• Pengertian Ginjal
• Struktur Ginjal
• Fungsi Ginjal
• Pengertian Gagal Ginjal
• Tanda atau Gejala Gagal Ginjal
• Macam Obat yang Diperbolehkan dikonsumsi untuk
Pasien Gagal Ginjal
Organ ekskresi dalam vertebrata yang
berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian
dari sistem urin , ginjal berfungsi menyaring
kotoran (terutama urea) dari darah dan
membuangnya bersama dengan air dalam
bentuk urin .
Panjang : 11,5 cm,
Lebar : 6 cm
Ketebalan : 3,5 cm
Berat : 120-170 gram atau
kurang lebih 0,4% dari
berat badan
Gagal Ginjal
Gagal Ginjal adalah penyakit dimana fungsi
organ ginjal mengalami penurunan hingga
akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama
sekali dalam hal penyaringan pembuangan
elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan
cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium
dan kalium didalam darah atau produksi urin.
Penyakit yang Berdampak Pada
Kerusakan Ginjal
1. Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension)
2. Penyakit Diabetes Mellitus
3. Adanya sumbatan pada saluran kemih Gagal
Jantung Kanan
4. Kelainan autoimun
5. Kelainan ginjal
6. Rusaknya sel penyaring pada ginjal
Tanda atau Gejala Gagal Ginjal
Kencing terasa kurang dibandingkan dengan kebiasaan
sebelumnya.
Kencing berubah warna, berbusa, atau sering bangun
malam untuk kencing.
Sering bengkak di kaki, pergelangan, tangan, dan muka
Lekas capai atau lemah
Sesak napas,
Napas bau
Rasa pegal di punggung
Gatal-gatal, utamanya di kaki
Kehilangan nafsu makan, mual, dan muntah
Komposisi
Tiap tablet salut selaput mengandung:
Simvastatin 10 mg
Farmakologi
Simvastatin adalah senyawa antilipermic derivat asam
mevinat yang mempunyai mekanisme kerja
menghambat 3-hidroksi-3-metil-glutaril-koenzim A
(HMG-CoA) reduktase yang mempunyai fungsi sebagai
katalis dalam pembentukan kolesterol. HMG-CoA
reduktase bertanggung jawab terhadap perubahan
HMG-CoA menjadi asam mevalonat.
Penghambatan terhadap HMG-CoA reduktase
menyebabkan penurunan sintesa kolesterol dan
meningkatkan jumlah reseptor Low Density
Lipoprotein (LDL) yang terdapat dalam membran sel
hati dan jaringan ekstrahepatik, sehingga
menyebabkan banyak LDL yang hilang dalam plasma.
Simvastatin cenderung mengurangi jumlah trigliserida
dan meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL)
kolesterol.
Indikasi
Sebelum memulai terapi dengan simvastatin, singkirkan dulu penyebab
hiperkolesterolemia sekunder (misal: diabetes melitus tidak terkontrol, hipertiroidisme,
sindroma nefrotik, disproteinemia, penyakit hati obstruktif, alkoholisme serta terapi
dengan obat lain) dan lakukan pengukuran profil lipid total kolesterol, HDL kolesterol
dan trigliserida.
Penurunan kadar kolesterol total dan LDL pada penderita hiperkolesterolemia primer,
bila respon terhadap diet dan penatalaksanaan non farmakologik saja tidak
memadai.Simvastatin meningkatkan kadar kolesterol HDL dan karenanya menurunkan
rasio LDL/HDL serta rasio kolesterol total/LDL. Meskipun mungkin bermanfaat
mengurangi kolesterol LDL yang meninkat pada penderita dengan hiperkolesterolemia
campuran dan hipertrigliseridemia (dengan hiperkolesterolemia sebagai kelainan
utama), namun simvastatin belum diteliti pada kelainan utama berupa peningkatan
kadarChylemicron.
Kontraindikasi:
- Pasien yang mengalami gagal fungsi hati atau pernah mengalami gagal
fungsi hati.
- Pasien yang mengalami peningkatan jumlah serum transaminase yang
abnormal.
- Pecandu alkohol.
- Bagi wanita hamil dan menyusui.
- Hipersensitif terhadap simvastatin.
Dosis:
• Neutropenia/agranulositosis:
• Neutropenia akibat pemberian kaptopril (jumlah neutrofil kurang dari 1000/mm3) 2 kali berturut-turut,
bertahan selama obat diteruskan, insidensinya 0,02% (1/4544) pada penderita dengan fungsi ginjal (kreatinin
serum > 2 mg/dl), dan menjadi 7,2% (8/111) pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal dan penyakit
vaskular kolagen seperti lupus (SLE) atau skleroderma.
• Neutropenia muncul dalam 12 minggu pertama pengobatan, dan reversibel bila pengobatan dihentikan (90%
penderita dalam 3 minggu) atau dosisnya diturunkan.
• Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal dan juga penderita yang mendapat obat-obat lain yang diketahui
dapat menurunkan leukosit (obat-obat sitotoksik, imunosupressan, fenilbutazon dan lain-lain), harus dilakukan
hitung leukosit sebelum pengobatan setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama pengobatan dan periodik setelah
itu.
• Mereka juga harus diberi tahu agar segera melapor kepada dokternya bila mengalami tanda-tanda infeksi akut
(faringitis, demam), karena mungkin merupakan petunjuk adanya neutropenia.
• Proteinuria/sindroma nefrotik:
• Proteinuria yang lebih dari 1 g sehari terjadi pada 1,2% (70/5769) penderita hipertensi yang diobati dengan
kaptopril.
• Diantaranya penderita tanpa penyakit ginjal/proteinuria sebelum pengobatan, insidensinya hanya 0,5%
(19/3573) yakni 0,2% pada dosis kaptopril < 150 mg sehari dan 1% pada dosis kaptopril > 150 mg sehari. Pada
penderita dengan penyakit ginjal/proteinuria sebelum pengobatan, insidensinya meningkat menjadi 2,1%
946/2196), yakni 1% pada dosis kaptopril > 150 mg sehari. Sindroma nefrotik terjadi kira-kira 1/5 (7/34)
penderita dengan proteinuria.
• Data mengenai insiden proteinuria pada penderita GJK belum ada. Glumerulopati membran ditemukan pada
biopsi tetapi belum tentu disebabkan oleh kaptopril karena glumerulonefritis yang subklinik jugma ditemukan
pada penderita hipertensi yang tidak mendapat kaptopril. Proteinuria yang terjadi pada penderita tanpa
penyakit ginjal sebelumnya pengobatan tidak disertai dengan gangguan fungsi ginjal. Proteinuria biasanya
muncul setelah 3-9 bulan pengobatan (range 4 hari hingga 22 bulan). Pada sebagian lagi, proteinuria menetap
meskipun obat dihentikan. Oleh karena itu pada penderita dengan risiko tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan
protein dalam urin sebelum pengobatan, sebulan sekali selama 9 bulan pertama pengobatan dan periodik
setelah itu.
Gagal ginjal/akut:
Fungsi ginjal dapat memburuk akibat pemberian kaptopril
pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal sebelum
pengobatan. Gejala ini muncul dalam beberapa hari
pengobatan; yang ringan (kebanyakan kasus) reversibel atau
stabil meski pengobatan diteruskan, sedangkan pada yang
berat dan progresif, obat harus dihentikan. Gejala ini akibat
berkurangnya tekanan perfusi ginjal oleh kaptopril, dan
karena kaptopril menghambat sintesis A II intrarenal yang
diperlukan untuk konstriksi arteriola eferen ginjal guna
mempertahankan filtrasi glomerulus pada stenosis arteri
ginjal. Gagal ginjal yang akut dan progesif terutama terjadi
pada penderita dengan stenosis arteri tinggi tersebut,
pemberian kaptopril harus disertai dengan monitoring fungsi
ginjal tunggal 93/8). Karena itu pada penderita dengan risiko
tinggi tersebut, pemberian kaptopril harus disertai dengan
monitoring fungsi ginjal (kreatinin serum dan BUN), dan dosis
kaptopril dimulai serendah mungkin. Bila terjadi azotemia
yang progresif, kaptopril harus dihentikan dan gejala ini
reversibel dalam 7 hari.
Morbiditas dan mortalitas pada fetus dan neonatus:
Interaksi obat:
Pemberian obat diuretik hemat kalium (spironolakton-triamteren, anulona) dan preparat kalium
harus dilakukan dengan hati-hati karena adanya bahaya hiperkalemia.
Penghambat enzim siklooksigenase sepeti indometasin, dapat menghambat efek kaptopril.
Disfungsi neurologik pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang diberi kaptopril dan simetidin.
Kombinasi kaptopril dengan allopurinol tidak dianjurkan, terutama gagal ginjal kronik.
PARACETAMOL
Komposisi
Tiap tablet mengandung Parasetamol 500
mg.
Cara Kerja
Parasetamol adalah derivat p-aminofenol
yang mempunyai sifat antipiretik /
analgesik.
Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus
aminobenzen dan mekanismenya diduga
berdasarkan efek sentral.
Sifat analgesik Parasetamol dapat
menghilangkan rasa nyeri ringan sampai
sedang. Sifat antiinflamasinya sangat lemah
sehingga tidak digunakan sebagai
antirematik.
Pada penggunaan per oral Parasetamol
diserap dengan cepat melalui saluran cerna.
Kadar maksimum dalam plasma dicapai
dalam waktu 30 menit sampai 60 menit
setelah pemberian.
Parasetamol diekskresikan melalui ginjal,
kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan
dan sebagian besar dalam bentuk
terkonyugasi.
Indikasi
Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal.
Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi, sakit
waktu haid dan sakit pada otot.
Menurunkan demam pada influenza dan setelah vaksinasi.
Dosis
Dibawah 1 tahun : ½ - 1 sendok teh atau 60 – 120 mg, tiap 4 - 6 jam.
1 - 5 tahun : 1 - 2 sendok teh atau 120 – 250 mg, tiap 4 - 6 jam.
6 - 12 tahun : 2 - 4 sendok teh atau 250 – 500 mg, tiap 4 - 6 jam.
Diatas 12 tahun : ½ - 1 g tiap 4 jam, maksimum 4 g sehari.
Cara Penggunaan Obat
Melalui mulut (per oral).
Efek Samping
Dosis besar menyebabkan kerusakan fungsi hati.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi glokose-6-fosfat dehidrogenase.
Tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan fungsi hati.
Interaksi Obat
Parasetamol diduga dapat menaikkan aktivitas koagulan dari kumarin.
Cara Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Perhatian
Pemberian harus berhati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal serta penggunaan jangka
lama pada pasien anemia.
Jangan melampaui dosis yang disarankan.
Harap ke dokter bila gejala demam belum sembuh dalam 2 hari atau rasa sakit tidak
berkurang selama 5 hari.
SEKIAN DARI PRESENTASI KAMI………..