Uas Permukiman Tradisional
Uas Permukiman Tradisional
Sumber:
PERMASALAHAN YANG DITELITI
Hasil penelitian di desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya,
Jawa Barat, kampung Naga sebagai berikut :
1. Latar Belakang: Definisi, Budaya dan Religi
2. Sosial, Ekonomi, Mata Pencaharian
3. Aspek Makro: Tatanan Masa dan Ruang luar
4. Pengamatan Block Plan: Orientasi masa, Arsitektur Tropis
5. Pengamatan Khusus Ruang Luar
6. Tatanan Masa terpusat dan Linear
7. Konsep Ruang Dalam (Kelengkapan)
8. Struktur
1. LATAR BELAKANG
Kampung Naga di ambil dari bahasa Sunda yaitu dari kata “Nagawir = tebing”, karena
kampung Naga dikelilingi oleh tebing-tebing. Kampung Naga ini terutup dari segala aktivitas
modern serta menjaga adat istiadat dan mengikuti aturan-aturan terdahulunya. Kampung
Naga merupakan kampung adat yang masih bertahan di Indonesia selain Baduy. Sampai
saat ini kampung Naga masih menutup diri dari aktivitas modernisasi, seperti ; tidak
menggunakan listrik dalam segala aktivitasnya, serta teknologi kecuali ; Televisi dan
handphone yang di gunakan sebagai sumber informasi dan komunikasi, akan tetapi mereka
tidak menggunakan listrik, melainkan Aki sebagai pengganti listrik.
Kampung Naga ini sudah berdiri 500 tahun yang lalu, kampung ini pernah di bakar oleh DI-
TII pada tahun 1956. Seluruh rumah dan peninggalan purbakala serta buku-buku sejarah
lenyap dilahap si jago merah. Pada tahun 1957 kampung Naga di bangun kembali.
Kampung Naga dapat ditempuh dengan cara berjalan kaki 2 Km dari jalan raya, jalannya
berupa tangga yang banyaknya sekitar 439 anak tangga. Kampung Naga terdapat 2 hutan
larangan yang tidak boleh di tebang maupun di datangi oleh masyarakat dalam maupun luar
kampung Naga itu sendiri. Di kampung Naga terdapat 112 bangunan, 109 rumah dan 3
bangunan berupa Masjid, lambung padi serta balai pertemuan. Disana terdapat 314 orang
yang terdiri dari 109 kepala keluarga.
Budaya pada kampung naga sama dengan budaya kampung adat sunda lainnya, yaitu
mengutamakan gotong royong. Contohnya bergotong royong dalam membangun rumah,
dalam pekerjaan. Kaum laki-laki biasanya bekerja seperti berkebun sedangkan kaum wanita
banyak berdiam dirumah, karena mereka mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci,
membersihkan rumah dll.
Religi Masyarakat Kampung Naga adalah penganut agama Islam. Tidak ada perbedaan
dengan penganut Islam lainnya, hanya saja sebagaimana masyarakat adat lainnya, mereka
juga sangat patuh memegang adat istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya. Bagi
masyarakat Kampung Naga, agama dan adat merupakan kendali dalam mengatur
kehidupan mereka. Ketaatan mereka kepada agama merupakan kewajiban yang diturunkan
leluhur mereka. Dan ini berarti juga bentuk ketaatan mereka kepada adat istiadat yang
selama ini mereka pegang teguh.
Selain itu, masyarakat kampung naga memiliki kepercayaan dalam keseharian mereka:
1. Mitos Dan Etika Padi
2. Kawasan Sakral
3. Hantu Dan Dedemit
4. Hari-hari nahas
2. SOSIAL, EKONOMI, MATA PENCAHARIAN
Sosial
Kampung Naga, yang terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Kawalu, Kabupaten
Tasikmalaya, Jawa Barat, merupakan tempat bermukim masyarakat yang
mempertahankan adat dan budaya leluhur, dan menghindari peralatan Modern.
Meskipun teknologi abad 21 menunjukkan perkembangan yang hebat, masyarakat yang
mendiami kampung disebuah lembah di antara pegunungan dan sungai itu
mempertahankan adat yang diamanatkan leluhur mereka. Ketika dibanyak tempat
berbagai kemudahan informasi, transfortasi, dan berbagai peralatan canggih mudah
ditemui, tidak demikian di Kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga selalu mengikuti
perkembangan, tetapi mereka selalu memfilternya, mana yang dapat diterima oleh
mereka di masyarakat Kampung Naga. Aturan adat merupakan harga mati yang tidak
boleh dilanggar maupun diubah atau dicampuradukkan dengan adat dan budaya luar.
Warga kampung itu menjalankan aturan yang ada saat menjalani kehidupan sehari-hari
dengan tenteram dan damai walaupun banyak orang modern yang kerap mengunjungi
kampung mereka. Salah satu perkembangan teknologi yang tidak dapat diterima
masyarakat kampung Naga adalah jaringan Listrik. Pemerintah daerah setempat
berulang kali menawarkan fasilitas tersebut, namun masyarakat kampung Naga tetap
menolak. Menurut salah satu warga kampung Naga, penolakan itu sederhana, agar tidak
ada kecemburuan sosial di sana.
Pada orang tua di kampung itu meyakini, jika jaringan listrik masuk ke permukiman yang memiliki 112
rumah adat, diantaranya bale tempat perkumpulan dan masjid, maka kehidupa mereka akan berubah.
Keberadaan listrik dikhawatirkan perubahan gaya hidup mereka, misalnya ; rasa ingin memiliki
kebutuhan hidup yang serba canggih, listrik membuat anggota masyarakat yang memiliki uang membeli
peralatan rumah tangga yang serba menggunakan listrik, termasuk televisi berwarna. Masyarakat
kampung Naga, tidak menolak keberadaan pesawat televisi dan sebagian warga memiliki televisi untuk
sekedar mengetahui informasi dari luar. Itu pun hitam putih yang listriknya dari aki. Di kampung ini aki
diperbolehkan, kecuali listrik.
Selain menolak jaringan listrik, masyarakat kampung Naga juga menolak masuknya perlatan memasak
seperti kompor gas. Program pengalihan ke kompor gas, yang digagas pemerintah untuk mengurangi
subsidi bahan bakar, ditolak kampung itu. Warga kampung Naga mempertahankan kebiasaan memasak
dengan menggunakan tungku dengan bahan bakar kayu. Bagi mereka, tungku itu merupakan
peninggalan orang terdahulu kampung Naga dalam cara memasak. Jika memasak dengan tungku ini di
tinggalkan, bagaimana kita dapat mengenalkan pada anak cucu mereka bahwa dulu itu memasak
dengan tungku. Inilah alasan mengapa mereka menolak kompor gas. Dengan itu juga, ketika malam tiba
masyarakat masih menggunakan lampu templok dan petromak, alat penerang dengan minyak tanah.
Bagi masyarakat kampung Naga, minyak tanah merupakan barang yang berharga bagi kebutuhan
hidup sehari-hari. Maka, tidak mengherankan, ketika pemerintah mencabut subsidi minyak tanah,
masyarakat adat melakukan aksi. Pada juni 2009, masyarakat kampung Naga menutup diri dari
masyarakat luar. Mereka menolak kedatangan wisatawan sampai pemerintah menyediakan minyak tanah
dengan harga terjangkau. Akhirnya, dengan kebijakan khusus dari pemerintah, kebutuhan minyak tanah
masyarakat kampung Naga, yang setiap bulannya sekitar seribu liter, terpenuhi. Tuntutan penyedian
minyak tanah itu bukan di gratiskan. Bagi mereka pantang meminta. Mereka merasa mampu membeli
minyak tanah asal harganya Rp 2.500 hingga Rp 3.000 per-liter.
Warga kampung Naga merupakan penganut Islam yang taat menjalankan ibadah shalat lima
waktu dan kewajiban lainnya, seperti puasa di bulan Ramadhan, mereka membantah
pemberitaan di media massa elektronik dan cetak yang menyebutkan bahwa masyarakat
kampung Naga menunaikan shalat lima waktu hanya pada hari ju’mat. Pada sisi lain,
masyarakat adat kampung Naga tidak menghilangkan adat dan budaya leluhur dengan
mengadakan upacara ritual ke makam yang berada di hutan yang di sakralkan masyarakat.
Di makam leluhur bernama Sembeh Dalem itu biasa dilakukan ritual jiarah enam kali dalam
setahun, dengan kegiatan upacara adat di hutan larangan dan tidak sembarangan orang
dapat masuk kesana.
Kampung Naga juga terdapat rumah adat bernama Bumi Ageung, yaitu tempet benda-
benda peninggalan leluhur. Rumah itu disakralkan, hanya orang tertentu seperti kuncen dan
sesepuh yang dapat masuk. Larangan tersebut, dijaga dengan ketat, tidak ada yang boleh
melanggar tanpa terkecuali. Jika ada pengunjung yang tetap memaksa untuk melanggar,
maka mereka akan di keluarkan dari kampung Naga tersebut.
Sedangkan mengenai pendidikan, warga kampung Naga diizinkan menempuhnya hingga
pendidikan tinggi. Pendidikan menurut mereka, merupakan sesuatu yang dianggap penting
untuk kemajuan bangsa Indonesia. Dengan itu, anak-anak sekolah dari luar diizinkan
menginap untuk mengenal kegiatan siang dan malam serta mengetahui budaya di kampung
Naga.
Ekonomi & Mata Pencaharian
Pada dasarnya, perekonomian Kampung Naga ditunjang oleh lima sektor, yaitu pertanian,
peternakan, kerajinan tangan, penerjemah, dan pariwisata. Berikut ini akan dibahas
mengenai sektor-sektor utama dalam perekonomian Kampung Naga.
1. Pertanian
Pertanian adalah sektor utama perekonomian di Kampung Naga.
Berikut ini adalah beberapa rincian kegiatan pertanian di
Kampung Naga.
· Sebagian hasil padi disimpan untuk makanan sehari-hari
penduduk, dan selebihnya dijual.
· Sawah digarap sendiri.
· Harga padi Rp 300,-/kg, Rp 300.000,-/kwintal
(data pada tahun 2009).
· Sawah dimiliki secara turun-temurun.
2. Peternakan
peternakan merupakan salah satu kegiatan yang ada di Kampung Naga. Meski demikian, peternakan
bukan merupakan sektor utama perekonomian Kampung Naga.
· Hewan yang diternakkan adalah kambing dan ayam.
· Seperti halnya dalam sektor pertanian, sebagian hasil ternak dijual dan sebagian lagi untuk dimakan.
· Makanan untuk ternak dapat mereka hasilkan sendiri, yaitu rumput untuk kambing dan beras serta
jagung untuk ayam.
Utara-Timur:
Sungai Ciwulan - Hutan
Larangan
Selatan:
Sawah
Penduduk
Barat:
dan Parit
Tebing – Hutan Keramat
PEMBAGIAN DAERAH KOTOR DAN BERSIH DI KAMPUNG NAGA
B.Daerah permukiman
terletak di dalam
kandang jaga terdiri dari
rumah penduduk dan
beberapa bangunan
umum serta bangunan
keramat.
Keterangan :
DENAH 1. Tepas : ruang tempat menerima tamu
2. Pangkeng : ruang tidur
3. Tengah imah : ruang keluarga & r.tidur anak2.
4. Pawon : dapur, tempat makan dan mengobrol.
4a. Hawu : tempat memasak/ kompor.
5. Goah : sbg ruang utama, tempat menyimpan padi & beras
6. Golodog : undakan
8. STRUKTUR DAN KONSTRUKSI
Struktur dan kontruksi rumah kampung naga pada awalnya hanya berupa sambungan antar kayu yang dikaitkan
dengan teknik kayu pasak. Namun setelah terjadi penyerangan DI/TII sebagian besar rumah warga menjadi rusak,
agar lebih kokoh dari sebelumnya sehingga konstruksi bangunan menggunakan sambungan dengan paku. Selain
lebih kokoh, penggunaan paku ini juga membuat pembangunan rumah yang rusak menjadi lebih cepat.
Struktur utama dibagi 2 yaitu upper structure dan sub structure. Jika digambarkan maka kerangka struktur rumah di
Jika dijabarkan dari atas yaitu mulai dari atap, dinding, dan kampung naga ini akan terlihat seperti gambar di atas. Di
kolom berupa tiang kayu albasia 10x10cm. bagian depan terdapat teras berupa papan kayu yang
dibuat menanjak melalui beberapa anak tangga.
Sedangkan untuk sub structure jika dijabarkan yaitu lantai
berupa papan kayu, balok berupa golodog bambu, dan
pondasi umpak batu kali yang dipahat.
Cagak Gunting
Atap berbentuk julang ngapak, yaitu atap pelana Terdapat cagak gunting di ujung atap, mengarah
memanjang dengan kedua sisi yang diperpanjang sehingga ke timur dan barat dan terbuat dari bambu
berbentuk seperti sayap burung. Untuk membuat rangka berukuran 50 cm yang dilapisi ijuk. Cagak gunting
atapnya, kayu diikat dengan tali Ijuk atau tali rotan. Penutup dibuat sebagai lambang perdamaian dan
atap ada 2 lapis, lapisan yang di dalam adalah ilalang dan pelindung dari malapetaka
lapis terluar adalah ijuk.
PONDASI
UMPAK
Terdapat 2 buah pintu pada fasad rumah. Pintu utama yang terbuat
dari kayu dan pintu menuju dapur yang terbuat dari sasag
(anyaman dari bambu). Pintu-pintu tersebut berukuran 175x75x4 cm
(tinggi/lebar/tebal).