Anda di halaman 1dari 39

HIV/AIDS DALAM

KEHAMILAN Aprilia Silambi


N 111 18 011

Pembimbing Klinik
dr. DJEMI Sp. OG, MARS

ALLPPT.com _ Free PowerPoint Templates, Diagrams and Charts


LAPORAN KASUS
IDENTITAS

Nama : Ny. S Nama Suami : Tn. B


Umur : 31 tahun Umur : 31 tahun
Alamat : Pantoloan Alamat : Pantoloan
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Tanggal Pemeriksaan : 25 April 2019 Ruangan : Matahari Undata

B. ANAMNESIS
GIP0 A0
HPHT : Juni 2018
Keluhan Utama
Nyeri perut tembus belakang
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut tembus bel
akang sejak 1 hari SMRS, nyeri perut dirasakan hilang timbul, disertai dengan
keluar cairan berwarna putih yang disertai lendir, tidak bercampur darah, tidak
terdapat gumpalan darah, yang dirasakan sejak jam 16.30 SMRS, mual(-), munt
ah (-),nyeri ulu hati (-), nyeri kepala (-), pusing (-), demam BAK (+) lancar, BAB
(+) lancar. Pasien masih mengkonsumsi obat kombinasi HIV yaitu duviral yang
berisi lamivudine dan zidovudine obat masih dikonsumsi sampai sekarang, oba
t diminum 1 kali sehari.
Riwayat pemeriksaan kehamilan
Pasien rutin dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, Pasien memeriksakan
kehamilan di Puskesmas Pantoloan sebanyak 4 kali, mengikuti kelas ibu hamil
sebanyak 2 kali.Pasien sudah mendapatkan suntikan Tetanus Toxoid 1 kali sela
ma kehamilan ini

Riwayat menstruasi
Haid pertama kali pada umur 13 tahun, lama 5 hari, siklus haid 28 hari, teratur,
banyaknya 2-3 pembalut perhari, tidak pernah merasakan nyeri yang hebat sel
ama haid. Hari Pertama Haid Terakhir yaitu pada 25 Februari 2018

Riwayat menikah
Pasien mengaku menikah satu kali.
Riwayat kehamilan dan persalinan: GIP0A0
Kehamilan sekarang
Riwayat KB
Tidak menggunakan KB
Riwayat penyakit dahulu
Tekanan darah tinggi (-), DM (-), Jantung (-), Asma (-), HIV (+).
Riwayat Penyakit Keluarga
Suami pasien juga merupakan orang dengan HIV (+)
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok. Tidak minum alkohol dan penggunaan obat-obatan.
Riwayat Psikososial
Kehamilan pasien ini merupakan kehamilan dengan suami pertama.
Pasien mengetahui dirinya menderita HIV sejak setelah menikah, dengan hasil
pemeriksaan HIV (+), pasien merupakan istri yang kedua dari suami, suami de
ngan istri pertama sudah bercerai.
PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Frekuensi nadi: 96 x/menit, reguler
- Pernapasan : 24 x/menit
- Suhu : 36,70C
Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran
KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-), Simetris bilateral
P : Vokal fremitus kanan=kiri
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung DBN
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I/II
murni regular

Ekstremitas :
– Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-), Tremor (-/-)
– Inferior : akral hangat (+/+), edema (+/+), Tremor (-/-)
STATUS OBSTETRI
Abdomen :
Inspeksi : Tampak perut membuncit
Palpasi :
– Leopold I : TFU 3 jari di bawah prosesus xhipoideus
– Leopold II : Teraba punggung dibagian dextra
– Leopold III : Teraba bagian terbawah janin bulat keras
– Leopold IV : Bagian terbawah janin sudah masuk pap.
BJF : 135 x/menit TBJ: 2945 gram
Genitalia :
Pemeriksaan Dalam (VT) :
Vulva : Tidak ada kelainan Bagian terdepan : -
Vagina : Tidak ada kelainan Penurunan : Belum turun
Portio : Tebal, lunak UUK : sulit dinilai
Pembukaan: 1 cm Pintu panggul : kesan cukup
Ketuban : + Pelepasan : lendir (+), darah (-)
HIS :- gerakan janin : aktif
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

Eritrosit 4,41 3,8-5,8 106/mm3

Hemoglobin 11,7 12-16 gr%

Hematokrit 37,7 40-45 %

Leukosit 9600 4000-11000 mm3

Trombosit 314000 150 rb- 400 rb mm3

HbsAg Non- Reaktif Non-Reaktif

Anti-HIV Reaktif Non-Reaktif

Gol Darah Orh+


USG
RESUME
Pasien perempuan GIP0A0Masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut tem
bus belakang sejak 1 hari SMRS, nyeri perut dirasakan hilang timbul, disertai d
engan keluar cairan berwarna putih yang disertai lendir, tidak bercampur dara
h, tidak terdapat gumpalan darah, yang dirasakan sejak jam 16.30 SMRS, mual
(-), muntah (-),nyeri ulu hati (-), nyeri kepala (-), pusing (-), demam BAK(+) lan
car, BAB (+) lancar.
Pada pemeriksaan fisik, TD:110/70 mmHg, N:96 x/menit, RR:24 x/m, S: 36,70C.
Edema (+) Ekstremitas bawah.
Pada pemeriksaan obstetrik: pada Palpasi,Leopold I : TFU3 jari di bawah
prosesus xhypoideus,Leopold II : Teraba punggung dibagian dextra, Leopold III
: Teraba bagian terbawah janin bulat keras, Leopold IV : Bagian terbawah janin
sudah masuk PAP. Pada vaginal touche didapatkan pembukaan 1 cm, portio
tebal, lunak, kepala sudah masuk pintu atas panggul, Pelepasan Darah (-).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan RBC : 4.41 x 106, Hb 11.7 g/dl,
HCT 37,7 %, PLT 114 x 103/mm3, Wbc 9.6 103/mm3. Anti-HIV (reaktif).

