Anda di halaman 1dari 39

REKAYASA HIDROLOGI

PRESIPITASI (HUJAN)

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

M. Baitullah Al Amin, ST., M.Eng.


Mail to: baitullah_ceed03@yahoo.com
http://www.baitullahunsri.co.cc Copyright © 2010
I. PENDAHULUAN
• Presipitasi adalah istilah umum untuk menyatakan uap
air yang mengkondensasi dan jatuh dari atmosfer ke
bumi dalam segala bentuknya dalam rangkaian siklus
hidrologi.
• Jika air yang jatuh berbentuk cair disebut hujan (rainfall)
dan jika berupa padat disebut salju (snow). Dalam hal ini,
hanya akan dibahas tentang hujan.
• Analisis dan desain hidrologi tidak hanya memerlukan
volume atau ketinggian hujan, tetapi juga distribusi hujan
terhadap tempat dan waktu. Distribusi hujan terhadap
waktu disebut hyetograph. Dengan kata lain, hyetograph
adalah grafik intensitas hujan atau ketinggian hujan
terhadap waktu.
I. PROSES TERJADINYA HUJAN

Gambar 1. Proses terjadinya hujan


I. PROSES TERJADINYA HUJAN

Gambar 3. Orographic storms

Gambar 2. Cyclonic storms Gambar 4. Convective storms


I. KARAKTERISTIK HUJAN
1. Durasi
Lama kejadian hujan (menitan, jam-jaman, harian)
diperoleh terutama dari hasil pencatatan alat
pengukur hujan otomatis. Dalam perencanaan
drainase, durasi hujan sering dikaitkan dengan waktu
konsentrasi khususnya pada drainase perkotaan
diperlukan durasi yang relatif pendek, mengingat akan
toleransi terhadap lamanya genangan.
2. Intensitas
Jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau
volume hujan tiap satuan waktu. Besarnya intensitas
hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah
hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan
diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan
baik secara statistik maupun secara empiris.
I. KARAKTERISTIK HUJAN
3. Lengkung intensitas
Grafik yang menyatakan hubungan antara intensitas hujan dengan
durasi hujan, hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk
lengkung intensitas hujan dengan kala ulang hujan tertentu.
4. Waktu konsentrasi
Waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling
jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian
hilir suatu saluran.
Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi:
a. Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk
mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran drainase.
b. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk
mengalir di sepanjang saluran sampai titik kontrol yang
ditentukan di bagian hilir.
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus:

tc  to  td
II. DATA HUJAN
1. Pengukuran
Hujan merupakan komponen yang sangat penting
dalam analisis hidrologi pada perancangan debit untuk
menentukan dimensi saluran drainase.

Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam, dengan


cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan total
yang terjadi selama satu hari. Untuk berbagai
kepentingan perancangan drainase tertentu data hujan
yang diperlukan tidak hanya data hujan harian, tetapi
juga distribusi jam-jaman atau menitan. Hal ini akan
membawa konsekuensi dalam pemilihan data.
Dianjurkan untuk menggunakan data hujan hasil
pengukuran dengan alat ukur otomatis.
II. DATA HUJAN
2. Alat ukur
Dalam praktik pengukuran hujan terdapat dua
jenis alat ukur hujan, yaitu:
a. Alat ukur hujan biasa (manual raingauge)
Data yang diperoleh dari pengukuran dengan
menggunakan alat ini adalah berupa hasil
pencatatan oleh petugas pada setiap periode
tertentu. Alat pengukur hujan ini berupa suatu
corong dan sebuah gelas ukur, yang masing-
masing berfungsi untuk menampung jumlah air
hujan dalam satu hari (hujan harian).
II. DATA HUJAN
b. Alat ukur hujan otomatis (automatic
raingauge)
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran
dengan menggunakan alat ini, berupa data
pencatatan secara menerus pada kertas
pencatat yang dipasang pada alat ukur.
Berdasarkan data ini dapat dilakukan analisis
untuk memperoleh besaran intensitas hujan.
II. DATA HUJAN

a. Alat ukur hujan manual b. Alat ukur hujan otomatis

Gambar 5. Alat ukur hujan (raingauge)


II. DATA HUJAN
3. Kondisi dan Sifat Data
Data hujan yang baik diperlukan dalam melakukan
analisis hidrologi, sedangkan untuk mendapatkan data
yang berkualitas biasanya tidak mudah. Data hujan
hasil pencatatan yang tersedia biasanya dalam kondisi
yang tidak menerus. Apabila terputusnya rangkaian
data hanya beberapa saat kemungkinan tidak
menimbulkan masalah, tetapi untuk kurun waktu yang
lama tentu akan menimbulkan masalah di dalam
melakukan analisis.
Kualitas data yang tersedia akan ditentukan oleh alat
ukur dan manajemen pengelolaannya.
III.VARIABILITAS HUJAN

Gambar 6. Hujan rata-rata tahunan di Amerika Serikat


III.VARIABILITAS HUJAN

Gambar 7. Distribusi hujan bulanan di Amerika Serikat dalam inchi


III.VARIABILITAS HUJAN

Gambar 8. Curah hujan rata-rata tahunan skala global


IV. CURAH HUJAN RATA-RATA
• Curah hujan yang digunakan untuk analisis perancangan
pemanfaatan air dan pengendalian banjir adalah curah hujan
rata-rata di seluruh daerah yang ditinjau, bukan curah hujan
pada suatu titik tertentu.
• Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan
dinyatakan dalam satuan mm.
• Curah hujan ini harus diperkirakan dari beberapa titik
pengamatan curah hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan
daerah dari pengamatan curah hujan di beberapa titik adalah
sebagai berikut.
1. Rata-rata aljabar
2. Poligon Thiessen
3. Garis isohyet
4. Garis potongan antara (intersection line method)
5. Depth-elevation method
IV. CURAH HUJAN RATA-RATA
Menurut UU No. 7 Tahun 2004 Tentang SDA:
• Wilayah sungai (WS) adalah kesatuan wilayah
pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih
daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang
luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
• Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di
darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan.
IV. CURAH HUJAN RATA-RATA

Gambar 9. Skema diagram batas DAS Gambar 10. Hierarki subDAS dalam
suatu DAS
IV. CURAH HUJAN RATA-RATA
1. Rata-rata aljabar
Cara ini adalah perhitungan curah hujan rata-rata secara
aljabar.
Rr 
1
R1  R2  ....  Rn 
n
Dimana:
Rr : curah hujan rata-rata (mm)
n : jumlah titik stasiun hujan
R1,R2,….,Rn : curah hujan di tiap stasiun hujan (mm)
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dan
dapat memberikan hasil yang memuaskan jika stasiun hujan
tersebar secara merata di seluruh area dan hasil pengukuran di
setiap stasiun hujan tidak jauh berbeda dengan nilai rata-rata.
IV. CURAH HUJAN RATA-RATA
2. Poligon Thiessen
Jika titik stasiun hujan di wilayah tidak merata, maka cara
perhitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan
memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik stasiun
hujan.
A1 R1  A2 R2  ....  An Rn
Rr 
A1  A2  ....  An
Dimana:
Rr : curah hujan rata-rata (mm)
A1, A2,…., An : luas daerah yang mewakili tiap titik stasiun
hujan
R1, R2,…., Rn : curah hujan di tiap titik stasiun hujan (mm)
dan n adalah jumlah titik stasiun hujan
IV. CURAH HUJAN RATA-RATA
Langkah-langkah:
1. Cantumkan titik-titik stasiun hujan di dalam dan
sekitar daerah yang ditinjau pada peta topografi skala
1:50.000, kemudian hubungkan tiap titik yang
berdekatan dengan sebuah garis lurus (dengan
demikian akan terlukis jaringan segitiga yang menutupi
seluruh daerah.
2. Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalam poligon-
poligon yang didapat dengan menggambar garis bagi
tegak lurus pada tiap sisi segitiga tsb di atas. Curah
hujan dalam tiap poligon ini dianggap diwakili oleh
curah hujan dari titik stasiun hujan dalam tiap poligon
tsb. Luas tiap poligon diukur dengan planimeter atau
dengan cara lain.
IV. CURAH HUJAN RATA-RATA

