Anda di halaman 1dari 32

Kabupaten Manggarai

Timur
Nama-Nama Anggota Kelompok:
1. Valerianus Kahul
2. Fransiska Jebeot
3. Febrianus Abur
Lambang dari Kabupaten Manggarai Timur
Peta wilayah Manggarai Timur
• Provinsi : Nusa Tenggara Timur
• Tanggal Peresmian : 17 Juli 2007
• Ibu Kota : Borong
• Luas Wilayah : 2.643.41 KM 2
• Total Penduduk : 276.620 Jiwa
• Agama :
• Katolik : (92,38%)
• Islam : (7,34%)
• Hindu: : (0,02%)
• Kristen Protestan : (0.26%)
Identitas Dari manggarai Timur
• Topografi • Iklim
Secara Geografis Kabupaten Manggarai Timur Sesuai dengan letak geografis, iklim di Kabupaten
terletak antara 08°.14’ LS - 09°.00 LS dan 120°.20’ BT - Manggarai Timur merupakan iklim daerah tropis,
120°.55’° BT.Pola topografi ini sedikit banyak dalam setahun hanya ada 2 musim yaitu musim
mempengaruhi bentuk tata guna lahan yang ada. Daerah kemarau antara bulan April sampai bulan September
Timur Sepanjang jalan Lintas Flores yang relatif dan musim penghujan antara bulan Oktober sampai
kemiringan lahannya agak rendah dipergunakan sebagai bulan Maret. Temperatur udara rata-rata adalah
kawasan pemukiman.selain itu dilokasi ini juga 28,060C dengan suhu perbulan minimum 24,10oC dan
dimanfaatkan warga untuk daerah persawahan dan maksimim 31,70oC, sehingga Manggarai Timur secara
peternakan. Lahan dengan tingkat lekukan tinggi rendah umum bersuhu udara panas. Kecepatan angin berkisar
yang berada di Utara,dan sebagian selatan merupakan 4 knot dengan kelembaban udara 80% sedangkan rata-
daerah hutan lindung dan perkebunan milik rakyat yang rata curah hujan sebanyak 1.906 mm dengan hari hujan
ditanami kopi,kemiri,kakao/coklat,dan vanili. sebanyak 142 hari.

Kependudukan (Demografi)
Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk di Kabupaten Manggarai Timur
Nama Kecamatan Luas Wilayah (Ha) Laki-laki Perempuan Jumlah
Kecamatan Borong 28.202 20.906 20.610 41.516 Jiwa
Kecamatan Elar 32.825 8.070 7.812 15.882 Jiwa
Kecamatan Elar Selatan 23.934 9.587 9.180 18.767 Jiwa
Kecamatan Kota Komba 49.194 27.689 27.084 54.773 Jiwa
Kecamatan Lamba Leda 34.943 17.847 17.903 34.750 Jiwa
Kecamatan Ponco Ranaka 10.423 17.218 17.657 34.875 Jiwa
Kecamatan Ponco Ranaka 10.423 13.931 14.154 28.085 Jiwa
Kecamatan Rana Mese 20.824 15.124 14.990 30.114 Jiwa
Kecamatan Sambi Rampas 40.009 14.851 14.535 386. jiwa
Sistem Kepercayaan
Kepercayaan orang Manggarai timur tak dapat dilepas-pisahkan dengan kultur agraris yang memiliki keterkaitan
yang erat antara alam dengan seluruh dengan kehidupan semua mahkluk. Kepercayaan akan keterkaitan unsur-unsur
itu menyata dalam berbagai bentuk.
• Pertama, kehidupan ciptaan. Tanah, gunung, air, iklim mempunyai relasi yang tak terpisahkan dan menyatu
kepercayaan akan roh alam dan roh leluhur. Roh berpengaruh atas pelbagai peristiwa dan kejadian yang dialami
manusia dan ciptaan yang lainnya. Kepercayaan akan roh alam ini membawa Orang Manggarai kepada keyakinan
bahwa roh alam inilah jiwa dari alam semesta. Selain roh alam yang memiliki identitas yang abstrak dan tak
terjamah, Orang Manggarai juga percaya pada roh leluhur yang telah meninggal (ata pali sina). Roh-roh leluhur
ikut berperan dalam menciptakan keseimbangan kosmos. Itulah sebabnya terhadap roh-roh ini Orang Manggarai
memberikan respek, penghargaan serta menjalin relasi yang tetap intim dan konstan melalui pelbagai ritus,
sebagai berikut:
Ritus Teing Hang atau Takung
• yakni memberikan sesajian kepada roh leluhur
sebagai bentuk persembahan yang memiliki
berbagai maksud, antara lain meminta
keberhasilan, memohon perlindungan dan juga
berupa ucapan syukur.
Ritus Toto Urat(Memperlihatkan usus
hewan)
• yakni sebuah upacara untuk membaca tanda-
tanda alam, khususnya berkaitan dengan nasib
di masa depan, dengan melihat bentuk urat
ayam, babi ataupun kerbau, tergantung bahan
korban yang disiapkan dan maksud
diadakannya ritus itu. Usai toto urat sebagian
bahan persembahan disebarkan ke berbagai
tempat yang disebut wecak helang dan
sebagian lagi disimpan di piring kecil bersama
dengan secangkir tuak.

• Kedua, kepercayaan akan adanya roh halus berupa Darat Tana [Bidadari, peri] dan Poti [setan].
Alam-dunia dipercayai oleh Orang Manggarai sebagai yang memiliki roh. Mahkluk halus seperti
peri, bidadari yang disebut darat adalah mahkluk halus yang sering menampakkan diri di mata
air, sungai yang memiliki kolam besar dengan kedalaman yang tinggi dan berdaya angker [tiwu
leteng]. Darat kerap dilihat sesekali pada saat matahari meninggi persis di atas ubun-ubun atau
sekitar jam 12 siang, pada kesempatan yang kerap tidak diduga-duga dan merupakan pengalaman
istimewa. Ada keyakinan bahwa darat biasa membantu manusia dalam pekerjaan- pekerjaan
tertentu, misalnya memikul batu-batu untuk Compang [altar persembahan]. Di kampung Tenda-
Riwu ataupun Ruteng Pu’u terdapat compang yang dibuat dari batu-batu ceper besar yang
beratnya berton-ton.
Menurut masyarakat yang mendiami wilayah-wilayah itu, batu-batu besar itu berada di compang
berkat bantuan darat yang didasarkan pada perjanjian tertentu.
Selain membantu manusia, darat juga dapat memberikan malapetaka tertentu. Misalnya ada orang
yang tiba-tiba hilang yang biasa disebut wendo le darat yakni peristiwa darat membawa-lari
seseorang dan akan dikembalikan lagi jika ada ritus tertentu dibuat oleh ata Pecing atau ata
Mbeko.
Sistem Kekerabatan
• Sistem kekerabatan berdasarkan hubungan darah merupakan hubungan seorang individu dengan
saudara-saudari kandungnya. Dalam masyarakat ada beberapa istilah yang terdapat dalam sistem ini,
yakni:
a. Nara merupakan panggilan untuk saudara oleh saudarinya.
b. Weta merupakan panggilan untuk seorang saudari oleh saudaranya.
c. Ase merupakan panggilan untuk seorang adik oleh kakanya.
d. Kae merupakan panggilan untuk seorang kakak oleh adiknya.
Secara umum, beberapa istilah yang dikenal dalam sistem kekerabatan Manggarai antara lain wae
tua (turunan dari kakak), wae koe (turunan dari adik), anak rona (turunan keluargamama), anak
wina (turunan keluarga saudara perempuan), amang (saudara lelaki mama), inang (saudara perempuan
bapak), ema koe (adik dari bapak), ema tua (kakak dari bapak), ende koe (adik dari mama),ende
tua(kakak dari mama) ema (bapak), ende (mama), kae (kakak), ase (adik), nana (saudara lelaki),
dan enu (saudara wanita atau istri).
Sistem Kekerabatan Berdasarkan Hubungan
Perkawinan
• a. Wa’u/asekaeSistem kekerabatan berdasarkan hubungan perkawinan dapat
dipahami sebagai hubungan seorang individu dengan istri yang juga menghubungkan
saudara-saudari kandung kedua-belah pihak.Secara umum ada dua istilah yang
menekankan aspek perkawinan dalam budaya Manggarai yaitu :

Wa’u/asekae adalah keluarga kerabat yang terbentuk berdasar keluarga patrilinear (garis keturunan
ayah), baik yang hidup dalam satu kampung maupun yang hidup terpencar-pencar karena pendidikan,
tugas, dll. Dalam keluarga bahwa semua anak laki-laki disebut ata one (orang dalam). Anak laki-laki
disebut ata one karena tergolong keluarga patrilinear
b.Woenelu
Woenelu adalah keluarga kerabat yang terbentuk atas dasar hubungan perkawinan antara
kedua keluarga kerabat, anak rona (keluarga kerabat pemberi istri) dan anak wina (keluarga
penerima istri). Istilah woenelu adalah gambaran kedekatan hubungan antara keluarga anak
rona dengan anak wina. Hubungan ini bersifat temporer (salang tuak), melainkan bersifat kekal
(salang wae).
Sistem Perkawinan
1. Perkawinan Tungku
Perkawinan jenis ini juga disebut crosscousin unilateral. Tungku adalah bentuk perkawinan dengan
tujuan mempertahankan hubungan woe nelu, hubungan antara anak rona dengan anak wina yang sudah
terbentuk akibat perkawinan cangkang. Laki-laki dan perempuan yang melakukan kawin tungku biasaa
disebut laki one dan wai leleng one.Pemuda yang laki one dapat berarti pria yang kawin tungku, juga
berarti perkawinan terjadi di dalam atau di sekitar kampung asalnya.Demikian pula terhadap wanita
yang wai leleng one. Berbicara tentang paca untuk orang yang laki one dan wai leleng one tergantung
pada jenis tungku
a. Tungku cu
Tungku cu adalah perkawinan yang terjadi antara anak laki-laki dari saudari kandung dengananak
perempuan dari saudara kandung. Karena begitu kuatnya penerapan dan pemahaman perkawinan jenis
ini, maka kalau anak wina hendak mengadakan tungku maka berarti perkawinan tungku yang dimaksud
adalah antara anak kandung dari saudari perempuan dengan anak kandung dari saudara kandung laki-laki.
b. Tungku neteng nara
Tungku neteng nara merupakan perkawinan yang ada hubungan darah antara anak dai
perempuan sepupu dengan anak dari saudara laki-laki sepupu.

c. Tungku anak rona musi


Tungku anak rona musi merupakan perkawinan hubungan darah dengan keluarga pemberi
istri mertua laki-laki. Dalam segi adat Manggarai perkawinan ini bukan perkawinan tabu
tetapi perkawinan ini dianggap melangkahi anak rona dungka. Perkawinan jenis ini sah secara
adat.
2. Perkawinan Cangkang
Cangkang adalah bentuk perkawinan yang terjadi di luar suku atau perkawinan
antarsuku. Dalam bahasa adatnya disebut laki pe’ang (anak laki-laki yang kawin di
luar suku) atau wai pe’ang (anak wanita yang kawin di luar suku). Orang yang laki
pe’ang atau wai pe’ang membuka jalur hubungan baru dengan suku-suku lain.
Dengan itu keluarga besar memiliki jangkauan hubungan yang lebih lebar dan luas
dengan woe nelunya(woe nelu merupakan keluarga kerabat yakni anak
wina dan anak rona). Dari praktek orang tua tempo dulu, orang yang laki
pe’ang bukan sembarang orang. Biasanya dari kalangan keluarga yang mampu
membayar belis karena berhubungan dengan harga diri dan martabat dari kedua
belah pihak, antara keluarga pria dan wanita.
3. Perkawinan Cako
Cako adalah bentuk perkawinan yang terjadi dalam suku sendiri. Biasanya dilakukan pada
anak laki-laki dari keturunan adik dan anak perempuan dari keturunan kakak. Kawing
cako juga berarti perkawinan anak saudara sepupu dalam garis patrilineal dan antara sesama
keluarga kerabat anak wina (keluarga penerima istri). Disebut juga sebagai perkawinan cako
cama tau. Perkawinan cako biasanya orang tua mulai mencobanya pada lapisan ketiga atau
lapisan keempat dalam daftar silsilah keluarga. Karena menurut adat Manggarai, tidak semua
perkawinan cako direstui Mori agu ngaran (Tuhan Pencipta). Orang Manggarai percaya bahwa
Tuhanlah yang menentukan apakan perkawinan itu direstui atau tidak
Tahap-Tahap Perkawinan orang Manggarai Timur

Dalam perkawinan adat Manggarai kita mengenal tahapan-tahapan sebagai berikut:


Tahap Pra Peminangan
Dalam tahap prapeminangan ini dikenal dengan istilah sebagai berikut:
Watang
Watang artinya jembatan, pengantara, penghubung. Dalam hal mencari jodoh/mencari tulang
rusuk/mencari istri (kawe toko racap/kawe wina), maka istilah watang diartikan sebagai
pengantara/penghubung cinta antara pria dan wanita. Tugas watang ialah mengantar si laki-laki ke rumah
perempuan/gadis yang akan dilamar. Tugas watang merupakan gerakan spontanitas secara pribadi atas
dasar kebetulan bahwa seorang sahabat atau teman perlu dibantu dalam hal kawe toko racap (mencari
istri/mencari tulang rusuk/mencari pendamping hidup).
• Watang Karong Salang
Kemudian tibalah saatnya watang berperan sebagai watang karong salang (mengantar
laki-laki langsung ke rumah orang tua perempuan). Ada dua kemungkinan yang akan
dialami oleh watang antara lain:Ketika perjumpaan pertama bahwa si keluarga
perempuan ada tanda-tanda saling simpati (manga belut one nai) kemudian diadakan
janji datang lagi untuk tuke mbaru (masuk ke dalam rumah). Tuke mbaru arti
budayanya ialah peminangan pertama. Kalau saat karong salang (tunjuk jalan) tak ada
tanda-tanda simpati (toe manga belut one nai) maka saat itu hanya cerita-cerita biasa
dan si pria dianggap tamu. Jadi boleh pulang atau boleh nginap dan besok pagi kembali
ke rumahnya seperti biasa.
Peminangan perkawinan
• Tuke mbaru
Tuke mbaru (tuke: naik, masuk, mbaru: rumah). Tuke
mbaru artinya masuk ke dalam rumah. Kata tuke mbaru lazim
dipakai oleh orang Manggarai dalam percakapan sehari-
hari. Tuke mbaru artinya pergi melamar perempuan. Adapun
gambaran dari tuke mbaru adalah datang beberapa orang dari
keluarga laki-laki sebagai pelamar beserta tongka (juru bicara
keluarga). Inti daripada pembicaraan adalah tukar cincin (paluk
kila). Kehadiran pertama waktu peminangan resmi ini disebut
dalam kiasan Manggarai ialah “weda lewang tuke mbaru”
(injak pintu gerbang kampung dan naik ke dalam rumah).
Paluk Kila
Paluk kila (paluk: tukar, kila: cincin). Paluk kila artinya tukar cincin.
Acara tukar cincin ini dilakukan waktu peminangan awal secara resmi
antara laki-lakidan perempuan yang disaksikan oleh kedua belah pihak
keluarga besar. Prosedurnya bahwa tukar cincin dilaksanakan bila
peminangan itu diterima. Pada waktu tukar cincin, ditunjuklah
beberapa solusi (pihak ketiga) untuk menyaksikan bahwa antara
perempuan yang dilamar dengan laki-laki sebagai pelamar saling
menyatakan suka sama suka (saling jatuh cinta).
Pongo
Pongo (ikatan, mengikat), ada ucapan dalam bahasa Manggarai
“ngo pongo ine wai” (pergi ikat perempuan), artinya mengadakan
ikatan cinta antara perempuan dan laki-laki lazimnya bila sudah
diadakan acara pongo, maka status hubungan laki-laki dengan
perempuan berada pada masa tunangan.
Agar ikatan itu kuat dan resmi secara adat maka pihak keluarga laki-
laki menyerahkan seng pongo (uang ikatan). Jumlah uang ikatan
tergantung kesepakatan dari kedua keluarga dengan
perantara tongka. Pongo juga membuat pria dan wanita saling setia
satu sama lain tidak boleh menerima orang lain. Setelah itu ada
keputusan terakhir dari pembicaraan adat yang disebut dengan istilah
“kempu”.
Wagal
1. Wagal
Wagal adalah puncak pengukuhan adat perkawinan yang terakhir. Jika
persiapan keluarga anak wina tidak cukup sampai acara wagal, biarlah
acara wagal ditangguhkan sambil mencari waktu yang tepat untuk
acara tersebut. Biasanya sampai 1 atau 2 tahun tergantung kesepakatan
dan kemampuan anak wina.Keistimewaan perkawinan
langsung wagal berarti mempelai perempuan langsung diantar secara
resmi ke keluarga laki-laki (suami).
2. Podo
Podo (antar) adalah mengantar mempelai perempuan bersama
mempelai laki-laki ke kampung suami/keluarga suami. Orang yang ikut
acara podo tidak usah terlalu banyak cukup keluarga dan kerabat dekat
yang diutus saja. Podo, disini tongka tidak perlu ikut, karena tidak ada
lagi pembicaraan adat. Hanya ada seng “leke tetak” dari anak
wina. Seng leke tetak berarti biaya keringat keluarga pemberi istri yang
pergi acara podo. Tadu lopa artinya berarti menutupi kotak/peti kosong
yang masih terbuka sebagai tempat taruh uang waktu acara adat.
3. Gerep Ruha
Gerep ruha (gerep: injak; menginjak ruha: telur). Gerep ruha adalah
menginjak telur ayam oleh mempelai perempuan saat pergi dan masuk
pertama kali ke kampung suami. Telur yang disiapkan adalah telur ayam
kampung. Adapun sekilas prosesi acara gerep ruha adalah sebagai berikut:
saat mempelai perempuan dan mempelai laki-laki beserta rombongan
keluarga kerabat memasuki pintu gerbang kampung (lewang beo), sebagian
keluarga kerabat laki-laki menunggu di kampung, dan sebagiannya lagi
menunggu di rumah adat sambil main gong (tebang nggong).
Upacara Inisiasi
• Istilah “ata one ko ata peang” • Cear Cumpe
Pada tahap ini orang yang berada di luar kamar Merupakan salah satu istilah yang menyebutkan
atau tempat persalinan menanyakan kepada orang- ritus inisiasi dalam tradisi manggarai pada
orang yang berada di dalam kamar ketika mereka umumnya.Istilah Cearyang berarti membongkar dan
tahu bahwa bayinya sudah dilahirkan. “ata one ko cumpe berarti tungku api yang dibuat dari baksom
ata peang”dengan arti yaitu laki-laki atau atau tungku api atau sing bekas yang dikhususkan
perempuan (ata one berarti laki-laki sedangkan ata untuk perapian bagi seorang ibu dan bayinya selama
peang yaitu perempuan). lima hari(sejak bayi dilahirkan sebelum dibawah
keluar rumah).Jadi acara cear cumpe sendiri berarti
sebagai suatu upacara pada saat mana masa
penantian seorang bayi dinyatakan selesai dan
serentak dengan itu si bayi dilantik secara resmi
menjadi anggota masyarakat setempat.
Ritual Kematian
• a. Ritual tokong bako
Ritual ini menjadi pembuka rangkaian ritual adat kematian di Manggarai. Ritual tokong bako
dimaksudkan untuk meyakinkan arwah mendiang bahwa dia sedang dijaga sanak keluarga dan
kerabat. Ritus itu juga dimaksudkan untuk menjaga kejernihan hati arwah mendiang agar tidak
terpengaruh atau dirasuki roh jahat. Jika kematian terjadi di pagi hari, ritual pembukaan dilaksanakan
menjelang malam hari dipimpin juru bicara adat. Dalam ritus itu, ayam pun disembelih, dibakar,
dikasih bagian atau sesajian untuk mendiang di dalam piring, sendok, dan gelas.
b. Ela haeng nai (sakratulmaut)
Ritus ini menggambarkan wujud kecintaan sanak keluarga dalam proses sakratulmaut
bahwa seluruh anggota keluarga juga ada mendampingi anggota keluarga mereka di saat
ajal datang menjemput. Ritus ini berupa penyerahan tanggungan berupa hewan babi oleh
keluarga inti, anak rona (saudari perempuan dari mendiang) dan anak wina (menantu). Babi
yang diberikan itu akan dimanfaatkan dalam rangkaian upacara liturgi keagamaan maupun
adat selama tiga hari terhitung sejak mendiang dikuburkan.
c. Ela tekan tanah
Ritual ini dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan terhadap jenazah dan tanah tempat
mendiang akan dimakamkan. Ritual dibuat saat penggalian dimaksudkan untuk
menghindari batu penghalang, lipan, dan ular keemasan. Ada syair penting dalam ritual elha
tekan tanah, yakni 'neka manga batu kepe, ngongo laang, lipang lewes'. Jangan ada batu
kepe (batu penghalang), lipang lewes (kaki seribu), dan ngongo (ular kecil berwarna
keemasan). Jika sudah dibuatkan ritual tetapi masih juga menemukan hambatan, dapat
dipastikan akan ada kerabat yang ikut menyusul ke liang lahad.
d. Poe woja latung
Ritual poe woja latung ialah ritual untuk memohon agar arwah orang yang meninggal
tidak membawa serta seluruh harta yang didapat selama hidupnya atau dalam bahasa
Manggarai disebut 'neka babar pale wa, neka beba pale eta'. Ritual ini juga untuk
memohon bantuan doa dari sang mendiang untuk kerjakerja kerabatnya yang
ditinggalkan. Selain mempersembahkan sesajian berupa hati ayam dan babi, kerabat
orang yang meninggal pun meminum darah ayam yang dicampur ke dalam wadah berisi
air.
e. Saung ta’a atau pembebasan
Ritual saung taa ialah ritus terakhir (dilakukan pada hari ketiga terhitung sejak jenazah
dimakamkan). Ritual ini sebagai simbol pembebasan dari dukacita menjadi sukacita.
Ritus ini sebagai simbol tidak ada lagi ratap dan tangisan. Kesedihan selama satu minggu
pun berganti, saatnya kerabat mendiang bebas bekerja lagi.
Saung taa menjadi ritual terakhir dalam rangkaian ritual adat kematian masyarakat
Manggarai Tengah. Ritual ini ditandai dengan mencuci kain putih atau lulung tove lepet
buing. Tikar bekas membaringkan jazad pun digulung
40 Malam
Dalam tahap ini orang Manggarai khususnya manggarai timur hanya
lebih kepada megadakan misa dengan tujuan untuk mendoakan sang
arwah yang telah pergi mendahului mereka dan mendoakan semoga
sang arwah mendapat tempat yang layak dikerajaan surge.
Paka Di’a
• Untuk mengantarkan arwah anggota keluarga yang meninggal dunia menuju keabadian, digelarlah
ritual adat paka dia. Masyarakat Manggarai timur meyakini lewat ritual tersebut, keselamatan jiwa
bagi arwah yang meninggal dunia akan didapat. Doa itu biasanya didaraskan oleh keluarga besar. Baik
dari pihak Anak Rona (saudara), Ase Kae (keluarga), Pang Olo Ngaung Musi (keluarga besar
dalam satu kampung), dan Anak Wina (saudari).
Adapun puncak penyampaian doa atau tudak dalam bahasa Manggarai ditandai dengan renge ela (babi
persembahan) yang disembelih di depan rumah duka.
“Inti dari ritual paka dia ini adalah doa untuk keselamatan jiwa bagi arwah alamarhum atau
almarhumah yang meninggal dunia dan memohon kepada E’ma Jari Mori
Dedek (Tuhan) perlindungan bagi keluarga yang ditinggalkan. Baik itu keluarga besar Anak
Rona ,Anak Wina, Ase Kae dan Pang Olo Ngaung Musi agar tidak terjadi lagi bencana kematian yang
sama dalam satu keluarga”.
Thank You Guys…

Anda mungkin juga menyukai