Anda di halaman 1dari 38

Kelompok 5

Nassha Nurjihan {2018349014}


Nadia Munisa {2018349008}
Warastri Fida Candraningtyas{2018349001}
BAB 1 : ketentuan Umum
 Pasal 1 : keamanan hayati produk rekayasa genetika
 Pasal 2 : meningkatkan hasil guna dan daya guna PRG bagi
kesejahteraan rakyat dan mewujudkan PRG yang aman
 Pasal 3 : pendekatan kehati-hatian dalam rangka mewujudkan
keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau pakan
 Pasal 4 : Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini mencakup pengaturan
mengenai jenis dan persyaratan, penelitian dan pengembangan,
pemasukan dari luar negri, pengawasan dan pengendalian,
kelembagaan, pembiayaan, ketentuan sanksi
BAB 2 : Jenis dan Persyaratan PRG
 Pasal 5 : jenis PRG. Seperti hewan, ikan dan hasil olahannya, tanaman,
dan jasad renik
 Pasal 6 : PRG yang berasal dari luar maupun dalam negri harus berisikan
informasi dasar sebelum dilakukan pengujian dan pengembangan
metode.
 Pasal 7 : ketentuan mengenai rincian jenis PRG di tindaklanjuti kemudian
oleh mentri yang berwenang atau kepala LPND.
BAB 3 : Penelitian dan Pengembangan PRG
 Pasal 8 : peneliti wajib mencegah dan menanggulangi dampak negatif
dari PRG
 Pasal 9 : pengujian dilakukan di dalam laboratorium
 Pasal 10 : PRG yang akan diusulkan harus diuji efikasi dan memenuhi
persyaratan keamanan hayati.
 Pasal 11 : pemerintah membina peran serta komponen masyarakat dalam
mengembangkan PRG dan memberikan penghargaan kepada masyarakat yang
memberikan PRG baru.
 Pasal 12 : penelitian dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang
penelitian, dan mengikuti tata cara pelaksanaan yang telah diatur oleh mentri yang
berwenang.
BAB 4 : Pemasukan PRG dari Luar Negri
 Pasal 13 : apabila akan memasukkan PRG baru, harus melalui mentri LPND dan
melengkapi informasi-informamsi dasar atas PRG yang dimasukkan.
BAB 5 : Pengkajian, Pelepasan dan Peredaran, Serta Pemanfaatan PRG
 Pasal 14 : Pengkajian terhadap PRG wajib dilakukan sebelum pelepasan dan peredaran.
Dan pengkajian dilakukan berdasarkan permohonan tertulis yang ditujukan oleh kepala
LPND.
 Pasal 15 : pengkajian rekomendasi, evaluasi teknis, pengkajian dokumen teknis, dan
hasil pengkajian evaluasi.
 Pasal 16 : hasil evaluasi dan kajian teknis yang disampaikan , dimaksudkan untuk
mengumumkan penerimaan permohonan, proses dan ringkasan hasil pengkajian di
tempat yang dapat diakses oleh masyarakat selama 60 (enam puluh) hari untuk
memberikan kesempatan kepada masyarakat menyampaikan tanggapan.
 Pasal 17 : Ketua KKH memperhatikan rekomendasi dari TTKH dan masukan dari
masyarakat
 Pasal 18 : permohonan tertulis harus dilengkapi dokumen. Seperti kelengkapan
administratif, informasi substantif, keterangan tambahan mengenai spesies, dan
identitas pemohon.
 Pasal 19 : Pemohon wajib melakukan pengujian keamanan pangan di laboratorium
terhadap PRG yang dimohonkan untuk diedarkan untuk pertama kali.
 Pasal 20 : haus dilaksanakan oleh institusi yang berkompeten dalam bidangnya.
BAB 6 : Pengawasan dan Pengendalian PRG
 Pasal 25 : Kepala LPND melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap PRG yang beredar.
 Pasal 26 : Kepala LPND berwenang menentukan pedoman pemantauan dampak dan
pengelaolaan resiko dari produk PRG
 Pasal 27 : orang yang memproduksi PRG mengetahui adanya dampak negatif dari adanya PRG
BAB 7 : Kelembagaan (bagian 1)
 Pasal 28 : Kepala LPND melakukan pengawasan dan Pengendalian terhadap PRG
 Pasal 29 : usul mentri memperhatikan saran dari LPND
 Pasal 30 : Kepala LPND memperhatikan saran dari KKH
BAB 7 : Kelembagaan (Bagian 2, Balai Kliring Keamanan Hayati PRG (BKKH) )
 Pasal 31 : BKKH mengkomunikasikan informasi dari kepala LPND ke masyarakat, dan
sebaliknya.
BAB 7 : Kelembagaan (Bagian 3, Tim Teknis Keamanan Hayati PRG (TTKH)
 Pasal 32 : TTKH bertugas membantu KKH dalam melakukan kajian teknis keamanan hayati.
BAB 8 : Pembiayaan
 Pasal 33 : Semua biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan negara.
BAB 9 : Ketentuan peralihan
 Pasal 34 : permohonan pelepasan PRG yang telah diajukan ke kepala LPND di proses pada saat
mulai berlakunya perundangan ini