Gambar 11. Contoh poligon Thiessen


IV. CURAH HUJAN RATA-RATA

Gambar 12. Contoh analisis menggunakan poligon Thiessen


IV. CURAH HUJAN RATA-RATA
• Cara poligon Thiessen ini memberikan hasil
yang lebih teliti daripada cara rata-rata aljabar.
Akan tetapi, penentuan titik-titik stasiun hujan
akan mempengaruhi ketelitian hasil yang
didapat.
• Kerugian lainnya adalah diperlukan
penggambaran ulang poligon apabila salah satu
stasiun hujan tidak diperoleh data atau data
yang tidak valid.
IV. CURAH HUJAN RATA-RATA
3. Garis isohyet
Peta isohyet digambar pada peta topografi dengan
perbedaan (interval) 10 sampai 20 mm berdasarkan
data curah hujan pada titik-titik stasiun hujan di
dalam dan di sekitar daerah yg ditinjau.

Luas bagian daerah antara dua garis isohyet yang


berdekatan diukur dengan planimeter. Demikian
pula nilai rata-rata dari garis-garis isohyet yg
berdekatan yg termasuk bagian-bagian daerah tsb
dapat dihitung.
IV. CURAH HUJAN RATA-RATA
Curah hujan rata-rata suatu daerah dapat dihitung
menggunakan metode garsi isohyet sbb.

A1 R1  A2 R2  .....  An Rn
Rr 
A1  .....  An

Dimana:
Rr : curah hujan rata-rata
A1,A2, …., An: luas bagian-bagian antara garis-garis isohyet
R1, R2, …., Rn: curah hujan rata-rata pada bagian-bagian A1,
A2, ….,An
IV. CURAH HUJAN RATA-RATA

Gambar 13. Contoh garis isohyet


IV. CURAH HUJAN RATA-RATA

Gambar 14. Contoh analisis menggunakan garis isohyet


IV. CURAH HUJAN RATA-RATA
• Metode garis isohyet merupakan cara rasional yang terbaik
jika garis-garis isohyet dapat digambar dengan teliti. Akan
tetapi jika titik-titik pengamatan itu banyak dan variasi curah
hujan di daerah yang bersangkutan besar, maka pada
pembuatan peta isohyet ini akan terdapat kesalahann pribadi
(individual error) oleh pembuat peta.
• Jika tiap pengamatan mencakup beberapa ratus km2 maka
penggunaan peta topografi skala 1/20.000 sampai 1/50.000
adalah kira-kira cukup.
• Peta isohyet harus mencantumkan antara lain sungai-sungai
utamanya dan garis-garis kontur yang cukup. Pada
pembuatan peta isohyet, maka topografi, arah angin dan lain-
lain di daerah yang bersangkutan harus turut
dipertimbangkan. Jadi, untuk membuat peta isohyet yang
baik diperlukan pengetahuan/keahlian yang cukup.
IV. CURAH HUJAN RATA-RATA
Pemilihan Metode
Lepas dari kelebihan dan kelemahan ketiga
metode di atas, pemilihan metode mana yang
cocok dipakai pada suatu DAS dapat ditentukan
dengan mempertimbangkan tiga faktor berikut:
1. Jaring-jaring stasiun hujan dalam DAS
2. Luas DAS
3. Topografi DAS
IV. CURAH HUJAN RATA-RATA
1. Jaring-jaring stasiun hujan
Kondisi Jaring-Jaring Stasiun Hujan Metode yg Cocok

Jumlah stasiun hujan cukup Metode isohyet, Thiessen


atau rata-rata aljabar dapat
dipakai
Jumlah stasiun hujan terbatas Metode rata-rata aljabar atau
Thiessen
Stasiun hujan tunggal Metode hujan titik
IV. CURAH HUJAN RATA-RATA
2. Luas DAS
Luas DAS Metode yg Cocok

DAS besar (> 5.000 km2) Metode isohyet

DAS sedang (500 s/d 5.000 km2) Metode Thiessen

DAS kecil (< 500 km2) Metode rata-rata aljabar


IV. CURAH HUJAN RATA-RATA
3.Topografi DAS
Topografi DAS Metode yg Cocok

Pegunungan Metode rata-rata aljabar

Datararan Metode Thiessen

Berbukit dan tidak beraturan Metode isohyet


V. CURAH HUJAN MAKSIMUM
HARIAN RATA-RATA
• Perhitungan data hujan maksimum harian rata-
rata DAS harus dilakukan secara benar, misalnya
untuk analisis frekuensi (akan dibahas lebih
lanjut).
• Dalam praktik sering kita jumpai perhitungan yang
kurang pas, yaitu dengan cara mencari hujan
maksimum harian setiap pos hujan dalam satu
tahun, kemudian dirata-ratakan untuk
mendapatkan hujan DAS. Cara ini tidak logis
karena rata-rata hujan dilakukan atas hujan dari
masing-masing stasiun hujan yang terjadi pada hari
yang berlainan. Hasilnya akan jauh menyimpang
dari yang seharusnya.
V. CURAH HUJAN MAKSIMUM
HARIAN RATA-RATA
Cara yg seharusnya ditempuh untuk mendapatkan hujan
maksimum harian rata-rata DAS adalah sebagai berikut:
1. Tentukan hujan maksimum harian pada tahun tertentu di
salah satu stasiun hujan.
2. Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang
sama untuk stasiun hujan lainnya.
3. Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yg terpilih (rata-
rata aljabar, poligon Thiessen, garis isohyet, dsb)
4. Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada
tahun yang sama untuk stasiun hujan yg lain.
5. Ulangi langkah 2 dan 3 untuk setiap tahun.
6. Dari hasil rata-rata yang diperoleh (sesuai dengan jumlah
stasiun hujan) dipilih yang tertinggi setiap tahun. Data
hujan yang terpilih setiap tahun merupakan hujan
maksimum harian DAS untuk tahun yang bersangkutan.
V. CURAH HUJAN MAKSIMUM
HARIAN RATA-RATA
Cara yg seharusnya ditempuh untuk mendapatkan hujan
maksimum harian rata-rata DAS adalah sebagai berikut:
1. Tentukan hujan maksimum harian pada tahun tertentu
di salah satu stasiun hujan.
2. Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun
yang sama untuk stasiun hujan lainnya.
3. Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yg terpilih
(rata-rata aljabar, poligon Thiessen, garis isohyet, dsb)
4. Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1)
pada tahun yang sama untuk stasiun hujan yg lain.
5. Ulangi langkah 2 dan 3 untuk setiap tahun.
V. CURAH HUJAN MAKSIMUM
HARIAN RATA-RATA
Contoh (diambil dari Suripin, 2006):
Sebagai contoh perhitungan curah hujan maksimum
harian rata-rata dipilih DAS Sungai Dolok. Stasiun
hujan yang dipilih untuk mewakili adalah:
1. Stasiun hujan no.25G : Kedung Pucung
2. Stasiun hujan no.44 : Mijen
3. Stasiun hujan no.99 : Banyu Meneng
Masing-masing stasiun hujan mempunyai koefisien
Thiessen 0,45; 0,30; dan 0,25 (hanya untuk
menggambarkan cara perhitungan dan tidak diambil
dari hasil pengukuran).
PENYELESAIAN :
PENYELESAIAN :
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai