Anda di halaman 1dari 22

Keadaan politik pada masa

pertengahan Orde Baru


Pembahasan
• Bagaimana hubungan antar lembaga pada masa pertengahan Orde
Baru ?
• Bagaimana pemilu pada masa Orde Baru ?
• Bagaimana civil society pada masa pertengahan Orde Baru ?
• Bagaimana Kondisi Ekonomi Politik Dalam Negeri dan Penataan
Luar Negeri pada pertengahan Orde Baru ?
• Apa saja kekuatan-kekuatan politik dan penopang pada masa
pertengahan Orde Baru ?
Orde Baru
• Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk
memisahkan antara kekuasaan masa Soekarno dengan masa
Suharto. Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah
pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965.
• Orde baru lahir sebagai upaya untuk: mengoreksi total
penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama, penataan
kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara
Indonesia, melaksanakan Pancasila dan UUD1945 secara murni dan
konsekuen dan menyusun kembali kekuatan bangsa untuk
menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses
pembangunan bangsa.
• Tujuan perjuangan Orde Baru adalah menegakkan tata kehidupan
bernegara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945. Sejalan dengan tujuan tersebut
maka ketika kondisi politik bangsa Indonesia mulai stabil untuk
melaksanankan amanat masyarakat maka pemerintah
mencanangkan pembangunan nasional yang diupayakan melalui
program pembangunan jangka pendek dan jangka panjang. Pada
masa ini pengertian pembangunan nasional adalah suatu rangkaian
upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi
seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
Hubungan antar lembaga politik
• Merupakan hubungan yang akan menciptakan suatu proses
pemerintahan yang baik. Hubungan akan baik jika antar lembaga
Negara mengerti tugas dan peran masing-masing dalam
pemerintahan.hubungan antar lembaga Negara Indonesia adalah
keseimbangan dalam lembaga eksekutif , legeslatif, yudikatif.
• Masa orde baru hubungan dan kedudukan antara eksekutif dan
legeslatif dalam sistem UUD 1945, sebetulnya telah diatur,kedua
lembaga tersebut sama akan kedudukannya. Pemerintahan pada
masa orde baru, kekuasaan eksekutif lebih dominan terhadap
semua aspek kehidupan pemerintahan dalam negara kita. Dominasi
kekuasaan eksekutif mendapat legimilitasi konstitusional, karena
dalam penjelasan umum UUD 1945 bahwa presiden adalah
pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dibawah majelis.
Presiden juga memiliki kekuasaan diplomatik. Kekuasaan pada
masa orde baru pada presiden begitu besar sehingga presiden
Soeharto bisa menjabat presiden seumur hidup. DPR sebagai
lembaga pengawasan tidak berjalan secara efektif.
Pemilihan Umum Era Orde Baru
• Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan
umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun
sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Pemilu 1971
• Pejabat negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955
dimana para pejabat negara termasuk perdana menteri yang berasal
dari partai peserta pemilu dapat ikut menjadi calon partai secara
formal.
• Organisasai politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol yang pada
saat pemilu sudah ada dan diakui mempunyai wakil di DPR/DPRD.
• Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776pemilih untuk memilih 460
orang anggota DPR dimana 360 orang anggota dipilih dan 100
orang diangkat.
• Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan
Karya (236 kursi), Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai
Muslimin Indonesia (24 kusi), Partai Nasional Indonesia (20 kursi),
Partai Kristen Indonesia (7 kursi), Partai Katolik (3 kursi), Partai
Islam Perti (2 kursi), Partai Murba dan Partai IPKI (tak satu
kursipun).
• Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah
partai tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga
dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga
pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi
tetapi atas persamaan program. Penggabungan tersebut
menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu :
• Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU,
Parmusi, PSII, dan Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5
Januari 1973 (kelompok partai politik Islam)
• Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai
Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik
yang bersifat nasionalis).
• Golongan Karya (Golkar)
Pemilu 1977
• Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977 pemerintah bersama DPR
mengeluarkan UU No.3 tahun 1975 yang mengatur mengenai
penyederhanaan jumlah partai sehingga ditetapkan bahwa terdapat
2 partai politik (PPP dan PDI) serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977
yang diikuti oleh 3 kontestan menghasilkan 232 kursi untuk Golkar,
99 kursi untuk PPP dan 29 kursi untuk PDI.
Pemilu 1982
• Pelaksanaan Pemilu ketiga pada tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya
perolehan suara Golkar secara nasional meningkat. Golkar gagal
memperoleh kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan Kalimantan
Selatan Golkar berhasil merebut kemenangan dari PPP. Golkar
berhasil memperoleh tambahan 10 kursi sementara PPP dan PDI
kehilangan 5 kursi.
Pemilu 1987
• Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April
1987. Hasil dari Pemilu 1987 :
• PPP memperoleh 61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi
dibanding dengan pemilu 1982 hal ini dikarenakan adanya
larangan penggunaan asas Islam (pemerintah mewajibkan
hanya ada satu asas tunggal yaitu Pancasila) dan diubahnya
lambang partai dari kabah menjadi bintang.
• Sementara Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga
menjadi 299 kursi.
• PDI memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil
membentuk DPP PDI sebagai hasil kongres tahun 1986 oleh
Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam.
Pemilu 1992
• Pemilu tahun 1992 diselenggarakan pada tanggal 9 Juni 1992
menunjukkan perubahan yang cukup mengagetkan. Hasilnya
perolehan Golkar menurun dari 299 kursi menjadi 282 kursi,
sedangkan PPP memperoleh 62 kursi dan PDI meningkat menjadi
56 kursi.
Pemilu 1997
• Pemilu keenam dilaksanakan pada 29 Mei 1997. Hasilnya:
• Golkar memperoleh suara mayoritas perolehan suara mencapai
74,51 % dengan perolehan kursi 325 kursi.
• PPP mengalami peningkatan perolehan suara sebesar 5,43 %
dengan perolehan kursi 27 kursi.
• PDI mengalami kemerosotan perolehan suara karena hanya
mendapat 11 kursi di DPR. Hal ini disebabkan karena adanya
konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dan PDI
Megawati Soekarno Putri.
• Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde
Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah
tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan dijiwai
oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan
Rahasia). Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan
peserta tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu
mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu
mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah dimana
terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut
memungkinkan Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia
selama enam periode pemilihan. Selain itu, setiap
Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan
lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan
DPR tanpa catatan.
Civil Society pada Era Orde Baru
• Civil society menurut Edward Aspinall ada 3:
Pertama, organisasi yang dibentuk sebagai bagian dari kelompok
fungsional pada masa awal pemerintahan Orde Baru seperti HKTI. Model
kelompok civil society yang seperti ini memiliki loyalitas yang tinggi
terhadap pemerintahan Orde Baru bahkan menjadi bagian dari kekuatan
Golongan Karya
Kedua, organisasi yang semi korporatis terhadap negara, dimana
kelompok ini memiliki independensi dalam ide dan gagasannya namun
dapat berkompromi terhadap kebijakan negara agar mereka dapat
bertahan hidup serta memiliki suara dalam lembaga legislatif atau eksekutif
contohnya NU dan Muhammadiyah.
Ketiga, kelompok civil society yang berkembang menjadi kelompok
oposisi. Kelompok ini memiliki keotonoman yang kuat terhadap kekuasaan
negara bahkan cenderung mengkritik berbagai kebijakan dan tindakan dari
negara. Tidaklah heran bila kemudian aparat negara juga bersikap represif
terhadap kelompok ini seperti YLBHI ataupun WALHI.
Kondisi Ekonomi Dalam Negeri Era
Orde Baru
• Awal 1980, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang
pesat. Dari tahun 1971 hingga 1981, tingkat pertumbuhan tahunan
Produksi Domestik Bruto (PDB) berkisar di angka 7,7% dan tidak
pernah berada di bawah angka 5%.
• Hal ini tidak bisa lepas dari kondisi pendapatan minyak, yang tetap
tinggi hingga tahun 1982, terutama dipicu dengan perang Irak-Iran
1979. Bahkan pada tahun 1981, Indonesia adalah penghasil gas alam
cair terbanyak di dunia. Kalau pada tahun 1974 tingkat inflasi
tahunan mencapai 41%, pada tahun-tahun selanjutnya dalam
decade tersebut tingkat inflasi hanya berkisar antara 10 sampai
20%.
• Bagi sebagian besar warga Indonesia, keuntungan yang ditimbulkan
oleh melambungnya harga minyak pada 1970-an memberikan
perbaikan nyata dalam standar hidup. Kini, pemerintah dapat
memperbaiki kesejahteraan masyarakat Indonesia. Prestasinya
dalam sektor pertanian, pendidikan dan kesehatan sangat
mengagumkan, terutama jika dibandingkan dengan zaman kolonial
Belanda dan Orde Lama dibawah pimpinan Soekarno.
• Investasi besar-besaran untuk irigasi, jenis bibit baru, pupuk dan
pestisida menggenjot produksi beras dan bahan pangan lainnya.
Pada tahun, 1960-an, tingkat ketersediaan beras diperkirakan
kurang dari 100 kg per kapita, namun pada tahun 1983 angka itu
berubah menjadi 146 kg. Impor beras berkurang hingga hampir
tidak ada, dan pemerintah mengklaim telah mencapai swasembada
beras pada pertengahan 1980-an.
Penataan Politik Luar Negeri pada
Era Orde Baru
• Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia diupayakan
kembali kepada jalurnya yaitu politik luar negeri yang bebas aktif.
Untuk itu maka MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang
menjadi landasan politik luar negeri Indonesia. Dimana politik luar
negeri Indonesia harus berdasarkan kepentingan nasional, seperti
permbangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta
keadilan.
• Kembali menjadi anggota PBB
• Pemulihan hubungan dengan Singapura
• Pemulihan hubungan dengan Malaysia
• Pembentukan Organisasi ASEAN
Kapabilitas Politik Era Orde Baru
• Kapabilitas suatu sistem politik menurut Almond terdiri atas kapabilitas
regulatif, ekstraktif, distributif, simbolis, dan responsif
• Kapabilitas ekstraktif adalah kapabilitas sistem politik dalam
mendayagunakan sumber-sumber daya material ataupun manusia baik
yang berasal dari lingkungan domestik (dalam negeri) maupun
internasional.
• Kapabilitas regulatif adalah kemampuan sistem politik dalam
mengendalikan perilaku serta hubungan antar individu ataupun kelompok
yang ada di dalam sistem politik.
• Kapabilitas distributif adalah kemampuan sistem politik dalam
mengalokasikan barang, jasa, penghargaan, status, serta nilai-nilai
(misalnya seperti nilai yang dimaksud Lasswell) ke seluruh
warganegaranya.
Kekuatan Politik dan Penopang Era
Orde Baru Pertengahan
• Kekuatan Politik Orde Baru
Rezim, ABRI dan Islam
• Pilar utama rezim Soeharto adalah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. ABRI
terdiri atas empat angkatan: angkatan darat, laut, udara dan polisi. Dalam menjabat
sebagai presiden, Soeharto menggunakan pengetahuannya tentang politik dan
personel militer sepanjang masa kekuasaannya
Birokrasi
• Karl D.Jackson menyebut orde baru sebagai masyarakat politk birokrasi,
menggambarkan bagaimana arena politik sangat di dominasi oleh birokrasi Negara
Partai Golkar
• Golkar telah berperan sebagai partai hegemonic, yang meskipun dirinya sendiri tidak
mau disebut sebagai partai politik. Sebagai partai hegemonic, Golkar mempunyai
keunikan, yakni bukan partai kader dan partai massa.
Penopang Kekuasaan Orde Baru

• Rezim orde baru di bawah Soeharto telah mampu


mempertahankan kekuasaannya selama lebih dari tiga
decade. Pada tahun 1993, di majalah CEO/International
Strategis, Jeffrey Winters mengatakan bahwa setelah
Kim II Sung dari Korea Utara, Soeharto adalah kepala
Negara terlama di kawasan Asia saat itu, dan jika
Soeharto berhasil mempertahankan kekuasaan hingga
tahun 1996 maka ia akan menjadi kepala Negara
kepulauan terbesar di dunia selama tiga decade.
Represi politik
• Sejak orde baru melakukan konsolidasi politik pada awal tahun 1970-an,
tindakan kekerasan dan represif merupakan instrument utama yang
dipakai oleh pemerintah untuk mencapai stabilitas politik.
Klientelisme ekonomi
• Ini dilakukan seiring dengan melimpahnya sumber ekonomi yang berasal
dari hasil ekspor minyak dan hasil alam lainnya. Dengan sumber inilah,
Soeharto berhasil secara efektif membeli dukungan elit dan masyarakat
luas.
Wacana partikularistik
• Dalam kaitan ini, orde baru telah mengembangkan banyak wacana
partikularistik yang diorientasikan untuk memapankan orde baru, seperti
wacana tentang demokrasi pancasila, tanggung jawab social warga Negara,
hak asasi manusia (HAM) dan lain sebagainya.
Korporatisme Negara
• Korporatisme Negara dilakukan terhadap organisasi masyarakat yang
diarahkan sebagai sumber mobilisasi massa.

Anda mungkin juga menyukai