boleh pulang EP: melakukan pembinaan profesionalisme, menjaga disiplin perilaku profesionalisme EP: melakukan pemeriksaan terhadap staf medik dan keperawatan yang diduga melanggar etik EP: mencegah jangan sampai masuk ke jalur hukum Bila telanjur masuk jalur hukum: ER melakukan persiapan bantuan hukum Masalah etik ke MKEK, atau diselesaikan di RS Masyarakat kecewa, ke MKDKI atau jalur hukum Panduan etik dan hukum pelepasan alat bantu atas permintaan keluarga Agar tidak terjadi tuntutan hukum UU No. 29 thn 2004, UU No. 36 thn 2009 UU No. 44 tahun 2009, Permenkes No. 290 tahun 2009, KODEKI Harus ada permintaan tertulis dari keluarga dengan saksi Dokter memberikan pertolongan minimal, oksigen dari mesin diturunkan perlahan –lahan, ganti nasal Setelah 2 jam, respirator dihentikan, mesin dihentikan Tunggu setengah jam, kemudian respirator dilepaskan Pasien dipindahkan ke ruang perawatan biasa Panduan etik menghadapi keluarga pasien tidak puas atau marah – marah Jangan minta maaf, bawa keluarga pasien ke tempat yang tenang Berjabat tangan dan apakah ingin ketemu dengan pimpinan Panduan Etik dan Hukum penyelesaian pelayanan pasien dengan masalah finansial Prognosis baik, lakukan upaya optimal RS tidak berkewajiban memberikan pelayanan memperpanjang hidup RS dapat memberikan sumbangan atau bantuan untuk life saving Akut, prognosis baik sesuai kemampuan RS Selalu menjelaskan kepada pasien atau keluarga Panduan Etik dan Hukum pemulangan Paksa pasien Sudah sembuh dan boleh pulang tetapi tidak mau atau tidak ada yang menjemput UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, No. 44/2009 tentang RS Berikan informasi, penjelasan bijaksana dan persuasif Tetap tidak mau pulang maka paksa pulang Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 Kesehatan merupakan hak asasi manusia sesuai UUD 1945. Gangguan kesehatan menimbulkan kerugian ekonomi Upaya peningkatan derajat kesehatan berarti investasi Pasal 13: Wajib dalam program JKN Banyak pasal dalam UU Kesehatan tersebut pemerintah bertanggung jawab Pasal 24: Tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak penggunaan pelayanan kesehatan, standar pelayanan, SOP Mengenai kode etik standar profesi diatur oleh organisasi profesi Tenaga kesehatan berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Bila melakukan kelalaian diselesaikan secara mediasi Pasal 32: Dalam keadaan darurat faskes baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan. Dalam keadaan darurat faskes baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien atau meminta uang muka. Tidak memberikan pertolongan, pidana penjara 2 tahun dan denda Rp. 200.000.000,- Bila timbul cacat atau kematian pidana 10 tahun dan denda Rp. 1.000.000.000,- Pasal 33: Pimpinan faskes harus memiliki manajemen kesehatan masyarakat Pemerintah membentuk lembaga yang bertugas dan berwenang untuk melakukan penapisan, pengaturan, pemanfaatan serta pengawasan terhadap penggunaan teknologi dan produk teknologi. Pasal 34: Dilakukan uji coba teknologi Pasal 56: Setiap orang berhak atau menolak sebagian atau seluruhnya tindakan pertolongan yang akan diberikan Perlu diberikan inform concern sejelas-jelasnya Pasal 58: Setiap orang berhak menuntut ganti rugi namun tidak bisa ganti rugi dalam keadaan emergensi Pasal 75: Setiap orang dilarang melakukan aborsi namun dibenarkan dengan kekecualian Pasal 76: Aborsi dapat dilakukan sebelum kehamilan berumur 6 minggu Kapan kehidupan dimulai?? Pasal 101: Masyarakat diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengelola, memproduksi, menyediakan, mengembangkan dan menggunakan obat-obat tradisional Disiplin Kedokteran Setiap mahasiswa kedokteran = Sumpah Hippocrates Semua isi Sumpah Hippocrates = Etik Pelanggaran Etik = MKEK MKEK = menjatuhkan sanksi ? Keputusan MKEK = kurang memuaskan masyarakat Tidak puas = jalur hukum Lahirlah UUPK no. 29 tahun 2004 Pasal 55 UUPK = “menegakkan disipin” oleh MKDKI MKDKI = lembaga yang berwenang menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dalam penerapan disiplin dan menetapkan sanksi Ada tiga norma; Etik, Disiplin, dan Hukum Isi Sumpah Hippocrates = banyak masuk ranah disiplin dan hukum Disiplin = erat kaitannya dengan