2. ANINDHITA FEBRIANSYAH 7. DINDA ARDILLA 3. ARDI FEBRIANSYAH 8. DEWI RAHMADANI 4. ASMYATI RAMADANI AMBARA PULUNGAN 5. CHICI WULANDARI 9. DITA NATASYA ARIDA BR LUMBAN RAJA Jean Piaget dilahirkan di Neuchatel, Swiss pada Tanggal 9 Agustus 1896. Dia menerbitkan “makalah” pertamanya ketika berusia 10 tahun, salah satu halamannya memaparkan penelitiannya tentang kerangka burung gereja albino. Dia mulai menerbitkan karya ilmiah ketika masih berada di sekolah menengah tentang masalah molusca. Setelah lulus sekolah menengah, dia melanjutkan pendidikan ke University of Neuchatel. Tahun 1918, Piaget memperoleh gelar doktor dibidang Sains dari University of Neuchatel. Selama setahun berikutnya, dia bekerja di laboratorium psikologi di Zurich dan di klinik psikiater milik Bleuler. Di dalam priode inilah, dia berkenalan dengan karya-karya Freud, Jung, dan pemikir-pemikir lainnya. Tahun 1919, dia mengajar psikologi dan filsafat di Sorbonne, Paris. Disinilah dia bertemu dengan Simon, dan melalukan penelitian bersama tentang kecerdasan. Pada tahun 1921, artikel pertamanya tentang psikologi kecerdasan dimuat dalam Journal de Psychologie. Tahun 1940, Piaget menjabat sebagai kepala eksperimental psikologi, direktur laboratorium psikologi, dan presiden Swiss Society of Pschyology Pada tahun 1952, Piaget menjadi profesor di Sorbonne. Tahun 1955, dia mendirikan International Center of Genetic Epistemologic yang dia pimpin sampai akhir hayatnya. Setahun kemudian, dia juga mendirikan school of sciences di University of Geneva. Dia juga terus memberikan pelayanan masyarakat dengan statusnya sebagai wakil Swiss dalam UNESCO. Di penghujung karirnya, Piaget telah menulis lebih dari 60 buku dan ratusan artikel ilmiah. Jean Piaget meninggal di Jenewa pada tanggal 16 September 1980. Dia tetap dikenang sebagai salah seorang psikolog paling berpengaruh di abad 20. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya. Teori Piaget sering disebut genetic epistimologi (epistimologi genetik) karena teori ini berusaha melacak perkembangan kemampuan intelektual, bahwa genetic mengacu pada pertumbuhan developmental bukan warisan biologis (keturunan). Pertumbuhan atau perkembangan kognitif terjadi melalui dua proses yang saling berhubungan,yaitu: Organisasi Adaptasi ORGANISASI Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk mengintegrasikan pengetahuan kedalam system-sistem. Dengan kata lain, organisasi adalah system pengetahuan atau cara berfikir yang disertai dengan pencitraan realitas yang semakin akurat. Struktur-struktur kognitif disebut skema. Skema adalah pola prilaku terorganisir yang digunakan seseorang untuk memikirkan dan melakukan tindakan dalam situasi tertentu ADAPTASI Merupakan cara anak untuk memperlakukan informasi baru dengan mempertimbangkan apa yang telah mereka ketahui. Adaptasi ini dilakukan dengan tiga langkah, yaitu: 1. Asimilasi Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk merujuk pada peleburan informasi baru kedalam struktur kognitif yang sudah ada 2. Akomodasi Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk merujuk pada perubahan yang terjadi pada sebuah struktur kognitif dalam rangka menampung informasi baru. Jadi, dikatakan akomodasi jika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Melalui akomodasi ini, struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami perubahan sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya. 3. Ekuilibrasi Yaitu istilah yang merujuk pada kecenderungan untuk mencari keseimbangan pada elemen-elemen kognisi. Ekuilibrasi diartikan sebagai kemampuan yang mengatur dalam diri individu agar ia mampu mempertahankan keseimbangan dan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. 1. Fisik 2. Kematangan 3. Pengaruh sosial 4. Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi Pada awal penelitiannya, Jean menyebutnya sebagai epistimologi genetik, yang berarti studi tentang perkembangan pengetahuan manusia. Dia mengatakan, bahwa sejak usia balita, seseorang telah memiliki kemampuan tertentu untuk menghadapi objek- objek yang di sekitarnya. Kamampuan ini memang sangat sederhana, yakni dalam bentuk kemampuan sensorik-motorik, namun dengan kemampuan inilah balita tadi akan mengeksplorasi lingkungannya dan menjadikannya dasar bagi pengetahuan tentang dunia yang akan dia peroleh kemudian serta akan berubah menjadi kempuan-kemampuan yang lebih maju dan rumit. Kemampaun-kemapuan ini disebut Piaget dengan skema. Tahap-tahap perkembangan kognitif: 1. Tahap Sensorik-Motorik (0-2 tahun) 2. Tahap Pra-Operasional (2-7 tahun) 3. Tahap Oprasi Konkret (7-11 tahun) 4. 4. Tahap Oprasi Formal (11 tahun samapi dewasa) a) Berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya dan mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran serta memaklumi adanya perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan yang dapat dipegaruhi oleh perkembangan intelektual anak. b) Teori dasar perkembangan kognitif dari Jean Piaget mewajibkan guru agar pembelajaran diisi dengan kegiatan interaksi inderawi antara siswa dengan benda- benda dan fenomema konkrit yang ada di lingkungan serta dimaksudkan untuk menumbuh-kembangkan kemampuan berpikir, antara lain kemampuan berpikir konservasi. c) Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui oleh semua individu tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya , yang mendalami bagaimana anak berpikir dan berproses yang berkaitan dengan perkembangan intelektual. d) Menurut Peaget, siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. e) Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodivikasi pengetahuan awal mereka. f) Piaget menjelaskan bahwa anak kecil memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus 1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. 2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. 3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. 4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. 5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya. Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran
Dalam hail ini, peran seorang pendidik sangatlah vital. Beberapa
implementasi yang harus diketahui dan diterapkan adalah sebagai berikut: 1. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut. 2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan. 3. Tidak menekankan pada praktek - praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya. 4. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda. ANALISIS SITUASI A. Masalah yang berhubungan dengan perkembangan teori kognitif Kasus I Seorang remaja putri menenggak obat serangga karena tidak bisa melanjutkan sekolah ke SMP. Remaja 15 tahun itu meninggal pada Rabu (10/4/2013) dini hari, setelah dirawat intensif selama 12 jam di RSUD Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Rina putus sekolah sejak setahun lalu karena orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Dia beberapa kali memprotes dan mengamuk karena tidak disekolahkan ke sekolah menengah seperti tiga kakaknya yang kini duduk di bangku SMP dan SMA. Orangtua Rina, Hande dan Nasir, merasa tak bisa berbuat banyak untuk memenuhi permintaan Rina. Warga Tondrolima, Kecamatan Matakali, itu hanya berusaha sebisa mungkin menenangkan Rina ketika putri mereka itu mengamuk. Pada Selasa (9/4/2013), Rina kembali mengamuk dan memprotes orangtuanya yang menurut dia tidak adil karena tidak menyekolahkan dia. Seperti sebelum-sebelumnya, Rina mengancam minum racun serangga. Kedua orangtua