Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

ANASTESI PADA HIPERTENSI

Disusun Oleh:
Yohana Winda TiurmaS.Ked
NIM. FAB 118 071

Pembimbing:
dr. Artsanto Ranumiharso,Sp. An

Program Pendidikan Profesi Bagian Anastesiologi


Fakultas Kedokteran UPR/RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
2019
Pendahuluan
 Hipertensi adalah penyakit y
ang umum dijumpai. Sampai s Hipertensi didefinisikan oleh Joint
aat ini hipertensi masih teta National Committee on Detection,
p menjadi masalah karena be Evaluation and Treatment of High
berapa hal, antara lain menin Blood Pressure (JIVC) sebagai
gkatnya prevalensi hipertensi tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90
mmHg.

• Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami


kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai u
sia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55
-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menu
run drastis.
Diagnosis Dan Klasifikasi Hipertensi
Diagnosis suatu keadaan hipertensi dapat ditegakkan bila ditemukan
adanya peningkatan tekanan arteri diatas nilai normal yang
diperkenankan berdasarkan umur, jenis kelamin dan ras.

Menurut The Joint National Committee 7


(JNC 7) on prevention, detection, evaluation, and
treatment of high blood pressure tahun 2003,
klasifikasi hipertensi dibagi atas prehipertensi,
hipertensi derajat 1 dan 2.
hipertensi berdasarkan penyebabnya, dapat dibagi dalam 2
penyebab dasar, yaitu sebagai berikut:
1. Hipertensi primer (esensial, idiopatik).
2. Hipertensi sekunder:

A. Hipertensi sistolik dengan


tekanan nadi melebar:
Contoh : Regurgitasi aorta, Renal : glomerulonefritis akut
tirotoksikosis, PDA. dan kronis, pyelonefritis,
B. Hipertensi sistolik dan diastolik Endokrin : Sindroma Chusing,
dengan peningkatan SVR: hyperplasia adrenal congenital,
Neurogenik : peningkatan TIK,
Lain-lain : coarctation dari aorta,
polyarteritis nodosa
Regulasi Tekanan Darah
•Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan
pada setiap detiknya
•Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku,
Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah.

Ginjal merupakan salah satu organ penting yang berperan dalam mengendalikan
tekanan darah.
A. Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air,
yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan
darah ke normal.
B. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,
sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
C. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang
disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya
akan memicu pelepasan hormon aldosteron.
gejala
meskipun secara tidak sengaja beberapa
gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah
tinggi (padahal sesungguhnya tidak).

sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah


kemerahan dan kelelahan;
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak
diobati, bisa timbul gejala seperti sakit kepala,
kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah,
pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya
kerusakan pada otak,
Patogenesis Terjadinya Hipertensi

Secara fisiologis TD individu dalam


keadaan normal ataupun hipertensi,
dipertahankan pada CO atau SVR BP = CO X SVR
tertentu. Secara anatomik ada 3 tempat
yang mempengaruhi TD ini, yaitu arterial,
vena-vena post kapiler (venous
capacitance) dan jantung. Sedangkan
ginjal merupakan faktor keempat lewat
pengaturan volume cairan intravaskuler
Manajemen Perioperatif Penderita Hipertensi

mencakup 4 hal dasar yang harus dicari, yaitu:


•Jenis pendekatan medikal yang diterapkan dalam terapi hipertensinya.
•Penilaian ada tidaknya kerusakan atau komplikasi target organ yang
telah terjadi.
•Penilaian yang akurat tentang status volume cairan tubuh penderita.
•Penentuan kelayakan penderita untuk dilakukan tindakan teknik
hipotensi, untuk prosedur pembedahan yang memerlukan teknik
hipotensi.
Pertimbangan Anestesia Penderita Hipertensi

Sampai saat ini belum ada protokol untuk


penentuan TD berapa sebaiknya yang
paling tinggi yang sudah tidak bisa Association / American College of
ditoleransi untuk dilakukannya penundaan Cardiology (AHA/ACC) mengeluarkan acuan
anestesia dan operasi. Namun banyak bahwa TDS 180 mmHg dan/atau TDD 110
literatur yang menulis bahwa TDD 110 mmHg sebaiknya dikontrol sebelum
atau 115 adalah cut-off point untuk dilakukan operasi, terkecuali operasi
mengambil keputusan penundaan bersifat urgensi.
anestesia atau operasi kecuali operasi
emergensi.

TD diastolik (TDD) yang dijadikan tolak ukur, karena peningkatan TD sistolik


(TDS) akan meningkat seiring dengan pertambahan umur, dimana perubahan ini
lebih dianggap sebagai perubahan fisiologik dibandingkan patologik.
Premedikasi
Perlengkapan Monitor Premedikasi dapat
menurunkan kecemasan
•EKG
preoperatif penderita
•TD hipertensi. Untuk hipertensi
•Pulse oxymeter yang ringan sampai dengan
•Analizer end-tidal sedang mungkin bisa
CO2 menggunakan ansiolitik
Suhu atau seperti golongan
temperature benzodiazepine atau
midazolam.
Induksi Anestesi

Induksi anestesia dan intubasi endotrakea sering menimbulkan


goncangan hemodinamik pada pasien hipertensi
Hipotensi diakibatkan vasodilatasi perifer terutama pada
keadaan kekurangan volume intravaskuler sehingga preloading
cairan penting dilakukan untuk tercapainya normovolemia
sebelum induksi
Hipertensi yang terjadi biasanya diakibatkan stimulus nyeri
karena laringoskopi dan intubasi endotrakea yang bisa
menyebabkan takikardia dan dapat menyebabkan iskemia
miokard
Beberapa teknik dibawah ini bisa dilakukan sebelum tindakan laringoskopi-
intubasi untuk menghindari terjadinya hipertensi.
•Dalamkan anestesia dengan menggunakan gas volatile yang poten selama 5-10
menit.
•Berikan opioid (fentanil 2,5-5 mikrogram/kgbb, alfentanil 15-25 mikrogram/kgbb,
sufentanil 0,25- 0,5 mikrogram/kgbb, atau ramifentanil 0,5-1 mikrogram/ kgbb).
•Berikan lidokain 1,5 mg/kgbb intravena atau intratrakea.
•Menggunakan beta-adrenergik blockade dengan esmolol 0,3-1,5 mg/kgbb,
propanolol 1-3 mg, atau labetatol 5-20 mg).
•Menggunakan anestesia topikal pada airway.
Pemeliharaan Anestesia dan Monitoring

Tujuan pencapaian hemodinamik yang diinginkan


selama pemeliharaan anestesia adalah meminimalkan
terjadinya fluktuasi TD yang terlalu lebar.
Mempertahankan kestabilan hemodinamik selama
periode intraoperatif adalah sama pentingnya
dengan pengontrolan hipertensi pada periode
preoperatif

Dikarenakan kita tidak bisa mengukur autoregulasi serebral sehingga ada


beberapa acuan yang sebaiknya diperhatikan, yaitu:
•Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi.
•Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan timbulnya gejala hipoperfusi otak.
•Terapi dengan antihipertensi secara signifikan menurunkan angka kejadian stroke.
•Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi ginjal, kurang lebih sama dengan
yang terjadi pada serebral.
Hipertensi Intraoperatif
Berikut ini ada beberapa
contoh sebagai dasar pemilihan
obat yang akan digunakan:
Hipertensi intraoperatif yang tidak berespon Beta-adrenergik blockade
dengan didalamkannya anestesia dapat diatasi Nicardipine:
dengan antihipertensi secara parenteral, Nifedipine:
namun faktor penyebab bersifat reversibel Nitroprusside:
atau bisa diatasi seperti anestesia yang Nitrogliserin
kurang dalam, hipoksemia atau hiperkapnea Fenoldopam:
harus disingkirkan terlebih dahulu. Hydralazine:
Golongan dan efek obat-obat antihipertensi
Manajemen Postoperatif

Hipertensi yang terjadi pada periode pasca


operasi sering terjadi pada pasien yang
menderita hipertensi esensial. Hipertensi pasca operasi sebaiknya
diterapi dengan obat antihipertensi
Hipertensi dapat meningkatkan kebutuhan secara parenteral misalnya dengan
oksigen miokard sehingga berpotensi betablocker  mengatasi hipertensi
menyebabkan iskemia miokard, disritmia dan takikardia yang terjadi.
jantung dan CHF. Apabila penyebabnya karena overload
cairan,  furosemid
Penyebab terjadinya hipertensi pasca operasi Jika hipertensinya disertai dengan
ada banyak faktor, disamping secara primer heart failure  ACE-inhibitor.
karena penyakit hipertensinya yang tidak
teratasi dengan baik, penyebab lainnya adalah
gangguan sistem respirasi, nyeri, overload
cairan atau distensi dari kandung kemih.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson FL, Salgado LL, Hantler CB. Perioperative hypertension (HTN). Decision makingin
anesthesiology-an algorithmic approach. 4thed. Philadhelpia: Elsevier; 2007.p.124-6.
2. Barisin S, et al. Perioperatif blood pressure control in hypertensive and normotensive patient
undergoing off-pump coronary bypass grafting. Croat Med J 2007;48:341-7.
3. Benowitz NL. Antihypertensive agentcardiovaskular- renal drugs: Katzung BG, editor. Basic and
clinical pharmacology. 9th ed. New York: McGraw-Hill; 2004.p.160-83.
4. Common problem in the cardiac surgery recovery unit in perioperative care. In: Cheng DCH, David
TE, editors. Cardiac anesthesia and surgery. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins;2006.p.1178-22.
5. Hanada, et al. Anesthesia and medical disease-hypertension and anesthesia. Current Opinion in
Anesthesiology 2006;19(3):315-9.
6. Howell SJ, Foex P. Hypertension, hypertensive heart disease and perioperative cardiac risk.
British Journal of Anesthesia 2004;92(4):570-83.
7. Kuwajerwala NK. Perioperative medication management; Available at: http://www.emedicine.com/
MED/ topic3158.htm. Accessed May 25th 2013.
8. Morgan GE, Michail MS, Murray MJ. Anesthesia for patients with cardiovaskular disease. Clinical
Anesthesiology. 4th ed. New York: McGraw-Hill; 2006.p.444-52. DAFTAR PUSTAKA
Program Pendidikan Profesi Bagian Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
Fakultas Kedokteran UPR/RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya 2019

Anda mungkin juga menyukai