DIAGNOSIS
GIP0A0 + KPD+ B20
PENATALAKSANAAN

Pemasangan O2 4 liter/menit
RL 20 tpm
Drips metronidazole 500mg/8jam
Inj. Ceftriaxone 1g/12 jam
ARV FDC (duvirus dilanjutkan) 1x1
Pasang Kateter
Menyiapkan darah 2 WB Dan 2 PRC
SCcito
Dilakukan operasi sectio caesaria transperitoneal profunda pada 26 April 2019
Operator : dr. Ni Made Astijani G, Sp.OG
Laporan operasi :
1. Pasien tidur terlentang diatas meja operasi dengan analgesia spinal
2. Dilakukan asepsis & antisepsis pada daerah abdomen dan sekitarnya sampai 1/3 p
roksimal tungkai atas, lapangan operasi dipersempit dengan doek steril.
3. Dilakukan insisi pfanensteil  10 cm. Pada luka operasi yang lalu. Insisi diperdalam
berturut-turut kutis, subkutis, fascia, M. Rectus abdominis lalu dipisahkan secara tu
mpul ke lateral.
4. Peritoneum dibuka dan diperlebar ke atas dan bawah secara tajam, tampak uterus
gravidarum dengan perlengketan
5. Plika vesiko uterina dijepit, digunting, diperlebar ke kiri dan kanan lalu disisihkan k
e bawah serendah-rendahnya.
6. Dilakukan sayatan pada segmen bawah rahim dan dilebarkan ke kanan dan kiri se
hingga tampak selaput ketuban, kemudian diinsisi dan tampak air ketuban .
7. Janin dikeluarkan dengan menarik kaki secara manual dibantu dengan dorongan d
ari fundus uteri oleh asisten. Berturut-turut lahir lahir kepala, lahir bahu depan, lahi
r bahu belakang, lahir punggung, lahir, bokong lahir trochanter depan, lahir trocha
nter belakang
- Bayi tidak langsung menangis, jalan nafas dibersihkan dengan kasa steril, tali
pusat diklem pada 2 tempat (5 dan 7 cm) lalu digunting diantaranya. Bayi dise
rahkan ke dokter anak.
- Lahir bayi laki-laki, dengan BBL 2900 gram, PBL 48 cm, APGAR score 7/9, an
us , tidak tampak kelainan kongenital mayor.
- Plasenta berimplantasi di fundus.
- Plasenta dilahirkan lengkap secara manual. Didapatkan kontraksi uterus baik.
- Cavum uteri dibersihkan dari sisa plasenta dan selaput ketuban.
- Dilakukan penjahitan pada segmen bawah uteri dijahit 1 lapis dengan meng
gunakan vicryl, lalu miometrium dijahit secara jelujur dan overhaecting denga
n ”chromic cat gut” no. 1
- Dilakukan pencucian rongga abdomen dengan NaCl 0,9 %
Diyakini bersih, penutupan rongga abdomen lapis demi lapis,
– Peritoneum parietal dijahit dengan benang ”chromic gut” no 2.0 secara jelujur. S
ebelum ditutup dimasukkan cortison asetat 10 cc.
– M. rectus abdominis dijahit dengan benang ”chromic gut” no 2.0 secara simple.
– Fascia dijahit dengan benang “vicryl” no. 1 secara jelujur.
– Subkutis dijahit dengan “plain cat gut” no. 0 secara simple.
– Kutis dijahit dengan benang “chromic cat gut” no. 3.0 secara subkutikuler.
Luka bekas operasi dibersihkan dengan NaCl 0,9 % lalu ditutup supratule, kasa
steril dan “curapor”.
Vaginal toilet
Pasang gastrul 4 tablet
Operasi selesai.
Instruksi post operasi :
IVFD RL : DEX 5% : NaCl 0,9% (1:1:1) 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
Drips metronidazole 500 mg/8 jam/iv
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
Inj. Ranitidine 50 mg/8 jam/iv
Inj. Asam Traknesamat 500 mg/8 jam/iv
Cek HB 2 jam post OP ( jika Hb <8 lakukan transfusi)
Puasakan pasien 2 jam post op
Observasi tanda tanda vital
Rawat matahari
Hari/ Tanggal Follow Up

27 April 2019 S : Nyeri pada daerah bekas operasi (+),nyeri ulu hati (-) pusing (+) sakit kepala (+) demam
(-), mual (-), muntah (-), Flatus (+), PPV (+) BAK perkateter, BAB (-)
O : Keadaan Umum : Lemah
TD 100/70 mmHg S : 36,3 C
N 82x/menit P : 22x/menit
Lab post OP
RBC : 3.92 x 106/mm3
HGB : 10,7 g/dl
HCT : 34 %
PLT : 276 x 103/mm3
WBC : 20,5 x 103/mm3
A : P1A0 Post SCTP a/I KPD + B20
P:
- IVFD RL : DEX 5% : NaCl 0,9% (1:1:1) 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
- Drips metronidazole 500 mg/8 jam/iv
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
- Inj. Ranitidine 50 mg/8 jam/iv
- Inj. Asam Traknesamat 500 mg/8jam/iv
28 April 2019 S : Nyeri pada daerah bekas operasi (+),nyeri ulu hati (-) pusing (+) sakit kepala (+) demam (-), mua
l (-), muntah (-), Flatus (+), PPV (+) BAK perkateter, BAB (-)

O : Keadaan Umum : Lemah


TD 100/60 mmHg S : 36,7 C
N 80x/menit P : 20x/menit
A : P1A0 Post SCTP a/I KPD + B20
P:
- IVFD RL 28 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Drips metronidazole 500mg/8 jam/iv
- Inj.ranitidin 50mg/12 jam
- Asam Mefenamat tab 3 x 500mg
- SF tab 1 x 1
- Aff Kateter
29 April 2019 S : Nyeri pada daerah bekas operasi (+),nyeri ulu hati (-) pusing (-) sakit
kepala (-) demam (-), mual (-), muntah (-), Flatus (+), PPV (+) BAK , B
AB (+)
O : Keadaan Umum : Baik
TD 120/70 mmHg S : 36,9 C
N 80x/menit P : 20 x/menit
A : P1A0 Post SCTP a/I KPD + B20
P:
- Cefadroxil 2 x 500mg
- Asam Mefenamat tab 3 x 500mg
- SF tab 1 x 1
- Aff Infus
30 April 2019 S : Nyeri pada daerah bekas operasi (+), demam (-), mual (-), muntah (-), PPV
(+), pusing (-)BAK (+), BAB (+)
O : Keadaan Umum : Baik
TD 120/70 mmHg S : 36,5 C
N 94x/menit P : 22 x/menit
A : P1A0 Post SCTP a/I KPD + B20
P:
- Cefadroxil 3 x 500mg
- Asam mefenamat 3 x 500mg
- Tablet besi 1x1
- Aff infus
Boleh pulang
PEMBAHASAN
Pada pasien ini didiagnosis GIP0A0 + KPD+ B20berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan. Dari hasil
anamnesis didapatkan bahwa pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri
perut tembus belakang yang dirasakan sejak1 hari SMRS, nyeri perut dirasakan
hilang timbul, disertai dengan keluar cairan berwarna putih yang disertai
lendir, tidak bercampur darah, tidak terdapat gumpalan darah, yang dirasakan
sejak jam 16.30 SMRS, mual(-), muntah (-),nyeri ulu hati (-), nyeri kepala (-),
pusing (-), demam BAK(+) lancar, BAB (+) lancar,pasien memiliki riwayat HIV
(+).
Pada pemeriksaan fisik, TD:110/70 mmHg, N:96 x/menit, RR:24 x/m, S: 36,70C.
Edema (+) Ekstremitas bawah.Pada pemeriksaan obstetrik: pada
Palpasi,Leopold I : TFU 3 jari di bawah prosesus xhypoideus,Leopold II : Teraba
punggung dibagian dextra, Leopold III : Teraba bagian terbawah janin bulat
keras, Leopold IV : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP. Pada vaginal
touche didapatkan pembukaan 1 cm, portio tebal, lunak, kepala sudah masuk
pintu atas panggul, Pelepasan Darah (-). Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan RBC : 4.41 x 106, Hb 11.7 g/dl, HCT 37,7 %, PLT 114 x 103/mm3,
Wbc 9.6 103/mm3. Anti-HIV (reaktif).
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sel darah
putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh
manusia. Orang yang dalam darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat
dan belum membutuhkan pengobatan. Namun orang tersebut dapat menulark
an virusnya kepada orang lain bila melakukan hubungan seks beresiko dan ber
bagi alat suntik dengan orang lain.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan sindrom
dengan gejala penyakit infeksi opotunistik atau kanker tertentu akibat menuru
nnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus
).
Cara penularan virus HIV, yaitu penularan secara parenteral, penularan seksual
, dan penularan perinatal, Penularan parenteralPenularan dari darah dapat terja
di jika darah donor tidak ditapis (uji saring) untuk pemeriksaan HIV, pengguna
an ulang jarum dan semprit suntikan, atau penggunaan alat medik lainnya yan
g dapat menembus kulit. Kejadian di atas dapat terjadi pada semua pelayanan
kesehatan, seperti rumah sakit, poliklinik, pengobatan tradisional melalui alat
penusuk/jarum, juga pada pengguna napza suntik (penasun). Pajanan HIV pad
a organ dapat juga terjadi pada proses transplantasi jaringan/organ di fasilitas
pelayanan kesehatan
Penularan seksual yaitu Penularan melalui hubungan seksual adalah cara yang