Profesionalisme Tidak mengenal istilah “Malpraktik” Tetapi pelanggaran disiplin (Serious Professional Misconduct) Professional Misconduct, kegagalan memenuhi standart/pedoman perilaku profesional Profesional apabila = Standart Profesi SOP; SPM SOP/SPM = berbeda – beda Bila tidak menjalankan SP, SOP, SPM dan terjadi morbiditas / mortalitas = tindak pelanggaran disiplin 58% terjadi morbiditas / mortalitas tidak mendapat sanksi Morbiditas atau mortalitas = risiko Risiko = tidak kena sanksi / hukuman Bila tidak ditemukan pelanggaran disiplin = sudah aman ? Ternyata belum Aman UUPK tidak menugaskan kepada MKDKI untuk mencari penyebab / kausa dari suatu tindakan UUPK = MKDKI penegakkan disiplin saja Mencari kausa = pengadilan pidana / perdata Para dokter tetap “Kriminal” Profesi dokter / dr gigi memasuki fase baru setelah ada UU Nomor 29 tahun 2004, tentang praktik kedokteran Dalam UU tersebut terdapat Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) MKDKI bertujuan melindungi masyarakat / pasien Meningkatkan mutu dokter / dokter gigi dalam upaya menjaga martabat dan kehormatan Pasien mempercayakan diri dan hidup mereka Sehingga perlu memberikan pelayanan yang profesional Profesional artinya diberikan dengan kecakapan yang tinggi, hati – hati penuh kepedulian dan etis Perilaku profesional (professional conduct) menjadi dasar utama dalam praktik kedokteran MKDKI : untuk menjaga dan menegakkan disiplin dalam menerapkan PC MKDKI: lembaga yang berwenang menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dan menetapkan sanksi Dokter / dr gigi: sanksi disiplin, etik, dan hukum MKDKI bertanggung jawab secara administratif kepada KKI MKDKI lembaga autonom, independen Anggota MKDKI wajib mengucapkan sumpah Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter Dapat mengadukan secara tertulis kepada ketua MKDKI Tidak mampu secara tertulis dapat secara lisan, tertulis menyusul Bentuk pelanggaran disiplin kedokteran Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten (UUPK) Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki kompetensi sesuai Kondisi pasien di luar kompetensinya, keterbatasan pengetahuan, keterbatasan ketrampilan Keterbatasan peralatan yang tersedia Boleh tidak dirujuk bila kondisi pasien tidak memungkinkan Keberadaan dokter atau dr gigi sulit dijangkau atau sulit didatangkan Atas kehendak pasien Sesuai UUPK No. 29 tahun 2004 pasal 51 huruf B Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan yang tidak memiliki kompetensi (permenkes 1419, 2005) Menyediakan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan yang sesuai Bila berhalangan dapat menyediakan dokter – dokter pengganti yang memiliki kompetensi sama dan memiliki SIP Dalam kondisi keterbatasan tenaga dokter dalam bidang tertentu Tidak memungkinkan tersedianya dokter memiliki kompetensi yang sama, dapat disediakan dokter pengganti lainnya SIP dokter pengganti tidak harus SIP di tempat yang harus digantikan Ketidakhadiran dokter bersangkutan atau dokter pengganti harus diinformasikan kepada pasien Secara lisan ataupun tertulis di tempat praktik dokter Jangka waktu penggantian sesuai UU atau etika profesi Menjalankan praktik kedokteran dalam tingkat kesehatan fisik ataupun mental Sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien Melakukan yang seharusnya dilakukan dan melakukan yang tidak seharusnya dilakukan Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai kebutuhan pasien Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai kepada pasien atau keluarganya Pasien mempunyai hak atas informasi kesehatannya, wajib memberikan informasi dengan bahasa yang dipahami Kecuali bila informasi tersebut dapat membahayakan kesehatan pasien Informasi meliputi diagnosis medik, tata cara tindakan medik, tujuan tindakan medik Alternatif tindakan medik lain, risiko tindakan medik Komplikasi yang mungkin terjadi Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan Pasien berhak memperoleh informasi tentang biaya Keluarga pasien berhak memperoleh sebab kematian, kecuali sebelum meninggal pasien minta tetap dirahasiakan Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga Informed Consent dapat secara tertulis atau lisan, termasuk dengan