Rina tidak menghiraukan ancaman itu. Hande malah pergi ke kebun dan meninggalkan Rina yang masih mengamuk. Kali ini Rina membuktikan ancamannya minum racun serangga jika orangtuanya tidak mendaftarkan dia ke sekolah seperti teman-teman SD-nya. Rina ditemukan dalam keadaan lemas oleh keluarganya. Mereka langsung melarikannya ke rumah sakit. Namun, setelah 12 jam dirawat, dia mengembuskan napas terakhirnya pada dini hari tadi. Menurut keluarganya, Rina mengaku sering merasa malu dan minder karena semua temannya bisa mengenyam pendidikan di sekolah umum. Dia pernah didaftarkan di SMP terbuka. Namun, Rina merasa malu karena SMP terbuka itu tidak seperti sekolah umum. Hande dan Nasir, yang menjadi petani kelapa sawit, mengaku tidak mampu membiayai pendidikan semua anaknya. Mereka memutuskan Rina tidak melanjutkan pendidikan agar kakak-kakaknya bisa menamatkan pendidikan. Hande tidak menyangka putri keempat dari tujuh bersaudara itu nekat mengakhiri hidup. “Saya bingung dan tidak bisa berbuat banyak. Sebagai orangtua, tentu kami ingin semua anak kami bisa sukses dan berpendidikan. Tapi, karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan, ya jadinya seperti ini,” ujar Hande, yang mengaku merasa sangat bersalah. Jenazah Rina kini sudah dibawa pulang ke rumah keluarga di Dusun Tondrolima, Kecamatan Matakali, Polewali Mandar. Rencananya dia akan dimakamkan siang ini.[1] Kasus II Kesal kepada orang tuanya, membuat Angie (15), remaja putri asal kecamatan Cluring Banyuwangi ini kabur dari rumah. Orang tuanya pun kelimpungan. Kasus ini bahkan berimbas pada orang lain. Informasi menyebutkan, ngie menghilang dari rumah orang tuanya Sabtu (28/1/12) sekitar pukul 14.00 WIB. Karena khawatir hal buruk menimpa anaknya, hal itu dilaporkan pihak keluarga ke Polsek Cluring. Kini, orang tua Angie dapat bernafas lega lagi. Karena putrinya tersebut berhasil ditemukan oleh polisi. Angie didapati bersama Untung (21), teman laki-lakinya di depan RSUD Genteng, Selasa (31/1/12). “Sekitar pukul 12.00 WIB tadi, Angie kita dapati bersama temannya berinisial UT,” jelas Kasi Humas Polsek Cluring, Aiptu Eko Laksono, kepada detiksurabaya.com, di kantornya. Selanjutnya baik Angie maupun Untung, langsung diamankan ke Polsek Cluring PEMBAHASAN A. Faktor Penyebab Kasus I dan II merupakan salah satu contoh masalah yang menghambat perkembangan kognitif pada remaja. Pada kedua kasus ini, remaja tidak dapat memilih alternatif penyelesaian masalah sekolah dan keluarganya secara tepat. Remaja seharusnya menyelesaikan masalah dengan memikirkan dulu secara teoritis, menganalisa masalahnya dengan mengembangkan penyelesaian memulai berbagai hipotesis yang mungkin ada. Namun dalam keadaan ini, remaja tidak menggunakan kemampuan kognitifnya tersebut dalam menyelesaikan masalah. Ketidaktepatan pengambilan alternatif penyelesaian pada kasus I dan II menyebabkan akibat yang sangat buruk. Pada kasus I, akibat yang ditimbulkan yaitu hilangnya nyawa remaja. Sedangkan akibat yang ditimbulkan pada kasus II adalah hilangnya rasa hormat dan menghargai orangtua pada diri remaja. Untuk menghindari akibat negatif ini maka harus ada solusi yang tepat atas masalah seperti kasus I dan II. Berikut ini analisis dari kedua kasus di atas: Kedua kasus tersebut dapat terjadi karena beberapa sebab atau faktor yang mempengaruhi, yaitu: 1. Kurang tepatnya pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua yang cenderung memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga remaja tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Orang tua terlalu memanjakan remaja, sehingga apabila keinginannya ada yang tidak terpenuhi, maka remaja tersebut akan marah. Perealisasian rasa marah ini berkaitan erat dengan emosional dan kognitif remaja. Apabila remaja lebih memilih emosinya daripada kognitifnya untuk menyelesaikan masalahnya, maka alternatif yang buruklah yang akan diambilnya. 2. Kurangnya pengalaman yang dimiliki remaja Pengalaman sangat berpengaruh pada perkembangan kognitif remaja. Semakin banyaknya pengalaman yang pernah dialami remaja, maka semakin baik pula kemampuan kognitifnya. Dan sebaliknya sedikitnya pengalaman remaja akan menyebabkan kemampuan kognitif remaja lebih rendah. Hal itu karena, remaja memilih alternatif penyelesaian masalahnya berdasarkan kumpulan pengalaman-pengalaman. Oleh karena itu, remaja yang memiliki sedikit pengalaman akan mempunyai sedikit alternatif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Mereka lebih mengutamakan kemampuan operasional konkret daripada operasional formal. Yaitu mereka menyelesiakan masalah tanpa adanya bahan yang kongkrit. Kurangnya peran sekolah dalam membentuk kepribadian remaja Sekolah merupakan rumah kedua setelah rumah orang tua. Dimana remaja diajarkan ilmu, norma, dan nilai-nilai. Rendahnya kemampuan kognitif remaja dapat disebabkan oleh sekolah yang kurang merangsang perkembangan kognitif remaja. Remaja kurang mendapatkan kesempatan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Selain itu, remaja juga kurang mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan opnininya. Kurangnya kebutuhan terhadap faktor inilah yang dapat menghambat perkembangan kognitif remaja.
B. Solusi Penyelesaian Kasus
Solusi yang dapat diterapkan untuk menyelsaikan kasus I dan II di atas, yaitu sebagai berikut: 1. Melatih kemandirian remaja Remaja harus membiasakan diri bersikap mandiri. Orang tua juga tidak boleh memperlakukan remaja seperti anak-anak.Pada tahap perkembangan ini, orang tua tidak lagi sebagai pemberi asuhan dan perlindungan. Namun, orang tua berperan untuk mendukung, membimbing, dan memberikan pengarahan. Sehingga kognitif remaja dapat berkembang dengan baik. 2. Membekali remaja dengan pengalaman-pengalaman Kognitif remaja juga dapat berkembang dengan memperbanyak pengalaman. Pengalaman dapat didapat dengan cara aktif dalam kegiatan-kegiatan yang positif dan mengambil pelajaran dari lingkungan sekitar. Semakin banyak pengalaman remaja, maka semakin baik kemampuan remaja dalam menyelesaikan masalah.
3. Melakukan metode pembelajaran yang mengaktifkan remaja untuk memecahkan
masalah. Pembelajaran seperti ini dapat diajarkan di sekolah, yaitu dengan menggunkan metode pengajaran berbasis problem solving. Guru memberikan beberapa contoh permasalahan kepada siswa. Kemudian masalah tersebut harus dianalisis dan diselesaikan oleh siswanya. Dengan dibiasakannya pembelajaran sperti ini, maka kemampuan kognitif remaja dapat meningkat. 4. Banyak membaca buku. Buku adalah sumber informasi. Dengan membiasakan remaja membaca buku, maka pengetahuan yang didapat remaja akan semakin banyak. Dari sinilah remaja dapat belajar cara-cara untuk meningkatkan kemampaun kognitifnya. 5. Belajar berorganisasi. Melalui organisasi, remaja akan belajar mengenai manajemen kondisi dan masalah. Selain itu, remaja juga dapat belajar bekerja sama dengan sesama anggota organisasi. Ini adalah cara yang efektif untuk merangsang kemampuan kognitif karena manajemen organisasi sangat berkaitan dengan manajemen diri. 6. Berkonsultasi atas masalah yang dihadapi. Adakalanya seorang remaja berada dalam kondisi tidak bisa mengambil keputusan atas masalah yang dihadapinya. Bila hal ini terjadi, maka remaja harus mengkonsultasikan permasalahan tersebut kepada orang yang dipercayainya, seperti orang tua, teman, atau guru. Dengan berkonsultasi, remaja dapat merasakan beban yang dtanggungnya berkurang. Selain itu, remaja juga bisa memperoleh saran-saran dan alternatif penyelesaian masalah.