Anda di halaman 1dari 13

RESILIENSI

PADA REMAJA
DENGAN
ORANGTUA
BERCERAI
Apa itu • Keluarga merupakan satuan kekerabatan yang
memiliki hubungan darah atau perkawinan,
keluarga??? yang menjadi ruang bagi para anggotanya utk
menyelenggarakan fungsi fungsi dasar dan
ekspresif keluarga (Lestari.2012)

Bagaimana • Idealnya sebuah keluarga dapat menciptakan


idealnya suasana harmonis, sehingga mampu
menjalankan fungsi dasarnya dalam
sebuah memberikan kasih sayang, rasa aman, dan

keluarga
interaksi positif kepada setiap anggota keluarga.
Karena hal ini memiliki pengaruh besar dalam

itu??? perkembangan anak terutama pada masa


remaja. (Isminayah dan Supandi.2016)
Apa • Kesiapan ? permasalah complex  perceraian
• Perceraian adl bentuk kegagalan penyesuain

tantangan dalam pernikahan yang terjadi saat pasangan


suami istri tidak menemukan solusi atas

terbesar masalah yang ada. Perceraian menandakan


berakhirnya suatu ikatan pernikahan, karena

dalam pasangan suami istri resmi berpisah secara


hukum (Olson&DeFrain.2006)

berkeluarga • Kasus perceraian menjadi masalah serius di


Indonesia, dilansir dari detik news hamper
??? setengah juta pasangan suami istri bercerai
sepanjang tahun 2018. data dari Mahkamah
Agung ada 419.268 pasangan bercerai pada
tahun 2018, dari jumlah tersebut inisiatif
perceraian paling banyak berasal dr pihak istri .
Remaja … • Istilah remaja  “adolescere”  tumbuh dewasa
• Istilah remaja secara luas  kematangan fisik, mental,
emosional dan social . Masa transisi dari kanak-kanak
ke dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan 
biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock.2017)
• Batas usia  WHO 10-20thn
 Santrock 10-22 thn
 Monks dan Knoers (1996) membagi
menjadi 3 fase  remaja awal 12-15 thn
 remaja tengah 15-18 thn
 remaja akhir 19-21 thn
Menurut sarwono batasan usia remaja masyarakat
Indonesia 11-24 thn dan belum menikah.
Tahapan • Fase remaja awal tertarik dengan lawan jenis,ingin

remaja &
bebas,berfikir abstrak, kesulitan memahami dan dipahami
• Fase remaja madya ketergantungan dengan teman,

Tugas-tugas
cenderung narsistik, kebingungan menentukan identitas
diri,emosi tidak stabil
• Fase remaja akhir memantapkan minat, membentuk
perkembang identitas seksual, cenderung berfikir egosentris.

annya
• Tugas tugas perkembangan (Hurlock):
• Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya
• Mencapai peran social sesuai gender
• Menerima kondisi fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif
• Mengharapkan dan mencapai perilaku social yang bertanggung jawab
• Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya.
• Mempersiapkan karir ekonomi
• Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
• Mengembangkan ideologi
Dampak Menurut Fadhilah (2014)
• Ide paranoid

Perceraian • Gangguan emosional

terhadap • Gejala kecemasan


• Depresi

Remaja Pada aspek kesejahteraan subjektif dan kepuasan hidup


rendah (Bastaits, Pasteels & Mortelmans. 2018)

Pada aspek hubungan social :


• Keterasingan
• Penarikan social
• Kesepian
• Konsep diri negatif dan harga diri rendah
• Perasaan inferior
• Adofo & Etsey menambahkan bahwa dampak perceraian 
externalizing behavior dan internalizing behavior
• Externalizing behavior  perilaku agresi, sulit menjalin hubungan
dengan orang lain, adaptasi yang rendah dgn figure otoritas, perilaku
bermasalah disekolah, kenakalan remaja, konsumsi alcohol, seksual
beresiko, mencuri, merokok dan obat obatan terlarang.

• Internalizing behavior  ketakutan, rasa malu, kesedihan,


kecemasan, kebingungan, rasa tidak aman, rasa sakit, depresi, serta
harga diri dan kepercayaan diri yang rendah
• Namun tidak semua berdampak negative, Ada banyak anak dan
remaja yang menyikapi masalah perceraian secara positif, sehingga
dapat bangkit dari perceraian sebagai individu yang tangguh,
optimis, dan berprestasi (Amato, 2000; Asriandari, 2015; Priangka,
2019; Santrock, 2003).
• Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa peristiwa perceraian
tidak selalu memberikan dampak negatif terhadap remaja. Amato
(2014) mengungkapkan bahwa setiap orang memiliki respon yang
berbeda-beda terhadap pengalaman perceraian orang tua. Perbedaan
respon dan tingkat penyesuaian tergantung pada sumber daya yang
dimiliki oleh individu.
Resiliensi
• Resiliensi adalah kualitas personal yang memberikan kesempatan
lebih besar untuk menyesuaikan diri, bangkit, dan berkembang
dalam situasi sulit atau terpuruk.

pada • Individu yang resilien memiliki kompetensi personal, kekuatan


dalam menghadapi tekanan, penerimaan positif, pengendalian diri,

Remaja
dan kemampuan untuk menemukan kebermaknaan hidup saat
mengalami situasi terpuruk (Connor & Davidson, 2003).

• Masten (2011) mengartikan resiliensi sebagai kapasitas dinamis pada

dengan individu untuk bertahan dan pulih dari tantangan yang mengancam
stabilitas, kelangsungan hidup, dan perkembangannya.

Orang Tua
• Zautra, Arewasikporn, dan Davis (2010) mengungkapkan bahwa
resiliensi memiliki tiga komponen utama.
Pertama adalah pemulihan, yaitu kemampuan individu untuk

Bercerai

bangkit kembali secara emosionaldari situasi penuh tekanan.
– Kedua adalah keberlanjutan, yaitu kemampuan untuk tetap
optimis dalam mencapai nilai dan tujuan hidup di tengah situasi
sulit.
– Ketiga adalah berkembang, yaitu kemampuan individu untuk
menemukan makna positif dari pengalaman buruk.
• Resiliensi dapat dipahami dalam tiga konsep, yaitu sebagai
hasil, proses dinamis, dan multi faktor (Olsson, Bond, Burns,
Vella-brodrick, & Sawyer, 2003).
• Meadows, Miller, dan Robson (2015) menekankan bahwa
resiliensi lebih mengarah pada suatu proses dinamis, bukan
sebagai seperangkat sifat atau karakteristik yang statis.
• Resiliensi pada remaja lebih mengarah pada sumber dan
adaptasi positif yang diterapkan untuk mencapai
perkembangan secara sehat meskipun berada dalam situasi
berisiko (Fergus & Zimmerman, 2005; Zimmerman et al.,
2013).
• Konstruk yang berkaitan dengan resiliensi pada remaja,
yaitu penyesuaian diri yang positif, coping, dan kompetensi.
Remaja yang resilien memiliki kompetensi sosial dan
kemampuan dalam menghadapi tantangan, seperti
penyelesaian masalah, berpikir kritis, kesadaran terhadap
tujuan, serta bersikap optimis pada masa depan (Desmita,
2009).
Faktor • Resiliensi dibentuk secara dominan oleh faktor
promotif. Faktor promotif merupakan faktor positif

Resiliensi yang dapat membantu individu menghindari dampak


negatif dari suatu risiko (Zimmerman et al., 2013).

pada • Murphey, Barry, dan Vaughn (2013) mengungkapkan


faktor promotif yang memengaruhi resiliensi pada

Remaja remaja adalah hubungan dengan orang dewasa, pola


asuh orang tua yang efektif, disposisi atau watak,
kompetensi sosial, regulasi emosi, kemampuan
kognitif, bakat, keyakinan diri, serta religiusitas dan
spiritualitas.
• Barger, Vitale, Gaughan, dan Feldman-Winter (2017)
meringkas faktor-faktor resiliensi pada remaja dalam
model “7 Cs” :
• a. Competence
• b. Confidence
• c. Character
• d. Connection
• e. Contribution
• f. Coping
• g. Control
Resiliensi
• Seorang remaja dengan latar belakang orang tua bercerai sangat
penting untuk mengembangkan resiliensi sebagai faktor
protektif yang mampu mencegah dampak negatif perceraian

pada
orang tua dan bangkit dalam menghadapi situasi terpuruk.
• Resiliensi dapat membantu remaja mampu memaknai

Remaja
perceraian orang tua secara positif, sehingga dapat mengubah
peristiwa sulit menjadi motivasi untuk mengembangkan
kemandirian (Dewanti & Suprapti, 2014).

dengan • Resiliensi juga dapat mendorong remaja korban perceraian


orang tua untuk tetap optimis, mengembangkan empati,

Orang Tua meningkatkan aspek positif, dan meraih prestasi dalam hidup
(Asriandari, 2015; Detta & Abdullah, 2017; Hadianti, Nurwati, &
Darwis, 2017).

Bercerai • Hasil penelitian Altundağ dan Bulut (2014) menambahkan bahwa


kemampuan resiliensi dapat menghindarkan remaja dari
kesepian dan tetap memiliki kepuasan hidup di tengah situasi
perceraian orang tua.
Kesimpulan
• Perceraian orang tua dapat memengaruhi komunikasi antara
orang tua dan anak menjadi lebih buruk, sehingga dapat
mengganggu perkembangan psikologis pada remaja. Hasil

…… penelitian menunjukkan bahwa perceraian orang tua berdampak


negatif terhadap remaja. Remaja dari keluarga bercerai memiliki
masalah pada berbagai aspek kehidupan, seperti kesehatan
mental rendah, kesejahteraan hidup rendah, hubungan sosial
yang buruk, motivasi pendidikan rendah, serta adanya perilaku
menyimpang.

• Namun, tidak semua remaja terjebak dalam masalah pasca


perceraian orang tuan. Respon remaja terhadap perceraian
orang tua dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki. Salah
satu sumber daya psikologis tersebut adalah resiliensi. Resiliensi
adalah kualitas personal yang memberikan kesempatan lebih
besar untuk menyesuaikan diri, bangkit, dan berkembang dalam
situasi sulit atau terpuruk.

Anda mungkin juga menyukai