Anda di halaman 1dari 56

Pembimbing:

Dr. Maria Ingrid, SpS

Agustinus Prio Nugroho


112018195
 Nama : Tn. LS
 Umur : 53 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Status Perkawinan : Menikah
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Alamat :-
 Dirawat diruang : diobservasi di IGD
 Tanggal masuk : 1 April 2019
 Diambil dari : Alloanamnesis

 Tanggal : 1 April 2019

Keluhan Utama:
 penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan tunggal 1 jam SMRS
 Pasien datang ke IGD RS Husada dengan penurunan kesadaran
setelah mengalami kecelakaan tunggal. Penuruan kesadaran muncul
secara tiba-tiba setelah jatuh dari motor . Pada saat kecelakaan
pasien membawa kendaraan sendiri dan menggunakan helm, tetapi
helm tidak hancur. Tidak ada yang mengetahui bagaimana
mekanisme kecelakaan. Menurut polisi setelah kejadian hidung dan
mulut pasien mengeluarkan darah serta pasien sempat kejang
ditempat kejadian, Saat di IGD pasien. tidak sadar dengan mata
tertutup tidak terlihat gelisah. Terdapat memar dimata sebelah kiri.
Tidak terlihat adanya luka disekitar telinga depan dan belakang.
Adanya telinga denging disangkal oleh pasien.
 Sebelum tragedi kecelakaan tersebut, pasien sedang sedang
membawa motor dalam perjalanan pulang ke rumah. Satu hari SMRS,
keluarga pasien mengatakan pasien masih beraktivitas dengan
normal, Pasien tidak lemas, Pasien juga tidak mengalami sakit kepala
ataupun pusing berputar. Menurut pengakuan keluarga pasien,
pasien tidak pernah mempunyai riwayat strokel. Keluarga pasien
juga mengatakan pasien memiliki kebiasaan untuk merokok setiap
harinya. Sebelum kecelakaan pasien juga tidak minum alkohol.
 Hipertensi (-)
 DM (-)
 Jantung (-)
 Sesak nafas (-)
 Alergi (-)
 Penyakit ginjal (+)
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : somnolen E2V3M5
Tekanan Darah : 110/70mmHg
Denyut nadi : 86x/menit
Frekuensi napas : 22x/menit
Suhu : 36.5 oC
 Kepala : Normocephali.
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
 Pupil isokor, diameter 4mm/4mm. pada mata kiri terdapat hematom, dengan
bola mata simetris kanan dan kiri, battle sign (-) racoon eye (-)
 Tenggorokan : Tidak hiperemis, T0-T0
 Leher : Tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid
 Tidak ada deviasi trakea, Tidak ada distensi v.jugularis
 Dada : Pergerakan dada statis dan dinamis simetris
 Jantung : BJ I dan II murni regular, Murmur (-), Gallop (-)
 Paru : Suara napas vesikular, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
 Abdomen : supel, BU (+) normal, pembesaran hepar dan lien (-)
 Alat Kelamin : Tidak dilakukan
 Kepala
 Bentuk : Normocephali
 Nyeri tekan : Ada, dibagian pelipis kiri dekat kelopak mata
 Simetris : Simetris
 Leher
 Sikap : Simetris
 Pergerakan : Tidak ada kelainan
 Tanda rangsang meningeal :
 Kaku kuduk : tidak diperiksa
 Brudzinsky 1 dan 2 : (-)
 Status psikikus
 Cara berpikir : sulit dinilai
 Orientasi : sulit dinilai
 Perasaan hati : sulit dinilai
 Tingkah laku : saat di IGD pasien hanya diam
 Ingatan : amnesia (-)
 Kemampuan Bicara : Baik, Disfonia (-), Disartria (-)
N I. (Olfaktorius) Kanan Kiri N III. (Okulomotorius)
Subjektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan Kelopak mata:
Dengan bahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Ptosis Tidak ada Sulit dinilai
N II. (Optikus) Gerakan bola mata:
Tajam penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Superior Baik Sulit dinilai
Lapangan penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Inferior Baik Sulit dinilai
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan Medial Baik Sulit dinilai
Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan Endoftalmus - -
Pupil:
Eksoftalmus - -
Diameter 4 mm 4 mm
Strabismus - -
Bentuk Isokor Isokor
Nistagmus - -
Posisi Ditengah Ditengah
Reflex konversi - -
Reflex cahaya langsung + +
Reflex cahaya tak + +
langsung
N IV. (Troklearis)
Gerakan bola mata: N VII. (Fascialis)
Medial bawah Baik Sulit dinilai Mengerutkan dahi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Strabismus - - Kerutan kulit dahi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diplopia Tidak ada Sulit dinilai Menutup mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lipatan nasolabial Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N V. (Trigeminus)
Sudut mulut Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Membuka mulut Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Meringis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Mengunyah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memperlihatkan gigi Simetris Simetris
Menggigit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Menggembungkan pipi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflex kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perasaan lidah bagian Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak diakukan
2/3 depan

N VI. (Abduscens)
Pergerakan mata ke Baik Sulit dinilai
lateral
N VIII.
(Vestibulokoklear)
Suara berisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne
N IX. (Glossofaringeus) Tidak dilakukan Tidak dilakukan N XI. (Asesorius)

Perasaan bagian lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan Mengangkat bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan

belakang Memalingkan kepala Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan N XI. (Asesorius)


Sengau - - Mengangkat bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tersedak - - Memalingkan kepala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pharynx Tidak dilakukan Tidak dilakukan N XII. (Hypoglossus)
N X. (Vagus) Pergerakan lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Arcus pharynx Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tremor lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Bicara Tidak dilakukan Tidak dilakukan Artikulasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Menelan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Badan Gerakan-
 Respirasi: simetris dalam statis dan dinamis gerakan
 Duduk: tidak dilakukan saat duduk abnormal:
 Bentuk columna vertebralis: tidak dilakukan
 Pergerakan columna vertebralis: tidak dilakukan Tremor -/-
Miokloni -/-
 Sensibilitas: tidak dilakukan
Khorea -/-
 Refleks kulit perut: tidak dilakukan Anggota gerak
 Anggota gerak bawah
 Anggota gerak atas
Pergerakan:
 Pergerakan: lateralisasi -/-; 5555/5555
lateralisasi -/-;
 Tonus: normotonus +/+ 5555/5555
 Atrofi: -/- Tonus: normotonus +/+
 Refleks: ++/++ Atrofi: -/-
 Sensibilitas: tidak dilakukan Refleks faal: ++/++
Refleks pato: -/-
Sensibilitas: tidak
 Darah rutin:
 Hb 11,7 g/dl
 Ht 36%
 Trombosit 263.000/ul
 Lekosit 23.6/ul
 Gds 131 mg/dl
 Creatinin 16.67
 Subjektif: Pasien datang ke IGD RS Husada dengan penurunan kesadaran setelah
mengalami kecelakaan tunggal 1 jam SMRS. Penurunan kesadaran muncul secara tiba-
tiba setelah jatuh dari motor . Pada saat kecelakaan pasien membawa kendaraan
sendiri dan menggunakan helm. Hidung dan mulut pasien mengeluarkan darah ,
kejang ditempat kejadian berisi makanan, Saat di IGD pasien tidak sadar dengan mata
tertutup. Terdapat memar dimata sebelah kiri.
 Objektif :
 kesadaran Somnolen, GCS 10 (saat di IGD). Tanda-tanda vital dalam batas normal.
 Terdapat luka memar pada daerah mata bagian kelopak mata sebelah kiri dan luka
robek pad apelipis sebelah kiri dengan pendarahan subkonjungtiva. Lateralisasi (-)
Jepit pulpen (+)
 Untuk kekuatan motoric baik. Refleks fisiologis dalam batas normal dan tidak
ditemukan refleks patologis. Hasil lab ditemukan leukosit 23.600 dan creatinine 16.67
 Penatalaksanaan
 Diagnosis  Non medikamentosa
 Klinis: Penurunan kesadaran, post cedera  Observasi di IGD  Rujuk untuk CT
kepala, mual muntah,, keluar darah dari
hidung, preorbital hematoma mata kiri  Medikamentosa
 Topik: sistem ARAS
 IVFD RL/8 jam
 Etiologik: trauma kepala sedang
 Patologis: benturan kepala
 Ranitidin 1 amp iv
 Ceftriaxone 1x2gr
 Citikolin 2x250mg iv
• Prognosis
 Ketorolac 2x1 amp
• Ad vitam: Bonam
 Manitol 250 cc
• Ad fungsionam: dubia ad bonam
• Ad sanationam: dubia ad bonam
 Trauma merupakan penyebab terbanyak kematian pada usia dibawah 45 tahun
dan lebih dari 50% merupakan trauma kapitis. Trauma kepala merupakan salah
satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang
kompleks, defisit kognitif, psikis, intelektual, dan lain-lain, yang dapat bersifat
sementara ataupun menetap.
 Cedera dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (terbanyak), baik pejalan kaki
maupun pengemudi kendaraan bermotor. Selain itu, dapat juga terjadi akibat jatuh,
peperangan (luka tembus peluru), dan lainnya. Akibat cedera ini, seseorang dapat
mengalami kondisi kritis, seperti tidak sadarkan diri pada saat akut, dan yang
tidak kalah penting adalah saat perawatan karena jika penatalaksanaannya tidak
akurat, dapat terjadi kematian atau kecacatan berat.
Anatomi kepala yang dapat terlibat dalam trauma kapitis yaitu:
 Kulit kepala (scalp), yang terdiri atas 5 lapisan yaitu
 Skin atau kulit
 Connective tissue atau jaringan ikat
 Aponeuris
 Loose areolar tissue atau jaringan ikat longgar
 Perikranium
 Tulang tengkorak, yang terdiri atas kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria
paling tipis terletak di daerah temporal. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga
dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan
deselerasi.3
 Meningen, yaitu selaput yang menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri atas
tiga lapisan, yakni duramater, arachnoid dan piamater. Duramater adalah selaput
yang keras, karena tidak melekat pada selaput arachnoid dibawahnya, maka
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater
dan arachnoid, dimana sering terjadi perdarahan subdural. Di bawah duramater
terdapat lapisan kedua dari meningen yang tipis dan tembus pandang disebut
lapisan arachnoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang melekat erat pada
permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi dalam ruang
subarachnoid.3
 Otak, yang terdiri atas serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil) dan batang
otak. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks
serebri. Batang otak terdiri atas mesensefalon, pons dan medulla oblongata.
Serebelum, yang bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan,
terletak dalam fosa posterior.3
 Cairan serebrospinal (CSF), yang dihasilkan oleh pleksus koroideus dengan
kecepatan produksi 20 ml/ jam. Cairan serebrospinal mengalir di dalam ventrikel,
yaitu ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III kemudian
melalui aquaductus sylvii menju ventrikel IV, yang selanjutnya keluar dari system
ventrikel dan masuk ke dalam ruang sub arakhnoid, CSF akan diabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui vili araknoid.3
 Tentorium, membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial (terdiri atas
fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang infratentorial (terdiri dari
fossa kranii posterior).3
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun
tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.

Epidemiologi
 Riskesdas 2013 adalah 8,2%.

 40,6% oleh kecelakaan motor.

 Lebih banyak usia produktif.


- Otak
- CSF
- Tentorium
 Cedera primer disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda

keras
 Derajat kerusakan tergantung pada kuatnya benturan dan arahnya, kondisi kepala yang

bergerak/diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. .

 Cedera sekunder disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia otak yang
menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya akan merusak otak.
Tipe-tipe dari fraktur tidak hanya tergantung dari kecepatan pukulannya, tetapi yang lebih
penting ditentukan oleh besar permukaan objek yang mengenai tengkorak

 Menurut Gurjian, ciri khas biomekanik dari coup contra coup dan contusio adalah sebagai
berikut :
 1. Coup contusio disebabkan oleh efek langsung dari tulang yang membentur
 2. Contra coup contusio disebabkan oleh gerakan otak terhadap permukaan tulang yang tidak
rata
 3. Bila kepala relatif diam, benturan langsung menyebabkan coup lesi tanpa contra coup efek
 4. Bila kepala bebas bergerak, benturan pada kepala menyebabkan lesi contra coup tanpa lesi
coup.
1. Patologi: Komosio serebri, Kontusio serebri, Laserasio serebri

 Commusio cerebri atau gegar otak merupakan keadaan pingsan yang berlangsung

kurang dari 10 menit setelah trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan
otak. Pasien mungkin akan mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan pucat
 Contusio apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah
(kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak,
menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi
apabila otak menekan tengkorak. Contusio cerebri sering terjadi di lobus frontal dan
lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak. Contusio
cerebri dapat terjadi dalam waktu beberapa jam atau hari, berubah menjadi
perdarahan intraserebral yang membutuhkan tindakan operasi
1. Lokasi lesi: Lesi diffuse, Lesi kerusakan vaskuler otak,

 Lesi fokal: Kontusio dan laserasi serebri,

 Hematoma intrakranial: Hematom epidural terletak di luar dura tetapi di


dalam rongga tengkorak dan gambarannya bikonveks .Biasanya terletak di area
temporal atau temporo parietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningea
media akibat fraktur tulang tengkorak
 Hematoma subdural
 Robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks cerebri.
menutupi seluruh permukaan hemisfer otak, dan
kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih
buruk drpd perdarahan epidural.
 Hematoma intraparenkimal: Hematoma subarakhnoid,
Hematoma intraserebral, Hematoma intraserebellar
Cedera scalp

 Laserasi dan abrasi menjadi penanda penting untuk menentukan tempat terjadinya

benturan dan dapat memberikan gambaran obyek yang mengenainya.

 Laserasi scalp hal penting yang harus diperhatikan karena menjadi jalur masuk

infeksi dan sumber perdarahan.


Fraktur basis kranii
 Sulit diidentifikasi dari CT Scan.

 Patognomonik: Raccoon eyes, battle sign, otorrhea, dan rhinorrhea.


Kategori GCS Gambaran Klinik CT-Scan Otak
Minimal 15 Pingsan (-), defisit neurologis (-) Normal
Ringan 13-15 Pingsan <10 menit, defisit neurologis (-) Normal
Sedang 9-12 Pingsan >10 menit-6 jam, defisit neurologis (+) Abnormal
Berat 3-8 Pingsan >6 jam, defisit neurologis (+) Abnormal
Nilai >1 Tahun 0-1 Tahun Nilai >1 Tahun 0-1 Tahun

4 Spontan Spontan 6 Menurut perintah

5 Melokalisasi nyeri Melokalisasi nyeri


3 Dengan perintah verbal Dengan panggilan
4 Fleksi terhadap nyeri Fleksi terhadap nyeri

3 Fleksi abnormal Fleksi abnormal (dekortikasi)


(dekortikasi)
2 Dengan nyeri Dengan nyeri

2 Ekstensi (deserebrasi) Ekstensi (deserebrasi)


1 Tidak ada respon Tidak ada respon
1 Tidak ada respon Tidak ada respon
Nilai >5 Tahun 2-5 Tahun 0-2 Tahun

5 Orientasi baik dan berbicara Kata-kata tepat Menangis yang sesuai

4 Disorientasi dan berbicara Kata-kata tidak sesuai Menangis

3 Kata-kata yang tidak tepat; Berteriak Menangis yang tidak sesuai /


Menangis berteriak

2 Suara yang tidak berarti Merintih Merintih

1 Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon


 Nilai GCS 15 pada pemeriksaan awal jika  Penurunan kesadaran
(karena alkohol observasi selama 2 jam dan
bawa ke rumah sakit bila nilai GCS tetap  Rasa baal pada tubuh
15)  Nyeri kepala berat dan persisten
 Terdapat post-traumatic seizure  Muntah berulang 2 kali
 Terdapat tanda-tanda deficit neurologi  Adanya amnesia post-traumatik 5 menit
 Terdapat tanda fraktur tengkorak dan  Terdapat amnesia retrogard 30 menit .
adanya cairan serebrospinal dari hidung
atau telinga hemotimpani memar di  Mekanisme trauma yang berisiko besar
belakang aurikula memar di periorbital seperti kecelakaan lalu lintas jatuh dari
ketinggian.
 Anamnesis.

 Hasil pemeriksaan klinis umum dan neurologis.

 Foto kepala polos, posisi AP, lateral, tangesial.

 Foto lain dilakukan atas indikasi, termasuk foto servikal.

 CT-Scan otak.
 Penanganan cedera otak primer
 Mencegah dan menamgani cedera otak sekunder
 Optimalisasi metabolisme otak
 Rehabilitasi
 A: Airway (jalan nafas).
 B: Breathing (pernafasan).
 C: Circulation (sirkulasi).
 D: Disability .
 E: Laboratorium.
 F: Manajemen Terapi.
PENATALAKSANAAN
 Survei Primer  menstabilkan kondisi pasien

Airway Breathing Circulation Disability

• membersihkan jalan • menentukan • otak yang rusak • mengetahui


nafas dari debris dan apakah pasien tidak mentolerir lateralisasi
muntahan, lepaskan bernafas hipotensi
gigi palsu •Pemberian O2
• mempertahankan melalui masker
tulang servikal dengan • Cek saturasi
memasang collar
cervikal,
EDH (Epidural Hematoma)
 >40 cc dengan midline shifting pada daerah temporal / frontal / parietal dengan

fungsi batang otak masih baik

 >30 cc pada daerah fossa posterior dengan tanda-tanda penekanan batang otak

atau hidrosefalus dengan fungsi batang otak masih baik

 EDH progresif

 EDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi


SDH (Subdural Hematoma)

 SDH luas (>40 cc / >5 mm) dengan GCS >6, fungsi batang otak masih baik

 SDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi

 SDH dengan edema serebri / kontusio serebri disertai midline shift dengan fungsi

batang otak masih baik


 ICH (Perdarahan Intraserebral) pasca trauma: Penurunan kesadaran progresif,

hipertensi dan bradikardi dan tanda-tanda gangguan napas (Cushing reflex),


perburukan defisit neurologi fokal

 Fraktur impresi melebihi 1 (satu) diploe

 Fraktur kranii dengan laserasi serebri

 Fraktur kranii terbuka (pencegahan infeksi intrakranial)

 Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK, dipertimbangkan

operasi dekompresi
 Kasus Ringan (Simple Head Injury)
 Pemeriksaan status umum dan neurologi
 Perawatan luka-luka
 Pasien dipulangkan dengan pengawasan ketat oleh keluarga selama 48 jam. Bila
selama di rumah pasien cenderung mengantuk, sakit kepala yang semakin berat,
dan muntah proyektil, maka pasien harus segera kembali ke rumah sakit
 Pasien perlu dirawat apabila ada gangguan orientasi (waktu dan tempat), sakit
kepala dan muntah, tidak ada yang mengawasi di rumah dan letak rumah jauh atau
sulit untuk kembali ke RS
 Tujuan yang paling utama dari tatalaksana trauma kapitis tertutup harus maksimal
terhadap proses fisiologis dari perbaikan otak itu sendiri.
 Kritikal (SKG 3-4): Perawatan di Unit Intensif Neurologi (Neurological ICU) / ICU
 Trauma kapitis sedang dan berat (SKG 5-12):
 Lanjutkan penanganan ABC
 Pantau tanda vital (suhu, pernapasan, tekanan darah, nadi), pupil, SKG, gerakan
ekstremitas, sampai pasien sadar (pantauan dilakukan tiap 4 jam, lama pantauan
sampai pasien mencapai SKG 15). Dijaga jangan terjadi kondisi sebagai berikut:
 Tekanan darah sistolik <90 mmHg
 Suhu >38˚C
 Frekuensi nafas >20 kali/menit
 Cegah kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intrakranial, dengan cara:
 Posisi kepala ditinggikan 30o

 Bila perlu dapat diberikan Manitol 20% (hati-hati kontraindikasi). Dosis awal
1gr/kgBB dalam waktu 1/2-1 jam, drip cepat, dilanjutkan pemberian dengan dosis
0,5 g/kgBB drip cepat, 1/2-1 jam, setelah 6 jam dari pemberian pertama dan 0,25
g/kgBB drip cepat, 1/2-1 jam, setelah 12 jam dan 24 jam dari pemberian pertama
 Berikan analgetika dan bila perlu dapat diberikan sedasi jangka pendek
Atasi komplikasi:
 Kejang: Profilaksis OAE selama 7 hari untuk mencegah immediate dan early seizure
pada kasus risiko tinggi
 Infeksi akibat fraktur basis kranii / fraktur terbuka: Profilaksis antibiotika sesuai
dosis infeksi intrakranial selama 10-14 hari.
 Gastrointestinal – Perdarahan lambung
 Demam
 DIC: Pasien dengan trauma kapitis tertutup cenderung mengalami koagulopati
akut
 Pemberian cairan dan nutrisi adekuat
 Roboransia, neuroprotektan (Citicoline), nootropik sesuai indikasi
 Trauma kapitis ringan (Komosio serebri): Dirawat 2x24 jam, tidur dengan posisi
kepala ditinggikan 30o, obat-obat simptomatis (analgetik, anti emetik, dan lain-lain)
sesuai indikasi dan kebutuhan
 Peninggian TIK terjadi
- edema serebri
- Vasodilatasi
- hematom intrakranial atau hidrosefalus
Untuk mengukur turun naiknya TIK sebaiknya dipasang monitor TIK.
 TIK yang normal adalah berkisar 0-15 mmHg, diatas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan
urutan sebagai berikut :

1. hiperventilasi
2. Drainase
3. Terapi diuretik

- Diuretik osmotik (manitol 20%)


Cara pemberiannya : Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB,
setiap 6 jam selama 24-48 jam. Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm
- Loop diuretik (Furosemid)
Frosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat pembentukan cairan
cerebrospinal dan menarik cairan interstitial pada edema sebri. Pemberiannya bersamaan
manitol mempunyai efek sinergik dan memperpanjang efek osmotik serum oleh manitol. Dosis
40 mg/hari/iv
 Sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg dimana terjadi vasokontriksi yang diikuti
berkurangnya aliran darah serebral
 Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-72 jam, lalu
dicoba dilepas dgn mengurangi hiperventilasi,
 bila TIK naik lagi hiperventilasi diteruskan lagi selama 24-48 jam

DRAINASE
Drainase ventrikular
Ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadi hidrosefalus
 Cara pemberiannya : Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam dilanjutkan 2-3
mg/kgBB/jam selama 3 jam
 lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mg%, dengan dosis sekitar 1
mg/KgBB/jam.
 Setelah TIK terkontrol, 20 mmHg selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap
selama 3 hari

STEROID
Untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak
 Kejang (early dan late onset seizure) diberi profilaksis fenitoin dengan dosis
3x100 mg/hari selama 7-10 hari.
 Infeksi
 Demam
 Gastrointestinal
 Gelisah
 Prognosis pasien cedera kranioserebral bergantung pada banyak faktor, antara
lain umur, beratnya cedera berdasarkan klasifi kasi GCS dan CT scan otak,
komorbiditas, hipotensi, dan/atau iskemia serta lateralisasi neurologik.
 Nutrisi yang tidak adekuat dapat memperburuk luaran.
 Hal yang perlu juga diperhatikan adalah adanya amnesia pascacedera yang
menetap lebih dari 1 jam, fraktur tengkorak, gejala neuropsikologik (salah satu
caranya dengan pemeriksaan MMSE) atau
 gejala neurologik saat keluar dari rumah sakit, yang akan memberikan problem
gejala sisa lebih sering dibandingkan mereka yang keluar tanpa adanya gejala-
gejala tersebut
Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Diagnosis

Penatalaksanaan

Prognosis

Anda mungkin juga menyukai