menggunakan bahasa tubuh Setiap tindakan medik yang risik tinggi wajib tertulis Dalam tujuan untuk penyelamatan hidup, emergensi tidak diperlukan persetujuan pasien Bila menyangkut kesehatan reproduksi persetujuan harus diberikan oleh pasangannya Dalam penanggulangan wabah /I munisasi masal tidak diperlukan persetujuan Dengan sengaja tidak membuat atau menyimpan rekam medik Melakukan perbuatan untuk menghentikan kehamilan Setiap dokter tidak dibenarkan melakukan perbuatan yang bertujuan mengakhiri kehidupan Pada keadaan paliatif tetap memberikan yang layak Pada DNR, dengan persetujuan pasien atau keluarga terdekat dapat menghentikan pengobatan Tetap memberikan perawatan yang layak Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pegetahuan Atau ketrampilan atau tekonologi yang berlum diterima Menolak atau menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien Beberapa alasan yang dibenarkan untuk menolak atau mengakhiri pelayanan. Kepada pasien seperti: Pasien melakukan intimidasi terhadap dokter, melakukan kekerasan terhadap dokter Pasien berperilaku merusak hubungan saling percaya tanpa alasan Dokter wajib memberitahu secara lisan atau tertulis, merujuk pasien ke dokter lain Selalu dengan menyertai keterangan mediknya Tidak boleh melakukan penolakan atau memutuskan hubungan terapeutik Karena alasan keluhan pasien terhadap pelayanan dokter, finansial Suku, ras, gender, politik, agama, atau kepercayaan Membuka rahasia kedokteran Boleh membuka rahasia dengan alasan pembenaran: permintaan MKDKI Permintaan Majelis Hakim Sidang Pengadilan atau, sesuai UU Membuat rekam medik yang tidak sesuai hasil pemeriksaan yang diketahuinya (KODEKI) Turut serta dalam perbuatan penyiksaan atau eksekusi hukuman mati (Muktamar IDI 1997) World Medical Association dan Deklarasi Tokyo tahun 2000 Melakukan pelecehan seksual, intimidasi, kekerasan terhadap pasien di tempat praktik (KODEKI) Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan Atau memberikan resep obat / alat kesehatan Dapat dilihat di KODEKI, keputusan Muktamar IDI 1997 Mengiklankan kemampuan / pelayanan atau kelebihan kemampuan baik lisan ataupun tulisan Yang tidak benar atau menyesatkan Memberikan informasi yang sah, patut, jujur, akurat, dan dapat dipercaya Melakukan penyuluhan kesehatan di media massa tidak termasuk pelanggaran disiplin Pengiklanan diri merupakan pelanggaran etik bukan pelanggaran disiplin (KODEKI) Ketidakjujuran dalam menentukan jasa medik Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada
penerima pelayanan kesehatan Dokter dan dokter gigi diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik kedokteran Berapa Undang – Undang tentang praktik kedokteran Upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter yang memiliki etik dan moral yang tinggi Keahlian dan kewenangan yang ditingkatkan mutunya terus menerus Dokter untuk dapat melakukan tindakan medis memiliki ilmu pengetahuan Teknologi dan kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan Dokter hanya berusaha menyembuhkan Kegagalan penerapan ilmu kedokteran tidak selalu identik dengan kegagalan Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat cepat Tidak seimbang dengan perkembangan hukum Sebagai contoh IVF, baku embrio, pinjam rahim, dll Oleh karena itu diperlukan pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) KKI badan independen, menjalankan regulasi yang terkait dengan peningkatan kemampuan dokter KKI bertanggung jawab kepada Presiden Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum Menata kembali berbagai perangkat hukum agar dapat berjalan sesuai perkembangan ilmu Setiap dokter wajib memiliki SIP Untuk memperoleh SIP harus memiliki ijazah, memiliki sertifikat kompetensi STR berlaku selama 5 tahun, registrasi ulang Lulusan luar negeri harus dievaluasi Pengesahan ijazah, telah mengikuti program adaptasi Memiliki sertifikat kompetensi, surat pernyataan telah mengucapkan sumpah / janji Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi Dokter warga negara asing aturannya sama dengan dokter Indonesia lulusan luar negeri Kemampuan berbahasa Indonesia STR sementara kepada warga negara asing dapat diberikan Pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran STR sementara berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang Dokter warga negara asing tidak memerlukan STR untuk tujuan alih teknologi Harus mendapat persetujuan dari KKI Wajib memasang papan nama Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter yang tidak memiliki SIP untuk praktik Dokter wajib mengikuti SPO SOP dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan Setiap tindakan kedokteran harus mendapat persetujuan Persetujuan diberikan setelah pasien mendapat penjelasan lengkap Penjelasan sekurang – kurangnya mencakup diagnosis dan tata cara tindakan medis Tujuan tindakan medis yang dilakukan Alternatif tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan Penjelasan dapat diberikan secara tertulis atau lisan Risiko tinggi harus tertulis, oleh pasien atau keluarga terdekat Wajib membuat rekam medis, segera dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan kesehatan Setiap RM harus dibubuhi nama, waktu, dan ttd petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan RM merupakan milik dokter atau sarana pelayanan kesehatan Isi RM milik pasien, wajib menyimpan rahasia kedokteran Wajib menyelenggarakan kendali mutu kendali biaya Berpraktik tanpa SIP dipidana penjara paling lama tiga tahun Atau denda paling banyak seratus juta rupiah Berlaku juga buat warga negara asing Menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah – olah dokter dipidana penjara paling lama 5 tahun Atau denda paling banyak 150 juta rupiah Profesi kedokteran: pekerjaan berdasarkan suatu keilmuan kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan berjenjang Hakekat profesi kedokteran: mengabdi berdasarkan etik dan moral Prinsipnya: kejujuran, keadilan, empati, keikhlasan Akibat kemajuan teknologi: masyarakat mulai kritis Jangan sampai pelayanan yang diberikan menambah penderitaan pasien / keluarga Peran lembaga profesi: Pengawasan dan penilaian etik profesi melalui MKEK, Komite medis: mengawasi pelaksanaan etik dan standart profesi di rumah sakit Komite etik dan hukum, Subkomite etik dan disiplin Perhimpunan rumah sakit: masalah dengan rumah sakit Etika profesi kedokteran: Mengatur prinsip – prinsip etik dan moral dalam melaksanakan profesi kedokteran Mutu dan kualitas profesi kedokteran tetap tinggi Prinsip etik: Beneficience, Non – Maleficence, Autonomi, Justice (equal treatment) Pelanggaran etik profesi kedokteran: Menarik imbalan jasa yang tidak wajar mengambil alih pasien tanpa persetujuan teman sejawat Mementingkan diri sendiri, tidak mau merujuk Kolusi dengan perusahaan farmasi Tidak mengikuti pendidikan berkesinambungan Tidak memperhatikan kesehatan Pelayanan kedokteran di bawah standart Melakukan tindakan medik tanpa indikasi, indikasi medis tidak jelas Tidak menjelaskan informed consent (IC) dengan benar Pelecehan seksual, membuka rahasia pasien Tindakan medis yang menyimpang dari SOP, standart profesi, PPK Menerapkan pengetahuan atau ketrampilan atau teknologi yang belum diterima Dalam pelayanan Elemen kunci kolaborasi Masing – masing profesi memiliki profesionalisme berbeda Ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan Tidak ada kelompok yang dapat mengatakan lebih berkuasa di atas lainnya Untuk mencapai pekerjaan yang efektif, perawat, dokter, dan tim kesehatan harus berkolaborasi Dalam pelayanan pasien: Dapat muncul dilema etik Dilema etik dapat bersangkutan dengan moral keagamaan (kontrasepsi), bersangkutan dengan hukum Dilema etik: profesi perlu diberikan peran yang lebih besar Dilema etik: ke komite etik dan hukum rumah sakit Dilema etik: eksekusinya harus melalui surat persetujuan, melibatkan bagian hukum rumah sakit DPJP, Kadep, Direktur Rumah Sakit harus bebas dari tuntutan hukum Masih tumpang tindih antara etik dan profesionalisme dan hukum Dalam keadaan gawat darurat tidak mempersoalkan jaminan sosial (finansial) Keterbatasan sumber daya RS: jelaskan kepada pasien / keluarga dan rujuk Keterbatasan sumber daya finansial (BPJS) Tidak memahami IC Pelanggaran etik profesi: Dapat dikenai sanksi disiplin profesi dalam bentuk peringatan Bila berat: mengikuti pendidikan / pelatihan Pencabutan hak berpraktik profesi Sanksi diberikan oleh MKEK