Anda di halaman 1dari 15

DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA

* Kelompok 4
Teltin A. Latupeirissa
Afriyanti. Sumtaki
Hellis. Souisa
Frangky. Damamain (TIDAK AKTIF)

“PM”
PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME…
Pengertian dan hakikat dialog antar umat
1 beragama.
Oleh : el

Prinsip-prinsip dalam dialog antar umat


2 beragama.

POKOK 3
Oleh : el

Alasan dan tujuan dialog antar umat


beragama.

MATERI 4
Oleh : ona

Bentuk-bentuk dialog antar umat beragama.


Oleh : ona

Metode pendekatan dalam dialoog antar umat


5 beragama.
Oleh : telces

Perbedaan dan persamaan sebagai landasan


6 dialog antar umat beragama.
Oleh : telces

Pendidikan Multikulturalisme | PM
Dialog ditinjau dari asal usul kata berasal dari kata Yunani dia yang berarti
antara, di antara, bersama, dan legein yang berarti berbicara, bercakap-cakap, bertukar
pemikiran dan gagasan. Secara harfiah, dialogos atau dialog adalah berbicara, bercakap-
cakap, bertukar pikiran dan gagasan bersama.

Secara substansial, dialog adalah “percakapan dengan maksud untuk saling


mengerti, memahami, menerima, hidup damai, dan bekerja sama untuk mencapai
kesejahteraan bersama”. Dialog antar agama bukan sekedar memberi informasi, mana
yang sama dan mana yang berbeda antara ajaran satu agama dan lainnya. Dialog antar
agama bukan pula merupakan usaha agar orang yang berbicara menjadi yakin akan
kepercayaannya, dan menjadikan orang lain mengubah agamanya kepada agama yang ia
peluk.
Dialog antar agama yang hakikatnya adalah pertemuan hati dan pikiran antar berbagai macam
agama dan aktualisasi sekaligus pelembagaan semangat pluralisme keagamaan.
Dialog antar agama dapat menjadi media komunikasi antar pemeluk agama dalam tingkatan
agamis. Dialog bukan debat, melainkan saling memberi informasi tentang agama masing-masing, baik
tentang persamaan maupun perbedaannya.
Dialog juga tidak mengurangi loyalitas dan komitmen seseorang terhadap kebenaran keyakinan
agama yang sudah ia pegang, akan tetapi lebih memperkaya dan memperkuat keyakinan. Dialog juga
diharapkan mampu menjauhkan terjadinya sinkretisme, karena dialog akan menambah pengetahuan
tentang agama atau kepercayaan lain dan pada saat yang sama keyakinan terhadap kebenaran agama
yang dipeluknya akan semakin teruji dan tersaring.
Melalui dialog antar agama, kita berharap memasuki suatu abad di mana teologi agama-
agama akan berkembang. Pada dasarnya, keyakinan merupakan jalan lintas ke dalam dialog antaragama
sebagai suatu proses spiritual. Karena, dialog antaragama lebih dari sekedar pertemuan pada tingkat
pribadi dan sosial, lebih dari sekedar diskusi tentang kepercayaan, ritual dan norma aturan moral. Pada
tingkatannya yang paling dalam, kegiatan tersebut mampu menyentuh jiwa dari para peserta dan
mengawali suatu perjalanan spiritual bersama.
Prinsip-prinsip dasar ini dapat berasal dari norma masing-masing agama, bisa juga
berasal atas dasar pengalaman pribadi dari manusia yang beragama, baik pengalaman
langusung maupun pengalaman atas dasar memahami fenomena beragama.
Raimundo Panikkar memberikan norma-norma keagamaan yang dapat dijadikan
pijakan dalam dialog atau, menurut pemahamannya adalah “perjumpaan agama harus
benar-benar bersifat keagamaan”.
1. “harus bebas dari apologi (pembelaan) khusus”
2. “harus bebas apologi umum”
3. “berani menghadapi tantangan pertobatan”
4. “dimensi historis penting tetapi tidak mencukupi”
5. “bukan sekadar kongres filsafat”
6. “bukan sekadar simposium teologis”
7. “bukan sekadar ambisi pemuka agama”
8. “perjumpaan agama dalam iman, harapan dan kasih”.
Ada beberapa alasan dan tujuan dialog antar agama, antara lain secara sosiologis dan
teologis.
Alasan dan tujuan secara sosiologis antara lain :
1. Pluralisme agama di dunia adalah suatu kenyataan yang makin lama makin jelas terlihat
karena mudahnya komunikasi.
2. Semakin tinggi keinginan untuk mengadakan hubungan dengan yang lainnya. Apalagi aspek
kesamaan antar kelompok umat manusia dan agama yang satu dengan yang lain semakin
diakui dan dirasakan daripada apa yang memisahkan.
3. Dialog antar agama membantu tiap peserta untuk tumbuh dalam kepercayaan sendiri,
manakala ia berjumpa dengan orang yang berlainan agama dan bertukar pikiran tentang
berbagai keyakinan dan amalan yang dijalankan oleh masing-masing pemeluknya.
4. Memperkaya pengetahuan tentang agama lain.
5. Dialog antar agama diharapkan mampu untuk meningkatkan kerja sama antar pemeluk
agama, meningkatkan toleransi, dan menghargai perbedaan.
6. Semua manusia adalah satu, dan kesatuan inilah yang mendorong umat manusia untuk
meningkatkan perdamaian universal
Alasan dan tujuan secara Teologis:
1. Seluruh umat manusia hanya mempunyai satu asal, yaitu Tuhan. Dan
diciptakan dengan tujuan akhir yang sama yaitu Tuhan sendiri. Oleh
karena itu hanya ada satu rencana Tuhan bagi setiap manusia yaitu, satu
asal dan satu tujuan. Perbedaan itu memanglah ada tapi jika
dibandingkan dengan persamaan-persamaan yang begitu banyak dan
fundamental, pebedaan-perbedaan tersebut tidaklah penting.
2. Karena alasan-alasan teologis inilah pada akhirnya pemeluk agama
mengambil tindakan positif terhadap agama-agama lain. Hal ini bisa
dilakukan dengan dialog dan kerjasama antar agama untuk sama-sama
mengenal, memelihara, dan meningkatkan perbuatan-perbuatan spiritual
dan moral yang terdapat pada pemeluk agama lain. Juga nilai-nilai yang
terdapat dalam masyarakat dan kebudayaan mereka.
3. Dialog adalah untuk keselamatan, dan keselamatan merupakan bagian
dari tujuan total agama.
bentuk-bentuk dialog antar agama adalah sebagai berikut :

1. Dialog Kehidupan
Dalam hal ini berbagai macam pemeluk agama dan kepercayaan hidup bersama dan bekerja sama
untuk saling memperkaya kepercayaan dan keyakinan dengan perantaraan melakukan nilai-nilai dari
agama masing-masing tanpa diskusi formal. Hal ini terjadi dalam sekolah, angkatan bersenjata,
rumah sakit, industri, kantor, dan Negara. Dialog kehidupan merupakan pola hidup bersama yang
saling menghargai di masyarakat.

2. Dialog dalam Kegiatan Sosial


Tujuan dari dialog ini yaitu meningkatkan harkat manusia dan pembebasan integral dari umat
manusia itu. Berbagai pemeluk agama dapat mengadakan kerja sama dalam pelaksanaan
pembangunan, meningkatkan taraf hidup, membantu rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan
hidup, dan meningkatkan keadilan serta perdamaian. Melakukan kerjasama dalam berbagai bidang
kegiatan sosial tanpa memandang identitas agama masing-masing dan menggali kesadaran
keagamaan untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang muncul secara bersama-sama. Di sini
masing-masing pihak duduk bersama tanpa melihat identitas keagamaan tapi lebih fokus pada
pencarian solusi bersama atas masalah yang muncul di tengah-tengah masyarakat.
3. Dialog Komunikasi Pengalaman Agama
Bentuk dari dialog ini ialah mengambil bentuk komunikasi pengalaman agama, doa,
dan meditasi. Dialog semacam ini disebut juga dialog intermonastik. Contohnya, ada
pertapa dari Katolik dan dari Budha. Pertapaan tersebut bertujuan untuk medekatkan
diri kepada Tuhan dan memperoleh pengalaman keyakinan. Hal ini tentu tidak bisa
dilakukan oleh sembarang orang. Biasanya ini dilakukan oleh pemuka-pemuka agama
atau seseorang yang benar-benar kuat keinginannya untuk melakukan pertapaan.

4. Dialog Untuk Doa Bersama


Dialog ini sering dilakukan pada pertemuan-pertemuan besar atau internasional yang
didatangi berbagai kelompok agama. Berbagai macam pemeluk agama datang untuk
berdoa menurut keyakinan mereka masing-masing namun tetap dalam satu tujuan.

5. Dialog Diskusi Teologis


Dialog ini merupakan tempat dimana ahli-ahli agama saling tukar menukar informasi
tentang keyakinan, kepercayaan, dan amalan-amalan agama lain serta berusaha saling
menghargai dengan perantara diskusi itu.
Untuk mendekati masalah persamaan dan perbedaan dalam agama, umat beragama bisa
melakukan berbagai pendekatan yang bisa diambil sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing
pemeluk agama.
1. Pendekatan Mistikal
Dengan pendekatan ini pemeluk agama yakin bahwa pengalaman dan komitmen keberagaman seseorang
bersifat amat subyektif. Hubungannya yang demikian intim antara hamba dengan Tuhannya tidak mungkin
diceritakan secara tuntas melalui penuturan verbal sehingga orang lain belum tentu bisa memasuki atau
menghayatinya. Bagi seorang penghayat mistik, keberagaman benar-benar merupakan aktivitas spiritual yang
bersifat vertikal dan esoteris sehingga pihak yang bersangkutan mampu betoleran terhadap pengalaman
orang lain yang menghayati keberagamannya.

2. Pendekatan Rasional Dialogis


Yaitu dialog keberagamaan dimana masing-masing pihak berusaha menerangkan doktrin, paham, dan
pengalaman imannya sehingga pihak lain bisa memahami keyakinana agama yang dipeluknya secara rasional
dan seobyektif mungkin. Dialog semacam ini akan maksimal apabila masing-masing pihak memahami ajaran
agamanya secara baik dan mendalam, serta memiliki tingkat intelektual tinggi dan kesediaan untuk
mendengarkan dan menerangkan doktrin-doktrin dari agama lain.
3. Pendekatan Emosional-apologetik
Yaitu suatu dialog yang lebih tepat disebut perdebatan untuk mempertahankan
keyakinan masing-masing sambil berusaha menaklukkan pihak lain agar mengikuti
keyakinan dirinya. Dalam dialog semacam ini, argumen-argumen rasional akan
dicoba dikemukakan tetapi semata-mata hanya untuk mempertahankan keyakinan
yang telah ada.

4. Pendekatan dialog-konfliktual
Yaitu suatu pertikaian pendapat yang emosional dimana sikap toleran dan argumen
rasional tidak lagi berperan secara proporsional. Dalam hal ini masing-masing pihak
telah mengambil sikap bahwa dirinyalah yang paling benar dan yang lain salah, serta
pihak yang salah harus dibenci dan dimusuhi.

5. Pendekatan sinkretis-resiprokal
Yaitu kedua belah pihak saling membuka diri dan berbagi pikiran, pengalaman, dan
perasaan secara sukarela saling menerima dan membagikan pengalamnnya masing-
masing.
A. Mukti Ali menyatakan bahwa dialog antar agama bukan untuk saling
menyalahkan maupun merendahkan antar umat beragama, namun saling
membangun dalam rangka kepentingan bersama, sementara Th. Sumartana
berpendapat bahwa dialog adalah upaya untuk tidak saling mengkafirkan antar
sesama sehingga dapat mengasah kembali sikap saling bertoleransi diantara
umat beragama yang pada akhirnya akan menumbuhkan sikap demokratis
dalam kehidupan.
Dialog dapat dilakukan dalam berbagai bentuk,diantaranya, dialog
teologis, dialog kehidupan, dialog perbuatan, dan dialog pengalaman
keagamaan. Dialog hanya bisa dilakukan apabila peserta dialog saling
memahami antara perbedaan dan persamaan dalam setiap agama dengan
tetap menghormati d,an mengukuhkan komitmen bersama untuk menciptakan
keadilan sosial dan berusaha memperkaya kehidupan spiritual dalam agamanya
masing-masing agar tercipta kehidupan yang harmonis antar umat beragama.
Peserta dialog juga harus menjauhi perbandingan yang tidak wajar antar
agama dan memaksakan penyelesaian secara sepihak, maupun secara terselubung ada
maksud memindahkan agama orang lain dan menganggap tetanggga yang beda agama
sebagai musuh yang harus dijauhi. Peran pemerintah harus ada dalam menentukan
masalah-masalah yang berkaitan dengan agama, namun ada juga yang memandang
bahwa agama harus bertindak netral dalam wilayah agama, baik mengenai dialog,
ritual dan sebagainya.
Dua tokoh diatas mewakili masing-masing pendapat tersebut, tetapi terdapat
juga perbedaan-perbedaan yang lain. Persamaan-persamaan diantara mereka adalah
menganjurkan agar agama harus mampu menjawab masalah masalah sosial modern
kemanusiaan yang ada dimasyarakat, sama-sama menganjurkan adanya dialog yang
menjadi kebutuhan setiap agama.
Pemikiran dari kedua tokoh yang berbeda keyakinan tersebut (seorang Muslim
dan Kristiani) dalam kaitanya dengan dialog antar agama, baik mengenai pengertian,
tujuan, dan pentingya dialog, maupun gagasan tentang masa depan agama. Persamaan
dan perbedaan pandangan antara kedua tokoh ini juga menjadi pembahasan tersendiri
dalam kaitanya dengan kemandekan dan berkembangnya pemikiran keagamaan
masyarakat Adanya dialog akan menciptakan sebuah solusi-solusi pemecahan masalah
dari dalam agama itu sendiri, bukan menunggu lahirnya pemecahan masalah yang
datang dari luar proses keterlibatan agama-agama dalam kehidupan.
APA ADA
PERTANYAAN???

Anda mungkin juga menyukai