paling dominan dari semua cara penularan.Penularan melalui hubungan seksu
al dapat terjadi selama sanggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki de
ngan laki-laki. Sanggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal
, atau oral antara dua individu. Risiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau a
nal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV. Kontak seksual oral la
ngsung (mulut ke penis atau mulut ke vagina) termasuk dalam kategori risiko
rendah tertular HIV.Tingkatan risiko tergantung pada jumlah virus yang ke luar
dan masuk ke dalam tubuh seseorang, seperti pada luka sayat/gores dalam m
ulut, perdarahan gusi, dan atau penyakit gigi mulut atau pada alat genital.
Penularan secara perinatalLebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari
ibunya. Virusdapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya sela
mahamil, saat persalinan dan menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat dandini
, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggalsebelum ulang ta
hun kedua.
Penularan in utero atau intra uterin
HIV melalui plasenta masuk kedalam tubuh bayi. Penularan in utero ini diketah
ui karena didapatkannya HIV pada jaringan thymus,lien , paru dan otak dari ja
nin20 minggu yang digugurkan dari ibu pengidap HIV.
Penularan saat persalinan.
Terjadi karena bayi terkontaminasi darah ibu saat persalinan.
Penularan pasca persalinan.
Terjadi penularan melalui ASI pada masa menyusui karena adanya HIV pada ke
lenjar payudara dan ASI pengidap HIV. Meskipun masih ada perbedaanpendap
at mengenai hal ini karena hasil penelitian yang berbeda, tetapi karenabelum
adanya vaksin untuk HIV dan kemungkinan penularan ini tetap ada, makadise
pakati pemberian ASI pada bayi tetap masih di larang.
Pada kasus ini, pasien mendapatkan virus HIV melalui kontak seksual dengan
suami yang didiagnosis HIV. Karena saat ini pasien dalam kondisi hamil, maka
ada kemungkinan bayi yang dikandungnya tertular virus HIV.
Dalam menegakkan diagnosa HIV, dilakukan beberapa pemeriksaan laboratori
um antara lain:
a. Pemeriksaan Antibodi anti-HIV dan deteksi virus
Pemeriksaan adanya antibodi spesifik dapat dilakukan dengan Rapid Test, Enzi
me Linked Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Pada pemeriksaan ELISA, h
asil test ini positif bila antibodi dalam serum mengikat antigen virus murni di
dalam enzyme-linked antihuman globulin. Pemeriksaan Western Bolt merupak
an penentu diagnosis AIDS setelah test ELISA dinyatakan positif. Bila terjadi ser
okonversi HIV pada test ELISA dalam keadaan infeksi HIV primer, harus segera
dikonfirmasikan dengan test WB ini. Hasil test yang positif akan menggambark
an garis presipitasi pada proses elektroforesis antigen-antibodi HIV di sebuah
kertas nitroselulosa yang terdiri atas protein struktur utama virus. Setiap protei
n terletak pada posisi yang berbeda pada garis, dan terlihatnya satu pita mena
ndakan reaktivitas antibodi terhadap komponen tertentu virus.
b. Pemeriksaan Status imunologi
Pada pemeriksaan status imunologi ini yang dilakukan adalah menghitung kadar
CD4 dalam darah untuk menilai derajat beratnya infeksi HIV dan untuk mempre
diksi onset terjadinya infeksi oportunistik. Pemeriksaan kadar CD4 ini harus diula
ng setiap 3 bulan untuk menilai perkembangan penyakit dan dasar pertimbanga
n untuk tindakan profilaksis dan pengobatan. Berikut ini adalah tabel hubungan
antara jumlah limfosit T, kadar CD4 dan tingkat gejala klinis penyakit.

Stadium klinis Jumlah Limfosit T (/mm3) Jumlah CD4 (/mm3)


Tanpa Gejala >2500 501-600
Gejala Minor 1001-2500 351-500
Gejala Mayor dan inf 501-1000 200-300
eksi oportunistik
AIDS <500 <200
Pada kasus ini, pasien sudah melakukan Pemeriksaan Antibodi anti-HIV dengan rapid
test didapatkan hasil HIV reaktif, sedangkan untuk pemeriksaan status immunologi da
n pemeriksaan PCR HIV kuantitatif (viral load) tidak dilakukan dikarenakan tidak terda
patnya reagen, untuk pemeriksaan status immunologi untuk menghitung kadar CD4
dalam darah, pemeriksaan CD4 digunakan untuk menilai derajat beratnya infeksi HIV
dan untuk memprediksi onset terjadinya infeksi oportunistik. Sehingga pada pasien in
i sulit untuk menilai derajat beratnya infeksi HIV dan sulit untuk menilai resiko penula
ran HIV ke bayi pasien.
Penularan HIV dari ibu ke bayi memiliki resiko sebesar 15-35%. Terendahdilaporkan di
Eropa dan tertinggi di Afrika. Pada kasus ini, faktor faktor yang berpengaruh dalam p
enulran HIV dari ibu ke bayinya yaitu tidak diketahuinya jumlah viral load dan jumlah
sel CD4 sehingga sulit untuk menentukan penularan HIV dari ibu ke bayinya. Status g
izi ibu selama hami baik, tidak memiliki riwayat infeksi selama hamil, tidak terdapat g
angguan pada payudara pasein. Dari Faktor bayi untuk usia kehamilan dimana pada p
asien ini memiliki usia kehamilan yang cukup bulan, dan berat badan bayi yang norm
al, bayi pasien tidak di berikan ASI, dan tidak ditemukan luka pada mulut bayinya.
faktor obstetrik pada pasien ini yaitu Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum
persalinan sehingga di pilih cara persalinan dengan sectio caesariaagar mengu
rangi transmisi HIV secara vertikal. Selain itu pasien sudah mendapatkan terapi
anti retroviral pada awal kehamilan, pada saat usia kehamilan memasuki usia 3
6 Sampai 37 minggu pasien mengalami tanda tanda untuk melahirkan, tetapi
karena tidak tersedianya reagen untuk menilai viral loada dan kadar CD4 dala
m darah sehingga dipilih cara persalinanan dengan sectio caesaria, karena jika
dilakukan persalinan secara pervaginam akan meningkatkan resiko terjadinya
penularan HIV secara vertikal dikarenakan pada pasien ketuban sudah pecah d
an di takutkan terjadi proses persalinanan yang berlangsung lama
Penanganan pasien hamil dengan HIV dibagi menjadi penanganan antepartum, intra
partum dan postpartum, yakni :
Penanganan ante partum
Konseling
Pada konseling, ibu hamil diajak berkomunikasi dua arah, dengan memberikaninfor
masi mengenai HIV dan hubungannya dengan kehamilan, tanpa mengarahkan dima
na kemudian ibu hamil ini dapat mengambil keputusan mengenai kehamilannyadan
persalinannya. Pada kehamilan trimester pertama, konseling perlu dilakukan dengan
intensif untukmemutuskan apakah kehamilan akan diteruskan atau tidak.
Pemeriksaan ante natal
Dilakukan pemeriksaan ante natal seperti biasa, tetapi perlu dilakukan eksplorasime
ngenai partner hubungan seksual, apakah pernah menderita penyakit hubunganseks
ual (STD), atau pernah mendapatkan transfusi darah, dan ditanyakan jugaapakah seri
ng mendapatkan pengobatan dengan suntikan
Pemberian obat anti virus
Tujuan utama pemberian antiretrovirus pada kehamilan adalah menekan perkembangan
virus, memperbaiki fungsi imunologis, memperbaiki kualitas hidup, mengurangi morbidi
tas dan mortalitas penyakit yang menyertai HIV. Pada kehamilan, keuntungan pemberia
n antiretrovirus ini harus dibandingkan dengan potensi toksisitas, teratogenesis dan efe
k samping jangka lama. Akan tetapi, efek penelitian mengenai toksisitas, teratogenesis,
dan efek samping jangka lama antiretrovirus pada wanita hamil masih sedikit.

Penanganan intra partum


Pemilihan persalinan yang aman diputuskan oleh ibu setelah mendapatkan konseling le
ngkap tentang pilihan persalinan, risiko penularan, dan berdasarkan penilaian dari tenag
a kesehatan. Pilihan persalinan meliputi persalinan per vaginam dan perabdominam (b
edah sesar atau seksio sesarea). Dalam konseling perlu disampaikan mengenai manfaat
terapi ARV sebagai cara terbaik mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Dengan tera
pi ARV yang sekurangnya dimulai pada minggu ke-14 kehamilan, persalinan per vagina
m merupakan persalinan yang aman. Apabila tersedia fasilitas pemeriksaan viral load, d
engan viral load < 1.000kopi/μL, persalinan per vaginam aman untuk dilakukan. Persalin
an bedah sesar hanya boleh didasarkan atas indikasi obstetrik atau jika pemberian ARV
baru dimulai pada saat usia kehamilan 36 minggu atau lebih, sehingga diperkirakan vira
l load > 1.000 kopi/μL.
Kewaspadaan menyeluruh atau “Universal Precaution” harus diperhatikan untu
kmemperkecil kemungkinan terjadinya penularan dari ibu ke bayi, penolong m
aupunpetugas kesehatan lainnya.Hindari memecahkan ketuban pada awal pers
alinan, terjadinya partus lama dan laserasipada ibu maupun bayi. Karena itu pa
da kemacetan persalinan maka tindakan SeksioSesarea adalah lebih baik dari
memaksakan persalinan per vaginam.Petugas kesehatan harus memakai sarun
g tangan vynil, bukan saja pada pada pertolonganpersalinan tetapi juga pada
waktu membersihkan darah , bekas air ketuban dan bahan laindari pasien yan
g melahirkan dengan HIV. Penolong persalinan harus memakai kacamatapelind
ung, masker, baju operasi yang tidak tembus air dan sering kali membersihkan
ataumencuci tangan. Membersihkan lendir atau air ketuban dari mulut bayi ha
rus memakaimesin isap, tidak dengan kateter yang diisap dengan mulut.Bayi y
ang baru lahir segera dimandikan dengan dengan air yang mengandung disinf
ektanyang tidak mengganggu bayi.
Penanganan pasca persalinan
Pada pasca persalinan dilakukan pencegahan terjadinya penularan melalui ASI,
di samping penularan parenteral melalui suntikan dan luka atau lecet pada ba
yi. Pencegahan penularan melalui ASI sudah tentu dilakukan dengan mencega
h pemberianASI, tetapi untuk daerah yang sedang berkembang hal ini masih
menjadi perdebatankarena dikhawatirkan bayi tidak mendapatkan pengganti A
SI. Ibu pengidap HIV harus diadviskan mencegah kehamilan berikutnya denga
n alatkontrasepsi.
Pada tahun 2013 WHO mengeluarkan aturan pemberian obat ARV untuk penc
egahan HIV dari Ibu ke bayi, yaitu :
Untuk IBU :
Lini Pertama: TDF + 3 TC (atau FTC) + EFV sebanyak 1 kali sehari pada ibu yan
g hamil dan sedang menyusui, termasuk ibu yang berada dalam trimester pert
ama kehamilan
LiniKedua: 2 NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) + PI (Ritonavir b
oosted Protease Inhibitor)
NRTI lini kedua ini direkomendasikan jika
Kegagalan TDF + 3 TC (atau FTC), regimen pengobatan lini pertama gunakan
AZT+ 3TC dan NRTI sebagai dasar regimen lini kedua
Kegagalan AZT atau d4T + 3TC , regimen pengobatan lini pertama gunakan T
DF+ 3TC (atau FTC) dan NRTI sebagai dasar regimen pengobatan lini kedu.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai