Resiliensi Pada Remaja Dengan Orangtua Bercerai
Resiliensi Pada Remaja Dengan Orangtua Bercerai
PADA REMAJA
DENGAN
ORANGTUA
BERCERAI
Apa itu • Keluarga merupakan satuan kekerabatan yang
memiliki hubungan darah atau perkawinan,
keluarga??? yang menjadi ruang bagi para anggotanya utk
menyelenggarakan fungsi fungsi dasar dan
ekspresif keluarga (Lestari.2012)
keluarga
interaksi positif kepada setiap anggota keluarga.
Karena hal ini memiliki pengaruh besar dalam
remaja &
bebas,berfikir abstrak, kesulitan memahami dan dipahami
• Fase remaja madya ketergantungan dengan teman,
Tugas-tugas
cenderung narsistik, kebingungan menentukan identitas
diri,emosi tidak stabil
• Fase remaja akhir memantapkan minat, membentuk
perkembang identitas seksual, cenderung berfikir egosentris.
annya
• Tugas tugas perkembangan (Hurlock):
• Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya
• Mencapai peran social sesuai gender
• Menerima kondisi fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif
• Mengharapkan dan mencapai perilaku social yang bertanggung jawab
• Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya.
• Mempersiapkan karir ekonomi
• Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
• Mengembangkan ideologi
Dampak Menurut Fadhilah (2014)
• Ide paranoid
Remaja
dan kemampuan untuk menemukan kebermaknaan hidup saat
mengalami situasi terpuruk (Connor & Davidson, 2003).
dengan individu untuk bertahan dan pulih dari tantangan yang mengancam
stabilitas, kelangsungan hidup, dan perkembangannya.
Orang Tua
• Zautra, Arewasikporn, dan Davis (2010) mengungkapkan bahwa
resiliensi memiliki tiga komponen utama.
Pertama adalah pemulihan, yaitu kemampuan individu untuk
Bercerai
–
bangkit kembali secara emosionaldari situasi penuh tekanan.
– Kedua adalah keberlanjutan, yaitu kemampuan untuk tetap
optimis dalam mencapai nilai dan tujuan hidup di tengah situasi
sulit.
– Ketiga adalah berkembang, yaitu kemampuan individu untuk
menemukan makna positif dari pengalaman buruk.
• Resiliensi dapat dipahami dalam tiga konsep, yaitu sebagai
hasil, proses dinamis, dan multi faktor (Olsson, Bond, Burns,
Vella-brodrick, & Sawyer, 2003).
• Meadows, Miller, dan Robson (2015) menekankan bahwa
resiliensi lebih mengarah pada suatu proses dinamis, bukan
sebagai seperangkat sifat atau karakteristik yang statis.
• Resiliensi pada remaja lebih mengarah pada sumber dan
adaptasi positif yang diterapkan untuk mencapai
perkembangan secara sehat meskipun berada dalam situasi
berisiko (Fergus & Zimmerman, 2005; Zimmerman et al.,
2013).
• Konstruk yang berkaitan dengan resiliensi pada remaja,
yaitu penyesuaian diri yang positif, coping, dan kompetensi.
Remaja yang resilien memiliki kompetensi sosial dan
kemampuan dalam menghadapi tantangan, seperti
penyelesaian masalah, berpikir kritis, kesadaran terhadap
tujuan, serta bersikap optimis pada masa depan (Desmita,
2009).
Faktor • Resiliensi dibentuk secara dominan oleh faktor
promotif. Faktor promotif merupakan faktor positif
pada
orang tua dan bangkit dalam menghadapi situasi terpuruk.
• Resiliensi dapat membantu remaja mampu memaknai
Remaja
perceraian orang tua secara positif, sehingga dapat mengubah
peristiwa sulit menjadi motivasi untuk mengembangkan
kemandirian (Dewanti & Suprapti, 2014).
Orang Tua meningkatkan aspek positif, dan meraih prestasi dalam hidup
(Asriandari, 2015; Detta & Abdullah, 2017; Hadianti, Nurwati, &
Darwis, 2017).