 Pasal 35 : apabila laboratorium atau fasilitas uji terbatas, maka kepala LPND berwenang
menunjuk laboratorium memenuhi persyaratan minimal menurut pada PP ini.
BAB 10 : Penutup
 Pasal 36 : semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keamanan
lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan PRG dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
 Pasal 37 : Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
BPOM HK 03.1.23.03.12.1564.2012 – Rekayasa
genetika
BAB 1 : Ketentuan Umum
 Pasal 1 : Pengertian pangan, pangan olahan, PRG,
Pangan PRG, Label pangan, dan Kepala badan.
BAB 2 : Ruang Lingkup
 Pasal 2 : peraturan ini berlaku untuk PRG yang
diproduksi di dalam negri.
 Pasal 3 : Pangan PRG yang diproduksi di dalam
negri wajib memiliki keputusan izin peredaran
pangan PRG yang diterbitkan kepala badan
 Pasal 4 : Pangan PRG harus memiliki surat
persetujuan pendaftaran sesuai peraturan
perundang-undangan.
BAB 3 : Pelabelan
 Pasal 5 : Pangan PRG mencantumkan label yang
sesuai peraturan perundangan. Dan wajib
mencantumkan keterangan berupa tulisan
“PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK”.
 Pasal 6 : Pangan PRG yang di jual secara curah harus diberi
informasi bahwa produk tsb Pangan PRG dan dicantumkan
sedemikian rupa agar terlihat
 Pasal 7 : Tulisan “PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK”
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dicantumkan jika pangan
mengandung paling sedikit 5 (lima) persen Pangan PRG,
berdasarkan persentase kandungan Asam
 Pasal 8 : Pangan yang menggunakan 1 (satu) Pangan PRG sebagai
bahan tunggal, di tulis setelah nama jenis pangan tsb
 Pasal 9 : terkecuali PRG yang telah mengalami proses pemurnian
lebih lanjut sehingga tidak teridentifikasi mengandung protein
PRG termasuk namun tidak terbatas pada minyak, lemak, gula,
dan pati.
BAB 4 : Tindakan Administratif
 Pasal 10 : pelanggaran pasal administratif, dikenakan sanksi
berupa peringatan tertulis, larangan peredaran, pemusnahan
pangan, penghentian pemasukan, pencabutan keputusan.
BAB 5 : Penutup
Pasal 11 : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahui.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.03.12.1563
Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik, diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) untuk bahan penolong (processing
aid) PRG yang digunakan pada produk pangan dan tidak mengandung DNA PRG dan/atau protein PRG.
(2) Penilaian keberadaan DNA PRG dan/atau protein PRG dalam bahan penolong (processing aid) PRG
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana tercantum dalam Lampiran
I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5
(1) Atas dasar rekomendasi dari KKH PRG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Kepala Badan
menerbitkan keputusan izin atau penolakan izin peredaran pangan PRG.
(2) Dalam rangka pengawasan peredaran pangan PRG, pemohon wajib menyampaikan dokumen berupa:
a. metoda deteksi yang tervalidasi;
b. informasi sekuens primer; dan
c. informasi tempat untuk mendapatkan baku pembanding (Certified Reference Material), jika ada.
(3) Penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan format Formulir 1 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
(4) Keputusan izin peredaran pangan PRG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai sertifikat
keamanan pangan PRG.
(5) Selain menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon wajib menyampaikan contoh
pangan PRG dan pangan kontrol selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah penerbitan keputusan izin
peredaran pangan PRG.
(6) Penyampaian contoh pangan PRG dan pangan kontrol sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menggunakan
format Formulir 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan ini.
(7) Pemegang izin peredaran atau pangan PRG wajib menyampaikan kembali contoh pangan PRG dan pangan
kontrol sebagaimana dimaksud pada ayat (5), untuk keperluan pengawasan.
3. Di antara BAB III dan BAB IV disisipkan 1 (satu) bab, yakni BAB IIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:

BAB IIIA
SANKSI
4. Di antara Pasal 5 dan Pasal 6 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 5A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5A
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini, Kepala Badan dapat memberikan sanksi administratif berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu;
c. perintah menarik Pangan PRG dari peredaran;
d. penghentian produksi untuk sementara waktu;
e. pencabutan sertifikat keamanan pangan PRG; dan/atau
f. pencabutan izin edar pangan olahan yang mengandung pangan PRG.

5. Di antara BAB IV dan BAB V disisipkan 1 (satu) bab, yakni BAB IVA sehingga berbunyi sebagai berikut:

BAB IVA
KETENTUAN PERALIHAN
6. Di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 6A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6A
Pangan PRG yang telah beredar sebelum ditetapkannya Peraturan ini wajib menyesuaikan paling lambat 24 (dua
puluh empat) bulan sejak Peraturan ini diundangkan.

Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Badan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
LAMPIRAN I
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2016
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR
HK.03.1.23.03.12.1563 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN PRODUK
REKAYASA GENETIK

PENILAIAN BAHAN PENOLONG (PROCESSING AID) PRG

Dokumen yang diperlukan dalam Penilaian Bahan Penolong (Processing Aid) PRG sebagai berikut:
1. Spesifikasi produk bahan penolong -- Nama, struktur kimia, stabilitas (pH, suhu, waktu), kondisi
optimum.
2. Proses produksi bahan penolong.
3. Sumber gen: strain, plasmid.
4. Metode dan profil PCR serta sekuens primer.
5. Gen yang direkayasa (jenis, struktur dan sekuens).
6. Hasil identifikasi gen PRG pada bahan penolong.
7. Informasi aplikasi penggunaan bahan penolong dalam produk pangan, termasuk proses pengolahannya.
8. Persetujuan dari negara lain.

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN


REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ROY A. SPARRINGA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2016
TENTANG
PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA

 Menimbang : a. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran pangan steril


komersial yang tidak memenuhi persyaratan keamanan dan mutu;
 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu
menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Persyaratan
Pangan Steril Komersial;
 Mengingat : 1. Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5360);
 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3867);
 5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424);
 6. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 145
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun
2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 322);
 7. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi
dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4
Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden
Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Lembaga Pemerintah Non Kementerian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 11);
 8. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan
 -3-
 Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231
Tahun 2004;
 9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum
Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan;
 10. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan
Pangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 16 Tahun 2014 (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1825);
 11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14
Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1714);
 12. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12
Tahun 2016 tentang Pendaftaran Pangan Olahan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 825);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL
KOMERSIAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan:
1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan,
perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk Bahan Tambahan Pangan, bahan baku
-4-

pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau
minuman.
2. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa
bahan tambahan.
3. F0 adalah ukuran kecukupan panas untuk proses sterilisasi komersial yang dinyatakan sebagai ekivalen waktu
pemanasan (dalam satuan menit) pada suhu konstan 121,1 C (250 F).
4. Steril Komersial adalah kondisi yang dapat dicapai melalui perlakuan inaktivasi spora dengan panas dan/atau
perlakuan lain yang cukup untuk menjadikan pangan tersebut bebas dari mikroba yang memiliki kemampuan untuk
tumbuh dalam suhu ruang (non-refrigerated) selama distribusi dan penyimpanan.
5. Pangan Steril Komersial adalah pangan berasam rendah yang dikemas secara hermetis, disterilisasi komersial dan
disimpan pada suhu ruang.
6. Pangan Berasam Rendah adalah pangan olahan yang memiliki pH lebih besar dari 4,6 dan aw lebih besar dari 0,85.
7. Kemasan Pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan baik yang
bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.
8. Hermetis adalah kondisi kemasan tertutup yang dapat mencegah masuknya mikroorganisme selama dan setelah
proses pemanasan.
9. Proses Aseptik adalah proses produksi Pangan Steril Komersial dengan cara memasukkan pangan yang sudah
disterilisasi komersial ke dalam kemasan steril secara aseptik.
10. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1) Peraturan Kepala Badan ini mengatur tentang persyaratan Pangan Steril Komersial yang diproses
dengan menggunakan panas.
(2) Pangan Steril Komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pangan Steril Komersial yang disterilisasi setelah dikemas; dan
b. Pangan Steril Komersial yang diolah dengan Proses Aseptik.
(3) Selain diproses dengan menggunakan panas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses sterilisasi
dapat dicapai melalui perlakuan lain.
(4) Perlakuan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa iradiasi.
(5) Persyaratan proses sterilisasi melalui perlakuan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu
pada ketentuan peraturan perundangan-undangan.

BAB III
PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL
Pasal 3
(1) Pangan berasam rendah yang dikemas hermetis dan disimpan pada suhu ruang harus disterilisasi
komersial.
(2) Sterilisasi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan nilai F0 sekurang-
kurangnya 3,0 menit dihitung terhadap spora Clostridium botulinum.
(3) Penetapan kecukupan proses panas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan untuk setiap
jenis produk, jenis medium, ukuran produk, dan faktor kritis lain yang berpotensi mempengaruhi nilai F0.
-6-
Pasal 4
Dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk Pangan Olahan berupa:
a. minuman beralkohol;
b. air mineral;
c. air demineral;
d. air mineral alami; atau
e. air minum embun.
Pasal 5
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pangan Steril Komersial yang diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi
persyaratan keamanan dan mutu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6
(1) Pelaku Usaha yang memproduksi Pangan Steril Komersial harus menerapkan Cara Produksi yang Baik untuk Pangan Steril Komersial.
(2) Dalam hal Cara Produksi yang Baik untuk Pangan Steril Komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan dapat mengacu
pada Code of Hygienic Practice for Low and Acidified Low Acid Canned Foods (CAC/RCP 23-1979) dan/atau Code of Hygienic Practice for
Aseptically Processed and Packaged Low-Acid Foods (CAC/RCP 40-1993).

BAB IV
PELABELAN
Pasal 7
Pangan Steril Komersial harus memenuhi persyaratan label pangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. -7-
BAB V
PENGAWASAN
Pasal 8
Pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan Pangan Steril Komersial dilakukan oleh Kepala Badan.
BAB VI
SANKSI
Pasal 9
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan ini dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali dari peredaran;
c. perintah pemusnahan;
d. penghentian sementara kegiatan produksi dan/atau peredaran; dan/atau
e. pencabutan izin edar.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 10
Pangan Olahan yang beredar wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan ini paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
Peraturan Kepala Badan ini diundangkan.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
Peraturan Kepala Badan ini ulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Badan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
1. Peraturan pemerintah RI no. 21 thn 2005 tentang rekayasa genetika

2. BPOM HK 03.1.23.03.12.1564.2012 – Rekayasa genetika

3. PERKA bpom no. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan kepala badan
pengawas obat dan makanan nomor hk.03.1.23.03.12.1563 tahun 2012 tentang
pedoman pengkajian keamanan pangan produk rekayasa genetik

4. Peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan republik indonesia
nomor


24 tahun 2016
tentang
persyaratan pangan steril komersial

5. Perka BPOM RI
nomor 26 tahun 2013
tentang
pengawasan pangan iradiasi


Terdiri dari 7 BAB & 11 PASAL
 Pasal 1
-Pangan Iradiasi adalah setiap pangan yang dengan sengaja dikenai
radiasi ionisasi tanpa memandang sumber atau jangka waktu
iradiasi ataupun sifat energi yang digunakan. Dan menggunakan
-Iradiasi Pangan adalah metode penanganan Pangan, baik dengan
menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah
terjadinya pembusukan dan kerusakan, membebaskan Pangan dari
jasad renik patogen, serta mencegah pertumbuhan tunas. Diiradiasi
dengan dosis serap dan dalam waktu yang sama.
-Sertifikat Iradiasi adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh
instansi yang berwenang di bidang pangan iradiasi di negara
asal/tempat iradiasi dilakukan.
-Badan Pengawas Tenaga Nuklir, yang selanjutnya disebut BAPETEN
adalah institusi yang bertugas melaksanakan pengawasan melalui
peraturan, perizinan, dan inspeksi terhadap segala kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir.
-Kepala Badan adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang pengawasan obat dan makanan
 Pasal 2  Pasal 3  Pasal 4
 Pangan Iradiasi • Jenis pangan yang • Penanganan pangan
yang beredar di diizinkan untuk sebelum dan sesudah
diiradiasi, tujuan Iradiasi harus memenuhi
Wilayah Indonesia Iradiasi, Dosis Serap persyaratan Cara Iradiasi
wajib memenuhi maksimum untuk Pangan yang Baik. Cara
Iradiasi Pangan yang Baik
persyaratan masing-masing jenis sebagaimana dimaksud
keamanan, mutu Pangan, sumber pada ayat (1) ditetapkan
radiasi, dan bahan oleh Kepala Badan dan
dan gizi kemasan yang dibuktikan dengan berita
pangan,ketentuan diizinkan untuk acara hasil pemeriksaan
dari Badan Pengawas Obat
label dan iklan digunakan pada dan Makanan atau bukti
pangan. proses Iradiasi sesuai lain yang dikeluarkan oleh
dengan ketentuan lembaga yang
peraturan perundang- terakreditasi.
undangan.
 Pasal 6

Penanggung jawab Fasilitas Iradiasi wajib


melakukan pencatatan pada setiap batch Pangan
Iradiasi, wajib melaporkan hasil pencatatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Kepala Badan melalui Direktur Inspeksi dan
Sertifikasi Pangan setiap 6 (enam) bulan, dengan
menggunakan format Formulir 1 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
 Pasal 7

Pangan Iradiasi yang diproduksi di wilayah Indonesia


untuk diedarkan harus memiliki Sertifikat Iradiasi yang
berlaku untuk batch pangan yang bersangkutan dan
diterbitkan oleh Kepala Badan.

Permohonan untuk mendapatkan Sertifikat Iradiasi


disampaikan kepada Kepala Badan dengan menggunakan
format Formulir 2 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan ini.
 Permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus disertai dengan Surat
Keterangan Iradiasi .

 Surat Keterangan Iradiasi diterbitkan oleh


Fasilitas Iradiasi menggunakan format
Formulir 3 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
Sertifikat Iradiasi harus memuat informasi sekurang-
kurangnya seperti tercantum dalam format Formulir 4
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
 Pasal 8
Sertifikat Iradiasi diterbitkan oleh instansi
pemerintah yang berwenang dari negara asal.
 Pasal 9
Pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan ini
dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan mengedarkan untuk sementara
waktu dan/atau perintah menarik Pangan dari
peredaran;
c. pemusnahan Pangan Iradiasi;
d. penghentian produksi untuk sementara
waktu; dan/atau
e. pencabutan Sertifikat Iradiasi.
 Pasal 10

Pelaku Usaha yang telah mengedarkan Pangan


Iradiasi wajib menyesuaikan dengan
persyaratan sebagaimana diatur dalam
Peraturan ini paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak Peraturan ini diundangkan.
 Pasal 11

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai