Anda di halaman 1dari 14

CASE BASED DISCUSSION

LUPUS ERITEMAROSUS SISTEMIK

Pembimbing:
dr. Rastri Mahardika, Sp.PD

Presentan:
Sebastiana Regita Kesnawarni (1913020028)
DEFINISI
 beberapa autoantibodi yang ditemukan
 Merupakan penyakit inflamasi autoimun pada SLE:
sistemik yang ditandai dengan temuan  anti-nuclear autoantibodi (ANA)
 anti-dsDNA
autoantibodi pada jaringan dan kompleks  anti-Sm
 anti-RNP
imun sehingga mengakibatkan manifestasi
 anti-Ro (SS-A)
klinis berbagai sistem organ.  anti-La (SS-B)
 antihiston
 antifosfolipid
 anti-eritrosit
 antitrombosit
 antineuronal
 antiribosomal P
Epidemiologi
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) telah menjadi salah satu penyakit reumatik
utama di dunia dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi LES di berbagai negara sangat
bervariasi antara 2,9/100.000-400/100.000 dan terutama menyerang wanita usia
reproduktif yaitu 15-40 tahun. Rasio wanita dibandingkan pria berkisar antara (5,5-9):1.
Berdasarkan penelitian di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta antara tahun 1988-1990
insidensi rata-rata adalah 37,7 per 10.000 perawatan.
Etiologi dan Patogenesis

Individu Autoantibodi Ikatan Mengakibatk


Ada
dengan Menginduksi menyerang autoantibodi Memicu an respon
ganggun Terbentuk
predisposisi sel B untuk nukleus, ini akan aktivasi inflamasi
toleransi sel sel T yang
genetik memproduksi aitoplasma, membentuk sitem dan
T terhadap auoreaktif
terhadap autoantibodi permukaan kompleks komplemen gangguan
self-antigen
SLE sel, igG imun organ terkait

 Pemicu gangguan toleransi ini antara lain:


 hormon seks (peningkatan estrogen dan aktivasi androgen yang tidak adekuat)
 sinar UV
 obat-obatan (prokainamid, hidralalazin, chlorpromazin, isoniazid, fenitoinm
penilsilamin)
 infeksi tertentu (retrovirus, DNA bakteri, endotoksin)
MANIFESTASI KLINIS
 Muskuloskeletal  Gastrointestinal
 mialgia, atralgia, poliartritis simetris dan  dispepsia, peningkatan transaminase,
non-erosif, deformitas tangan pankreatitis
 Kulit  Neurologi
 butterfly rash, fenomena raynaud, purpura,  gangguan kognitif, mood, nyeri kepala,
urtikaria, alopesia, fotosensitivitas, lesi kejang, stroke, TIA, epilepsi, hemiparesis,
membran mukosa, vaskulitis meningitis aseptik, neuropati perifer,
 Paru miastenia gravis
 pleuritis, efusi pleura, ARDS, hipertensi  Hematologi-limfatik
pulmonal  limfadenopati generalisata, splenomegali,
 Kardiologi hepatomegali, anemia aplastik, anemia
pernisosa, trombositopenia, limfopenia
 perikrditis, efusi perikardium, infark
miokard, gagal jantung kongestif  Gejala konstitusional
 Ginjal  malaise, penurunan berat badan, demam
 gagal ginjal, sindrom nefrotik, ESRD
Kriteria Diagnosis LES berdasarkan American College of Rheumatology
(ACR 1997 revisi)

 Abnormalitas neurologik (kejang atau


Ditemukan 4 dari 11 kriteria:
psikosis)
 Ruam malar  Abnormalitas hematogoli (anemia
 Ruam diskoid hemolitik dengan retikulosis,
 Fotosensitivitas leukopenia dan limfopenia pada dua
 Ulkus di mulut atau nasofaring kali pemeriksaan, atau
 Artritis non-erosif (pada dua atau lebih trombositopenia)
sendi perifer)  Abnormalitas imunologi (anti-dsDNA
 Serositis, berupa pleuritis atau atau anti-Sm positif, tes lupus
perikarditis antikoagulan positif)
 Abnormalitas ginjal (proteinuria yang  Antibodi antinukleuar (ANA) positif
menetap >0.5 g/hari atau >+3) dengan pemeriksaan imunofluoresensi
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
 Pemeriksaan DPL (darah perifer lengkap) dengan hitung diferensial dapat menunjukkan leukopeni,
trombositopeni, dan anemia.
 Pemeriksaan serum kreatinin menunjukkan peningkatan serum kreatinin.
 Urinalisis menunjukkan adanya eritrosit dan proteinuria.
 Serologi ANA, anti-dsDNA, komplemen (C3,C4)
Radiologi
 Foto polos thorax
 Pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan untuk monitoring.
 Setiap 3-6 bulan bila stabil
 Setiap 3-6 bulan pada pasien dengan penyakit ginjal aktif.
Pemeriksaan Serologi pada SLE
 Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE adalah tes ANA
generik.(ANA IF dengan Hep 2 Cell). Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda
dan gejala mengarah pada SLE. Pada penderita SLE ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%,
akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis
menyerupai SLE misalnya infeksi kronis (tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed
connective tissue disease (MCTD), artritis rematoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang
normal.
 Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes anti-dsDNA, Sm, nRNP,
Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai pro il ANA/ENA. Antibodi
anti- dsDNA merupakan tes spesifik untuk SLE, jarang didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya
hampir 100%.
KLASIFIKASI
 DERAJAT RINGAN
 tidak ditemukan gejala klinis yang mengancam nyawa
 fungsi sistem organ dalam batas normal
 DERAJAT SEDANG
 ditemukan lupus nefritis (kelas I dan II)
 trombositopenia
 serositis mayor
 DERAJAT BERAT
 mengancam nyawa
Penatalaksanaan

NON-MEDIKAMENTOSA

 Edukasi penyakit dan konseling  Program rehabilitasi


keluarga  Tirah baring
 Edukasi mengenai penyebab, beserta  Terapi fisik
komplikasi yang mungkin timbul  Terapi dengan modalitas
 Penggunaan ortotik
PENATALAKSANAAN
 Berdasarkan dosis dapat dibedakan menjadi empat
MEDIKAMENTOSA derajat
 dosis rendah
 <7,5 mg prednison/hari (SLE ringan)
 Penggunaan kortikosteroid  dosis sedang
 lini pertama pada kasus SLE  >7,5 mg, tetapi <30 mg prednison/hari (SLE ringan atau
aktif)
 pemilihan jenis dan dosis bergantung  dosis tinggi
klinis pasien  >30 mg tetapi <100 mg prednison/hari (SLE aktif)
 dosis sangat tinggi
 >100 mg prednison/hari (SLE dengan krisis akut)
 terapi pulse
 >250 mg predniison/hari (SLE dengan krisis akut)
 pada SLE derajat berat/mengancam nyawa
 kortikosteroid 1 mg/kgBB/hari selama 4-6 minggu,
kemudian di tap off
 pemberian kortikosteroid didahului dengan injeksi
metilprednisolon IV 500 mg-1g selama 3 hari berturut
 Pemberian kombinasi obat  Agen sitotoksik
simptomatik, antiinflamasi,  diberikan pada SLE derajat berat
imunomodulator  azatiopirin
 analgetik  siklofosfamid
 Paracetamol 3x500 mg  Terapi suportif
 antiinflamasi  sesuai komplikasi organ yang terkena
 OAINS dan kortikosteroid dosis rendah
 antimalaria
 klorokuin basa 3.5-4.0 mg/kgBB/hari
Prognosis
Prognosis pasien LES sangat bervariasi bergantung pada keterlibatan organnya. Sekitar
25% pasien dapat mengalami remisi selama beberapa tahun, tetapi hal ini jarang
menetap. Prognosis buruk (50% mortalitas dalam 10 tahun) terutama berkaitan dengan
keterlibatan ginjal. Penyebab utama mortalitas umumnya gagal ginjal, infeksi, serta
tromboemboli.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai