D i s us un o l e h : R E N A H A N DAYA N I 1 9 4 8 2 01 3 . 0 3 2 R I F K Y WI JAYA N TO 1 9 4 3 2 01 3 .0 3 3 S A F I RA D H I A Z A L FA 1 9 4 8 2 01 3 . 0 3 8 DEFINISI
Otitis media efusi (OME) adalah proses
inflamasi pada telinga tengah ditandai adanya kumpulan sekret dengan membran timpani yang intak. Sekret dapat berupa serous atau mukoid yang menetap selama 3 bulan atau lebih. Proses tersebut dapat berlangsung akut, subakut atau kronis. Istilah lain yang sering dipakai adalah kronik otitis media sekretorik, kronik otitis media serosa, dan glue ear. EPIDEMIOLOGI
Otitis media lebih banyak terjadi pada laki-
laki dibanding wanita berdasarkan data epidemiologi. Di Indonesia, otitis media signifikan terjadi pada anak usia sekolah, ngka kejadian OME pada anak yaitu sekitar 5 – 10 % anak yang menderita otitis media akut (OMA) dengan terapi antibiotik yang tidak adekuat. GLOBAL
Penelitian yang dilakukan oleh Teele et al. menyatakan bahwa
episode OMA (Otitis Media Akut) pada tahun pertama dan tahun ketiga adalah 66% dan 86% pada lelaki dan 53% dan 77% pada wanita. Puncak insidensi otitis media adalah usia 6- 12 bulan pertama kehidupan, dan menurun setelah usia 5 tahun. Sebanyak 80% anak-anak menderita otitis media, dan 80%-90% anak-anak menderita otitis media efusi sebelum usia sekolah. Di usia dewasa otitis media lebih jarang terjadi, kecuali pada dewasa dengan keadaan defisiensi imun. Menurut ras/suku bangsa, insidensi otitis media tertinggi terjadi pada suku Inuits dari Alaska, aborigin Australia, dan orang asli Amerika (12%-46%), kemudian Maori di Selandia Baru, Nepal, dan Malaysia (4%-8%), diikuti oleh Korea, India, dan Saudi Arabia sebanyak 1.4%-2%, dan insidensi terendah di Amerika, Inggris, Denmark, dan Finlandia (<1%). INDONESIA
Penelitian yang dilakukan di Indonesia pada 6 wilayah besar
Indonesia (Bandung, Semarang, Balikpapan, Makasar, Palembang, Denpasar) didapatkan bahwa otitis media sangat signifikan terjadi pada anak usia sekolah. Prevalensi kejadian OMA, OME, dan Otitis media kronis secara berurutan adalah 5/1000, 4/100, dan 27/1000 anak. Prevalensi otitis media kronis pada daerah pedesaan adalah 27/1000 atau 2.7% dan pada daerah perkotaan prevalensinya lebih rendah yaitu 7/1000 anak atau 0.7%. Prevalensi otitis media kronis tertinggi di Indonesia adalah Bali dan Bandung dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Otitis media kronis aktif tertinggi ditemukan pada pedesaan Bali usia 10-12 tahun sebanyak 23.5 per 1000 anak. Otitis media kronis inaktif prevalensi tertinggi di pedesaan Bali anak usia 6-9 tahun sebanyak 62.9 per 1000 anak. Prevalensi timpanosklerosis tertinggi di pedesaan Bali anak usia 13-15 tahun sebesar 26 per 1000 anak. PATOFISIOLOGI
Faktor penyebab dari OME belum diketahui secara pasti.
Banyak faktor yang terlibat dan beberapa teori telah menjelaskan hal tersebut diantaranya yaitu adanya disfungsi tuba Eustachius, reaksi alergi, disfungsi imun lokal akibat adanya bakteri patogen atau komponen bakteri yang menetap. Beberapa mediator inflamasi telah diidentifikasi pada OME, meliputi komponen koagulasi, fibrinolitik dan sistem komplemen, imunoglobulin serta kompleks imun. penelitian terakhir menunjukkan bahwa sitokin terlibat dalam proses inflamasi dan reaksi imun pada berbagai penyakit termasuk OME. ALGORITMA PATOFISIOLOGI TATA LAKSANA TERAPI
Pengobatan infeksi telinga berdasarkan diagnosis
dan penyebab. Apabila disebabkan oleh bakteri, dokter akan meresepkan antibiotik. Dan bila terjadi demam, dapat digunakan obat penurun panas. Jika telinga masih terus mengeluarkan cairan, dokter akan melakukan tindakan yang disebut myringotomy, yaitu suatu prosedur yang dilakukan dengan cara membuat lubang kecil pada gendang telinga sehingga cairan, nanah, maupun darah dapat dikeluarkan dari telinga. TATA LAKSANA TERAPI
Terapi non- bedah
Medikamentosa : Nasal dan oral steroid Anti-histamin Dekongestan Antibiotik Valsava maneuver Hiposensitisasi alergi Terapi bedah : Indikasi terapi bedah bila efusi menetap lebih dari 1-3 bulan dan terdapat tuli yang menonjol ANATOMI OME TERAPI DRUG MONITORING (TDM)
Penelitian yang dilakukan Deasy Mediawaty, Pujo Widodo, dan
Dian Ayu Ruspita yang berjudul Efektivitas Klinis Ofloksasin Topikal Dibanding Ciprofloksasin Oral Pada Terapi Otitis Media Supuratif Kronik Aktif pada tahun 2017 membandingkan efek terapi obat antibiotik Ofloksasin topikal dengan ciprofloksasin oral pada penyakit Otitis Media Supuratif Kronik aktif. Penelitian intervensi dengan rancangan pretest and posttest control group design, randomized control trial Klinik THTKL BKIM Semarang pada bulan Juni–Agustus 2016. Penderita OMSK aktif dilakukan anamnesis lalu dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pendengaran dilanjutkan randomisasi. Penderita diberi ofloksasin topikal 10 tetes/12 jam atau ciprofloksasin tablet 500 mg/12 jam per oral. Hari ke 4, 10 dan 14 setelah terapi penderita kontrol. Analisis uji komparatif menggunakan uji parametrik dan non parametrik. Penelitian ini menunjukkan bahwa ofloksasin dan ciprofloksasin sama efektif menurunkan gejala klinis, banyaknya discaj dan besar perforasi, dan memperbaiki derajat pendengaran. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa ofloksasin dan ciprofloksasin efektif memperbaiki tanda 9,12 pada OMSK aktif. Tetes telinga ofloksasin lebih Ofloksasin. Perbedaan besar perforasi sebelum dan setelah terapi Kelompok p Setelah terapi Sebelum terapi 0,000 Efek samping obat kelompok ofloksasin sebanyak 1 orang dengan keluhan gatal di telinga. Efek samping kelompok ciprofloksasin mual (4 subyek) dan diare (1 subyek). Keluhan muncul di akhir terapi. Penelitian ini tidak menggunakan alat ukur objektif untuk menilai banyaknya discaj dan besar perforasi. Kesimpulan pada penelitian ini adalah ofloksasin lebih efektif secara bermakna dibanding ciprofloksasin dalam memperbaiki gejala klinis. Perbaikan tanda klinis kedua kelompok setelah terapi tidak berbeda bermakna. Disarankan untuk pemberian terapi ofloksasin topikal atau ciprofloksasin oral pada OMSK aktif selama 2 minggu, dan pemberian terapi untuk OMSK aktif tidak perlu kombinasi antibiotik. Contoh soal Otitis media efusi sering terjadi pada usia ? A. Dewasa (26-45 Tahun) B. Remaja (17-25 Tahun) C. Lansia (46-65 tahun) D. Anak-anak (0-11 tahun)