PARADIGMA PEMBANGUNAN NASIONAL A. PENGERTIAN PARADIGMA Paradigma berasal dari bahasa Latin yaitu paradeigma yang berarti pola.
Istilah paradigma pertama kali dikemukakan oleh
Thomas Khun dalam karya monumentalnya, Struktur Revolusi Ilmu Pengetahuan.
Ia mengartikan paradigma sebagai pandangan
mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter). Aspek penekanan yaitu bahwa paradigma merupakan : pertama, sebagai pencapaian yang baru yang kemudian diterima sebagai cara untuk memecahkan masalah dan pola pemecahan masalah masa depan. Kedua, sebagai kesatuan nilai, metode, ukuran dan pandangan umum yang oleh kalangan ilmuwan tertentu digunakan sebagai cara kerja ilmiah pada paradigma itu.
Dengan demikian istilah Paradigma sesungguhnya merupakan
cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi oleh suatu bangsa ke masa depan. B. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Paradigma Pembangunan adalah suatu model, pola yang merupakan sistem berfikir sebagai upaya mewujudkan perubahan yang direncanakan sesuai dengan cita-cita kehidupan masyarakat menuju hari esok yang lebih baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Inuk Inggit Merdekawati, 2008: 26). Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung konsekuensi bahwa dalam segala pembangunan nasional harus berdasarkan pada hakikat nilai-nilai Pancasila. Pancasila merupakan kerangka keyakinan yang berfungsi sebagai acuan, pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan hasil-hasil pembangunan nasional. Sebagai paradigma pembangunan, Pancasila mempunyai kedudukan sebagai: (1) Cita-cita bangsa Indonesia, (2) Jiwa bangsa, (3) Moral Pembangunan, dan (4) Dasar negara Republik Indonesia. C. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya Pembangunan bidang sosial budaya harus dilaksanakan atas dasar kepentingan nasional yaitu terwujudnya kehidupan masyarakat yang demokratis, aman, tentram,dan damai. Pancasila merupakan satu-satunya paradigma pembangunan bidang social budaya. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari kesepakatan bangsa Indonesia bahwa Pancasila merupakan kristalisasi nilai- nilai kehidupan masyarakat Indonesia. Baik buruknya perencanaan, proses dan hasil pembangunan bidang sosial budaya harus diukur dengan Pancasila. Apabila dicermati, pada dasarnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan - kebudayaan di daerah: Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya. Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat. Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan. Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. D. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi Menurut Mubyarto, pembangunan ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan dan juga ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan sendiri adalah ekonomi humanistik yang mendasarkan pada tercapainya kesejahteraan rakyat secara luas. Pembangunan ekonomi juga harus mendasarkan pada kemanusiaan dan menghindarkan diri dari persaingan bebas, monopoli serta penindasan manusia satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi harus berpijak pada nilai moral dari Pancasila. Sistem ekonomi yang berdasar Pancasila jelas berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu. E. Pancasila sebagai paradigma hukum dan politik Politik Hukum nasional menegaskan bahwa sasaran pembangunan hukum adalah terbentuk dan berfungsinya system hukum nasional yang mantap bersumberkan Pancasila dan UUD 1945, dengan memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku, yang mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran serta mampu mengamankan dan mendukung pembangunan nasional, yang didukung oleh aparat hukum, sarana dan prasarana yang memadai serta masyarakat yang sadar dan taat hukum. F. Pancasila sebagai paradigma hankamnas Pengembangan Hankam negara tetap bertumpu dan berpegang pada pendekatan historis Sishankamrata. Sishankamrata yang kita anut selama ini adalah sistem pertahanan dan keamanan negara yuang hakikatnya adalah perlawanan rakyat semesta. Dalam arti bahwa kemampuan penangkalan yang diwujudkan oleh sistem ini, sepenuhnya disandarkan kepada partisipasi, semangat dan tekat rakyat yang diwujudkan dengan kemampuan bela negara yang dapat diandalkan. Sesuai dengan nilai nilai Pancasila, pemerintah dan rakyat memiliki hak dn kewajiban yang sama dalam usaha bela negara. Pancasila juga menganjurkan agar bangsa Indonesia dapat hidu berdampingan secara damai : saling membantu, menolong, menjaga perasaan orang atau kelompok lain, mengembangkan sikap saling menghargai dan menghormati sehingga terbentuk kebersamaan dalam kesatuan dan persatuan.